Organisasi internasional dalam arti yang luas pada hakikatnya meliputi tidak saja organisasi
internasional public (Public International Organization) tetapi juga organisasi privat (Privat
International Organization). Organisasi semacam itu meliputi juga organisasi regional dan
organisasi sub-regional. Ada pula organisasi yang bersifat universal (organization of universal
character).
Dilihat dari pembentukannya, organisasi internasional mempunyai tiga aspek yaitu administrasi,
aspek filosofis, dan aspek hukum:
Aspek administrasi
Menyangkut perlunya dibentuk suatu sekretariat tetap (permanent secretariat) yang lokasinya
berada di wilayah salah satu negara anggotanya yang ditetapkan melalui persetujuan antara
organisasi internasional tersebut dengan negara tuan rumah (Head quarters Agreement). Di
samping itu juga diperlukan adanya staf personalia (International civil servant) (Sumaryo
Suryokusumo, 1997: 41).
Dari aspek administrasi ini organisasi juga membutuhkan anggaran belanja yang akan
ditanggung bersama oleh semua anggota. Pasal 17 piagam PBB misalnya menyebut bahwa
pembiayaan PBB akan di tanggung oleh anggotanya sesuai dengan skala penilaian (Scale of
Assessment) yang akan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB yang menurut pasal 18 melalui 2/3
suara (Sumaryo Suryokusumo, 1997: 41).
Aspek filosofi
Aspek hukum
Organisasi internasional dibentuk melalui suatu perjanjian dari tiga negara atau lebih sebagai
pihak. Suatu organisasi hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang menurut hukum dipisahkan
dari setiap organisasi lainnya dan akan terdiri dari satu badan atau lebih. Badan-badan tersebut
merupakan suatu kumpulan berbagai wewenang yang dikelompokkan di bawah satu nama.
Misalnya: Majelis Umum, Dewan Perwakilan, Mahkamah Internasional dan sekretariat
merupakan badan-badan utama yang mempunyai wewenang sendiri tetapi semuanya
dikelompokkan dalam suatu organisasi yang disebut PBB (Sumaryo Suryokusumo, 1997: 43).
Badan-badan utama PBB seperti Majelis Umum. Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan
Sosial, Dewan Perwakilan, Mahkamah Internasional dan Sekretariat. Walaupun masing-masing
mempunyai wewenang sendiri tetapi dikelompokkan di bawah satu nama yaitu PBB.
Suatu Negara yang menjadi pihak dalam perjanjian untuk membentuk organisasi internasional
wajib menerima kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang lazim di
sebut “instrument pokok”. Bagi organisasi internasional instrument pokoknya banyak beraneka,
dari Convenant, piagam, accord, statuta, sampai kepada deklarasi seperti halnya ASEAN.
Agar dapat diakui statusnya di dalam hokum internasional , organisasi internasional harus
memenuhi 3 syarat:
1. Adanya persetujuan internasional seperti instrument pokok itu akan membuat prinsip-
prinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja.
2. Organisasi internasional haruslah mempunyai paling tidak satu badan.
3. Organisasi internasional haruslah dibentuk dibawah hukum internasional.
Yang dimaksud dengan subjek dari suatu sistem hukum diakui mempunyai kemampuan untuk
bertindak. Di dalam hukum internasional subjek-subjek tersebut termasuk negara organisasi
internasional dan kesatuan-kesatuan lainnya. karena itu kemampuan untuk bertindak hakikatnya
merupakan personalitas dari suatu subjek hukum internasional tersebut. Tiap organisasi
internasional mempunyai personalitas hukum dalam hukum internasionl. Tanpa personalitas
hukum maka suatu organisasi internasional tidak akan mampu untuk melakukan tindakan yang
bersifat hukum. Subjek hukum dalam jurisprudensi secara umum dinggap mempunyai hak dan
kewajiban yang menurut ketentuan hukum dapat dilaksanakan. Dengan demikian subjek hukum
yang ada di bawah sistem hukum internasional merupakan personalitas hukum yang mampu
untuk melaksanakan hak dan kewajiban tersebut (Sumaryo Suryokusumo, 1997: 45).
Organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional memang sudah dapat diterima
secara luas oleh banyak wewenang hukum (Sumaryo Suryokusumo, 1997: 45). Organisasi
internasional baru muncul pada abad 19, yaitu yang di tandai lahirnya International Telegrafik
Union pada tahun 1865 (Ekram Pawiroputro, 2007: 29).
Dewasa ini sudah tidak di ragukan lagi bahwa organisasi internasional itu merupakan subjek
hukum internasional. Sejumlah praktik yang dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran
bahwa organisasi internasional merupakan subjek hukum internasional, antara lain:
Suatu organisasi internasional yang di bentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk “instrumen
pokok” apapun akan memiliki suatu personalitas hukum di dalam hukum internasional.
Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat
berfungsi di dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi
hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan
tuntutan dengan negara lainnya.
Personalitas hukum bagi sesuatu organisasi internasional itu tidak dicantumkan dalam instrumen
pokoknya, sebagai subjek hukum internasional, organisasi internasional tersebut tidak perlu
kehilangan personalitas hukum, karena organisasi internasional akan mempunyai kapasitas untuk
melakukan prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional.
Dengan adanya personalitas hukum itu maka organisasi internasional akan dapat
mengembangkan dan memperluas fungsinya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan utamanya.
Dalam hal pembentukan organisasi internasional seperti PBB pada waktu merumuskan piagam
dalam konferensi internasional mengenai organisasi internasional di San Fransisco pada bulan
April 1945, tidak secara khusus dicantumkan masalah personalitas hokum kecuali yang termuat
dalam pasal 104 piagam, yaitu bahwa badan PBB jika perlu dapat memiliki kapasitas hukum di
wilayah setiap Negara anggotanya dalam rangka melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan
badan tersebut.
Kapasitas hukum yang diartikan dalam pasal 104 tersebut kemudian diberi batasan dalam
kaitannya dengan Juridical Personality dalam general Convention on Privileges and Immunities
of the United Nations.
Dari uraian tersebut maka personalitas hukum organisasi internasional dapat dibedakan dalam
dua pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum Negara dimana Negara
itu menjadi tuan rumah atau markas besar organisasi internasional (personalitas hukum dalam
kaitannya dengan hukum nasional), dan personalitas hukum dalam kaitannya dengan Negara-
negara atau subjek hukum internasional lainnya (personalitas hukum dalam kaitannya dengan
hukum internasional) (Sumaryo Suryokusumo, 1997: 46-50).
Personalitas hukum yang dimiliki oleh organisasi internasional dapat dibedakan menjadi dua
pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum nasional, dan personalitas
hukum dalam kaitannya dengan hukum internasional.
Personalitas hukum dari sesuatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum
internasional tersebut dalam memiliki sesuatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum, baik
dalam kaitannya dengan negara lain maupun dengan Negara-negara anggotanya, termasuk
kesatuan (entity) lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam hukum (international legal
capacity) pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa organisasi internasional itu sendiri
sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan
fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang dipercayakan oleh para anggotanya.
Dalam segi hukum organisasi sebagai kesatuan (entity) yang telah memiliki kedudukan
personalitas tersebut, sudah tentu akan mempunyai wewenang sendiri untuk mengadakan
tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrument pokoknya
maupun keputusan organisasi internasional tersebut, yang telah disetujui oleh para anggotanya.
Namun hal ini banyak menimbulkan perselisihan karena secara eksplisit tidak disebutkannn di
dalam instrument pokok.
Personalitas hukum di dalam kaitannya dengan hukum nasional lebih banyak menyangkut
masalah keistimewaan dan kekebalan organisasi internasional, termasuk wakil-wakil Negara
anggotanya dan para pejabat sipil internasional yang bekerja pada organisasi internasional
tersebut. dalam rangka perkembangan personalitas hukum, khususnya dalam organisasi
internasional saperti PBB, telah terjadi suatu proses evolusi yang sangat penting, terutama sekali
hal-hal yang tidak termuat secara eksplisit di dalam ketentuan-ketentuan organisasi internasional
atau kesatuan lain mengenai kebebasan di dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pejabat-
pejabatnya, termasuk kewajiban organisasi itu melindungi mereka. (Sumaryo Suryokusumo,
1997: 58-59).
Personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum internasional dapat diartikan bahwa
organisasi internasional memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional. Hak dan
kewajiban ini antara lain mempunyai wewenang untuk menuntut dan dituntut di depan
pengadilan, memperoleh dan memiliki benda-benda bergerak, mempunyai kekebalan
(immunity), dan hak-hak istimewa (privileges). Permasalahan mengenai personalitas yuridik
yang dimiliki oleh organisasi internasional, pertama kali mencuat pada kasus Reparation for
Injuries Suffered in the Service of the United Nations (Reparation for Injuries Case). Dengan
munculnya kasus ini, personalitas yuridik yang dimiliki oleh organisasi internasional menjadi
tidak diragukan lagi.
Dapat dilihat khususnya apabila sebuah organisasi internasional akan mendirikan sekretariat
tetap ataupun markas besar organisasi tersebut melalui headquarters agreement. Contohnya,
headquarters agreement yang dibuat oleh PBB dengan Amerika Serikat, Belanda, Swiss, dan
Austria; ASEAN dengan Indonesia. Pada umumnya headquarters agreement mengatur mengenai
keistimewaan dan kekebalan diplomatik yang dimiliki oleh pejabat sipil internasional,
pembebasan pajak, dan lainnya.
Reparation for Injuries Case merupakan kasus yang melahirkan penegasan terhadap personalitas
hukum organisasi internasional. Kasus ini terjadi pada tahun 1948 dan kemudian Mahkamah
Internasional (International Court of Justice/ICJ) memberikan advisory opinion pada tahun 1949.
Dengan adanya kasus ini, organisasi internasional yang ada di dunia mendapatkan penegasan
mengenai status yuridiknya. Meskipun sebenarnya status hukum dari organisasi internasional
telah ada, namun sampai sebelum adanya kasus ini, masih belum ada kepastian hukum mengenai
bisa atau tidaknya sebuah organisasi internasional untuk bisa berperkara sebagaimana layaknya
subyek hukum internasional lainnya. ICJ telah membuat suatu terobosan hukum dengan
mengeluarkan advisory opinion berkenaan dengan kasus ini.
7. Ringkasan Kasus
Pada tahun 1948, tepatnya tanggal 17 September, seorang mediator PBB bernama Count Folke
Bernadotte dan ajudannya Kolonel Serot, terbunuh dalam perjalanan dinas ke Yerusalem.
Mereka dibunuh oleh anggota dari kelompok Lehi, yang terkadang disebut dengan “Stern Gang”.
Kelompok ini merupakan organisasi radikal zionis yang telah melakukan beberapa serangan
terhadap warga Inggris dan Arab. Pembunuhan terhadap Bernadotte ini, telah disepakati oleh
ketiga pemimpin kelompok Lehi, yaitu : Yitzhak Shamir, Natan Yelli-Mor, dan Yisrael Eldad,
dan direncanakan oleh kepala operasi Lehi di Yerusalem, Yehoshua Zetler.Empat orang yang
dipimpin oleh Meshulam Makover, kemudian menyerang kendaraan yang ditumpangi oleh
Bernadotte, dan salah satu diantara mereka yaitu Yehoshua Cohen menembak
Bernadotte http://pirhot-nababan.blogspot.com/2007/09/personalitas-yuridik-
organisasi.html Diakses tanggal 13 Desember pukul 08.40 wib.
Fakta Hukum
1. Count Folke Bernadotte adalah pejabat sipil internasional yang bekerja untuk PBB
2. Count Folke Bernadotte adalah warga negara Swedia
3. Pembunuh Bernadotte, Yehoshua Cohen, adalah warga negara Israel
4. Pembunuhan terhadap Bernadotte terjadi di wilayah pengawasan Israel. http://pirhot-
nababan.blogspot.com/2007/09/personalitas-yuridik-organisasi.html Diakses tanggal 13
Desember pukul 08.40 wib.
Pembubaran (Dissolution)
Tampak bahwa keputusan tersebut tidak perlu dengan melalui suara bulat (unanimity), tetapi
cukup sebagai masalah praktis apabila keputusan demikian diputus berdasarkan suara mayoritas
besar, termasuk suara dari Negara-negara besar (J.G Starke, 2007: 826).