Anda di halaman 1dari 84

FILSAFAT ILMU

Penyunting:
Dr. Sumarto, M.Pd.I

Kontributor Penulisan:
Rizky Nugraha A* Zaida* Juliana Setiawati* Lilis Karlina* Nana
Mardiana* Nur Sakilah* Nur Habibi Nasution* Novi Rianti* Tri Suci
Wulandari* Afrilia Arifah Ikhsyauti* Intan Sri Hendriani* M. Hilmi
Azis* Tria Maratus Solehah* Bahran Husyaini
Siregar*Mardiana*Wulan*Ganda Nugraha

Penerbit: Pustaka Ma’arif Press

Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi
Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568
Email : pustakamaarif16@gmail.com
Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

FILSAFAT ILMU | 1
FILSAFAT ILMU
Penyunting:
Dr. Sumarto, M.Pd.I

ISBN : 978-602-50299-6-7

Anggota Penyunting :
Tri Suci Wulandari
Novi Rianti
Wulan

Desain Sampul:
M. Hilmi Aziz

Tata Letak :
Rizky Nugraha A
Tria Maratus Solihah

Penerbit :
PUSTAKA MA’ARIF PRESS

Redaksi :
Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota
Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568
Email : pustakamaarif16@gmail.com
Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Cetakan Pertama, Januari 2017


Perpustakaan Nasional RI Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Hak cipta dilindungi Undang Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
Apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit

FILSAFAT ILMU | 2
Kata Pengantar Penyunting

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua sehingga Buku yang berjudul “Filsafat
Ilmu” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi
junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW uswatun hasanah bagi kita
semua dan semoga senantiasa kita selalu menjalankan prinsip-prinsip
kehidupan ahlisunnah waljama’ah.
Dalam buku ini membahas tentang pemahaman filsafat ilmu dari
aspek teosentrisme dan antroposentrisme yang diawali dari pemikiran
para filosuf Yunani, Plato, Socrates, Aristoteles, Democritous dan lainnya.
Berawal dari pemikiran mitosentrisme, dimana hal hal yang tidak nya atau
mitos menjadi sumber kepercayaan yang kemudian menjadi kekuatan
spritual yang tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakatnya, walaupun
pada akhirnya beberap mitos tersebut banyak yang tidak terjadi dalam
kehidupan tetapi menjadi keyakinan hidup.
Awal pemikiran berdasarkan gejala-gejalan alam yang di amati
beberapa filosuf menjadi titik terang munculnya gerakan logosentris,
bahwasanya setiap peristiwa yang terjadi harusnya berdasarkan
penalaran dan logika manusia bukan berdasarkan mitos yang sudah
menjadi dasar budaya kepercayaan. Dilanjutkan perkembangannya dari
masa ke masa perkembangan ilmu pengetahuan sampai pada saat
sekarang, yang tidak akan pernah terlepas dari kajian filsafat ilmu mulai
dari unsur ontologis, epistemologis dan aksiologisnya sampai menjadi
struktur ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan secara universal dan
bermanfaat bagi masyarakat secara umum.
Demikian yang dapat disampaikan penyunting. Semoga buku ini
dapat menjadi salah satu dari banyaknya buku yang mengkaji tentang
Ilmu Kalam, sumber informasi dan pendalaman kembali keilmuan kita

FILSAFAT ILMU | 3
sebagai seorang ilmuan yang tidak pernah bosan, yang tidak pernah
lelah, yang selalu memompa semangatnya dan motivasinya untuk
mencintai ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi civitas akademika dan
masyarakat sacara umum.

Jambi, 21 Desember 2017


Penyunting,

Dr. Sumarto, M.Pd.I

FILSAFAT ILMU | 4
Kata Pengantar
Ketua STAI Ma’arif Jambi

Kami dari Civitas Akademika STAI Ma’arif Jambi menyambut baik


dengan semangat keilmuan kehadiran Buku yang bisa menjadi sumber
referensi dan inspirasi dari Penyunting Dr. Sumarto, M.Pd.I dan Kontributor
Penulisan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam semester III
dengan Judul “Filsafat Ilmu” sangat menarik dan bermanfaat bagi kalangan
akademisi, Da’i dan Dai’ah serta masyarakat secara umum sebagai unsur
yang tidak bisa terlepas dari pendidikan.
Kajian filsafat ilmu menjadi dasar untuk pengembangan ilmu
pengetahuan yang harus diketahui oleh setiap civita akademika dan
masyarakat ilmuan secara umum. Karena filsafat ilmu merupakan
penelusuran pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu
adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah
mengikuti perkembangan zaman dan keadaaan. Pengetahuan lama menjadi
pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Untuk memahami arti dan makna
filsafat ilmu.
Filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan seluas
mungkin segala sesuatu mengenal semua ilmu. Filsalat ilmu merupakan
bagian dan epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.
Sedangkan Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mernpunyai ciri-ciri
tertentu. Filsafat merupakan segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dan kehidupan manusia. Kemudian suatu
pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
huhungan timbal balik dan saling-pengaruh antara filsalat dan ilmu
Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu merupakan

FILSAFAT ILMU | 5
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan, Objek dan filsalat ilmu
adalah ilmu pengetahuan. Labih lanjut akan dibahas dalam buku ini.
Semoga Buku ini dapat menjadi sumber informasi dan inovasi bagi
seluruh akademisi, pendidik dan masyarakat secara umum untuk dikembang
lagi dalam penelitian dan diterapkan sebagai lingkup proses dalam
pembelajaran dalam mencari ilmu pengetahuan dengan adanya internalisasi
nilai dan norma dalam proses kegiatan pendidikan.
Jambi, 21 Desember 2017
Ketua,

H. Amran, M.A, Ph.D

FILSAFAT ILMU | 6
DAFTAR ISI

Sampul Depan
Kata Pengantar Penyunting
Kata Pengantar Ketua STAI Ma’arif Jambi
Daftar Isi

1. Pengertian dan cakupan Filsafat Ilmu 8

2. Sejarah Filsafat Ilmu 17

3. Filsafat ilmu dan pengembangan metode ilmiah 25

4. Sarana ilmiah dalam ilmu pengetahuan 33

5. Aspek ontologi ilmu pengetahuan 41

6. Logika dan penalaran dalam ilmu pengetahuan 54

7. Etika dan Moral dalam Ilmu Pengetahuan 61

8. Perspektif Ilmu, Seni dan Agama dalam Khazanah Pengetahuan, 70

Budaya dan Peradaban

Daftar Pustaka

FILSAFAT ILMU | 7
PENGERTIAN DAN CAKUPAN
FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMU | 8
FILSAFAT ILMU | 9
PENGERTIAN DAN CAKUPAN FILSAFAT ILMU
A. Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu adalah merupakan penelusuran pengembangan filsafat


pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan
keadaaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan
baru. Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu,1
Filsafat ilmu (philosophy of science) hampir semua penyakit dan ilmu
dapat dipelajari oleh kita. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk
memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsalat ilmu ke
absahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsalat ilmu
memperkenaIkan knowledge dan science yang dapat ditransfer melalui
proses pembelajaran atau pendidikan.
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan
seluas mungkin segala sesuatu mengenal semua ilmu. Filsalat ilmu
merupakan bagian dan epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat
ilmu. Sedangkan Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mernpunyai ciri-
ciri tertentu, Menurut The Liang Gie Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dan
kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan campuran yang eksistensi
dan pemekarannya bergantung pada huhungan timbal balik dan saling-
pengaruh antara filsalat dan ilmu Sehubungan dengan pendapat tersebut
bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan, Objek dan filsalat ilmu adalah ilmu pengetahuan.

1Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Filsafat Ilmu (Jakarta: Kencana Prenadamedia grup, 2014),
hlm 23-25

FILSAFAT ILMU | 10
Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan
zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan.2 Menurut
Muchsin, dalam kajian filsafat ilmu dikenal adanya beberapa dimensi, yaitu:
1. Dimensi ontologis (hakekat ilmu). Ontologi adalah hakikat yang ada
(being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut
sebagai kenyataan dan kebenaran. dalam perspektif ilmu, ontologi ilmu
dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek materil
ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah
secara kritis dalam ontologi ilmu.
2. Dimensi epistomologis (cara mendapatkan pengetahuan). Epistemologi
derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan
dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang
menenggarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang
meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model
filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan
karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” seperti apa yang
dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Aspek epistemology
adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan
bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali
kebenarannya.
3. Dimensi aksiologis (manfaat pengetahuan). Aksiologis (teori tentang nilai)
sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan
manusia. Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu

2Ahmad Nasution, Taufik, Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan, (Yogyakarta: CV.
Budi Utama), hlm. 8

FILSAFAT ILMU | 11
itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antar acara penggunaan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral?3

B. Metode Filsafat Ilmu


Fuad ikhsan mengemukakan pendapat Runnes dalam dictionary of
philosofi sebagaimana dikutip Anton Beker, dia mengatakan sepanjang
sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode filsafat yang berbeda
dan jelas. Setidaknya dalam sejarah tercatat paling penting yang dapat di
susun menurut garis historis sedikitnya sepuluh metode yang digunakan
dalam filsafat termasuk dalam filsafat ilmu yaitu:
1. Metode kritis yang di kembangkan oleh socrates dan plito metode ini
bersifat analisis terhadap istilah dan pendapat metode ini dikenal
merupakan metode hermeneutika.
2. Metode intuitif yang dikembangkan oleh Plotinos dan Bergson dengan
jalan intropeksi bersama dengan persucab moral, sehingga tercapai suatu
penerangan atau pencerahan pikiran
3. Metode skolastik yang dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas Aquinas
dan termasuk aliran filsafat abad pertengahan ini yaitu dengan bertitik
tolak dari definisi atau prinsip yang jelas kemudian di tarik kesimpulan
4. Metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang di kenal metode
yang tertolak dari analisis mengenai hal-hal kompleks kenudian di capai
intuasi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang.
5. Metode geometri yang dikreasikan Rene Descartes dan pengikutnya
menurutnya hanyalah pengalaman yang menyajikan pengertian benar,

3 https://journal.uii.ac.dUNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

FILSAFAT ILMU | 12
maka semuanya pengertian dan ide dalam intropeksi kemudian disusun
bersama secara geometris
6. Metode transedental yang di kreasikan Immanuel Kant, metode ini di
kenal juga dengan metode neo-skolastik yang bertitik tolak dari tempatnya
pengertian tertentu yaitu jalan analisis yang diselidiki syarat-syarat apriori
bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
7. Metode fenomenologis dari Husserl, yaitu eksistensialisme yaitu metode
dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas
fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai penglihatan hakikat yang
murni.
8. Metode dialektis dari Hegel dan Marx, yakni metode yang digunakan
dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri.
9. Metode neopositivitis yaitu bahwa kenyataan di pahami menurut
hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-aturan seperti berlaku
dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitika yang di kreasikan oleh Wittgenstein. Metode ini di
gunakan dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari hari menentukan
sah tidaknya ucapan filosofis menurutnya bahasa merupakan bola
permainan makna si pemiliknya.

Sedangkan, Susanto dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan sebagian


ahli mengelompokkan metode yang dipergunakan dalam mempelajari filsafat
ini menjadi tiga macam, yaitu:
1. Menggunakan metode sistematis, para pelajar akan menghadapi karya-
karya filsafat, misalnya mempelajari tentang teori-teori pengetahuan yang
terdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu ia mempelajari teori
hakikat yang merupakan cabang ilmu lainnya, kemudian ia akan
mempelajari teori nilai atau filsafat nilai. Ketika para pelajar membahas
setiap cabang atau subcabang filsafat melalui metode sistematis ini

FILSAFAT ILMU | 13
perhatiannya akan terfokus pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun
pada zaman serta periodenya.
2. Metode historis, digunakan bila para pelajar mengkaji filsafat dengan
mengikuti sejarahnya. Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan
tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Sebagai contoh,
jika kita ingin membicarakan tokoh filsafat atau filosof Thales, berarti kita
membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori
pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Kemudian
dilanjutkan dengan membicarakan Anaximandros, Socrates, Rousseau,
Immanuel Kant dan seterusnya sampai pada tokoh-tokoh filsafat ini
memang sangat perlu karena ajarannya biasanya berkaitan erat dengan
lingkungan, pendidikan dan kepentingannya. Dapat disimpulkan bahwa
metode filsafat historis ini berarti mempelajari filsafat secara kronologis,
mulai dari mempelajari filsafat kuno, filsafat pertengahan dan selanjutnya
filsafat abad modern.
3. Metode kritis, metode ini digunakan untuk mereka yang mempelajari
filsafat tingkat intensif. Para pelajar haruslah memiliki bekal pengetahuan
tentang filsafat secara memadai. Dalam metode ini pengajaran filsafat
dapat menggunakan metode sistematis atau historis. Langkah pertama
adalah memahami isi ajaran, kemudian para pelajar mencoba
mengajukan kritiknya. Kritikan itu boleh bersifat menentang atau menolak
paham atau pendapat para tokoh, namun dapat juga berupa dukungan
atau memperkuat terhadap ajaran atau paham filsafat yang sedang
dikajinya. Dalam mengkritik mungkin menggunakan pendapat sendiri atau
pendapat para filosof lainnya.4

4 A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistomologis dan
Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 13

FILSAFAT ILMU | 14
C. Tujuan Filsafat Ilmu
Salah satu yang terpenting dalam filsafat termasuk filsafat ilmu yaitu
menyangkut pertanyaan dan jawaban atas pertanyaan itu, baik pertanyaan
yang bersifat komperhensif maupun spesifik. Hal ini sepadan dengan Stathis
Psillos and Martin Curd, dia mengatakan bahwa filsafat ilmu secara umum
yaitu bertujuan menjawab pertanyaan seputar ilmu yang meliputi
menjelaskan bahwa filsafat secara umum menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang meliputi:
1. Apa tujuan dari ilmu dan itu metode? Jelaskan apakah ilmu itu bagaiman
membedakn ilmu dengan yang bukan ilmu (non science) dan juga
pseudoscience?
2. Bagaiman teori ilmiah dan hubungannya dengan dunia secara luas?
Bagaimana konsep teoritik itu dapat lebih bermakna dan bermanfaat
kemudian dapat dihubungkan dengan penelitian dan observasi ilmiah?
3. Apa saja membangun struktur teori dan konsep-konsep seperti misalnya
causation (sebab-akibat dan illat), eksplanasti (penjelasan) konfirmasi,
teori, eksperimen, model, reduksi dan sejumlah probalitas?
4. Apa saja aturan-aturan dalam pengembangan ilmu? Apa fungsi
eksperimen? Apakah ada kegunaan epistemic atau pragmatis dalam
kebijakan dan bagaimana semua itu dihubungkan dengan kehidupan
sosial, budaya faktor faktor gender?5

Dari kutipan Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, tujuan fisafat ilmu adalah:
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita
dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.

5Emii kholilah, Jurnal An-Nahdhah, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Kritis

FILSAFAT ILMU | 15
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu
diberbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami
studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang
ilmiah dan non-ilmiah
4. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam
mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan
agama tidak ada pertentangan.6

6 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 20

FILSAFAT ILMU | 16
Sejarah Perkembangan
Filsafat Ilmu

FILSAFAT ILMU | 17
A. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

Sebelum membahas sejarah perkembangan filsafat ilmu, sebagai


penulis kiranya kami menjelaskan beberapa hal yaitu betapa pentingnya atau
manfaat dari mahasiswa untuk mempelajari filsafat ilmu, dan manfaat-
manfaat tersebut adalah sebagai berikut, antar lain:
1. Untuk semakin mempertegas dan memperdalam pengetahuan
tentang filsafat ilmu.
2. Melatih diri dalam melakukan penelitian, pengkajian dan
pengambilan kesimpulan terhadap suatu hal.
3. Menjadi acuan motivasi untuk lebih kritis terhadap ilmu
pengetahuan.
Kata filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting utamanya dalam
pengkajian ilmu pengetahuan, karena filsafat ilmu merupakan keinginan
mendalam untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.
Berdasar kepada pengertian filsafat tersebut, dapat didefenisikan bahwa
filsafat itu memang sudah ada sejak adanya manusia pertama yaitu nabi
Adam AS. Berikut periodesasi filsafat ilmu:7

B. Pra Yunani Kuno (Abad 15-7 SM)

Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum


mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu
manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu
berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa
peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari
batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar
digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba.

7 Amien, Miska M, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, ( Jakarta: UI Press, 1983 ), hlm 23

FILSAFAT ILMU | 18
Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan
pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan
Eropa.

C. Zaman Yunani kuno (Abad-7-2 SM)


Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat,
karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide
atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu
dan filsafat. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-
pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude)
tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis). 8
Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli
pikir yang terkenal sepanjang masa. Salah satu tokoh Yunani yang terkenal
pada waktu itu parmenides dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada”
menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan
beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Menurutnya, "yang ada" itu
tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga
tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang menyangkal bahwa
"yang ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya sendiri orang itu mengakui
bahwa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak ada, orang
itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang
ada" itu dapat ditolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang
ada, sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada"
sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi di diskusikan
(disanggah atau diiyakan).

8 Anshari, Endang S. Ilmu, filsafat, dan Agama., (Surabaya: bina ilmu, 1985), hlm 30

FILSAFAT ILMU | 19
Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat di katakan, di pikirkan, dan di
diskusikan. Oleh sebab itu, pernyataan Parmenides ini menjadi terkenal,
"Ada dan pemikiran itu satu dan sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu
bisa dipikirkan, dan "yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat
suatu pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan
empiris", yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau
pencerapan indrawi (empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi"
yang murni dan sejati.
Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi
yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di balik
segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap.
Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk
berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan
biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pan-
dangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan
telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada
lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim
segala sesuatu."

D. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)


Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya
theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir
semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas
keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk
mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila
Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu
Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8
abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam

FILSAFAT ILMU | 20
yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah
kedokteran dan Astronomi di Jundis hapur.

E. Masa Renaissance (14-17 M)


Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali
pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah
zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah
menjadi suatu kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya adalah: Roger Bacon,
Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik
disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman
empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu
pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan.
Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan
adanya Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theologi hanya
dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika
dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang
menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki
dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan
tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun
teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip
Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme.
Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan,
oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusia
lah semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain
prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.

FILSAFAT ILMU | 21
F. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat
dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan
bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya
adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme
mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan
menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu
Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa.,
spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya
mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang
dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant.
Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif.
Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak
Hegel.9
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan
paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang
berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini
adalah Thomas Hobes Jonh locke, dan David Hume.

G. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini
adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal
yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah
bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak
sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada

9 Sabri, Muhammad D. Filsafat Ilmu., (Makassar: Alauddin Press, 2009), hlm 66

FILSAFAT ILMU | 22
berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni
dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Yang disebabkan oleh semakin kritisnya umat manusia era sekarang yang di
bantu oleh adanya alat-alat yang canggih.
Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya
mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan
teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu
itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong
benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di
Bulan.
Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa
genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau
mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk
menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam
mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin
micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan
manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri
lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan
free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya,
serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban
manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-
persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang
hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak
ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan
mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya.
Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari
benturan budaya yang tak terkendali.

FILSAFAT ILMU | 23
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa
ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik
untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan
teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah
memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat
tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana
diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih
bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian
atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori
pengetahuan positivistik.
Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang
dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Pandangan
teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide
bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan
tindakan manusia. Akhirnya “Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa
positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang
sistem yang eksis.

FILSAFAT ILMU | 24
FILSAFAT ILMU DAN PENGEMBANGAN
METODE ILMIAH

FILSAFAT ILMU | 25
FILSAFAT ILMU DAN PENGEMBANGAN METODE ILMIAH

A. Pengertian Filsafat Ilmu


Kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab
yang ada, sebab, asal, dan hukuman. Plato (dalam mengatakan bahwa objek
filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absoulut (keduanya
sama dalam pandangannya), lewat “dialektika”. Sementara Aristoteles, (tokoh
utama filosof klasik, mengatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab asas
segala terdalam dari wujud. Karena itu ia menemukan filsafat dalam “teologi”
atau “filsafat pertama”.
Dalam pandangan Sidi Gazalba, filsafat adalah berfikir secara mendalam,
sistematis, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran. Inti atau
hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat Sidi Gazalba ini
memperlihatkan adanya tiga ciri pokok dalam filsafat yaitu:
1. Adanya unsur berfikir yang dalam hal ini menggunakan akal.
2. Adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui berfikir tersebut.
3. Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran tersebut, yaitu
mendalam.

Uraian diatas menunjukkan dengan jelas ciri dan karakteristik berfikir


secara filosofis. Intinya adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan
menggunakan akal pikiran sebagai alat utama untuk menemukan hakikat
segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu.10 Filsafat dengan ilmu
mempunyai persamaan umum. Keduanya menjadi besar berkat pencarian
dan perenungan yang didorong oleh cinta yang murni kepada kebenaran.
Bedanya,

10 Amsal Baktiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), hlm. 4

FILSAFAT ILMU | 26
filsafat menggarap bidang yang luas dan umum, sedangkan ilmu
membahas bidang-bidang yang khusus dan terbatas. Tujuannya pun lain,
filsafat bertujuan mencari pemahaman dan kebijaksanaan atau kearifan
hidup. Sedangkan ilmu, bertujuan untuk mengadakan deskripsi, prediksi,
eksperimentasi, dan mengadakan kontrol.
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu.
Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan
ilmiah itu sendiri.11

B. Pengertian Metodelogi
Metodelogi merupakan hal yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah
yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoloh memenuhi ciri-ciri. Pada
dasarnya di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apa pun, baik
ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing
menggunakan metode yang sama.

Metodologi berasal dari kata metodologi dan logos. Metodologi bisa


diartikan ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode
berasal dari kata yunani methodes, sambungan kata depan meta (menuju,
melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara,
dan arah). Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu12.

11 Dardiri, Humaniora-Filsafat dan Logika, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm.14


12 Surajiwo, Filsafat Ilmu dan Perkembangan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara 2009), hlm. 45

FILSAFAT ILMU | 27
Filsafat ilmu hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita.
Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami pengetahuan agar
menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus
bersifat ilmiah.
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan
seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu. Ilmu itu sendiri
merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Pengetahuan itu sendiri ada jenis nya salah satunya adalah pengetahuan
ilmiah, yaitu segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan
menggunakan metode ilmiah.13

C. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis
dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah, yaitu:
1. Masalah
Masalah diartikan sebagai suatu situais dimana fakta yang terjadi sudah
menimpang dari batas-batas toleransi dari sesuatu yang diharapkan.14
Masalah adalah sesuatu yang apabila didaya gunakan akan memiliki nilai
tambah. Langkah paling awal yang harus dilakukan oleh peneliti, setelah ia
memperoleh dan menentukan topik penelitiannya, Penguraian latar belakang
permasalahan di maksudkan untuk mengantarkan dan menjelaskan
mengenai latar belakang mengapa sesutuu di anggap sebagai
permasalahan, phenomena apakah yang tampak di mata peneliti atau yang
terjadi di lapangan sehhingga memerlukan penellitian.

13 Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Filsafat Ilmu (Jakarta: Kencana Prenada Media 2014),
hlm. 23
14 Husein Umar, Metode Peneloitian Untuk Skirpsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: PT Grafindo

Persada, 2014), hlm. 8

FILSAFAT ILMU | 28
2. Rumusan Masalah
Penguraian permasalahan harus berangkat dari latar belakang yang
bersipat umum, yaitu berada dalam kerangka pemikiran yang luas dengan
mengaitkan topik penelitian pada banyak hal yang relevan menuju
permasalahan yang lebih spesifik dan terpusat pada pokok persoalan nya..
Dengan demikian pembaca tergiring dari sudut pandang permasalahan
yang luas menuju kepada satu topik tertentu yang hendak di teliti saja hal ini
sangat penting dikarenakan setiap penelitian tidak mungkin untuk menggarap
semua aspek problematika yang ada melaikan hanya dapat meneliti
sebagian kecil yang kladang-kadangpun hanya dari bidang yang sempit saja.
Perumusan permasalahan ini seringkali langsung menjadi pertanyaan-
pertanyaan dasar dalam penelitian dan sering kali juga, pada gilirannya,
jawaban sementara terhadap pertanyaan ini di formulasikan dalam bentuk
hipotesis penelitian. suatu rumusan masalah harus memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Menanyakan mengenai hubungan antara paling tidak dua variabel
b. Ditanyakan secara jelas dalam bentuk kalimat Tanya
c. Harus dapat di uji oleh metode empirik, yaitu data yang digunakan
untuk menjawabnya harus dapat di peroleh
d. Tidak boleh berisi pertanyaan mengenai moral atau etika15

3. Tujuan dan Manfaat


Menurut buku yang telah saya baca dalam buku Transformational
Thingking, tujuan adalah salah satu karekteristik dan kekuatan pendorong
utama dalam kehidupan.16 Dan kalau saya simpulkan, dari tujuan di dalam
metode ilmiah bahwa tujuan yang dimaksud adalah dalam setiap penelitian

15Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) hlm. 30


16 Champions Of change, Ahmad Fhatoni, Transformational Thingking, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 269

FILSAFAT ILMU | 29
pasti mempunyai tujuan dan termasuk mempunyai manfaat didalam sebuah
metode,
karna sudah kita ketahui bahwa tujuan itu adalah satu kekuatan
pendorong utama dalam kehidupan. Dengan begitu setiap perlakuan kita
didalam kehidupan mempunyai tujuan dan manfaat. Apalagi dalam metode
ilmiah. seperti kita melakukan penelitian tentang sesuatu hal, maka pastilah
kita akan mempunyai tujuan dan tentulah penelitian kita tadi juga hrus
memiliki manfaat.

4. Landasan Teori
Landasan merupakan ciri yang penting bagi penelitian ilmiah untuk
mendapatkan data. Yang dimaksud landasan teori disini adalah teori yang
terkait dengan variable yang terdapat dalam judul penelitian atau yang
tercakup dalam paradigm penelitian sesuai dengan hasil perumusan
masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alas an mengapa suatu
yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variable tak bebas atau
merupakan satu penyebab.17

Dalam mereviu teori dan temuan, peneliti melakukan analisis dan sintesis
sedemikian rupa tanpa menutup hasil penelitian terdahulu yang tampak akan
melemahkan dugaan asumsi dasar yang di percayainya peneliti harus
bersikap terbuka terhadap pakta dan kesimpulan terdahulu baik yang
memperkuat maupun yang bertentangan dengan prediksinya jadi dalam hal
ini telaah teoretik dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan
permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap petanyaan-
pertanyaan penelitian.

17 Juliansyah, Metodelogi Penelitian, (Prenada Media, 2015), hlm. 323

FILSAFAT ILMU | 30
5. Instrument Pengumpulan Data
Intrumen pengumpulan data adalah alat yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar menjadi lebih mudah dan
sistematis. Data yang dikumpulkan dalam penelitian akan digunakan untuk
menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan, dan pada
akhirnya akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan atau
keputusan. Oleh karena itu data harus merupakan data yang baik dan benar.
Agar data yang dikumpulkan baik dan benar, maka intrumen atau alat bantu
pengumpulan datanya juga harus baik dan benar.18
Instrument penelitian memegang peranan penting dalam usaha
memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya. bahkan validitas hasil
penelitian sebagian besar sangat tergantung pada kualitas instrument
pengumpulan datanya. Diantara bentuk-bentuk instrument pengumpulan data
contohnya dalam soal penelitian sosial dan psikologi adalah:
a. Wawancara
b. Angket, atau kuesioner
c. Tes
d. Skala-skala psikologis dan sebagainya

Apapun bentuk instrument pengumpulan data yang di gunakan, masalah


ketepatan tujuan dan penggunaan instrumen dan kerterpercayaan hasil
ukurnya merupakan dua karakter yang tidak dapat di tawar-tawar.19

6. Hasil atau Kesimpulan


Hasil pembahasan tidak lain adalah kesimpulan. Kesimpulan adalah
langkah terakhir dalam setiap kegiatan penelitian. Penelitian yang tidak
dipublikasikan atau di sebarluaskan akan kurang bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak memiliki nilai praktis yang tinggi,

18 Dodiet Aditya, Data dan Metode Pengumpulan Data Penelitian, (Surakarta, 2013), hlm. 10
19 Emzir, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 271

FILSAFAT ILMU | 31
oleh karna itu adalah kewajiban setiap peneliti untuk menyelesaikan
rangkaian kegiatan ilmiah menjadi suatu bentuk laporan ilmiah tertulis yang
dapat di pertanggung jawabkan.20

20 Saifudin Azwar, Op. Cit., hlm. 82

FILSAFAT ILMU | 32
SARANA ILMIAH DALAM
ILMU PENGETAHUAN

FILSAFAT ILMU | 33
SARANA ILMIAH DALAM ILMU PENGETAHUAN

A. Pengertian Sarana Ilmiah


Sarana berpikir ilmiah adalah sistematika dalam mencapai tujuan, Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelitian ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupkan
suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa mengusai hal
ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan-
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana
merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu
atau dengan kata lain Sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas
dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh. 21

B. Macam-Macam Sarana Ilmiah


Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika.
1. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.22
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi, Bahasa merupakan penghubung ilmu dan pengetahuan.
Banyak ahli yang telah memberikan uraianya tentang pengertian bahasa,
antara lain:

21 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan, 2013), Hlm165
22 Ibid., Hlm 167

FILSAFAT ILMU | 34
a) Bloch dan Trager
Bahasa adalah suatu sistem-sistem simbol bunyi yang arbiter yang
dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.
b) Josepth Broam
Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbiter
yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama sekali.
Beberapa Fungsi Bahasa menurut Halliday, antara lain:
a) Fungsi instrumental
b) Fungsi regulatoris
c) Fungsi interaksional
d) Fungsi personal
e) Fungsi heuristik
f) Fungsi imajinatif
g) Fungsi representasional23

2. Matematika
Dalam abad ke 20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah
mempergunakan matematika, baik itu matematika sederhana hingga yang
rumit sekalipun. Matematika adalah kebenaran ilmiah yang diwakili dengan
bentuk lambang ataupun symbol. Demikian pula semua ilmu-ilmu
pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan Matematika, banyak ilmu
sosial yang sudah mempergunakan matematika, dapat dikatakan bahwa
fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan
dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Matematika mempunyai
peranan penting dalam berpikir deduktif. 24

23 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm 181
24 Ibid, hlm 176-177

FILSAFAT ILMU | 35
a) Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah
makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati.25
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan. Untuk mengatasi
kekurangan tersebut kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini kita
katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
b) Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh
karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas
pengalaman,26 bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni bahasa
buatan. Dalam penalaran deduktif, bentuk penyimpulan banyak digunakan
dalam sistem silogisme dan bahkan silogisme ini disebut juga sebagai
perwujudan pemikiran deduktif yang sempurna.
c) Matematika Untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Matematika merupakan puncak kegemilangan intelektual. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan kontribusi
yang cukup besar, ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan
untuk perhitungan dan pengukuran. Berbeda dengan ilmu sosial yang
memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan
pengamatan.

25 Jujun S. Suriasumantri, Op. Cit, hlm 190


26 Amsal Bakhtiar, Op. Cit, hlm 191

FILSAFAT ILMU | 36
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai dengan kenyataan bahwa
kebanyakan dari masalah yang dihadapinya tidak mempunyai pengukuran
yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama
sekali tidak relavan.

3. Statistik
Pada mulanya, statistik hanya digunakan untuk menggambarkan
keadaan dan menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan saja, seperti
perhitungan banyak penduduk, pembayaran pajak, mencatat kepegawaian,
dll. Tetapi sekarang ini statistik hampir digunakan oleh semua bidang,
statistik adalah kesimpulan kebenaran dilihat dari bentuk angka. Statistik bisa
digunakan untuk ukuran sebagai wakil dari sekelompok fakta mengenai: nilai
rata-rata mahasiswa, presentase keberhasilan belajar, untuk memperoleh
sejumlah informasi yang menjelaskan masalah untuk ditarik kesimpulan yang
benar, melalui beberapa proses. 27
Ditinjau dari segi terminologi, istilah statistik terkandung berbagai macam
pengertian, antara lain: Istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data
statstik, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
Sebagai kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan
penstatistikan. Kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistik, yaitu
cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan,
menyusun, menyajikan, menganalisis dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka.28 Landasan kerja statistik
Ada 3 jenis landasan kerja statistik menurut Sutrisno Hadi dalam Riduwan,
antara lain:
a. Variasi
b. Reduksi

27 Riduwan, Dasar-dasar Statistika (Bandung: Alfabeta, 2008), Hlm 1-2


28 Amsal Bakhtiar, Op. Cit, hlm. 198

FILSAFAT ILMU | 37
c. Generalisasi
Ada beberapa Karakteristik dan ciri pokok statistik, antara lain sebagai
berikut: Statistik bersifat dengan angka dan Statistik bersifat objektif,
maksudnya angka statistik dapat digunakan sebagai alat pencarian fakta, dll
Statistik bersifat universal, statistik dapat digunakan secara umum dalam
berbagai bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan IPTEK,
ilmu statistika telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan
manusia, berikut Kegunaan statistika, antara lain: Sebagai alat komunikasi,
Deskripsi dan Regresi.29

4. Logika
Logika adalah bidang penyelidikan yang membahas fikiran, yang
dinyatakan dalam bahasa. Secara luas dapat dikatakan bahwa logika adalah
cabang filsafat yang membicarakan prinsip-prinsip serta norma-norma
penyimpulan yang sah atau secara sederhana logika adalah cabang filsafat
yang membahas metode-metode penalaran yang sah dari premis ke
kesimpulan.30 Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggung jawabkan, karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai
dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar
daripada satu, logika yakni akal pikiran, akal yang bisa memproses informasi
secara sistematis.

a. Aturan cara berpikir yang benar, antara lain:


1) Mencintai kebenaran
2) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan
3) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda katakan

29Riduwan, Op. Cit, hlm 4-5


30H.A. Dardiri, Humaniora, Filsafat Dan Logika (Jakarta: CV Raja Wali, 1986), Hlm 25-
26

FILSAFAT ILMU | 38
4) Cintailah definisi yang tepat
5) Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga,
serta kenali jenis, macam dan nama kesalahan
6) Buatlah distingsi dan klasifikasi yang semestinya31

b. Macam-macam logika
Dari segi sejarah terdapat dua macam logika, yaitu: logika naturalis (alamiah)
dan logika artificialis (buatan atau ilmiah).
1) Logika naturalis, sejak manusia ada secara potensial, manusia sudah
berlogika dan teraktualisasikan sejak budi manusia berfungsi sebagaimana
mestinya.
2) Logika artificialis, logika ini terbagi menjadi dua, yakni:
a) Logika material, membicarakan materi atau barang-barang dalam
realita yang berhubungan dengan fikiran.
b) Logika formal atau minor, logika yang mempelajari bentuk berpikir.32
c. Manfaat logika
Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekiliruan. Dalam segala aktivitas
berpikir dan bertindak.33

C. Hubungan Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika Statistika


Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, agar dapat melakukan kegiatan
berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika,
matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang
dipakai dalam seluruh proses berpkir ilmiah dimana bahasa merupakan alat

31 Amsal Bakhtiar, Op. Cit,.hlm 213-217


32 H.A. Dardiri, Op.Cit,.hlm 27-28
33 Mundiri, Logika (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011), Hlm 17

FILSAFAT ILMU | 39
berpikir dan alat komunikasi untuk meyampaikan jalan pikiran tersebut
kepada orang lain.
Ditinjau dari pola pikirnya, maka ilmu pengetahuan merupakan gabungan
antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah
menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan
statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat
sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.
Bahasa merupakan sarana kominikasi, maka segala sesuatu yang
berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir
sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa, maka seseorang tidak dapat melakukan
kegiatan ilmiah secara sistematis.34

34 Amsal Bakhtiar, Op. Cit,. hlm 201-202

FILSAFAT ILMU | 40
ASPEK ONTOLOGI ILMU
PENGETAHUAN

FILSAFAT ILMU | 41
ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
A. Pengertian Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan
Logos. Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa juga ilmu tentang yang
ada.Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun
rohani atau abstrak.Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf
Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekak yang ada bersifat
metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian,
metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip
yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi
dan Teologi.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis
ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang
sesuai dengan akal manusia.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontology

FILSAFAT ILMU | 42
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.35
Ontologi adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi
apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. Ontologi menurut Anton
Bakker (1992) merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling
menyeluruh.

B. Objek Kajian Ontologi


Objek telaahan ontology adalah yang ada, yaitu ada individu dan umum,
ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,termasuk
kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala
yang ada,yaitu tuhan yang maha esa,pencipta dan pengatur serta penentu
alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tataran studi filsafat pada
umumnya dilakukan oleh filsafat metefisika. Istilah ontologi banyak digunakan
ketika membahas yang ada dalam konsep filsafat ilmu.
1. Metode dalam ontologi lorens bagus meperkenalkan 3 tingkat abtraksi
dalam ontologi,yaitu abtraksi fisik,abtraksi bentuk,dan abtraksi metefisik.
Abtraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat has sesuatu objek. Abtraksi
bentuk mendekripsikan metefisik mengenai prinsip umum yang menjadi
dasar dari semua realitas .Abtraksi yang di jangkau oleh ontologi adalah
abtraksi metafisik.
2. Metefisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal
yang sangat mendasar yang berada diluar pengalam manusia. Metafisika
mengkaji segala sesuatu secara konfrensif.Menurut Asmoro achmadi
metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang
bersifat”keluarbiasaan(beyond nature) yang berada diluar pengalaman

35 Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009), hlm. 53

FILSAFAT ILMU | 43
manusia (immediate experience) menurut achmadi, metafisika mengkaji
sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa yang berlaku pada
umumnya atau berada diluar kebiasaan pengalaman manusia aristoteles
menyingggung masalah metafisika dalam karyanya filsafat pertama.

C. Aliran-Aliran dalam Metafisika Ontologi


Sejak lama, istilah “metafisika” dipergunakan di Yunani untuk
menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles. Istilah ini berasal dari bahasa
Yunani meta ta physika yang berarti “hal-hal yang terdapat sesudah fisika”.
Aristoteles mendefinisikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada
sebagai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan, misalnya,
dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang-ada sebagai yang
dijumlahkan.
Dewasa ini metafisika dipergunakan baik untuk menunjukkan filsafat
pada umumnya maupun acapkali untuk menunjukkan cabang filsafat yang
mempelajari pertanyaan-pertanyaan terdalam. Namun secara singkat banyak
yang menyebutkan sebagai metafisika sebagai studi tentang realitas dan
tentang apa yang nyata. Terkadang metafisika ini sering disamakan dengan
“ontologi” (hakikat ilmu).
Namun demikian, Anton Baker1 membedakan antara Metafisika dan
ontologi. Menurutnya istilah ‘metafisika’ tidak menunjukkan bidang ekstensif
atau objek material tertentu dalam penelitian, tetapi mengenai suatu inti yang
termuat dalam setiap kenyataan, ataupun suatu unsur formal. Inti itu hanya
tersentuh pada pada taraf penelitian paling fundamental, dan dengan metode
tersendiri. Maka nama ‘metafisika’ menunjukkan nivo pemikiran, dan
merupakan refleksi filosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak paling
mendalam dan paling ultimate.

FILSAFAT ILMU | 44
1. Aliran monoisme
Paham monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin. Haruslah 1 hakikat saja
sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa
ruhani.Beberapa filosop atau tokoh yang tergolong pada aliran matealisme
adalah thales,anaximenes,dan anaeximandris.
Tokoh atau para filosop yang hidup ratusan tahun sebelum masehi.thales
(625-545 SM), termasuk salah satu penganut monoisme thales mengajarkan
bahwa asas permulaan dari segala sesuatu itu adalah satu,yaitu air.air
adalah pangkal pokok dan dasar segala galanya. Semua benda terjadi dari
air dan semuanya akan kembali kepada air pula.berdasarkan rasio dan
pengalaman yang dilihatnya nya sehari-hari thales menyimpulkan tengtang
asal terbantuknya alam ini.
2. Aliran dualisme
Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara 2 paham
yang saling bertentangan,yaitu materialism dan idialisme.menurut aliran
dualism materi maupun ruh sama merupakan hakikat materi muncul bukan
karena adanya ruh,begitu pun ruh muncul bukan karena materi.akan
tetapi,dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah
dalam menghubungkan dan menyeleraskan kedua aliran tersebut. Aliran
dualism memandang bahwa alam berdiri dari 2 macam hakikat sebagai
sumbernya dan merupakan paham yang serba 2, yaitu antara materi dan
bentuk.
3. Aliran pluralism
Pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan.

FILSAFAT ILMU | 45
4. Aliran Nikhilsme
Nikhilsme menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan
kereatifitas manusia.
5. Aliran Agnotisisme
Aliran agnotisisme menganut paham bahwa manusia tidak mungkin
mengetahui hakikat sesuatu di balikkenyataannya. Sedangkan ontologi yang
menjadi objek material bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala-gala yang
ada. Metafisika sering juga disebut sebagai ‘filsafat pertama’. Maksudnya
ialah ilmu yang menyelidiki apa hakikat dibalik alam nyata ini. Sering juga
disebut sebagai filsafat tentang hal yang ada. Persoalannya ialah menyelidiki
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa
yang dapat ditangkap oleh panca indra saja.
Aristoteles memandang metafisika sebagai filsafat pertama. Istilah
pertama tidak berarti, bahwa bagian filsafat ini harus ditempatkan didepan,
tetapi menunjukkan kedudukan atau pentingnya. Filsafat pertama menyelidiki
pengandaian-pengandaian paling mendalam dan paling akhir dalam
pengetahuan manusiawi yang mendasari segala macam pengetahuan
lainnya. Aristoteles mengatakan bahwa menurut kodratnya setiap orang
mempunyai keinginan mengetahui sesuatu.
Pengetahuan khusus yang ingin ia defenisikan dalam tulisannya tentang
metafisika adalah pengetahuan tentang sebab-sebab pertama, yaitu
pengetahuan yang mendasari dan mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan yang
lain dan menuntun manusia untuk mencapai sumber tertinggi dari gerakan
dan kehidupan.

FILSAFAT ILMU | 46
Secara umum metafisika adalah suatu pembahasan filsafati yang
komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang
“ada” (being). Yang dimaksud dengan “ADA” ialah ‘semua yang ada baik
yang ada secara mutlak, ada tidak mutlak, maupun ada dalam kemungkinan.”
Ilmu ini bertanya apakah hakikat kenyataan itu sebenar-benarnya? Jadi,
metafisika ini mempersoalkan asal dan struktur alam semesta.
Jujun S Sumantri mengatakan; bidang telaah filasafati yang disebut
metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran ilmiah.
Diibaratkan bila pikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang,
menembus galaksi dam awan gemawan, maka metafisika adalah dasar
peluncurannya.
Secara umum, metafisika dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Metafisika umum (yang disebut ontologi)
Metafisika umum (ontologi) berbicara tentang segala sesuatu sekaligus.
Perkataan ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “yang ada” dan,
sekali lagi, logos. Maka objek material dari bagi filsafat umum itu terdiri
dari segala gala yang ada. Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi misalnya:
a. apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?
b. Apakah alam raya merupakan peredaran abadi dimana semua gejala
selalu kembali, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu
proses perkembangan?
2. Metafisika khusus (yang disebut kosmologi)
Sedangkan metafisika khusus (kosmologi) adalah ilmu pengetahuan
tentang struktur alam semesta yang membicarakan tentang ruang, waktu,
dan gerakan. Kosmologi berasal dari kata “kosmos” = dunia atau ketertiban,
lawan dari “chaos” atau kacau balau atau tidak tertib; dan “logos” = ilmu atau
percakapan. Kosmologi berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling
fundamental dari seluruh realitas.

FILSAFAT ILMU | 47
Ontologi membicarakan azas-azas rasional dari yang ada, sedangkan
kosmologi membicarakan azas-azas dari yang ada yang teratur. Ontologi
berusaha untuk mengetahui esensi yang terdalam dari yang ada, sedangkan
kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertibannya serta susunannya.
Materialisme adalah ajaran ontologi yang mengatakan bahwa yang ada
terdalam bersifat materi.

D. Asumsi
Salah satu permasalah didalam dunia filsafat yang menjadi
perenungan para filsuf adalah masalah gejala alam. Mereka menduga-duga
apakah gejala dalam alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hukum
alam yang bersifat universal, ataukah hukum semacam itu tidak terdapat
sebab setiap gejala merupakan pilihan bebas, ataukah keumuman itu
memang ada namun berupa peluang, sekedar tangkapan probabilistik?
Ketiga masalah ini yakni determinisme, pilihan bebas dan probabilistik
merupakan permasalahan filasafati yang rumit namun menarik. tanpa
mengenal ketiga aspek ini, serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan
masalah yang merupakan kompromi, akan sukar bagi kita untuk mengenal
hakikat keilmuan dengan baik.
Jadi, marilah kita asumsikan saja bahwa hukum yang mengatur
berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi ini maka semua
pembicaraan akan sia-sia. Hukum disini diartikan sebagai suatu aturan main
atau pola kejadian yang diikuti oleh sebagian besar peserta, gejalanya
berulangkali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil yang sama, yang
dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum seperti itu berlaku
kapan saja dan dimana saja.

FILSAFAT ILMU | 48
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-
1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak
universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang
berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah
ditetapkan lebih dahulu.
Demikian juga paham determinisme ini bertentangan dengan
penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa semua manusia
mempunyai kebebasandalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada
hukum alam yang tidak memberikan pilihan alternatif.Untuk meletakkan ilmu
dalam perspektif filsafat ini marilah kita bertanya kepada diri sendiri apakah
yang sebenarnya yang ingin dipelajari ilmu.

E. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8
secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian
tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan
hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan
tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
mutlak.
Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia
untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada
kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari
suatu keputusan terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan
bukan pada teori-teori keilmuan.

FILSAFAT ILMU | 49
F. Beberapa Asumsi dalam Ilmu
Ilmu yang paling termasuk paling maju dibandingkan dengan ilmu lain
adalah fisika. Fisika merupakan ilmu teoritis yang dibangun di atas sistem
penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembuaktian induktif yang
mengesankan. Namun sering dilupakan orang bahwa fisika pun belum
merupakan suatu kesatuan konsep yang utuh. Artinya fisika belum
merupakan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara semantik, sistematik,
konsisten dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan ilmiah yang
disepakati bersama.
Di mana terdapat celah-celah perbedaan dalam fisika? Perbedaannya
justru terletak dalam fondasi dimana dibangun teori ilmiah diatasnya yakni
dalam asumsi tentang dunia fisiknya. Begitu juga sebaliknya dengan ilmu-
ilmu lain yang juga termasuk ilmu-ilmu sosial.
Kemudian pertanyaan yang muncul dari pernyataan diatas adalah
apakah kita perlu membuat kotak-kotak dan pembatasan dalam bentuk
asumsi yang kian sempit? Jawabannya adalah sederhana sekali; sekiranya
ilmu ingin mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis, yang mampu
menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam
pengalaman manusia, maka pembatasan ini adalah perlu. Suatu
permasalahan kehidupan manusia seperti membangun pemukiman
Jabotabek, tidak bisa dianalisis secara cermat dan seksama oleh hanya satu
disiplin ilmu saja.
Masalah yang rumit ini, seperti juga rumitnya kehidupan yang dihadapi
manusia, harus dilihat sepotong demi sepotong dan selangkah demi
selangkah. Berbagai displin keilmuan, dengan asumsinya masing-masing
tentang manusia mencoba mendekati permasalahan tersebut.

FILSAFAT ILMU | 50
Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-
masing dan “berfederasi” dalam suatu pendekatan multidispliner. (Jadi bukan
“fusi” dengan penggabungan asumsi yang kacau balau). Dalam
mengembangkan asumsi ini maka harus diperhatikan beberapa hal:
a. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian displin
keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari
pengkajian teoritis.
b. Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya ‘bukan’
bagaimana keadaan yang seharusnya.” Asumsi yang pertama adalah
asumsi yang mendasari telaah ilmiah,
c. sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral
Seorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan
asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang
digunakan. Sering kita jumpai bahwa asumsi yang melandasi suatu kajian
keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat.

G. Dasar Ilmu
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar
ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau
bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide,
nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri. Ontologi
merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling
kuno.

FILSAFAT ILMU | 51
Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi
yang perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa
dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau
komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif
artinya ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu
singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu
atau tidak terjadi secara kebetulan.
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-
pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru
mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap
pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh
mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan
pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya
dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu
bagi kebutuhan umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang
paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan
kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika

FILSAFAT ILMU | 52
Etika mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-
manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena disekelilingnya.
Ilmu pengetahuan, adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
penyelidikan atau penelitian dengan menggunakan pendekatan ilmiah,
seperti meneliti mengapa api panas, apa unsur-unsur yang ada dalam api
dan lain sebagainya. Sementara itu, pengetahuan filsafat, merupakan hasil
proses berpikir dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis,
menyeluruh, dan mendasar. Seperti pengetahuan tentang api, apa hakikat
api, dan darimana asal api. Jadi pengetahuan filsafat mencari hakikat
sesuatu sampai ke dasarnya atau sedalam-dalamnya.
Inilah yang membedakan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan
filsafat. Ilmu pengetahuan membatasi dirinya dengan pengalaman dan
pembuktian, sedangkan pengetahuan filsafat tidak demikian, filsafat
menyelidiki sesuatu sampai ke akar-akarnya. Salah satu karakter filsafat
adalah spekulatif, karakter ini dijelaskan oleh Jujun S Suriasumantri.
Spekulatif adalah dasar dari ilmu pengetahuan, biasa di sebut asumsi. Hal ini
jugalah yang menjadi jurang pemisah antara pengetahuan filsafat dan ilmu
pengetahuan/ sains. Spekulatif sebagai dasar dari ilmu pengetahuan / sains
hanya bersifat sementara, yang kemudian harus dibuktikan secara empiris
dengan menggunakan metode ilmu atau sains.

FILSAFAT ILMU | 53
LOGIKA DAN PENALARAN DALAM
ILMU PENGETAHUAN

FILSAFAT ILMU | 54
LOGIKA DAN PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN
A. Logika
1. Pengertian Logika
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan.36 Perkataan “logika” diturunkan dari kata sifat
“logike”, bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda “logos”, yang
berarti fikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari fikiran itu. Hal ini
membuktikan bahwa ada hubungan yang erat antara fikiran dan perkataan
yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Secara etimologis, logika adalah bidang penyelidikan yang membahas
fikiran, yang dinyatakan dalam bahasa. Berfikir adalah berbicara dengan
dirinya sendiri dalam batin, yaitu mempertimbangan, merenungkan,
menganalisa, membuktikan sesuatu, menunjukan alasan-alasannya, menarik
kesimpulan, meneliti suatu jalan fikiran, mencari bagaimana berbagai hal itu
berhubungan satu sama lain.
Kata “logika” dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum
Sofis, Socrates dan Plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya Logika.
Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostud dan kaum Stoa37.
Logika adalah cabang filsafat yang membahas metode-metode penalaran
yang sah dari premis ke kesimpulan.

2. Macam-macam Logika
a. Logika Naturalis, yaitu sejak manusia melakukan kegiatan yang
disebut berpikir, saat itulah ia mempraktekkan hukum-hukum atau
aturan-aturan berfikir, meskipun belum disadarinya. Dengan kata lain,
sejak manusia ada secara potensial, manusia sudah berlogika, dan
teraktualisasikan sejak budi manusia berfungsi sebagaimana

36Amsal Bachtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 212
37Mundiri, Logika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 2

FILSAFAT ILMU | 55
mestinya. Namun kemampuan berlogika seperti itu hanya merupakan
bawaan kodrat manusia. Itu masih alami dan sangat sederhana. Itulah
yang disebut logika naturalis (logika alamiah).
b. Logika Artificialis, meskipun secara potensial semua manusia sudah
memiliki kemampuan menggunakan logika, namun terkadang juga
sesat, bila memikirkan masalah-masalah yang agak rumit. Untuk
menolong manusia dalam berfikir agar tidak sesat, bila memikirkan
masalah-masalah agak rumit. Untuk menolong manusia dalam berfikir
agar tidak sesat, maka manusia membuat logika buatan (artificialis),
yang penyebab lahirnya antara lain: Kemampuan berlogika secara
alami yang sangat terbatas dan Permasalahan yang dihadapi manusia
yang semakin kompleks.
Meskipun manusia membuat logika buatan, untuk menolong logika
alamiah yang dimiliki manusia sejak lahir, bukan berarti logika naturalis tidak
lagi digunakan. Yang benar adalah mengembangkan logika naturalis yang
telah dimilikinya38.
3. Beberapa Alasan Untuk Mempelajari Logika
Berikut beberapa alasan mengapa kita mempelajari logika, yakni sebagai
berikut:
a. Sepanjang logika dipandang sebagai ilmu dan bukan sebagai seni,
maka usaha mempelajari logika harus memberikan orang yang
mempelajarinya pemahaman tentang hakikat, tentang prinsip
pemikiran yang logis.
b. Ditinjau secara praktis, sebagai suatu seni, kecakapan, logika harus
memperbaiki kemampuannya sendiri melakukan penalaran yang
meyakinkan, sehingga dapat mengetahui perbedaan antara bahan
bukti yang baik dan yang buruk bagi suatu kesimpulan.

38H.A. Dardiri, Humaniora, Filsafat, dan Logika, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hlm. 27

FILSAFAT ILMU | 56
c. Logika menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai
prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena itu ia mendidik
manusia bersikap obyektif tegas dan berani.39
d. Logika diharapkan dapat menjadikan orang yang mempelajarinya
sadar akan perbedaan antara bujukan yang mempergunakan berbagai
sarana yang psikologis dengan keyakinan rasional yang
mempergunakan bahan-bahan bukti serta penalaran logis. Misalnya,
reklame yang mempergunakan bahasa yang menggiurkan dan
mempesonakan bagi orang yang melihat atau mendengarkannya.

Dengan menguasai logika formal diharapkan dapat melakukan


pengecekan terhadap hasil-hasil pemikiran orang lain dengan cara objektif.
Dengan logika formal seseorang akan terlatih untuk mempercayai hasil
pemikirannya sendiri, yang kemudian dapat memperkembangkan cara
berpikir ilmiah yang konsisten dan logis.

4. Asas-asas Pemikiran
Dalam berpikir kita tidak boleh melalaikan patokan pokok oleh logika
disebut Asas Berpikir. Asas sebagaimana kita ketahui adalah pangkal atau
asal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Ia adalah dasar daripada
pengetahuan dan ilmu. Asas pemikiran ini dapat dibedakan, yaitu:
a. Asas Identitas, bahwa sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya.
Bila kita beri perumusan akan berbunyi “bila proposisi itu benar maka
benarlah dia”.
b. Asas Kontradiksi, bahwa dua kenyataan yang kontradiktoris tidak
mungkin bersama-sama secara simultan. Bila kita beri perumusan
akan berbunyi “tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan salah”

39Mundiri, Op.Cit., hlm. 17

FILSAFAT ILMU | 57
c. Asas Penolakan kemungkinan ketiga, yaitu pernyataan kontradiktoris
kebenarannya terdapat pada salah satunya (tidak perlu kemungkinan
ketiga). Bila kita beri perumusan akan berbunyi “Suatu proposisi
selalu dalam keadaan benar atau salah”.

B. Penalaran Atau Pemikiran


Penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.
Yang dimaksud penalaran adalah rangkaian kegiatan budi manusia untuk
tiba pada suatu kesimpulan (konklusi) dari satu atau lebih keputusan atau
pendapat yang telah diketahui atau penyimpulan (premis)40. Keputusan atau
pendapat baru, yang disebut juga kesimpulan merupakan akibat lanjut yang
runtut dari premis yang bersangkutan. Dalam mengadakan penalaran atau
mengambil kesimpulan, manusia dapat menempuh dua jalan, yaitu:
1. Induksi
Adalah suatu metode penalaran yang berdasarkan sejumlah hal khusus
untuk tiba pada suatu kesimpulan yang bersifat boleh jadi atau kemungkinan.
Aristoteles mendefinisikan induksi sebagai suatu aluran (proses peningkatan)
dari hal-hal yang bersifat khusus individual menuju ke hal-hal yang bersifat
universal. Jadi induksi adalah metode penalaran yang bertolak dari hal
khusus menuju hal umum. Ada dua macam induksi, yakni:
a. Induksi sempurna
b. Induksi tidak sempurna
2. Deduksi
Deduksi adalah suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan
sebagai kemestian dari pernyataan yang merupakan pangkal fikir (premis).
Dapat diartikan deduksi sebagai suatu metode penalaran yang berpangkal
dari pendapat umum ke khusus. dan yang perlu diingat adalah, dalam

40A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 148

FILSAFAT ILMU | 58
deduksi kesimpulannya merupakan suatu kemestian, artinya mau tidak mau
harus begitu. Misalnya, semua mahasiswa adalah manusia.
3. Silogisme
Pada waktu kita mengadakan penalaran, kita dapat menempuh secara
tidak langsung dan dapat pula secara langsung. Kalau kita mengadakan
penalaran secara tidak langsung berdasarkan dua keputusan yang diletakkan
serentak (sekaligus), maka disebut silogisme. Ada dua macam silogisme,
yakni:
a. Silogisme Kategorik, silogisme yang premisnya berupa keputusan
kategori, tidak menggunakan syarat apa-apa.
Misalnya: Semua pelajar membutuh alat tulis
Himawan adalah seorang pelajar
Jadi, Himawan membutuhkan alat tulis
b. Silogisme Hipotetik, silogisme yang premisnya merupakan keputusan
dengan menggunakan syarat41.
Misalnya: Jika lama tidak turun hujan, sawah menjadi kering
Jika sawah menjadi kering, padi tidak tumbuh
Jadi, jika lama tidak turun hujan, padi tidak tumbuh
4. Penalaran Langsung
Penalaran langsung adalah jenis penalaran yang premisnya hanya terdiri
dari satu keputusan, yang langsung digunakan untuk menarik konklusi
(kesimpulan). Termasuk dalam penalaran langsung adalah:
a. Konversi, adalah jenis penalaran yang memutar kedudukan subjek
menjadi predikat dan sebaliknya predikat menjadi subjek dalam
sesuatu keputusan. Keputusann yang dikonversikan (convertend) dan
hasil konversinya (converse) kualitasnya tetap sama.

41 H.A. Dardiri, Op.Cit., hlm. 78

FILSAFAT ILMU | 59
Misalnya: Semua orang adalah makhluk hidup (convertend)
Jadi, semua makhluk hidup adalah orang (converse)
b. Inversi, adalah jenis penalaran langsung dari keputusan pangkal
(invertend) disimpulkan keputusan balik (invers) yang subjeknya
adalah penentang penuh dari subjek pada keputusan semula.
Misalnya: Semua seniman adalah pekerja
Jadi beberapa bukan seniman adalah bukan pekerja.
c. Obversi, adalah jenis penalaran langsung dari suatu keputusan
pangkal (obvertend) disimpulkan suatu keputusan balik (observe) yang
searti dimana subjek tetap sama tetapi kualitas keputusan berubah
dari meng-iyakan menjadi mengingkari atau sebaliknya.
Misalnya: Kera adalah binatang cerdik (obventend)
Kera bukanlah binatang tak cerdik (obverse)
d. Kontraposisi, adalah jenis penalaran langsung dengan jalan memutar
kedudukan subjek menjadi predikat dan sebaliknya predikat menjadi
subjek dalam sesuatu keputusan dan kemudian masing-masing subjek
dan predikat itu dibalik menjadi penentangnya42.
Misalnya: Mahasiswa yang rajin belajar lulus dalam ujian
Yang tak lulus dalam ujian adalah mahasiswa yang tak
rajin belaja

42Ibid., hlm. 92

FILSAFAT ILMU | 60
ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU
PENGETAHUAN

FILSAFAT ILMU | 61
ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN
A. Pengertian Etika, Moral dalam Ilmu Pengetahuan
1. Etika
Istlah Etika atau ethics (bahasa inggris) memiliki banyak arti, secara
etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos atau
ethkos, yang mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kadang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir.
Adapun dalam bentuk jamaknya ta etha menjadi latar belakang terbentuknya
istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles sudah di pakai untuk
menunjukan filsafat moral.
Selain secara etimologis, kita dapat melihat pengertian etika dari Kamus
Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta), etika di jelaskan ilmu
pengetahuamn tentang asas-asas akhlak (moral). Adapun dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesa, etika dirumuskan dalam tiga arti sebagai berikut:43
a. Ilmu tentang apa yang baik dan tentang apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yanng di anut suatu golongan atau
masyarakat.
Menangapi tiga pengertian etika diatas, Bertens mengemukakan bahwa etika
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Etika di pakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia
perseorangan atau hidup bermasyarakat.

43Susanto. Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologi, dan aksiologis.
(Jakarta: Bumi Aksara,2013), hlm, 164

FILSAFAT ILMU | 62
b. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud
di sini adalah kode eti. Misalnya Kode Etik Advokat, Kode Etik PGRI,
Kode Etik IDI, dan lain sebagainya.
c. Etika di pakai dalam arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Artinya
etika disini sama dengan filsafat moral.
Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi
ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat di gunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam praktiknya, kita juga sering mendengar
istilah descriftive ethics, normative ethics, dan philosophy ethics.44
Beberapa ahli lain menyoroti makna etika lebih lengkap dan detail seperti
yang dikemukakan oleh Wiramiharja dan Abdullah. Menurut Wiramiharja
pada dasarnya etika meliputi empat pengertian, yaitu:
a. Etika merupakan sistem nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan
kelompok khusus manusia.
b. Etika digunakan pada suatu di antara sistem-sistem khusus tersebut yaitu
“moralitas” yang melibatkan makna dari kebenaran dan kesalahan seperti
salah dan malu.
c. Etika adalah sistem moralitas itu sendiri mengacu pada prinsip-prinsip
moral aktual.
d. Etika adalah suatu daerah dalam filsafat yang memperbincangkan
telaahan etika dalam pengertian-pengertian lain.

44Dardiri. Humanior Filsafat dan Logika. (Jakarta: Rajawali. 1986),hlm.22

FILSAFAT ILMU | 63
Etika menurut Abdullah dalam kenyataannya dapat di pakai dalam arti
berikut:45
a. Nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
b. Asas norma tingkah laku, tata cara melakukan, sistem perilaku, tata
krama (kode etik).
c. Perilaku baik buruk, boleh tidak boleh, suka-tidak suka, senang-tidak
senang.
d. Ilmu yang tentang perbuatan baik-buruk.

Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sebagia berikut:


a. Etika sebagai ilmu
b. Etika dalam arti perbuatan
c. Etika sebagai filsafat. 46
Para ahli memberikan kategorisasi mengenai pembahasan etika yaitu di bagi
menjadi kedalam dua bagian yakni, etika deskriptif dan etika normatif.

2. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mos (jamaknya mores), yang
berarti adab atau cara hidup. Sedangkan menurut etimologinya sama dengan
etika, sekalipun bahasa aslanya berbeda. Jika kita memandang arti kata
moral, perlu kita simpulkan bahwa etika adalah nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.

45 Susanto, Op. Cit., 167.


46 Op. Cit.,170.

FILSAFAT ILMU | 64
Pengertian moral di bedakan dengan pengertian kelaziman meskipun
dalam praktik kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu tidak tampak jelas
batas-batasanya.47 Moral juga dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu
sebagai berilkut: Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap
manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran Illahi. Moral
terapan, yaitu moral yang di dapat dari ajaran berbagai ajaran filosofis,
agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai
manusia. Tetapi bukan mengenai baik bauruknya begitu saja, misalnya
sebagai dosen, tukang masak, pemain bulu tangkis atau penceramah,
melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia
dilihat dari segi kebaikannya sebagian manusia. Sedangkan norma-norma
moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai
pelaku tertentu dan terbatas.

3. Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari Bahasa Arab, “alima, ya’lamu, ‘ilman dengan
wazan fa’il, yaf’alu yang berarti mengerti, memahami benar-benar.” 48 Adapun
pengertian ilmu dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah “Pengetahuan
tentang suatu bidang yang di susun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejalah-gejalah
tertentu dibidang pengetahuan.” Mulyadhi Kertanegara mengatakan bahwa
Ilmu adalah my organized knowledge.
Ilmu dan sain tidak berbeda terutama sebelum abad ke-19. Tetapi
setelah sain lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sementara

47Op. Cit.,194.
48 Ahmat Taufik Nasution. Filsafat Ilmu: Hakikat Mencari Pengetahuan. (Yogyakarta:
Rajawali. 2012), hlm. 4

FILSAFAT ILMU | 65
ilmu melampauinya pada bidang nonfisik seperti metafisika. Sifat ilmu yang
penting adalah universal, communicable, progresif.
Ilmu pengetahuan atau sain adalah suatu pengetahuan ilmiah yang
memiliki syarat-syarat sebagai berikut: Dasar pembenaran yang dapat
dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan cara kerja ilmiah.
Sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dan melalui proses,
metode, dan produk yang saling terkait. Intersubyektif, yaitu terjamin
keabsahan atau kebenarannya. Secara sederhana ilmu pengetahauan dapat
di aratikan sebagai “pengetahuan yang di ataur secara sistematis dan
langkah-langkah pencapaiannya dipertangung jawabkan secara teoritis.”

B. Objek Etika
Objek penyelidikan etika adalah pernyataan-pernyataan moral yang
merupakan perwujudan dari pandangan-pandangan dan persoalan dalam
bidang moral. Poedjawiyatna mengungkapkan bahwa yang menjadi objek
etika adalah sebagai berikut: Tindakan Manusia, yaitu dimana suatu tindakan
yang dilakukan dengan sengaja sadar atas pilihannya maka kesengajaan ini
mutlak untuk penilaian baik buruk yang disebut dengan penilaian etis atau
morar. Kehendak bebas, yaitu suatu kesenjangan yang meminta adanya
pilihan dan pilihan berarti adanya penentuan dari pihak manusia sendiri untuk
bertindak atau tidak bertindak.
Determinisme, yaitu aliran yang mengingkari adanya kehendak bebas
dalam filsafat. Dan di bagi menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:49
Determinisme Materialisme: Materialisme ini bermacam-macam coraknya,
tetapi semuanya hanya menerima materi sebagai kesungguhan. Materi di sini
adalah yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap.

49 Susanto, Op. Cit., 174

FILSAFAT ILMU | 66
Determinisme Religius: Pandangan yang cukup sederhana jalan
pikirannya adalah pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan itu maha kuasa.
Ada kehendak bebas, yaitu kemampuan memilih kalau ia melakukan suatu
tindakkan. Gejala-gejala tindakan, yaitu tidak hanya dalam kehidupan sehari-
hari, dalam ilmu psikologi juga dibedakan adanya tindakan yang sengaja dan
tidak sengaja. Penentuan istimewah, yaitu jika dikatakan bahwa ada
kehendak bebas pada manusia artinya manusia dapat menentukan
tindakanya yaitu ia dapat memilih.

C. Sistem Dalam Ilmu Pengetahuan


Ada enam sistem yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan yaitu
sebagai berikut:50 Sisitem tertutup yaitu sistem ini tidak memungkinkan
masuknya unsur-unsur baru ke dalamnya. Sisitem terbuka yaitu sistem ini
dimasukan untuk memberikan peluang bagi masuknya unsur-unsur agar
keberadaan sesuatau hal kemungkinan bisa tetap berlangsung. Sisem alami
yaitu sistem yang sejak awal merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam
rangka mencapai tujuan yang juga telah ditentukan sejak awal.
Sistem buatan yaitu hasil dari karya manusia, hal ini tercipta atau
diciptakan secara sengaja untuk memenuhi segala macam kbutuhan hidup
sehari-hari yang semakin komfleks yang disebabkan oleh perkmbangan
kualitas menusia itu sendiri. Sistem yang berbentuk lingkaran yaitu sistem ini
merupakan perkembangan dari sistem buatan, yang dibuat agar lebih
memudahkan tercapainya salah salah satu tujuan hidup. Dalam sistem ini
masalah sentralnya sengaja di letakkan pada sentral dari suatu lingkaran.
Dari sini orang mulai menjelaskan sejauh mana masalah itu dapat
mempengaruhi bidang-bidang lainya. Sistem yang berbentuk garis lurus yaitu

50 Soetriono, Rita Hanaflo. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Andi
Offset.2007),hlm. 14

FILSAFAT ILMU | 67
sistem ini juga merupakan perkembangan dari sistem buatan. Agar dapat
mencapai tujuan yang lebih mudah, sistem ini di susun menurut jenjang-
jenjang atau tingkat-tingkat mulai dari yang paling tinggi ke jenjang yang
paling rendah. Susunan ini memperlihatkan suatu tatanan bahwa jenjang
yang lebih rendah mendasarkan diri kepada jenjang yang lebih tinggi.

D. Hubungan Etika, Moral dan Ilmu Pengetahuan


1. Hubungan Etika dan Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk
tujuan praktis, mereka hanya memfungsikan ilmu pengetahuan dalam arah
yang tidak terbatas sehingga dapat di pastikan bahwa manfaat pengetahuan
mungkin akan diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Jadi hubungan antara
etika dengan ilmu pengetahuan yang bersifat tidak terbatas dalam
penggunaanya hendaknya selalu berlandaskan pada etika yang berfungsi
memberikan pertimbangan mengenai baik atau buruk, benar atau salah dari
pemanfaatan ilmu, maka etika mejadi acuan atau panduan bagi ilmu
pengetahuan dalam realisasi pengembangannya.51

2. Hubungan Moral dan Ilmu Pengetahuan


Dalam kajian filsafat ilmu, pembahasan ilmu selalu dikaitkan dengan
landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Ilmu berupaya
mengungkapkan realitas sebagaimana adanya (das sein), sedang moral
pada dasarnya adalah petunjuk-petunjuk tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia (das sollen). Keilmuan harus dilandasi dengan moral,
karena keilmuan tanpa di dasari dengan moral maka akan menimbulkan
mudarat bagi manusia dan makhluk Tuhan yang lainya.

51 Susanto, Op. Cit., 188

FILSAFAT ILMU | 68
Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif-alternatif untuk
membuat berbagai keputusan strategis dengan berkiblat kepada
pertimbangan-pertimbangan moral ethis. Ilmuan memiliki tanggung jawab
prefesional, khususnya di dunia ilmu dan dalam masyarakat keilmuwan itu
sendiri dan mengenai metodologi yang dipakainya.
Ia juga memiliki tanggung jawab sosial, yang dibedakan atas tanggung
jawab legal yang formal sifatnya, dan tanggung jawab moral yang lebih luas
cakupannya. Masalah moral bukan saja hanya terdapat pada taraf
penggunan hasil ilmu, tetapi juga sudah pada taraf pembuatannya. Jadi
dapat di simpulkan bahwa Etika adalah peraturan tentang perilaku
berdasarkan kaida hukum dan norma atau di sebut juga perilaku baik.
Sedangkan Moral adalah perilaku secara umum baik maupun tidak baik.

FILSAFAT ILMU | 69
PRESPEKTIF ILMU, SENI DAN AGAMA
DALAM KHAZANAH PENGETAHUAN,
BUDAYA DAN PERADABAN

FILSAFAT ILMU | 70
Prespektif Ilmu, Seni dan Agama dalam Khazanah
Pengetahuan, Budaya dan Peradaban

A. Hakikat Ilmu
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata ilmu dan
pengetahuan. Kedua kata tersebut biasa diucapkan secara sendiri sendiri
yakni ilmu dan pengetahuan atau digabung menjadi ilmu pengetahuan.
Secara bahasa, ilmu (knowledge) berarti kepandaian tertentu atau
pengetahuan tentang suatu bidang. Sutardjo A. Wiramihardja, menyatakan
bahwa secara bahasa ilmu pengetahuan dan pengetahuan tidak ada
perbedaan secara prinsip karena ilmu pengetahuan hanya memberikan
tekanan pada ilmu, ialah dalam sisi sistematika, reliabilitas dan validitas.52
Dalam Islam, ilmu adalah merupakan hal yang sangat penting, bahkan
ayat yang pertama kali turun dalam kitab suci Al-Qur’an adalah Surat Al Alaq
yang berbunyi ‫ اقرأ‬yang artinya baca suatu hal mendasar dalam menuntut
ilmu dan isyarat (alamat) datangnya hari kiamat adalah terangkatnya ilmu. 53
Ilmu menurut Jujun S. Suriasumantri adalah merupakan suatu cara
berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan
yang dapat di andalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam
mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya dari
kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut
langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir
ilmiah.54

52 Imam Ali Khamenei, Perang Kebudayaan, (Jakarta: Penerbit Cahaya 2005), Hlm 15-17
53 Ibid., Hlm 22-24.
54 Sutarjo, A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Aditama, 2009), Hlm 128-129.

FILSAFAT ILMU | 71
The Liang Gie seperti dikutip oleh Konrad Kebung, mengungkapkan
lima ciri ilmu pengetahuan yaitu:55 Empiris: pengetahuan ini diperoleh
berdasarkan pengalaman, pengamatan dan percobaan atau eksperimen.
Sistematis: berbagai informasi dan data yang dihimpun sebagai pengetahuan
itu memiliki hubungan ketergantungan dan teratur. Obyektif: ilmu harus bebas
dari prasangka orang perorangan dan interes pribadi. Analitis: pengetahuan
ilmiah selalu berusaha membeda-bedakan secara jelas dalam bagian-bagian
rinci permasalahan, dengan maksud agar kita bisa melihat berbagai sifat,
relasi dan peranan dari bagian-bagian itu. Verifikatif: pengetahuan ilmiah
dapat diperiksa kebenarannya.
Dari uraian hakikat ilmu di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwasanya ilmu dan pengetahuan adalah suatu cara berpikir yang diperoleh
secara empiris (pengalaman, pengamatan dan percobaan) tersusun secara
sistematis, bersifat obyektif dan progresif (mengundang jawaban dan
penemuan baru) serta terbuka kemungkinan untuk di kritik orang lain dan
bersifat universal tidak terbatas ruang dan waktu yang berlaku kapan saja
serta dimana saja. Manusia wajib hukumnya menuntut ilmu karena ilmu
pengetahuan agar manusia lebih memahami dan mendalami segala segi
kehidupan. Tidak dapat dapat dipungkiri, peradaban manusia sangat
tergantung kepada ilmu dan pengetahuan. Berkat kemajuan ilmu
pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara
lebih cepat dan mudah.

55Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2003), Hlm 273-275.

FILSAFAT ILMU | 72
B. Hakikat Seni
Dalam dunia modern saat ini, seni seakan mendapat tempat yang
sangat istimewa dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hampir di semua
bidang kehidupan seni menjadi salah satu bagian bahkan pelengkap
kehidupan itu sendiri. Seni itu sendiri dapat dinikmati melalui pandangan
(visual art), melalui pendengaran (audio art) maupun keduanya, yakni
pandangan dan pendengaran (audio visual art).
Seni dan estetika adalah suatu kata yang tidak terpisahkan. Suatu
karya yang bernilai seni tentunya juga bernilai estetika dan suatu karya yang
estetik tentunya juga bernilai seni karena estetika itu adalah wawasan
keindahan dan keindahan itu terkait dengan cita rasa.56 Surajiyo dalam
Mukhtar Latief memaparkan bahwa secara praktis, seni sebagai suatu
kebudayaan yang diciptakan manusia dapat dibedakan atas:57 Seni sastra,
seni dengan alat Bahasa, Seni musik, seni dengan alat bunyi atau suara,
Seni tari, seni dengan alat gerakan, Seni rupa, seni dengan alat garis,
bentuk, warna, dan lain sebagainya dan Seni drama atau teater, seni dengan
alat kombinasi sastra, musik, gerak, dan rupa.
Berbicara seni tentu saja tidak terlepas dari estetika atau keindahan
karena manusia pada dasarnya menyukai keindahan baik berupa keindahan
alam maupun keindahan seni. Keindahan alam adalah keharmonian hukum-
hukum alam yang menakjubkan yang dibukakan bagi mereka yang mampu
menerimanya.
Sedangkan keindahan seni adalah keindahan buatan atau hasil cipta
manusia yang mempunyai bakat untuk menciptakan karya seni (seniman).58
Keindahan yang merupakan manifestasi seni akan menimbulkan rasa senang
atau keindahan itu merangsang timbulnya rasa senang tanpa pamrih pada

56 Konrad Kebung, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), Hlm 69-72.
57 Ibid., Hlm 51-53.
58 Mukhtar Latief, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenada Media

Group), Hlm 308

FILSAFAT ILMU | 73
subyek yang melihatnya dan bertumpu pada ciri-ciri yang terdapat pada
obyek yang sesuai dengan rasa senang itu. Lebih luas lagi keindahan itu
bukan hanya perpaduan pengamatan panca indra semata tetapi lebih dari itu
juga merupakan perpaduan dengan pengamatan batiniah. Artinya keindahan
itu merupakan gabungan dari pengamatan indrawi juga spiritual.
Dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa seni adalah sesuatu
yang universal, berlaku di semua kebudayaan manusia, bersifat abstrak yang
memiliki nilai estetika atau keindahan, baik yang datang dari dalam diri
manusia sebagai produk pemikiran secara logis, rasional, maupun empiris
serta kreasi hati manusia yang bersih dan baik sehingga keindahan ilmu
pengetahuan dapat dinikmati secara serasi, selaras, dan seimbang bagi
kemaslahatan hidup manusia.

C. Hakikat Agama
Secara bahasa, kata agama adalah berasal dari bahasa sansekerta
yang terdiri dari kata “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau.
Artinya, orang yang memeluk suatu agama diharapkan tidak kacau, tidak
membuat kacau atau tidak berbuat kacau karena secara filosofi agama
sangat erat hubungannya dengan moral. Abdulkadir Muhammad dalam
Soekrisno Agoes memberikan dua rumusan agama yaitu:59 Menyangkut
hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih
daripada apa yang dialami oleh manusia, Apa yang disyariatkan Allah
dengan perantara para nabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta
petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
Pengertian agama dalam artikel ini berarti harus mempunyai unsur-
unsur sebagai berikut:60 Ada kitab suci, Kitab suci yang ditulis oleh Nabi
berdasar wahyu langsung dari Allah dan Ada suatu lembaga yang membina,

59 Konrad Kebung, Op.Cit., Hlm 66-69.


60 Loc.Cit., Hlm 82-83.

FILSAFAT ILMU | 74
menuntun umat manusia dan menafsirkan kitab suci bagi kepentingan
umatnya.
Setiap agama tentunya mempunyai ajaran moral yang menjadi
pegangan dari para penganutnya. Ajaran moral yang di ajarkan oleh berbagai
agama pada dasarnya terdapat perbedaan, tetapi secara menyeluruh
perbedaannya tidak terlalu besar. Masalah moral seperti pencurian,
pembunuhan, dusta atau bohong misalnya adalah aturan yang dapat diterima
oleh semua agama.
Sedangkan aturan intern tiap agama tentunya ada perbedaan seperti
yang menyangkut masalah ibadah dan cara beribadah dan itulah yang
membedakan antara satu agama dengan agama yang lain. Selain ajaran
moral, susila dan etika semua agama tentu mengajarkan doktrin, dogma dan
filsafat ketuhanan yang menjadi pedoman perilaku penganutnya dalam
kehidupan. Setiap agama juga mengajarkan ritual acara atau tata cara
beribadah yang menetapkan bagaimana seharusnya manusia berhubungan
dengan Tuhan. Semua itu mempunyai tujuan kebaikan dunia dan akhirat.

D. Hakikat Budaya
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta budhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dari asal
kata tersebut, kebudayaan dapat diartikan hal-hal bersangkut paut dengan
akal atau budi. Definisi budaya (culture) pertama kali dipopulerkan oleh E.B.
Taylor pada tahun 1871 dalam bukunya Primitive Culture di mana
kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum adat serta kemampuan dan kebiasaan
lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Antropologi Sosial Budaya
menyatakan bahwa dirinya sependapat dengan ahli sosiologi Talcot Parsons
yang bersama ahli antropologi A.L. Kroeber yang menyatakan bahwa ada

FILSAFAT ILMU | 75
tiga gejala kebudayaan, yaitu: Sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; Sebagai suatu komplek
kegiatan serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; Sebagai
benda-benda hasil karya manusia. Wujud budaya yang pertama-tama adalah
wujud yang ideal, bersifat abstrak tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya
ada di kepala atau dengan perkataan lain ada dalam alam pikiran warga
masyarakat dimana kebudayaan itu hidup.61
Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam bentuk
digital seperti dalam disk dan kartu-kartu memori.
Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam
satu masyarakat. Ide dan gagasan itu saling berkait menjadikan suatu sistem
yang oleh ahli antropologi dan sosiologi menyebutnya dengan sistem budaya
(cultural system). Wujud ideal dari sistem budaya itu biasa juga disebut adat
atau adat istiadat dalam bentuk jamak.
Wujud kedua dari kebudayaan disebut dengan sistem sosial yang
menyangkut tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri
dari kegiatan-kegiatan manusia yang saling berinteraksi menurut pola-pola
tertentu sesuai dengan adat istiadat dan tata kelakuan tertentu. Rangkaian
kegiatan manusia dalam masyarakat ini dapat bersifat konkrit dan terjadi di
sekeliling kita setiap hari sehingga dapat di observasi serta di
dokumentasikan.
Wujud ketiga dari kebudayaan adalah kebudayaan fisik yang tidak
terlalu banyak memerlukan penjelasan. Merupakan hasil fisik dari kegiatan
manusia dalam masyarakat bersifat konkret berupa benda-benda yang bisa
dilihat, dirasa, diraba, di dokumentasikan. Contoh dari wujud kebudayaan ini
adalah arsitektur suatu bangunan, alat-peralatan, benda-benda seni dan lain
sebagainya.

61 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Sosial Budaya, (Jakarta: UT, 1986), hlm. 33-36.

FILSAFAT ILMU | 76
Dari berbagai definisi tersebut di atas, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan. Bahwasanya budaya adalah merupakan ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia yang merupakan manifestasi
dalam kehidupan sehari-hari itu bersifat abstrak. Adapun perwujudan
kebudayaan yaitu benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, seperti pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
seni, dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

E. Hakikat Peradaban
Peradaban berasal dan kata adab, yang artinya kesopanan,
kehormatan, budi bahasa, etika, dan lain-lain. Lawan dari beradab yaitu
biadab, tak tahu adab dan sopan santun. Konsep peradaban yang dalam
bahasa Inggris disebut civilization dipakai untuk mengacu bagian-bagian dan
unsur-unsur kebudayaan yang halus dan indah, seperti kesusasteraan
tertulis, teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan bermutu tinggi,
pertanian dengan sistem irigasi, organisasi negara, adat sopan santun, dan
sistem komunikasi yang luas dalam suatu masyarakat yang kompleks. 62
Masyarakat telah mencapai tahap kebudayaan tertentu dan telah maju
berarti masyarakat tersebut telah mencapai tingkat peradaban tinggi yang
bercirikan penguasaan ilmu, teknologi, seni dan lain-lain. Jadi, peradaban
yaitu semua bidang kehidupan untuk kegunaan praktis. Sebaliknya,
kebudayaan yaitu semua yang berasal dari hasrat, gairah yang lebih tinggi
dan murni yang berada di atas tujuan praktis dalam hubungan masyarakat,
misalnya musik, seni, agama, ilmu, dan filsafat. Jadi, lapisan atas yaitu
kebudayaan, sedang lapisan bawah yaitu peradaban.

62 Ibid., Hlm 51-53.

FILSAFAT ILMU | 77
Pada dasarnya peradaban berkaitan erat dengan kebudayaan karena
kebudayaan adalah merupakan hasil cipta karsa dan rasa manusia. Pada
saat perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya terwujud maka unsur-
unsur budaya yang bersifat indah, tinggi, halus, sopan santun, luhur, dan
sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan itu dikatakan telah
memiliki peradaban yang tinggi. Maka istilah peradaban sering dipakai untuk
hasil kebudayaan seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, adat sopan
santun serta tata krama pergaulan. Selain itu juga kepandaian menulis,
organisasi bernegara serta masyarakat kota yang maju dan kompleks juga
bisa dikatakan sebagai indikator kemajuan peradaban suatu negara.

F. Interkoneksi Antara Ilmu, Seni dan Agama Dalam Perspektif Budaya


dan Peradaban
1. Perspektif llmu dalam Khazanah Budaya dan Peradaban
Tanpa disadari ilmu dan teknologi dalam beberapa dekade
belakangan ini berkembang sedemikian pesatnya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini seakan-akan sudah menguasai seluruh gerak dan tingkah
hidup manusia. Jika sejenak kita menoleh ke sekeliling kita, ternyata hampir
semua kalangan mulai dari bayi baru lahir hingga kakek nenek yang sudah
uzur tidak terlepas dari jeratan teknologi.
Di salah-satu sudut jalan saat ini kita sudah merasa tidak aneh melihat
seorang anak muda yang seolah berbicara sendiri padahal mungkin sedang
berkomunikasi dengan peralatan komunikasi nirkabel dengan rekannya yang
tidak tahu ada dimana. Di sudut ruangan lain dalam sebuah berita di media
massa seorang narapidana yang sejatinya sedang menjalani rehabilitasi
mental akibat kesalahan yang telah diperbuatnya dimasa lalu ternyata
ketahuan dengan leluasanya mengendalikan jaringan bisnis haramnya dari
balik jeruji besi.

FILSAFAT ILMU | 78
Kedua contoh sederhana di atas menunjukkan bahwasanya ilmu
pengetahuan dan teknologi telah begitu dalam menguasai khazanah budaya
dan peradaban umat manusia saat ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi
ternyata sudah merubah secara radikal wajah kehidupan yang serba praktis
dan konkret. Di sisi lain, perkembangan ilmu dan teknologi ternyata
mempunyai dua sisi koin mata uang. Di satu sisi ilmu dan teknologi
menjadikan hidup lebih baik, tetapi di sisi yang lain kemajuan ilmu dan
teknologi ternyata digunakan untuk hal-hal yang negatif dan merusak.
Dalam khazanah budaya dan peradaban, kemajuan ilmu dan teknologi
akan membawa kemaslahatan umat manusia dengan terjadinya akulturasi
budaya sehingga budaya yang baik di suatu daerah akan diserap di daerah
lain dengan mereduksi budaya-budaya yang tidak sesuai. Sebaliknya di sisi
lain dari segi keburukan ternyata nilai-nilai moral yang tidak sesuai ternyata
juga sama berkembang dengan pesatnya.
Mencermati perkembangan tersebut diatas, maka pendidikan adalah
merupakan gerbang utama untuk membangun filter generasi mendatang dari
hal-hal yang merusak akibat kemajuan ilmu dan teknologi. Orang tua,
pendidik dan pemangku kepentingan hendaknya berusaha semaksimal
mungkin untuk menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus
dikembangkan oleh generasi mendatang.

2. Perspektif Seni dalam Khazanah Budaya dan Peradaban


Tidak dapat dipungkiri bahwasanya seni adalah merupakan produk
dari budaya. Kebudayayaan atau budaya itu sendiri adalah menyangkut
aspek-aspek kehidupan manusia baik secara materi maupun non materi.
Kebudayaan material antara lain hasil cipta, karsa yang berwujud benda,
barang alat pengolahan alam seperti bangunan gedung, jalan, jembatan dan
lain-lain. Sedangkan kebudayaan non material berupa hasil cipta, karsa yang

FILSAFAT ILMU | 79
berwujud kebiasaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan lain-lain seperti
misalnya norma, moral, mode dan sebagainya.

3. Perspektif Agama dalam Khazanah Budaya dan Peradaban


Seringkali produk budaya di suatu daerah di anggap sebagai agama
oleh suatu komunitas atau wilayah. Budaya tersebut dimanifestasikan dalam
kehidupan ritual keagamaan dan budaya sehari-hari oleh penganutnya,
sehingga menghasilkan akulturasi antara agama dan budaya yang khas
daerah atau wilayah tertentu. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa
perpaduan antara budaya dan agama telah menjadi tradisi dalam kehidupan
sehari-hari.
Seni wayang sebagai contohnya adalah produk budaya hasil adopsi
dari agama hindu yang digunakan masyarakat Jawa untuk mengisahkan
kisah-kisah dari agama hindu.Tetapi, dengan masuknya agama Islam media
wayang tersebut digunakan sebagai sarana dakwah oleh umat Islam dan
terjadilah pola budaya khas hasil akulturasi budaya hindu lokal dan Islam di
Jawa.
Kalau kita lihat ke belakang, agama di bumi ini sebenarnya terdiri dari
dua sumber, yakni agama wahyu dan agama budaya. Agama wahyu adalah
agama yang bersumber pada wahyu dari langit atau biasa di sebut agama
langit, agama profetis atau revealed relegion. Termasuk agama wahyu
adalah Islam, Kristen, Yahudi.
Adapun agama budaya biasa juga disebut sebagai agama Bumi,
agama filsafat, agama akal, non-revealed religion atau natural religion, yang
termasuk agama budaya dapat disebutkan disini misalnya adalah agama
Hindu, Budha, Kong Hu Chu, dan Shinto, juga termasuk banyak aliran-aliran
kepercayaan.

FILSAFAT ILMU | 80
Yang menjadi pertanyaan apakah hal ini diperbolehkan dan apakah
hal ini justru tidak merusak suatu tatanan? Pertanyaan akan hal tersebut jika
kita cermati adalah tergantung dari segi dimana kita menjawabnya. Kaidah
yang bisa dipakai adalah selama tidak menyangkut substansi dasar suatu
agama maka hal tersebut adalah boleh-boleh saja karena agama juga
menyukai keindahan yang termanifestasi dalam ritual-ritual yang tidak
menyentuh serta bertentangan dengan inti utama ajaran agama.
Biasa yang terjadi pada suatu agama seiring dengan berjalannya
waktu ternyata bisa di selesaikan dengan baik oleh para pemeluknya dengan
jalan konsolidasi maupun pendidikan yang menyadarkan inti dari ajaran
agama itu sendiri. Di Indonesia, banyak contoh-contoh ritual budaya yang
secara substansi menyimpang dalam inti ajaran agama Islam tetapi seiring
dengan maraknya pendidikan dan pengajaran sekarang sudah mulai timbul
kesadaran untuk memurnikan agama Islam itu sendiri tanpa
mengesampingkan serta membuang ajaran-ajaran budaya serta peradaban
yang indah.

G. Integrasi Antara Ilmu Pengetahuan dengan Seni dan Agama


Ilmu merupakan bagian dan pengetahuan dan pengetahuan
merupakan unsur kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi
yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Disatu pihak
pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dan kebudayaan.
Ilmu dan kebudayaan itu terpadu secara intim dengan seluruh struktur sosial
dan tradisi kebudayaan.63

63 Loc.Cit., Hlm 127-129.

FILSAFAT ILMU | 81
Dalam Islam pada dasarnya semua ilmu itu berkedudukan sama, yakni
sama-sama berasal dari Allah SWT dan tidak ada dikotomi ilmu agama
dengan ilmu umum seperti yang jamak sering kita dengar di masyarakat.
Dalam penerapan sehari-hari ilmu dapat dibagi menjadi tiga, yakni: Ilmu yang
berguna untuk kehidupan dunia, Ilmu yang berguna untuk kehidupan akhirat
dan Ilmu yang berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Ilmu sebenarnya adalah sebuah senjata. Sebagaimana layaknya
senjata mempunyai dua fungsi yang berbeda dalam penggunaannya. Apabila
senjata dipegang orang yang tepat dan amanah senjata tersebut akan sangat
berguna dalam menjaga keamanan dan menegakkan perdamaian,
sebaliknya apabila senjata dipegang oleh penjahat maka senjata itu akan
membuat kerusakan. Oleh sebab itu senjata harus dan mutlak dimiliki oleh
orang yang bermoral.
Orang yang bermoral adalah orang yang beragama karena agama
memiliki hubungan erat dengan moral karena agama mengandung ajaran
moral yang menjadi pegangan kepada pengikutnya dan memberi rambu-
rambu akan apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang.
Jika dikaitkan dengan seni, bahwasanya seni itu sendiri adalah produk
sosial. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, seni adalah
keahlian membuat karya bermutu, artinya integrasi antara ilmu pengetahuan,
seni dan agama akan menjadikan harmoni kehidupan lebih baik. Bukankah
ilmu membuat hidup lebih mudah, seni membuat hidup menjadi indah dan
agama membuat hidup lebih terarah.

FILSAFAT ILMU | 82
DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistomologis dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

A. Susanto, Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Ahmad Nasution, Taufik, Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan.


Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Ahmat Taufik Nasution. Filsafat Ilmu: hakikat mencari pengetahuan.


Yogyakarta: Rajawali. 2012.

Amien, Miska M, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta: UI Press,


1983.

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.

Anshari, Endang S. Ilmu, filsafat, dan Agama. Surabaya: bina ilmu. 1985.

Ahmad Fhatoni, Transformational Thingking. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama, 2006.

Dardiri, Humaniora-Filsafat dan Logika. Jakarta: CV. Rajawali, 1986.

Dodiet Aditya, Data dan Metode Pengumpulan Data Penelitian. Surakarta,


2013.

Emmi kholilah, Jurnal An-Nahdhah, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Kritis. STAI
Ma’arif Jambi.

Emzir, Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

H.A. Dardiri, Humaniora, Filsafat Dan Logika. Jakarta: CV Raja Wali, 1986.

Husein Umar, Metode Peneloitian Untuk Skirpsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT
Grafindo Persada, 2014.

Imam Ali Khamenei, Perang Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Cahaya 2005.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 2013.

FILSAFAT ILMU | 83
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: UT, 1986.

Konrad Kebung, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.

Mukhtar Latief, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta:


Prenada Media Group.

Mundiri, Logika. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011.

Riduwan, Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sabri, Muhammad D. Filsafat Ilmu. Makassar: Alauddin Press, 2009.

Saifudin Azwar, Metode Penelitian. Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Soetriono, Rita Hanaflo. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:


Andi Offset.2007.

Surajiwo, Filsafat Ilmu dan Perkembangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara 2009.

Susanto. Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologi,


dan aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Sutarjo, A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat. Jakarta: Aditama, 2009.

FILSAFAT ILMU | 84

Anda mungkin juga menyukai