Anda di halaman 1dari 4

DIMENSI SOSIAL DAN BUDAYA ISLAM

KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA


a. Pengertian Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
b. Ketentuan Islam dalam Pembentukan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
c. Pentingnya Persatuan, Kesatuan, dan Toleransi dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara
d. Peranan Kerukunan Umat Beragama untuk Menciptakan Harmoni Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara
SHALIMAR (1706052435)
Sumber:
1. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam, Bab II, Pokok-Pokok
Ajaran Agama Islam
2. A

a. Pengertian Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki identitas bersama, dan mempunyai
kesamaan asal keturunan, bahasa, ideologi, budaya, dan sejarah serta berpemerintahan
sendiri. Sedangkan berbangsa adalah manusia yang mempunyai landasan etika, bermoral,
dan ber-akhlak mulia dalam bersikap mewujudkan makna sosial dan adil. Negara adalah
suatu wilayah yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya
diatur oleh suatu pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Sedangkan bernegara
adalah manusia yang memiliki kepentingan sama dan menyatakan dirinya sebagai satu
bangsa serta berproses di dalam satu wilayah dan mempunyai cita-cita yang berlandaskan
niat untuk bersatu dalam membangun rasa nasionalisme .

Menurut Friederich Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics,
setiap bangsa mempunyai empat unsur aspirasi sebagai berikut :

1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri dari keastuan sosial, ekonomi,
politik, agama, kebudayaan, komunikasi dan solidaritas.

2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional nasional sepenuhnya,


yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam
negerinya.
3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualitas, keaslian, atau kekhasan.
Misalnya menjunjung tinggi bahsa nasional yang mandiri.
4. Keinginan untuk unggul diantara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh
dan prestise.

b. Ketentuan Islam dalam Pembentukan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

c. Pentingnya Persatuan, Kesatuan, dan Toleransi dalam Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara
Persatuan dan kesatuan merupakan senjata yang paling ampuh bagi bangsa Indonesia baik
dalam rangka merebut, mempertahankan maupun mengisi kemerdekaan. Persatuan
mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan yang utuh dan serasi.”

Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini terjadi dalam proses
yang dinamis dan berlangsung lama karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari
proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang
ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali. Unsur-unsur sosial budaya itu antara
lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-
sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.

Toleransi adalah suatu sikap menenggang rasa dengan menghargai, membiarkan atau
membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan orang
lain yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Toleransi sangat berpengaruh dalam kehidupan bangsa indonesia. Kita tidak boleh lupa
akan sejarah kita ketika dahulu pada saat zaman penjajahan, semua rakyat bersatu berasal
ras, suku dan agama yang berbeda dengan tujuan dan semangat yang sama untuk
memerdekaan bangsa dan negara indonesia. Dengan semangat persatuan dan kesatuan
inilah menumbuhkan rasa toleransi sehingga menjadi pendorong kemerdekaan negara
indonesia. Jadi dengan adanya toleransi dapat menjadikan keadaan negara yang damai
tanpa ada permasalahan ras, suku dan budaya maupun antar golongan agama.

d. Peranan Kerukunan Umat Beragama untuk Menciptakan Harmoni Kehidupan


Berbangsa dan Bernegara
Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebaiknya berkaca kepada sejarah yang
pernah terjadi dalam dunia Islam, yaitu di Madinah. Dengan pimpinan nabi Muhammad
saw mendirikan negara yang pertama kali dengan penduduk yang majemuk, baik suku dan
agama, suku Quraisy dan suku-suku Arab Islam yang datang dari wilayah-wilayah lain,
suku-suku Arab Islam penduduk asli Madinah, suku-suku Yahudi penduduk Madinah,
Baynuqa’, Bani Nadlir dan suku Arab yang belum menerima Islam. Sebagai landasan dari
negara baru itu Rasulullah saw memproklamasikan peratururan yang kemudian lebih
dikenal dengan nama Shahifatul Madinah atau Piagam Madinah. Menurut para ilmuwan
muslim dan non muslim dinyatakan bahwa Piagam Madinah itu merupakan konstitusi
pertama negara Islam.
Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal itu nabi Muhammad saw telah meletakkan
pondasi sebagai landasan kehidupan umat beragama dalam negara yang plural dan
majemuk, baik suku maupun agama dengan memasukkan secara khusus dalam Piagam
Madinah sebuah pasal spesifik tentang toleransi. Secara eksplisit dinyatakan dalam pasal
25: “Bagi kaum Yahudi (termasuk pemeluk agama lain selain Yahudi) bebas memeluk
agama mereka, dan bagi orang Islam bebas pula memeluk agama mereke. Kebebasan ini
berlaku pada pengikut-pengikut atau sekutu-sekutu mereka dan diri mereka sendiri” (lil
yahudi dinuhum, wa lil muslimina dinuhum, mawaalihim wa anfusuhum).
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama
perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu
komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan
komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:
1. Bertetangga yang baik
2. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
3. Membela mereka yang teraniaya
4. Saling menasehati
5. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1. Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang
didasarkan atas suku dan agama; dan
2. Pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
Lahirnya Piagam Madinah oleh beberapa ahli tentang Islam, seperti dikatakan oleh
sejarawan Barat, Wiliam Montgomery Watt sebagai loncatan sejarah yang luar biasa dalam
perjanjian multilateral. Selain sifatnya yang inklusif, Piagam Madinah berhasil mengakhiri
kesalahpahaman antara pemeluk agama selain Islam dengan jaminan keamanan yang
dilindungi konstitusi Negara.
Semangat persamaan dan persaudaraan tanpa melihat suku dan agama dalam Piagam
Madinah itu tidak lepas dari bimbingan wahyu Allah SWT, di mana Rasulullah saw tidak
akan berkata sesuatu dari kehendak nafsunya kecuali merupan wahyu Allah SWT. Piagam
Madinah senafas dengan inti ajaran paradigma kehidupan umat beragama yang termaktub
dalam al Qur’an al Karim, yakni tidak ada paksaan untuk menganut suatu agama (al
Baqarah:256), larangan kepada Rasulullah saw untuk memaksa orang menerima Islam
(Yunus:99) dan bahwa tiada larangan bagi umat Islam untuk berbuat baik, berlaku adil dan
saling tolong menolong dengan orang-orang bukan Islam yang tidak memerangi umat
Islam karena agama dan tidak mengusir meraka dari kampung halaman atau negeri mereka
(al Mumtahanah:8–9), bahwa Islam mengakui pluralitas agama bukan pluralisme agama
(al Kafirun:1- 6).
Apabila semua aspek kehidupan manusia ingin terbentuk secara harmonis, sebaiknya
didasari oleh nilai persatuan dan kesatuan. Dalam kehidupan bernegara, pengamalan sikap
persatuan dan kesatuan diwujudkan dalam bentuk perilaku, antara lain: mempertahankan
persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia, meningkatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika,
mengembangkan semangat kekeluargaan, serta menghindari penonjolan SARA.

Anda mungkin juga menyukai