BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini
masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderungmeningkat
dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa
dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen,
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang
buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi
dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.
Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa
seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase
penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Adapun ruang lingkup penulis dalam karya tulis ilmiah adalah tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis Typhoid Fever di Ruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
Pontianak. Dengan lama perawatan selama 3 hari dari tanggal 16 April 2012 - 18 April 2012. Karya tulis
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan khusus:
a. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan penyakit Typhoid Fever.
b. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian, perumusan dari diagnosa
keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi terhadp tindakan dan evaluasi
c. Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan khusus yang ada
dilapangan.
d. Mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid Fever Ruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soedarso Pontianak.
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskrptif yaitu dengan
mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun cara-cara pengumpulan data yang di gunakan
1. Studi kepustakaan yaitu Menggunakan literatur-literatur kepustakaan yang berhubungan dengan konsep dasar
dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Typhoid Fever serta bahan-bahan kuliah selama di
2. Studi kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada pasien Ny.B.dengan Typhoid
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I : Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah terjadinya Typhoid Fever, Tujuan Penulisan,
Bab II : Terdiri dari, menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid Fever dan Asuhan Keperawatan.
Bab IV : Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid Fever pada klien Ny. B
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
Pada bab ini akan menguraikan konsep dasar Typhoid Fever serta dengan asuhan keperawatan secara
teoritis.
1. Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan segala
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini
masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini
masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
2. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
c. Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan
jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila
maknan melewatinya.
d. Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri.
Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung
disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus , disebut sfringter esofagus bawah
atau springter kardia. Yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi
kedalam empat bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet).
e. Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung dan usus halus.
f. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada
1) Lapisan mukosa
2) Lapisan otot
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas.
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan lubang yang bernama
orifisim illeoseikal.
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler oleh darah dan saluran limpa.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
g. Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari (dari dalam keluar):
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot
3) Lapisan ikat
4) Jaringan ikat
3) Tempat feses
1. Sekum
2. Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya kurang lebih 13 cm.
4. Kolon tranversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm.
5. Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan panjangnya kurang lebih 25
cm.
6. Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf ‘S’, ujung bawah berhubungan dengan
rektum.
7. Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
3. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang
sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan
dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada
typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
PATHWAY TYPHOID
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
Sumber: Suriadi & Rita Yuliani, 2001.
5. Manifestasi Klinis
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam,
nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
6. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
hepatitis, kolesistitis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis
relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-
minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif karena setiap
waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan
6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl tubuh manusia) dengan kotipa atau tipa :
seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan
selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai
nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit
infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga
reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya
aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
8. Penataksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet.
f. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
g. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
h. Obat-obatan.
i. Klorampenikol
j. Tiampenikol
k. Kotrimoxazol
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien memasuki system pelayanan
kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah pada proses keperawatan, mengumpulkan data,
dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil serta tujuan ini. (Doengoes : 2000).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan
tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Ada beberapa faktor
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid
dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta
muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan
makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang actual dan potensial (Doengos, dkk.:2000).
a. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
b. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
3. Perencanaan
Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses keperawatan adalah metode
pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan prioritas, merumuskan tujuan dan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada
Diagnosa. 1
Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi
tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh,
pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan
atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500
cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12
kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas
selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-
hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet,
kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin
(air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan
pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
piretik.
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi,
BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja
klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi
dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan
tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti,
beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah,
tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry (1999)
pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari dengan kata lain
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito dan Moyet (2007) sedangkan menurut
Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang
meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih, membandingkan data untuk
mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis keperawatan dan
peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari status perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan
gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan
nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus pada Ny.B dengan gangguan
system pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No. RM : 587827
Jam Pengkajian : Jam 08.00 WIB.
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
e. Data Biologis
1) Pola nutrisi
ah : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan berbeda. BB 48 kg
mah sakit : Klien mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS sangatlah tidak nyaman baginya dan terasa mual dan
muntah saat makan, klien hanya menghabiskan makan 4-6 sendok saja. BB 46 kg
2) Pola minum
3) Pola eliminasi
ah : Klien mengatakan biasanya BAB 1-2 kali perhari dan BAK 3-4 kali perhari.
ah sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya 2-3 kali dalam seminggu dan BAK 2-3 kali perhari.
ah sakit : Klien mengatakan tidur tidak lama 5-6 jam saja karena klien merasa gelisah dan merasakan nyeri pada ulu hati.
5) Pola kebersihan
ah : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari dengan menggunakan sabun dan shampo.
ah sakit : Di rumah sakit klien mengatakan mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok gigi.
6) Pola aktivitas
mah : Klien mengatakan aktivitas dirumah membersihkan perkarangan rumah sebagai rutinitas tiap pagi dan ikut gotong
ah sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah, makan dan minum saja.Skala aktivitas 2 (50% dibantu)
f. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda-tanda vital :
S : 38 C BB : 46 kg
4. Pemeriksaan Persistem :
a) Sistem Pernafasan
nspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan paru kanan dan kiri normal dengan frekuensi 20 kali/
menit .
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus nyeri tekan tidak ada
Auskultasi : Normal
b) Sistem Kardiovaskuler:
nspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-), Murmur (-).
c) Sistem Persyarafan
d) Sistem Pencernaan
nspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5
Perkusi : Timpani
e) Sistem Perkemihan
f) Sistem Pengindraan
(1) Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda penglihatan baik, tidak ada alat bantu penglihatan.
(2) Hidung
(3) Pendengar
(4) Pengecap
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat bercak putih atau kotor.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek menelan
(5) Peraba
g) Sistem Endokrin
. Bawah : Tidak ada oedema pada tangkai, kekuatan otot kiri. kanan.
Kekuatan otot: 5 5
5 5
l) Sistem Integumen
g. Data Psikologis
1) Status Klien selalu sabar dengan penyakit yang di
derita.
emosi : Klien selalu tetap pada penderitaanya dalam
bekerja, klien bangga dengan pekerjaanya
2) Konsep selama ini karena dapat membantu keluarga.
diri : Klien berkomunikasi dengan baik dan
menggunakan bahasa melayu.
Pola interaksi klien baik,mudah diajak bicara
3) Gaya komunikasi : dengan keluarga, perawat, maupun orang lain.
Klien tampak sedikit cemas dengan kondisi
4) Pola interaksi : penyakit yang dialaminya. Keluarga klien selalu
sabar dan selalu memberikan support dan berdoa
5) Pola koping : untuk kesembuhan klien.
h. Data Sosial
1. Pendidikan dan pekerjaan : Klien tamatan SD dan bekerja di
bidang swasta.
2. Hubungan sosial : Klien selalu ramah dengan tetangga
dan orang disekitar lingkunganya.
3. Faktor sosiokultural : Tradisi dalam keluarga tidak ada yang
bertentangan dengan kesehatan.
4. Gaya hidup : Tidak ada kebiasaan klien yang dapat
merugikan kesehatan, seperti klien
tidak merokok, tidak minum-minuman
beralkohol
i. Data Spiritual
Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang atau sholat tepat waktu
k. Pengobatan
RL : 20 tetes/menit
Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
Paracetamol : 3 x 1 tablet
Antrain : 2 x 1 amp/iv
l) Analisa Data
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya perumusan diagnosa
keperawatan adapun diagnose yang muncul pada Ny. B dengan Hipertensi diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 C
Do:
- Klien gelisah
3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
C. Intervensi
Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada Ny.
B dengan Tipoid Fever diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak.
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever diruangan
No
No Hari/Tanggal Implementasi (DAR) Paraf
Dx
1 Senin I D : Klien mengatakan demam
F. Loling
16-04-12 sudah 6 hari
08.00 A:
08.30 - Berikan kompres hangat basah
08.40 - Monitoring tetesan infuse 20
tetes per menit
08.45 - Kolaborasi pemberian obat anti
piretik dan Antibiotik
R:
09.00 - Kompres hangat basah sudah
diberikan
09.05 - Observasi tetesan infuse normal
- Pemberian obat sesuai dosis
09.10 sudah diberikan
09.50 III
D : Klien mengatakan nafsu makan
F. Loling
berkurang, terasa mual dan
muntah
A:
09.55 - Kaji pola nutrisi
10.00 - Kolaborasi menganjurkan makan
sedikit tapi sering
10.10 - Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen
- BB klien 46 kg
R:
10.15 - Klien terlihat santai dan tenang
10.20 - Klien ridak mual lagi
10.30 - Klien bisa makan secukupnya
2 Selasa D
I : Klien mengatakan demam , Suhu
F. Loling
17-04-12 tubuh klien 38 C
08.20 A:
08.40 - Melanjutkan tindakan
memberikan kompres hangat
dingin
08.50 - Mengkolaborasikan pemberian
obat piretik
R:
09.00 - Klien tidak demam lagi
09.10 - Klien terlihat santai
09.30 - Suhu tubuh 36 C
10.20 II
D : Klien mengatakan nyeri pada ulu
F. Loling
hati
A:
10.25 - Mengkaji skala nyeri
10.30 - Memberi posisi yang nyaman
10.35 - Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
10.40 - Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
10.50 - Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
11.00
11.35 III
D : Klien mengatakan masih belum ada
F. Loling
nafsu makan dan tidak mual
muntah lagi
A:
11.45 - Mengkaji pola nutrisi
11.50 - Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
12.00 - Menganjurkan klien untuk bayak
minum air gula
R:
12.05 - Klien klien hanya menghabiskan
5-6 sendok saja
12.10 - Klien masih mual muntah
- BB klien 46 kg
Rabu D
I : Klien mengatakan sudah tidak
F. Loling
18-04-12 demam lagi, suhu tubuh klien
08.00 36 C
A:
08.05 - Melanjutkan tindakan
memberikan kompres hangat
dingin
08.20 - Mengkolaborasikan pemberian
obat anti piretik
R:
08.25 - Klien tidak demam lagi
08.30 - Klien terlihat santai
08.35 - Suhu tubuh 36 C
08.45 II
D : Klien mengatakan masih nyeri
F. Loling
pada ulu hati
A:
08.50 - Mengkaji skala nyeri
09.00 - Memberi posisi yang nyaman
09.10 - Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
09.15 - Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
09.20 - Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
09.25 III
D : Klien mengatakan sudah
F. Loling
mau makan dan tidak mual
muntah lagi
A:
09.30 - Mengkaji pola nutrisi
09.35 - Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
09.45 - Menganjurkan klien untuk bayak
minum air gula
R:
09.50 - Klien terlihat lahap saat makan
10.00 - Klien tidak mual muntah lagi
- BB klien naik jadi 47 kg
E. Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever diruangan
No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE) Paraf
Dx
1 Senin S : Klien mengatakan demam sudah 6 F. Loling
16-04-12 I hari
11.00 O:
11.15 - Klien terlihat lemah dan gelisah,
- S = 38 C
11.20 A : Masalah teratasi
P : Intervensi ditentukan
I:
- Memberikan kompres hangat
11.25 basah
- Memonitoring tetesan infuse 20
11.30 tetes per menit
- Mengkolaborasi pemberian obat
11.35 Anti piretik dan Antibiotik
E:
- Klien terlihat tenang pada saat di
11.40 kompres
- Tetesan infuse berjalan dengan
11.45 lancer
- Klien terlihat nyaman dan santai
11.50
DAFTAR PUSTAKA
Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
fever.html
Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid. Diambil tanggal 9 Juni
2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-typoid.html
2012. http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-manusia/
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.