KOMPOSISI BURUNG
DI KAWASAN KAMPUS GUNUNG KELUA
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
PENDAHULUAN
kehidupan mereka. Oleh karena itu apabila terjadi pengurangan luas lahan
bervegetasi dan jenis-jenis vegetasi akibat konversi lahan akan mempengaruhi
keanekaragaman jenis burung di kawasan kampus Universitas Mulawarman,
Gunung Kelua, Samarinda.
Hal itulah yang mendasari dilakukannya penelitian tentang komposisi
jenis burung yang ada di kawasan kampus Gunung Kelua.
METODE PENELITIAN
H’ = - (pi ln pi)
i=1
dimana: ni
pi = ----
N
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
pi = Kelimpahan relatif jenis
N = Jumlah total individu
ni = jumlah individu jenis ke-i
s = jumlah seluruh jenis
ln = logaritma natural
Nilai indeks < 1,5 menunjukkan keanekaragaman yang rendah, selanjutnya nilai
yang berkisar 1,5 – 3,5 menunjukkan nilai keanekaragaman sedang dan nilai > 3,5
menunjukkan nilai keanekaragaman tinggi.
Untuk mengetahui perubahan komposisi burung dilakukan dengan
mengukur nilai kesamaan jenis antara dua waktu yang berbeda, yaitu
menggunakan Indeks Sorensen (Magurran, 1998).
2C
ISS = -------- x 100%
A+B
Keterangan:
Nama Jenis
No. Famili/Suku
Latin Indonesia
Pycnonotus simplex Merbah corok-corok
Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk
Pycnonotus brunneus Merbah mata merah
15. Rallidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi
Gallinula chloropus Mandar batu
Porzana pusilla Tikusan kerdil
Porzana paykullii Tikusan Siberia
Porzana cinerea Tikusan alis-putih
16. Silviidae Orthotomus atrogularis Cinenen belukar
Orthotomus sericeus Cinenen merah
Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu
Prinia flaviventris Perenjak rawa
17. Sturnidae Aplonis panayensis Perling kumbang
18. Timaliidae Macronous gularis Ciung-air coreng
Gambar 1. Famili dan jumlah jenis burung di kawasan kampus Gunung Kelua
Universitas Mulawarman Samarinda.
aktivitas manusia. Pendapat ini didukung oleh Johns (1986) yang menyatakan
bahwa keanekaragaaman jenis burung dipengaruhi oleh ketersediaan sumber
pakan dan habitat yang sesuai untuk melangsungkan kehidupan. Dipertegas oleh
Boer (1994), bahwa komposisi vegetasi memegang peranan penting bagi
pemanfaatan habitat oleh burung. Salah satu anggota famili Ploceidae adalah
Bondol kalimantan (Lonchura fuscans). Jenis yang paling sedikit ditemukan
berasal dari famili Accipitridae, Hirundinidae, Laniidae, Picidae, Sturnidae dan
Timaliidae, masing-masing 1 jenis.
Berdasarkan hasil pengamatan, nama jenis dan jumlah individu masing-
masing jenis burung dapat dilihat pada Tabel 2.
Secara keseluruhan jumlah jenis yang diperoleh pada tahun 2008 sebanyak
43 jenis burung yang tergolong dalam 18 famili dengan total jumlah individu
sebanyak 813 individu. Penemuan jumlah jenis dan jumlah individu masing-
masing jenis pada tahun 2008 ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (1990).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuspriyanti tahun 1990 diperoleh 71
jenis burung yang tergolong dalam 21 famili dengan total individu 2815 individu.
Indeks keanekaragaman jenis burung tahun 2008 adalah 2,459, lebih rendah dari
indeks keanekaragaman tahun 1990 (H’=2,85).
Dari data yang telah disebutkan, diketahui adanya penurunan, baik dari
jumlah jenis maupun jumlah individu perjenis. Beberapa jenis burung yang
ditemukan tahun 1990 tidak dapat ditemukan lagi di tahun 2008. Hal ini
disebabkan menurunnya daya dukung lingkungan akibat kondisi kawasan kampus
Universitas Mulawarman Gunung Kelua yang telah mengalami konversi lahan.
Kegiatan pembangunan gedung dan beberapa fasilitas pendidikan bagi mahasiswa
menyebabkan banyak kawasan terbuka dan bervegetasi yang dialihfungsikan
sehingga menyebabkan perubahan kondisi habitat burung di kampus Gunung
Kelua. Terjadinya perubahan keadaan vegetasi di kawasan ini secara langsung
ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis burung yang
berada di kawasan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alikodra & Aryani
(1988) yang mengemukakan bahwa perubahan kawasan/kondisi habitat
merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis
burung, dimana secara langsung hal tersebut mengakibatkan penyebaran burung
mengalami perubahan, sehingga terjadi perubahan pula pada keanekaragaman
jenis burung di habitat tersebut secara tidak langsung.
Perubahan komposisi jenis burung disebabkan oleh hilangnya jenis
vegetasi tertentu akibat konversi lahan yang kemudian akan mempengaruhi
komposisi vegetasi. Perubahan vegetasi ini akan berpengaruh terhadap jumlah
jenis burung yang menempati kawasan tersebut. Jenis burung tertentu akan
berpindah tempat atau mengalami kematian karena tidak mampu beradaptasi dan
bersaing dalam memperoleh makanan dan ruang. Keadaan ini terlihat dari jumlah
jenis dan jumlah individu jenis yang teramati pada tahun 2008 dan 1990.
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 47 jenis ditemukan hanya pada tahun
1990, 19 jenis ditemukan hanya pada tahun 2008, sedangkan jenis yang sama yang
dapat ditemukan pada tahun 1990 dan 2008 sebanyak 24 jenis. Nilai kesamaan
jenis Sorensen yang diperoleh adalah 72,727%.
Beberapa jenis burung yang tidak dapat ditemukan lagi di tahun 2008
diduga karena kondisi habitat yang kurang mendukung untuk keberadaannya,
terutama perubahan komposisi vegetasi. Seperti yang diuangkapkan oleh Peterson
(1980) bahwa penyebaran burung erat hubungannya dengan ketersediaan
makanan. Hilangnya jenis Abroscopus superciliaris dimungkinkan karena tidak
tersedianya rumpun bambu yang merupakan tempatnya untuk makan, beristirahat
dan berkembangbiak. Hal ini didukung pendapat MacKinnon dkk (2000) yang
menyatakan bahwa jenis ini merupakan jenis burung pemakan serangga yang
menyukai dataran rendah dan bukit-bukit sampai ketinggian 1500 m serta sering
mengunjungi hutan sekunder yang banyak terdapat rumpun bambu. Umumnya
dalam kelompok kecil di rumput semak rendah dan rumpun bambu untuk
aktivitasnya mencari makan, beristirahat dan berkembangbiak.
Cypsiurus balasiensis tidak ditemukan lagi karena kondisi kawasan
kampus telah mengalami konversi lahan yang mempengaruhi komposisi jenis
vegetasi pohon berkurang dan tipe vegetasi berubah menjadi lebih terbuka.
Penyebaran jenis ini sangat ditentukan olah keberadaan palem dengan bentuk daun
berbentuk kipas seperti Palem kipas (Livistona grandiflora), Lontar (Borrasus),
Pinang (Areca catheca) atau Gebang (Corypha) yang dimanfaatkan sebagai tempat
beristirahat dan bersarang.
Hilang atau berpindahnya jenis Centropus sinensis dikarenakan
berkurangnya daerah rawa dan belukar tepi sungai sehingga habitat yang ada
kurang sesuai dengan jenis ini. Hal ini diperkuat oleh MacKinnon dkk (2000) yang
menyatakan bahwa jenis Centropus sinensis merupakan burung pemakan serangga
yang memanfaatkan vegetasi yang lebih rapat, semak dan belukar tepi sungai atau
daerah rawa.
Penambahan jenis pendatang juga ditemukan pada pengamatan tahun 2008
ini. Jenis Aplonis panayensis merupakan burung pemakan serangga dan buah-
buahan. Kehadiran jenis ini dipengaruhi oleh kondisi lokasi penelitian yang
didominasi oleh semak belukar dan merupakan daerah penyebaran serangga.
Pernyataan ini dipertegas oleh Boer (1994) yang menyatakan bahwa berubahnya
lahan menjadi lahan terbuka memberikan ruang bagi tumbuhan bawah dan semak
belukar yang menyediakan habitat bagi banyak jenis serangga, menyebabkan
ketersediaan makanan bagi Aplonis panayensis melimpah.
Jenis burung yang terlihat di tahun 1990 dan masih ditemukan di tahun
2008 merupakan jenis burung yang cukup toleran terhadap perubahan habitat,
yang dulunya memiliki komposisi vegetasi beragam tetapi sekarang menjadi lahan
terbuka dan bangunan baru, juga disertai kemampuan burung beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan dan ketersediaan makanan. Masih terdapatnya vegetasi
yang dulu umum dimanfaatkan burung untuk beraktivitas menyebabkan burung-
burung tersebut masih ditemukan, juga karena merupakan pemakan campuran
(generalis) sehingga memiliki pilihan makanan yang lebih banyak. Selain itu
burung-burung tersebut umumnya juga menyukai habitat terbuka seperti semak
belukar. Famili Ploceidae merupakan burung yang menyukai habitat terbuka.
Keadaan ini sesuai dengan pendapat Strange dan Allen (1996), bahwa pembagian
atau distribusi burung sangat diatur oleh kesesuaian habitatnya, setiap famili dan
jenis burung harus beradaptasi dengan masing-masing tipe habitat yang sesuai
untuk makan dan bertelur. Begitu juga peilaku sosial dan kebiasaan burung
tersebut sangat tergantung pada habitatnya. Pendapat ini sesuai dengan Alikodra
(1990) yang menyatakan bahwa setiap spesies membutuhkan kondisi habitat yang
berbeda.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Magurran, AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey-
Princeton University Press.
Peterson, RT. 1980. Burung. Tira Pustaka. Jakarta.