Dokumen - Tips - Laporan Kasus Koma Hipoglikemi
Dokumen - Tips - Laporan Kasus Koma Hipoglikemi
Disusun oleh:
Enggar Gumelar
102011101008
Dokter Pembimbing:
dr. H. Sugeng Budi R., Sp. PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LAPORAN KASUS
4
2.2.5 Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien telah kontrol ke poli penyakit dalam RSUD dr.
Soebandi sebanyak 2 kali untuk diabetesnya.
2.2.6 Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi
Pendidikan pasien adalah SMA, sehari-hari pasien bekerja sebagai
ibu rumah tanggal. Pasien tinggal bersama anak menantu dan cucunya.
Pasien tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari 4 kamar dan 1 kamar
mandi. Rumah beratapkan genteng, beralaskan keramik dan tembok dari
batu bata. Air minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak
hingga mendidih sebelum dikonsumsi. Pasien mempunyai kamar mandi
dan WC. Saat ini, biaya hidup pasien ditanggung oleh putrinya.
2.2.7 Riwayat Gizi dan Kebiasaan
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi
berupa nasi, lauk pauk (tahu, tempe dan telur) dan sayur. 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, nafsu makan pasien menurun, sehingga pasien jarang
makan tepat waktu dan sedikit. Pasien bukan peminum alkohol. Pasien
tidak mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang
2.2.8 Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal : pusing (+) hilang timbul, demam (-),
kejang (-), penurunan kesadaran (+) hari
pertama.
- Sistem kardiovaskular : palpitasi (-), nyeri dada (-)
- Sistem pernapasan : sesak (-), batuk (-), pilek (-)
- Sistem gastrointestinal : nyeri perut (-), nafsu makan berkurang,
mual (-), muntah (-), BAB normal
- Sistem urogenital : BAK lancar, tidak ada keluhan
- Sistem integumentum : turgor kulit normal, keringat dingin
- Sistem muskuloskeletal : odema (-), tidak ada keluhan
5
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Vital Sign : TD : 200/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
suhu : 36.3oC
Pernapasan : sesak (-), batuk (-)
Kulit : turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (-),keringat
dingin
Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Otot : dbn
Tulang : tidak ada deformitas
Status Gizi : BB: 71 kg; TB: 155 cm: IMB: 29,5
6
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : Tidak meningkat
c. Thorax
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : redup di ICS IV MCL D s/d ICS V MCL S
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
2. Pulmo :
DEXTRA SINISTRA
Inspeksi: Inspeksi:
Retraksi (-) Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-) Gerak nafas tertinggal (-)
Palpasi: Palpasi:
Fremitus raba (n) Fremitus raba (n)
Deviasi trakea (-) Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi: Perkusi:
Sonor Sonor
Auskultasi: Auskultasi:
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing(-)
d. Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : bising usus (+) 20x/menit
- Perkusi : tympani normal
- Palpasi : soepel, nyeri ketok ginjal (-), hepatosplenomegali (-)
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat -/-, edema -/-
- Inferior : akral hangat -/-, edema -/-
7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Laboratorium (10 Agustus 2014)
HEMATOLOGI HASIL NILAI SATUAN
PEMERIKSA NORMAL
AN
HB 13,5 12,0 – 16,0 gr/dL
LEUKOSIT 11,1 4,5 – 11.0 109/L
HEMATOKRIT 40,3 36 - 46 %
ELEKTROLIT
FAAL
GINJAL
BUN 16 6 - 20 mg/dL
UREA 35 26 - 43 g/24 h
8
2.4.2 Hasil Pemeriksaan Radiologi (12 Agustus 2014)
2.5 Resume
Anamnesis: Seorang wanita usia 53 tahun mendadak mengalami
penurunan kesadaran ketika meminum obat diabetes. Pasien mengaku
tidak selera makan selama 4 hari tetapi masih tetap meminum obat anti
diabetesnya, kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Soebandi Jember
pukul 19.00. Pasien tidak mengeluh mual, muntah maupun kejang.
Pasien mengaku tidak meminum-minuman keras
Pemeriksaan penunjang: Leukositosis, Gula darah turun drastic
(26mg/dL), HCT, Hasil foto dada kardiomegali.
9
2.7 Penatalaksanaan
Monitoring: Observasi vital sign pasien
Planing diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap, faal hepar, gula darah,EKG,TF .
Medikamentosa H1 MRS
Inf RL 20 tpm
Inj. Omeprazole 2 x 1
p/o Amlodipin 5 mg 1 x 1
p/o Valsartan 80 mg 2 x 1
Inj. D40% (K/P)
Planing edukasi
Istirahat yang cukup
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga
penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta
usaha pencegahan komplikasi
Pemenuhan kebutuhan gizi
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung
penyembuhan pasien seperti memberikan minuman air gula bila pasien
lemas dan berkeringat.
2.8 Prognosis
at bonam
2.9 Follow Up
10 Agustus 2014
a. Subjektif
Kesadaran Menurun saat di IGD
RPS: Pasien mendadak mengalami penurunan kesadaran ketika
meminum obat diabetes. Pasien mengaku tidak selera makan selama 4 hari
10
tetapi masih tetap meminum obat anti diabetesnya, kemudian pasien
dibawa ke IGD
b. Objektif
- Kesan umum: cukup, kesadaran kompos mentis, GCS 2-2-3 4-5-6
- VS: TD= 200/100 mmHg, N= 100 x/m, RR= 20 x/m, T.Ax= 36,3 C
- K/L: a/i/c/d = -/-/-/-
- Thorax:
Cor: IC tidak tampak, IC tidak teraba, redup, S1S2 tunggal
Pulmo: simetris, retraksi -/-, Fremitus raba normal/normal,
vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen: Cembung, Bising usus (+) 8x/m, timpani normal, soepel.
- Ekstremitas: akral hangat 4 ekstremitas, oedem (-) 4 ekstremitas.
a. Asessment
Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemia+ Hipertensi Grade 2
b. Planning
c. Inf RL 20 tpm
11 Agustus 2014
a. Subjektif
11
b. Objektif
- Kesan umum: cukup, kesadaran kompos mentis, GCS 4-5-6
- VS: TD= 180/100 mmHg, N= 86 x/m, RR= 20 x/m, T.Ax= 36,5 C
- K/L: a/i/c/d = -/-/-/-
- Thorax:
Cor: IC tidak tampak, IC tidak teraba, redup, S1S2 tunggal
Pulmo: simetris, retraksi -/-, Fremitus raba normal/normal, vesikular +/+,
rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen: Cembung, Bising usus (+) 12x/m, timpani normal, hepatomegali (-),
nyeri tekan (-), soepel.
- Ekstremitas: akral hangat 4 ekstremitas, oedem (-) 4 ekstremitas.
c. Asessment
d. Planning
- inj D40% 4 fl Stop
- inj Omeprazole Stop
- p/o Amlodipin 5mg 1x1
- p/o Valsartan 80 mg 2x1
12 Agustus 2014
a. Subjektif
b. Objektif
- Kesan umum: cukup, kesadaran kompos mentis, GCS 4-5-6
12
- VS: TD= 140/80 mmHg, N= 70 x/m, RR=18 x/m, T.Ax= 36,4 C
- K/L: a/i/c/d = -/-/-/-
- Thorax:
Cor: IC tidak tampak, IC tidak teraba, redup, S1S2 tunggal
Pulmo: simetris, retraksi -/-, Fremitus raba normal/normal, vesikular +/+,
rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen: Flat, Bising usus (+) 12x/m, timpani normal, hepatomegali (-),
soepel.
- Ekstremitas: akral hangat 4 ekstremitas, oedem (-) 4 ekstremitas.
c. Asessment
d. Planning
- Inf RL 20 tpm
- p/o Amlodipin 5mg 1x1
- p/o Valsartan 80 mg 2x1
13
BAB III
PEMBAHASAN LAPORAN KASUS
14
3 hari. Monitor glukosa darah setiap Inj. D40% (K/P)
3-6 jam sekali dan kadarnya
dipertahankan 90-180 mg%.
3. Obat penghambat Beta blocking
selektif digunakan dengan aman
3.Injeksi glukosa 40% intravena 25
mL
1 Bila kadar 1 flash dapat
flash glukosa 60- meningkatkan
90 mg/dL kadar glukosa
2 Bila kadar 25-50 mg/dL.
flash glukosa 30- Kadar glukosa
60 mg/dL yang diinginkan
3 Bila kadar > 120 mg/dL
flash glukosa <
30 mg/dL
15
BAB 4
PEMBAHASAN HIPOGLIKEMI
4.1 Definisi
Hipoglikemia (Hypoglycemia), merupakan suatu keadaan dimana kadar
glukosa/gula darah rendah atau berada di bawah level normal. Glukosa, yang
merupakan sumber energi penting bagi tubuh utamanya berasal dari makanan dan
karbohidrat. Nasi, kentang, roti, susu, buah-buahan dan permen adalah beberapa
dari sekian banyak makanan yang kaya akan karbohidrat.
Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk
selanjutnya dibawa ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh
pankreas, akan membantu sel mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu
waktu Anda mengonsumsi glukosa melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka
tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih tersebut di dalam hati dan otot
dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan menggunakan glikogen
untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan. Glukosa yang
berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak.
Lemak juga bisa digunakan untuk energi.
Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi
oleh pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke
dalam aliran darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada
sebagian orang dengan diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia
terganggu dan hormon-hormon lain seperi epinefrin (juga disebut adrenalin) dapat
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi penderita diabetes yang dirawat
dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan produksi insulin, kadar
glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.
Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak
membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan
atau minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani,
hipoglikemia bisa memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami
16
perasaan bingung, canggung, hingga pingsan. Bahkan hipoglikemia berat dapat
menyebabkan kejang, koma dan bahkan kematian.
Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia
sebenarnya jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan
diabetes. Di luar itu, hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain,
kekurangan hormon atau enzim, atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti
tumor.
4.2 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian
hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat
bermanfaat untuk mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh
berbagai regimen terapi terhadap timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang
menyebabkan pasien beresiko dapat dibandingkan. Dalam The Diabetes Control
and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1,
kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang
mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien
yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya dengan kriteria yang berbeda
kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat didapatkan
pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya
dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat
dihindari. Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena
potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat
17
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik
seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku
berbeda, gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
18
sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-tindakan
koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat “refined” yang
lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi pasien diabetes yang
mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa
darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara
pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun
demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai
komponen fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1
Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien
diabetes.1.3
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat Bingung Mual
Jantung berdebar Mengantuk Sakit kepala
Tremor Sulit berbicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang
terkait dengan system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat
yang lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi
serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau
koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang
khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung
berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif
aktivasi system saraf otonomik. 1
19
Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5
Pengenalan hipoglikemia
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah
peningkatan akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin):
batas glukosa tersebut adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin
menunjukkan aktivasi system simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun
sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi kognisi, yang
diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi psikomotor yang lain, mulai
terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang masih mempunyai
kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal terjadi
sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap
sadar yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan
tindakan koreksi yang diperlukan.1
20
Gambar 2. Koma hipoglikemia.3
21
berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa darah yang ketat. Sel
alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak dapat
menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi glukagon,
walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh perangsang lain
seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut timbul
akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi
insulin endogen yang turun.1
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang
berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin
terhadap rangsangan yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti
pada gangguan respon glukagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan
mengenal hipoglikemia yang selektif.1
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang
paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia
yang tidak disadari karena hilangnya glucose counter regulation dan gangguan
respon simpatoadrenal.1
2. Hipoglikemia yang tidak disadari
Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat
terapi insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1
mengalami kesulitan mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling.
Kemampuan mengenal hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan
hipoglikemia unawareness yang parsial juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien
yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak mengalami hipoglikemia
unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal hipoglikemia. Bila
didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien mengalami
episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi
pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi
yang intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak
diperkenankan untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien
selayaknya juga diberikan tentang kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang
22
berat dan cara penanggulangannya. Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan
hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat dalam tabel 4.1
Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak
disadari (Heller, 2003)
Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme
Diabetes yang lama Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang
merusak neuron glukosensitif
Kendali metabolic yang ketat Regurgitasi transport glukosa
neuronal yang meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi
neuron
Alcohol Penekanan respon otonomi respon
Gangguan kognisi
Episode nocturnal
Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
Posisi berbaring mengurangi
respon simpatoadrenal
Kemampuan abstrak belum cukup
Usia muda (anak)
Perubahan perilaku
Gangguan kognisi
Usia lanjut
Respon otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergic berkurang
3. Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya
alkohol. Alkohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness.
Episode hipoglikemia sesudah meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat
23
dan mungkin karena dianggap mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau
kerabatnya.1
4. Usia muda dan usia lanjut
Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia.
Anak umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan
kebiasaan yang kurang teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan
menyebabkan hipoglikemia menjadi masalah yang besar bagi anak. Otak yang
sedang tumbuh sangat rentan terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang
berulang terutama yang disertai kejang dapat mengganggu kemampuan intelektual
anak di kemudian hari.1
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin
dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja
lama seperti glibenklamide. Pada usia lanjut respon otonomik cenderung turun
dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua gangguan
kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.1
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu
ketat dan oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan
agar sulfonilurea yang bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang
berusia lanjut.1
Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak
digunakan karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh
reseptor β2, penghambat β yang selektif dapat digunakan dengan aman.1
24
a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme
25
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25
mL yang diencerkan 2 kali
3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10%
kemudian diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang.
Dapat dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau
fenitoin oral 3 x 100 mg sebelum makan.
5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi
glukagon 1 mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan
pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan
pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan
40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan
pemulihan.
6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea
sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh
koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan
dengan infus dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap
3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia
karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.
26
Gambar 1. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.
27
Hipoglikemia reaktif
Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipoglikemia reaktif, dapat dilakukan beberapa tahap:
Menanyakan tanda dan gejalanya.
Memeriksa kadar glukosa darah saat gejala muncul dengan mengambil
sampel darah.
Memeriksa apakah gejala mereda setelah glukosa darah kembali normal
yaitu di 70 mg/dL atau lebih setelah makan atau minum.
Kadar glukosa darah yang dibawah 70 mg/dL pada saat gejala terjadi, dan normal
kembali setelah makan, maka mengkonfirmasikan diagnosis hipoglikemia. Tes
toleransi glukosa oral tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia
reaktif karena pemeriksaan ini dianggap malah memicu gejala hipoglikemik.
28
Makan beragam makanan, seperti daging, unggas, ikan, atau sumber
protein nabati, makanan bertepung seperti roti gandum, beras, dan
kentang, buah-buahan, sayuran, dan produk susu.
Mengonsumsi makanan tinggi serat.
Menghindari atau membatasi makanan tinggi gula, terutama saat perut
kosong.
Dalam menanganinya, sebagian ahli kesehatan merekomendasikan diet tinggi
protein dan rendah karbohidrat, namun fakta penelitian belum membuktikan
efektivitas diet semacam ini untuk mengatasi hipoglikemia reaktif.
Hipoglikemia puasa
Diagnosis
Hipoglikemia puasa didiagnosis dari sampel darah yang menunjukkan kadar
glukosa dalam darah di bawah 50 mg/dL setelah puasa di waktu malam, diantara
waktu makan, atau setelah melakukan aktivitas fisik.
Obat-obatan
Obat-obatan, termasuk beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati
diabetes, menjadi penyebab hipoglikemia yang paling umum. Obat lain yang
dapat menyebabkan hipoglikemia, antara lain:
Salisilat, termasuk aspirin, jika diminum dalam dosis besar
Obat sulfa, yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri
Pentamidin, digunakan dalam penanganan pneumonia jenis serius
Kina, yang digunakan untuk mengobati malaria.
29
Jika menggunakan obat akan menyebabkan kadar glukosa darah Anda turun,
maka dokter mungkin akan menghentikan, menggantikan atau mengubah
dosisnya.
Minuman beralkohol
Minum minuman beralkohol dapat menyebabkan hipoglikemia. Kerusakan tubuh
akibat alkohol akan menyebabkan terganggunya fungsi hati dalam menaikkan
kadar glukosa darah. Hipoglikemia yang disebabkan karena minum alkohol bisa
berakibat fatal dan serius.
Penyakit kritis
Beberapa jenis penyakit yang mempengaruhi hati, jantung atau ginjal dapat
menyebabkan hipoglikemia. Sepsis, yang merupakan infeksi berat, dan kelaparan
adalah penyebab lain dari hipoglikemia. Dalam kasus ini, mengobati penyakit atau
penyebab lainnya akan mengatasi hipoglikemia.
Kekurangan hormone
Kekurangan hormon dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak kecil,
tetapi jarang terjadi pada orang dewasa. Kekurangan kortisol, hormon
pertumbuhan, glukagon, atau epinefrin dapat menyebabkan hipoglikemia puasa.
Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar hormon akan menentukan diagnosis dan
pengobatannya. Bila memang itu penyebabnya, maka mungkin akan dilakukan
terapi pengganti hormon.
Tumor
Insulinomas adalah insulin-producing tumor pada pankreas. Insulinomas dapat
menyebabkan hipoglikemia dengan meningkatkan kadar insulin terlalu tinggi
dalam kaitannya dengan kadar glukosa darah. Tumor ini jarang terjadi dan
biasanya tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Uji laboratorium dapat
menentukan penyebab pastinya. Pengobatan dimulai dari langkah jangka pendek
untuk mengatasi hipoglikemia dan tindakan medis untuk mengangkat tumor.
30
Kondisi yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.
Anak-anak jarang mengalami hipoglikemia. Jika mereka mengalaminya,
penyebabnya mungkin :
Intoleransi singkat puasa, yang akan mengganggu pola makan yang
teratur, kecenderungan ini biasanya dialami anak usia 10 tahun.
Hiperinsulinisme, yang merupakan produksi insulin yang berlebih.
Kondisi ini dapat menyebabkan hipoglikemia sementara pada bayi yang
baru lahir, yang bisa terjadi pada bayi dari ibu yang mengidap diabetes.
Hiperinsulinisme persistent pada bayi atau anak-anak adalah ganggguan
yang kompleks yang memerlukan evaluasi dan pengobatan oleh dokter
spesialis.
Defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat.
Kekurangan-kekurangan ini dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk
memproses gula alami, seperti fruktosa dan galaktosa, glikogen atau
metabolit lainnya.
Kekurangan hormon seperti kurangnya hormon hipofisis atau adrenal.
* Alat pengukur gula darah pribadi tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis
hipoglikemia reaktif.
31
Penurunan glukoneogenesis merupakan mekanisme hipoglikemia utama.
Penurunan proses glukoneogenesis bisa akibat dari ketidakcukupan kortisol (atau
glukokortikoid lain), yang merangsang sintesis enzim glukoneogenik tertentu dan
kadar glukagon yang tidak adekwat. Insufisiensi hipofisa anterior menyebabkan
hipoglikemia oleh karena berkurang atau tidak ada hormon pertumbuhan, yang
mempunyai kerja anti-insulin, oleh karena berkurangnya perangsangan
adrenokortikotropin terhadap korteks adrenal. Insufisiensi hormon tiroid
menurunkan kadar glukosa oleh karena menurun absorpsi gastrointestinal pada
hipotiroidi.
Insufisiensi ginjal sering menjadi dasar penurunan glukosa darah, terutama
pada pasien diabetes. Renal glukoneogenesis secara bermakna meningkat pada
penderita diabetes, dan ini memberikan kontribusi secara bermakna terhadap
kadar glukosa darah. Dengan muncul insufisiensi ginjal pada pasien-pasien ini,
peningkatan komponen glukoneogenesis ini berkurang atau tidak ada sama sekali.
Kebutuhan insulin pada diabetisi dengan insufisiensi ginjal bisa berkurang. Pasien
menjadi lebih sensitif terhadap efek hipoglikemik sulfonilurea.
Meminum alkohol bersama dengan pengurangan asupan makanan atau
berpuasa diikuti dengan penurunan glukoneogenesis oleh karena beberapa faktor
yang dibutuhkan pada pemecahan etanol dialihkan dari proses glukoneogenesis.
Pada glikogenolisis I (Gerke’s disease) terjadi penurunan atau tidak ada
phosphatase yang memecah glucose-6-phosphate menjadi glukosa dan fosfat
inorganik. Tipe III (penyakit Cori) dan tipe VI (penyakit Hers) mengakibatkan
penurunan kadar glukosa oleh karena defek pada reaksi fosforilase. Hipoglikemia
ketotik anak-anak diduga disebabkan oleh defisiensi alanin asam amino
glukoneogenik. Hipoglikemia sensitif leusin disebabkan oleh pelepasan insulin
berlebihan oleh perangsangan leusin. Hipoglikemia sementara pada bayi dari ibu
diabetes dijumpai bila ibu diabetes tidak terkontrol baik. Ibu hiperglikemia
menyebabkan hiperglikemia pada kompartmen janin, yang menyebabkan
hiperplasia sel- pada pankreas janin. Setelah lahir, atau setelah bayi keluar dari
milieu ibu, pelepasan insulin dari sel- hiperplastik ini menyebabkan
hipoglikemia sementara. Hipoglikemia sehubungan dengan eritroblastosis fetalis
32
dianggap berasal dari peningkatan sekresi insulin sel- yang disebabkan oleh
kekurangan insulin temporer sekunder terhadap pengrusakan yang cepat oleh sel-
sel hemolisis.
Sindroma hipoglikemia yang diindus obat, yang tersering dijumpai
disebabkan oleh kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid.
Dosis insulin yang tidak bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin
tanpa setahu dokter, terutama oleh personal medik, bisa mengindus hipoglikemia
berat. Keadaan diatas, serangan berulang-ulang bisa mengakibatkan kerusakan
otak permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen adalah deteksi
antibodi insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi
penyebab hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang
sakit atau berpuasa namun terus minum obat.
Diantara hipoglikemik non fasting, mungkin tersering adalah reactive
hypoglycemia dari diabetes mellitus awal. Penurunan yang lambat pada tes
toleransi glukosa darah, atau setelah makan, adalah akibat dari perlambatan
pelepasan insulin setelah stimulus, mengakibatkan terjadi hipoglikemia sekitar 3-4
jam setelah makan. Reactive hypoglycemia (functional hyperinsulinemia) yang
terjadi 90-120 menit setelah makan adalah paling prevalen pada penyakit syaraf
dan orang penggugup dan dapat dianggap akibat pelepasan insulin hiperresponsif
terhadap stimulus kalori. Hipoglikemia sehubungan dengan “tachyalimentation
(lintas makanan yang cepat)” terjadi 2-3 jam setelah makan. Gangguan ini
dijumpai pada kira-kira 10 % pasien yang menjalani gastrektomi total,
gastrojejunostomi, atau piloroplasti. Pemindahan gumpalan makanan yang cepat
ke dalam usus bagian atas menyebabkan hiperglikemia yang merangsang
pankreas normal melepaskan jumlah insulin yang besar, dengan akibat
hipoglikemia. Manifestasi klinik kelainan ini berupa fase hiperepinefrinemik.
Intoleransi fruktosa herediter muncul sebagai autosomal recessive disorder
yang ditandai dengan defisiensi hepatic fructose-1-phosphate (F-1-P) aldolase. Ini
mengakibatkan penumpukan F-1-P aldolase, yang menghambat fructose-1,6-
diphosphate aldolase dan meyela aliran substrat untuk glukoneogenesis.
Galaktosemia yang disebabkan oleh galactose-1-phosphate uridyltransferase
33
deficiency adalah penyakit autosomal recessive dimana defisiensi enzim
menyebabkan penumpukan galactose-1-phosphate dan galaktikol. Galactose-1-
phosphate menekan glukoneogenesis melalui penghambatan enzim
phosphoglucomutase Penumpukan produk antara galaktose bisa mengakibatkan
pembentukan katarak, hemolisis, penyakit hepatoselular, ikterus, dan asites.
Defek pada dekarboksilasi oksidatif dari valine, leucine, dan isoleusin
pada bayi (-ketoacid oxidase deficiency) bertanggungjawab terhadap
hipoglikemia pada pasien tertentu yang mencerna gumpalan makanan yang
mengandung asam amino. Penyakit ini dianggap berasal dari perangsangan leusin
yang meningkatkan pelepasan insulin. Pengurangan glukoneogenesis yang dapat
berasal dari pengurangan ketersediaan prekursornya juga merupakan
kemungkinan mekanisme. Penyakit ini sering disebut maple syrup urine disease
atau branched chain ketoaciduria (BCKA), adalah suatu autosomal recessive.
Karakteristik ini dilaporkan pada 1 dari 300.000 kelahiran hidup. Manifestasi
klinik termasuk gangguan pertumbuhan, muntah, hipertonisitas, lemah, apnea, dan
kejang-kejang. Gangguan neurologik berasal dari penumpukan metabolite pada
sistem syaraf dari pada terhadap defek enzim per se. Pembatasan makanan yang
mengandung asam amino yang tidak sesuai bisa memperlambat penyakit ini,
tetapi pemberian diet tidak praktis.
Tipe hipoglikemia nonfasting dijumpai pada intoleransi fruktose herediter,
suatu penyakit resesif autosomal yang diturunkan. Stadium akut ditandai dengan
nausea dan muntah. Intoleransi fruktosa khronik ditandai dengan gangguan
pertumbuhan, muntah, ikterus, hepatomegali dengan aminasedemia, dan
albuminuria. Penyakit ini akibat dari difisit fructose-1-phosphate aldolase,
menyebabkan penumpukan fructose-1-phosphate dengan penurunan substrat
glukoneogenik. Menghindari diet fruktosa adalah pengobatan pilihan. Oleh karena
penulisan ini ditujukan untuk penanggulangan kedaruratan metabolik dan
endokrin, pertimbangan mendalam mengenai penegakan diagnostik dari berbagai
tipe hipoglikemia adalah kurang tepat. Terpenting memperoleh informasi historis
dari pasien berkaitan dengan waktu kejadian serangan hipoglikemia. Ini bisa
membedakan tipe fasting dan nonfasting.
34
Diagnosis insulinoma atau tumor sel pp. Langerhans diduga kuat dengan
adanya peninggian kadar insulin yang tidak sesuai dengan kadar glukosa darah.
Kebanyakan pasien dengan tumor yang menghasilkan insulin menunjukkan kadar
glukosa darah dibawah 45 mg/dl dalam 14 jam, dan dibawah 35 mg/dl dalam 24
jam. Bila tidak dijumpai hipoglikemia dalam interval waktu ini, masa berpuasa
dilanjutkan menjadi 70 jam. Tanda klinik hipoglikemia akan muncul, dan glukosa
plasma menurun dibawah 35 mg/dl pada pasien dengan tumor yang menghasilkan
insulin. Pasien dengan insulinoma bisa menunjukkan sedikit peningkatan glukosa
plasma setelah periode latihan jasmani. Pengambilan plasma untuk pemeriksaan
glukosa pada semua interval waktu, digunakan juga untuk pemerikssaan insulin
imunoreaktif. Contoh plasma yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
diperiksa untuk insulin imunoreaktif. Kemungkin ada ketidak-sesuaian kadar
insulin dengan kadar glukosa. Beberapa penulis memakai rasio insulin/glukosa
pada evaluasi ini. Rasio Insulin (sebagai U/ml) terhadap glukosa (sebagai mg/dl)
(rasio I/G) ini pada orang normal sekitar 0,3; pada pasien dengan hiperinsulinemia
yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi. Rasio insulin/glukosa dihitung
sebagai berikut :
35
Kadar proinsulin plasma juga digunakan pada diagnosis tumor sel Langerhans.
Fajans dan Floyd melaporkan bahwa komponen proinsulin meningkat pada 85 %
pasien dan ada kelebihan 25 % insulin imunoreaktif total puasa.
Prosedur untuk membangkitkan sekresi insulin berlebihan kadang-kadang
perlu untuk memastikan diagnosis hipoglikemia. Pada tes tantangan tolbutamid,
pasien puasa diberikan 1 gram sodium tolbutamid intravena. Darah diambil untuk
kadar glukosa dan insulin plasma pada jam 0, 10, 30, 60, 120, dan 180 menit
setelah infus. Keputusan untuk menentukan kadar insulin plasma akan bergantung
pada apakah ada atau tidak penurunan kadar glukosa yang bermakna. Penurunan
glukosa darah yang jelas pada 30 menit setelah pemberian tolbutamid, tanpa
kembali ke kadar normoglikemik selama tes berlangsung, dijumpai pada pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin. Kadar insulin plasma meningkat.
Plasma insulin mencapai kadar maksimal 100 U/ml pada 10-30 menit pada
orang normal, kemudian menurun. Pada pasien dengan insulinoma, sering
dijumpai nilai berkisar 150 – 500 U/ml. Modifikasi tes tolbutamid intravena
adalah penggunaan tolbutamid (2 g) yang diberikan peroral dengan 2 g bikarbonat
natrium.
Tes glukagon mungkin lebih aman dari tantangan dengan tolbutamid oleh
karena ia menghindari kemungkinan induksi hipoglikemia berat. Kadar insulin
plasma secara bermakna meningkat pada orang normal yang menerima 1 mg
glukagon intramuskular (mis. kadar mencapai 200 U/ml pada 5-10 menit), tetapi
nilai yang dicapai pasien dengan insulinoma lebih besar. Tes glukagon dan
tolbutamid lebih berguna dari pada tantangan leusin dalam menegakkan diagnosis
insulinoma.
Tes toleransi glukosa tidak berguna pada diagnosis banding fasting
hypoglycemia, tetapi amat membantu dalam membedakan beberapa tipe
nonfasting (reactive) hypoglycemia.
Pada penanggulangan kedaruratan seperti diutarakan diatas, pendekatan
terbaik adalah memberikan glukosa intravena. Pada beberapa kasus pemberian
glukagon intramuskular membantu jika tersedia glikogen cadangan.
36
Kisaran normal dan target glukosa darah
37
DAFTAR PUSTAKA
38