Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH METABOLIT SEKUNDER

REVIEW JURNAL
ANTI-INFLAMMATORY POLYKETIDES FROM
THE MANGROVE-DERIED FUNGUS
ASCOMYCOTA SP
Dosen Pengampu : Masruri, Ph.D

Oleh:
Vincentius Johar Windrayan Pambudi
186090200111011

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Brawijaya

2018
Introduction
Pada jurnal ini dibahas tentang aktivitas anti inlamasi dari senyawa poliketida dari
kelompok jamur ascomycota dari tanaman bakau. Sebelum membahas tentang anti inflamasi
ada baiknya untuk memahami arti dari inlamasi, menurut jurnal tersebut yang dikutip dari
jurnal lain, inflamasi adalah respon sistem imun tubuh atas adanya bahaya, seperti pathogen,
kerusakkan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri tubuh kita untuk
menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan jaringan. Jika
inflamasi tidak ada, maka luka dan infeksi tidak akan sembuh dan akan menggalami
kerusakkan yang lebih parah.

Namun pada jurnal tidak disebutkan penjelasan tentang anti inflamasi secara
mendasar dan langung menunjukkan aktivitas terbentuknya NO (Oksida Nitrit) sebagai
parameter pengujian anti inflamasi. Terbentuknya NO dalam bentuk NOS akan meningkat
secara signifikan dengan adanya aktivasi terbentuknya lapisan inflamasi. Terbentuknya NO
di sini sebagai proinflamasi yang menstimulus terbentuknya inflamasi. Dalam pengujian
aktiitas senyawa anti inflamasi ditunjukan dengan menurunnya nilai terbentuknya NO. Jadi
apabila senyawa tersebut dapat menurunkan nilai NO maka senyawa tersebut dapat dijadikan
agen antiinflamasi.

Senyawa metabolit sekunder golongan poliketida dari jamur asomycota akar bakau
pada penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dalam sebuah
kultur cairan. Pada jurnal ini ditemukan 4 senyawa poliketida baru (senyawa 1-4) dan 3
senyawa yang sudah diketahui keberadaannya (senyawa 4-7) yaitu tutunan xanthone,
anthraquinone, dan ascomidone D.
Proses Isolasi
Jamur asomycota sebelumnya di kultur terlebih dahulu untuk mendapatkan jumlah
yang banyak. Jamur dikultur dalam sebuah media dengan komposisi 100 gram beras dan
150mL 0,3 saline selama 35 hari suhu ruangan dan kondisi yang statis. Proses kultur ini
merupakan terobosan untuk mengambil metabolit sekunder, karena apabila mengambil
langsung dari alam maka kuantitas yg didapat tidak akan banyak dan proses isolasi bisa
kurang maksimal. Kemudian hasil kultur dipanen dan kemudian diekstraksi dengan pelarut
metanol dan mendapatkan residu sebanyak 15,4 g. Sampel sebanyak 13,4 gram kemudian di
fraksinasi dengan menggunaka kolom silika kromatografi dengan eluen fasa gerak campuran
eter:etilasetat dengan perbandingan 90:100 hingga 0:100 dan mendapatkan sebanyak 20
fraksi (fraksi 1-20). Kemudian fraksi 7 sebanyak 807 mg difraksinasi kembali menggunakan
silika kromatografi dengan eluen CHCl3 dan MeOH dengan perbandingan (99:1) untuk
mendapatkan frakasi 7,1-7,7.

Fraksi 7.5 dengan berat 115 mg dimurnikan dengan Sephedx LH-20 CC elusi dengan
MeOH untuk mendapatkan senyawa 1 sebanyak 3,8 mg sebagai senyawa rasemik atau
campuran dari 2 enentiomer yang kemudian dipisahkan dengan kiral kromatografi
menghasilkan (+)- 1 sebanyak 1,5 mg dan (-)- sebanyak 1,3 mg. Namun dalam jurnal ini
tidak disebutkan secara detail teknik pemisahan dengan menggunakan kiral kromatografi.
Fraksi 7.7 dengan berat 315 mg dielusi dengan CHCl3 dan MeOH dengan perbandingan
(98:2) kemudian di inject dalam unit HPLC mendapatkan senyawa 3 ( 5,3mg), 4 (3,7mg) dan,
5 (11,1 mg). Kemudian fraksi 9 di murnikan dengan Sephedx LH-20 CC mendapatkan
senyawa 2 (8,8 mg).

Kultur jaringan Ekstraksi 15,4 g residu


jamur dengan metanol sampel

F1 F2 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F 10-20
F3 F3

F7.1 F7.2 F7.3 F7.4 F7.5 F7.6 F7.7


RASEMIK Ascomfurans
Ascomindone D
Ascomarugosin A
C

Identifikasi
Proses identifikasi struktur fraaksi yang didapat dari proses isolasi menggunakan berbagi
metode yaitu UV, IR, HRESIMS, dan NMR

(+)-Ascomindone D [(-)-1]

 Red crystal; mp 280-281 ⁰C; [α]25D + 113 (c 0.1, methanol)


 UV(MeOH) λmax (logε): 208 (3.93), 257 (3.81), 309 (3.41), 352 (3.26) nm.
 IR (KBr): 3365, 2924, 1688, 1607, 1279, 1218, 1157, 1010, 837 cm-1
 HRESIMS m/z 551.1343 [M - H]e (calcd for C32H23O9, 551.1342);
 1H and 13C NMR (Tabel 1)

(+)-Ascomindone D [(-)-1]

 Red crystal; m.p. 280-281 ⁰C; [α]25D ¼ e 115 (c 0.1, methanol);


 UV (MeOH) λmax (logε): 208 (3.93), 257 (3.81), 309 (3.41), 352 (3.26)nm.
 IR (KBr): 3365, 2924, 1688, 1607, 1279, 1218, 1157, 1010, 837 cm-1
 HRESIMS m/z 551.1343 [M _ H]e (calcd for C32H23O9, 551.1342)
 1H and 13C NMR (Tabel 1).

Ascomfurans C (2)

 Yellowish powder; [α]D ¼ +1 (0.1 M in methanol)


 UV (MeOH) λmax (logε): 241 (3.32), 301 (3.08), 354 (2.39) nm.
 IR (KBr): 3435, 2932, 1720, 1616, 1452, 1296, 1201 cm-1;
 HRESIMS m/z 339.1237 [M _ H] (calcd for C20H19O5 339.1238);
 1H and 13C NMR (Tabel 1).

Ascomarugosin A (3)

 Yellowish power; [α]D ¼ þ 1 (0.1 M in methanol)


 UV (MeOH) λmax: 219 (3.37), 255 (2.79), 289 (2.45) nm.
 IR (KBr): 3348, 2924, 1720, 1607, 1434, 1339, 1235 cm-1;
 HRESIMS m/z 369.1339 [M _ H]_ (calcd for C21H21O6 369.1344);
 1H and 13C NMR (Tabel 2).
Dari proses identifikasi ini yang menarik adalah bahwa dapat dipisahkan dua
enantiomer dari sebuah senyawa rasemik melalui sebuah kiral kromatografi. Apabila
senyawa rasemik di identifikasi secara optis maka tidak akan memiliki sifat optisa karena
saling meniadakan sudut optis dari kedua enantiomer namun setelah dipisahkan maka
keduanya akan menunjukan sifat optis yang berbeda. Isogeometri molekul dapat dikaji secara
kompleks dalam mata kuliah struktur dan kereaktifan senyawa.
Sebagai mahasiswa magister ini merupakan sesuatu yang baru bagi saya. Bagaimana
seorang peneliti mampu memprediksi bahwa adanya sebuah campuran enantiomer dalam
sebuah rasemik apalagi dengan bobot molekul yang sama pada sebuah sprktrum high
resolution mass chromatography? Ini merupakan tantangan tersendiri dikarenakan sifat fisik
kedua enentiomer akan sangat berbeda tentunya. Begitu pula dengan aktivitas zat aktifnya
bisa saja berbeda, kembali kepada tujujuan isolasi zat aktif sebuah poliketida yang dapat
memberikan nilai sebagai anti inflamasi agen mungkin juga bisa menjadi antikanker,
antibiotik, antioksidan. Tentunya sangat menarik apabila mengkaji lebih dalam sifat sifat
kedua enantiomer tersebut.
Bisa dilihat dalam gambar 1 bagaimana kedua enantiomer tersebut memiliki struktur
geometri yang berbeda.

Gambar 1
Gambar 2

Dari hasil X Ray (gambar 2) juga didapatkan perbedaan antara kedua enantiomer.
Data ini di dapat dengan instrumen Agilent Xcalibur Nova single-crystal diffractometer
using Cu Ka radiation. Kemudian perhitungan krisltal dengan metode SHELXL-97 unit ini
ada di sebuah uniersitas di cambrigde. Nampak keseriusan penulis untuk membedakan kedua
enentiomer tersebut.

Jalur Biosintesis
Penelitian bidang biosintesis dimulai pada tahun 1953, ketika Birch dan Donovan
menyarankan jalur biosintesis baru untuk poliketida yang menunjukkanmekanismenya mirip
dengan mekanisme biosintesis asam lemak. Hipotesis inidikenal sebagai hipotesis poliasetat
yang menyatakan bahwa, “Poliketida dibentuk oleh hubungan kepala-ke-ekor unit asetat,
diikuti oleh siklisasi dengan reaksi aldol atau dengan asilasi fenol” (Birch & Donovan, 1953).
Pembentukan rantai poli-β-keto dapat digambarkan sebagai sederet reaksi Claisen. Poliketida
tersebut diproduksi melalui kondensasi bertahap yang sederhana dari prekursor asam
karboksilat yang menyerupai biosintesis asam lemak.Biosintesis tersebut dilakukan oleh
enzim yang dikenal sebagai polyketidesynthases (PKSs).
Selain senyawa diatas contoh poliketida lainnya antara lain aflatoxin, diskodermolida,
antibiotik poliena, makrolida, tetrasiklin, dan masih banyak yang lainnya. Proses
perpanjangan biosintesis poliketida terjadi pada C2 poliketida danberlangsung secara
kondensasi Claisen. Bentuk aktif dari unit C2 ini adalah AsetilKoA dan Malonil KoA (dari
karboksilasi asetil KoA). Jadi, 2 molekul asetil-KoA dapat ikut serta dalam reaksi Claisen
membentuk asetoasetil-KoA, kemudian reaksi dapat berlanjut sampai dihasilkan rantai poli-
β-keto.
Dari gambar 3 dijelaskan adanya reaksi aldol adalah salah satu reaksi pembentukan
ikatan karbon-karbon yang penting dalam kimia organik. Dalam bentuk yang umum, ia
melibatkan adisi nukleofilik enolat keton ke sebuah aldehida, membentuk sebuah keton β-
hidroksi, atau "aldol" (aldehida + alkohol). Kadang-kadang, produk adisi aldol melepaskan
sebuah molekul air selama reaksi dan membentuk keton α,β-tak jenuh. Pada gambar 3 juga
dijelaskan bahwa dari kondisi alami senyawa enentiomer teridentifikasi sebagai sebuah
rasemik. Dalam penelitian kedua enantiomer (+) dan (-) terbentuk atau dihasilkan dari jalur
biosintesis jamur asomycota sp pada bakau. Emodin direduksi menjadi chrysophanol
kemudian berubah dengan serangkaian reaksi reduksi, esterifikasi menjadi senyawa 2 dan 3.
Di sisi lain jalur biosintetis emodin juga menghasilkan senyawa iii dengan serangkaian
oksidasi kemudian dengan sebuah penggabungan (coupling reaction) dan reaksi kondensasi
aldol dapat menghasilkan sebuah enentiomer poliketida. Dari jalur biosintesi ini penulis
memberikan gambaran jelas bagaimana terbentuknya sebuah poliketida dengan sifat
isogeometris yang berbeda (gambar 3).

Gambar 3
Uji aktivitas antiinflamasi.

Uji ini dilakukan dalam jaringan tubuh tikus untuk melihat sejauh mana potensi untuk
menjadi anti inflamasi agen. Parameter yang dilihat dengan terbentuknya NO dari jaringan
tubuh tikus tersebut. Namun dalam jurnal kurang dijelaskan bagaimana senyawa poliketida
dapat mereduksi terbentuknya NO. Semoga penelitian selanjutnya dapat menunjukan
mekanisme kerja agen anti inflamasi tersebut.
Berikut hasil dari uji anti inlamasi dari ke empat senyawa dengan kontrol positiv
indomethacin.

Secara garis besar apabila senyawa tersebut menunjukan hasil positiv dari penurunan
NO maka bisa berpotensi sebagai anti inflamasi agen. Senyawa (+)-1 memiliki potensi yang
lebih baik dari senyawa (-)-1 karena nilai toksisitasnya lebih rendah dengan kontrol positiv
30,7 cukup baik dan relevan apabila mendapatkan nilai 17,0 dan 17,1 pada kedua enantiomer
tersebut. Senyawa 2&3 kurang berpotensi baik dengan nilai toksisitas yang tinggi.

Kesimpulan
Beberapa point yang perlu direview dari sudut pandang saya adalah
1. Jurnal ini tidak disebutkan penjelasan tentang anti inflamasi secara mendasar dan
langung menunjukkan aktivitas terbentuknya NO (Oksida Nitrit) sebagai parameter
pengujian anti inflamasi.
2. Jurnal ini tidak disebutkan secara detail teknik pemisahan dengan menggunakan kiral
kromatografi
3. Jurnal kurang dijelaskan bagaimana senyawa poliketida dapat mereduksi terbentuknya
NO.

Anda mungkin juga menyukai