Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
VESIKOLITIASIS
2. Etiologi
a. Obstruksi kelenjar prostat yang membesar
b. Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
c. Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada
neuron yang menginervasi bladder)
d. Benda asing , misalnya kateter
e. Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung di dinding
vesika urinaria
f. Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi
mengarah keganasan
a. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena
hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan
masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D
atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus
ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid,
dan diare dan masukan protein tinggi.
c. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang
berlebih.
d. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus
apel dan jus anggur.
f. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian
ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi
kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi
pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium
idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
h. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah,
dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
dengan organisme yang memproduksi urease.
1) 75 % kalsium.
2) 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3) 6 % batu asam urat.
4) 1-2 % sistin (cystine).
4. Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik
parsial maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi
hidronefrosis. Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral
dari matriks seputar, seperti pus, darah, tumor dan urat. Komposisi
mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2bagian dari batu adalah
kalsium fosfat, asam,urine dan custine. Peningkatan konsentrasi
larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga peningkatan
bahan organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk
pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan
urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium
ammonium fosfat.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi
pemeriksaan:
a. Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,
organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium
phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu
asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada
penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih
akan meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang
berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk
melihat apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan,
pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau
dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan
informasi yang memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung
kencing.
d. Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya
batu.
e. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
f. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
h. IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung
kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
i. Vesikolitektomi ( sectio alta )
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
j. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
k. Pielogram retrograd
l. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan
ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia
darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam
urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada klien.
6. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman ( 2008) pengobatan dapat dilakukan dengan :
a. Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari
vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis
prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra
indikasikan pasang kateter.
b. Pengambilan Batu
1) Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika
ukurannya melebihi 6 mm.
2) Vesikolithotomi
Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan
batu dari buli-buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang
dengan keluhan nyeri pada akhir miksi, hematuria dan
miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan
penunjang (foto polos abdomen, pyelografi intravena dan
ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-
buli. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan,
diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain;
Patologi Klinik dan Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran
lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran
pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal
ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes kepekaan
antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam
serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat dalam
urin 24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena,
USG.
Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah
perdarahan, infeksi luka operasi, fistel.
Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter
minimal 6 hari Setelah hari operasi,pelepasan redon drain
bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam
Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca
operasi.
3) Pengangkatan Batu
a) Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang
digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi
alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini
dapat ditangani dengan gelombang kejut atau
sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah
batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti
pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b) Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan
ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps
atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat
ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi
disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan
batu.
c) Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses
ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui
sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau
ultrasound kemudian diangkat.
4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
a) Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan
oksalat)
b) Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu
yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari,
minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila
batu tunggal dengan meningkatkan masukan cairan
dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c) Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan
cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi masukan
protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi
masukan natrium, diet rendah natrium (80-100
meq/hari), dan masukan kalsium.
d) Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium
oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek
anestesi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan
akibat efek anestesi .
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan
saraf tepi akibat insisi .
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan
muntah .
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan perdarahan akibat insisi .
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat
operasi .
g. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan
drainase luka.
3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek
anestesi.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan
nafas dan tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek
anestesi .
Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.
Intervensi :
Kriteria Hasil : Klien habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas,
membran mukosa lembab dan tanda vital normal.
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak
ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
2) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan
fungsi).
Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan
Intervensi :
1) Kaji drainase luka.
2) Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan
fungsi).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s . 2007. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.