Anda di halaman 1dari 93

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SPOT

MULTITEMPORAL DAN METODE ANALITIK DI DAERAH


TANJUNG LAYANG KECAMATAN SUNGAILIAT PROVINSI
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana


di Bidang Ilmu Kelautan pada Fakultas MIPA

Oleh :
MISDA DEWI NOVALINA SAGALA
08111005007

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2016
PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SPOT
MULTITEMPORAL DAN METODE ANALITIK DI DAERAH
TANJUNG LAYANG KECAMATAN SUNGAILIAT PROVINSI
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SKRIPSI

Oleh :
MISDA DEWI NOVALINA SAGALA
08111005007

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Bidang Ilmu
Kelautan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sriwijaya

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2016
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Dengan ini saya Misda Dewi Novalina Sagala, NIM 08111005007


menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan Karya
Ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan strata (S1) dari Universitas Sriwijaya maupun Perguruan Tinggi
lainnya.
Semua informasi yang dimuat dalam Karya Ilmiah/Skripsi ini yang berasal dari
penulis lain, baik yang dipublikasikan atau tidak telah diberikan penghargaan dengan
mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari Karya Ilmiah/Skripsi
ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya sebagai penulis.

Inderalaya, ………………...

Misda Dewi Novalina Sagala


NIM. 08111005007

v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :

Nama : Misda Dewi Novalina Sagala


NIM : 08111005007
Program Studi : Ilmu Kelautan
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode


Analitik di Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Inderalaya, …………………
Yang Menyatakan

Misda Dewi Novalina Sagala


NIM. 08111005007
vi
ABSTRAK

Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Perubahan Garis Pantai


Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah
Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
(Pembimbing : Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc dan Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)

Daerah Tanjung Layang merupakan daerah pantai yang digunakan untuk


kegiatan pariwisata dan terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah ini
berbatasan langsung dengan Selat Karimata di sebelah timurnya, sehingga mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang membangkitkan gelombang dan pasang
surut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tinggi, periode dan arah
datang gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat,
menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung
Layang Kota Sungailiat dan menganalisis perubahan garis pantai melalui teknologi
penginderaan jauh di Tanjung Layang Sungailiat dan jumlah angkutan sedimen
berdasarkan tahun perekaman citra. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015
sampai dengan November 2015 di Tanjung Layang Sungailiat Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penginderaan jauh menggunakan citra satelit SPOT 4 (2007, 2008, 2010) dan SPOT 6
(2014) serta metode analitik menggunakan data angin (2007-2014). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dari tahun 2007 sampai 2008
mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2 dengan angkutan
sedimen sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010 mengalami abrasi dan akresi
seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 186.451,5 m3
dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1359 km2 dan
0,022 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 866.661,92 m3.

Kata kunci : Perubahan Garis Pantai, Citra SPOT, Abrasi, Akresi, Tanjung Layang

vii
ABSTRACT

Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Shoreline Changes Using


Multitemporal SPOT Imagery and Analytical Methods at Layang Cape Regional
District Sungailiat Bangka Belitung Islands (Supervisor: Andi Agussalim, S.Pi.,
M.Sc and Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)

Tanjung Layang is a beach area mainly used for tourism activities in Bangka
Belitung province. This area is near Karimata Strait in east, so it is influenced by the
properties of the sea as winds generate waves and tides. The purpose of this research
was to analyze the height, period and direction of waves generated by the wind in
Layang Cape Sungailiat City; to analyze the amount of sediment transported by the
waves at Layang Cape Sungailiat City. This research also focus on analyzing the
changes at the Cape’s shoreline and the amount of sediment transported through
remote sensing technology in Layang Cape. This research was conducted from August
2015 to November 2015 at Layang Cape. Aside from the remote sensing method
{using satellite images SPOT 4(2007, 2008 and 2010) and SPOT 6 (2014)}, The
analytic method (using wind data from 2007 to 2014) was also used in this study. This
study’s findings showed that the shoreline changes from 2007 to 2008 resulted in an
abrasion and accretion area of 0.1916 km2 and 0.0161 km2, respectively with sediment
transport covering 174,882.7 m3. From 2008 to 2010, there was an abrasion and
accretion area of 0.3263 km2 and 0.0039 km2, respectively with sediment transport
covering 186,451.5 m3. Finally, from from 2010 to 2014, there was an abrasion and
accretion area of 0.1359 km2 and 0.022 km2, respectively with sediment transport
covering 866,661.92 m3.

Key words : Shoreline Changes, SPOT Multitemporal, Abrasion, accretion, Layang


Cape

viii
RINGKASAN

Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Perubahan Garis Pantai


Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah
Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
(Pembimbing : Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc dan Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)

Tanjung Layang merupakan wilayah pantai yang digunakan untuk kegiatan


pariwisata dan terdapat di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata di sebelah timurnya, sehingga
mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang membangkitkan gelombang dan
pasang surut. Tanjung Layang memerlukan adanya penanganan lebih lanjut untuk
peningkatan sektor pariwisata dan juga keseimbangan pantai seperti pembangunan
breakwater untuk penanganan daerah abrasi dan akresi. Pembangunan tersebut
membutuhkan data yang bersifat ilmiah terkait perubahan garis pantai sehingga
dibutuhkan penelitian pada daerah tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tinggi, periode dan arah
datang gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat,
menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung
Layang Kota Sungailiat dan menganalisis perubahan garis pantai dari tahun 2007,
2008, 2010 dan 2014 melalui teknologi penginderaan jauh di Tanjung Layang
Sungailiat dan jumlah angkutan sedimen berdasarkan tahun perekaman citra. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian dengan topik yang sama
selanjutnya dan menjadi masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam menentukan
wilayah yang mengalami perubahan garis pantai baik sedimentasi maupun abrasi serta
menentukan cara yang efisien untuk melakukan pengelolaan dari dampak perubahan
garis pantai Tanjung Layang.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13-27 Oktober 2015 untuk
pengambilan sampel sedimen menggunakan sediment trap di daerah Tanjung Layang
Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh pada pengolahan data
citra SPOT 4 (2007, 2008, 2010) dan SPOT 6 (2014) yang diperoleh dan diolah di
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta metode analitik yang dilakukan
dengan mengolah data kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari BMKG (2007-
2014) sehingga diperoleh tinggi, periode dan arah datang gelombang; jumlah transpor
sedimen dan laju perubahan garis pantai serta survei lapangan untuk mengetahui laju
transpor sedimen pada tiap stasiun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dari tahun
2007 sampai 2008 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2
dengan angkutan sedimen sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010
mengalami abrasi dan akresi seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan
sedimen sebanyak 186.451,5 m3 dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi
dan akresi seluas 0,1359 km2 dan 0,022 dan km2 dengan angkutan sedimen sebanyak
866.661,92 m3.

ix
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
yang penulis terima sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Gelar Sarjana
Kelautan (S.Kel) yang penulis terima tidak terlepas dari peran orangtua, saudara,
dosen dan jajarannya, sahabat, teman serta pihak-pihak di sekitar penulis.
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kehidupan, kesehatan, serta berkat
kasih karunia-Nya kepada penulis. Terimakasih Tuhan, cinta-Mu sungguh
teramat baik
2. Teristimewa kedua orangtua, Bapak Ir. M. Sagala (+) dan Mama
M.P br Sipayung. Terimakasih atas dukungan, pengorbanan, doa dan kasih
sayang yang tidak pernah berkesudahan yang selalu penulis terima.
3. Abang-abang terkasih dan eda yang selalu memberikan semangat, bantuan,
kritikan dan saran tiada hentinya kepada penulis (Irfan Prabet Togu Sagala, S.T
& Eda mama Riama, Sarman Pardamean Sagala, S.E & Eda mama Basvian,
Darman Mangihut Sagala, S.IP dan Ade Hotman Lihardo Sagala, S.Kel & Eda
Dewanti calon mama) Semoga berkat kasih-Nya selalu tercurah kepada kita.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE selaku Rektor Universitas Sriwijaya.
5. Bapak Drs. M. Irfan, M.T selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
6. Bapak Heron Surbakti, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
FMIPA Universitas Sriwijaya sekaligus sebagai pembimbing kedua yang telah
banyak memberikan bantuan, arahan, masukan, dukungan dan ilmunya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan
bimbingan bapak dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc selaku dosen pembimbing akademik penulis
sekaligus pembimbing utama skripsi yang telah banyak memberikan ide,
masukan, arahan dan penyelesaian masalah baik selama perkuliahan,
pelaksanaan skripsi di lapangan sampai pembuatan laporan skripsi. Terimakasih
bapak atas bantuan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

x
8. Bapak Dr. M. Hendri, M.Si dan Ibu Anna Ida Sunaryo, S.Kel., M.Si selaku
penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Bapak Syarief Budhiman, S.Pi., M.Sc selaku kepala Bidang Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Laut (SDWPL) serta Ibu Nanin Anggraini selaku
pembimbing lapangan bagi penulis di LAPAN yang telah banyak memberikan
saran, membagikan ilmu dan pengalamannya bagi penulis.
10. Seluruh dosen Ilmu kelautan dan jajarannya yang sangat mendidik sejak penulis
baru menjadi mahasiswa hingga penulis menjadi alumni.
11. Bapak tua, Maktua, Abang Warman dan eda di Palembang, terimakasih untuk
setiap kebersamaan maupun cinta kasih yang penulis rasakan, semoga Tuhan
menyertai dan memberikan kesehatan, panjang umur kepada paktua dan maktua.
12. Keluarga besar POSEIDON, terhitung 5 September 2011 kita berkenalan,
berbagi cerita, belajar+fieldtrip+jalan+tidur+makan+heboh+ngerjain_tugas+
lembur+pulang_malem+ngelab bareng, sedih dan sukanya ngejer ilmu dan
ngejer dosen hingga akhirnya kelak masing-masing kita akan berpisah satu demi
satu sampai tiba kembali saatnya bagi kita untuk bertemu:

 Desi Melda Situmorang : jago futsal, care nya melebihi pacar, telaten kalo
ngerawat yang sakit dll. Terimakasih ya say untuk perhatian, kebersamaan, tawa dan
tangisnya semoga apa yang diharapkan senantiasa dilancarkan
 Elza Anggraini : ahli pemetaan dengan tema skripsi tentang SPL,
semoga bisa nemuin rumus baru yah pir, siapa tau kan jadinya Menurut Anggraini,
2016* ciyeeeeehh. Sukses terus piri
 Harum Farahisah Siregar : asal padang berdarah batak, paling ga suka heboh
namun terkadang heboh mendadak, bawaannya kalem tapi kalo tentang film/anime
paling paham. sukses dan semoga skripsinya lancar yah bor
xi
 Hawa Fitari : lagi ngehits bareng scrap frame digitalnya di
genscrapp (IG) semoga lancar diusahanya dan di skripsinya ya piri.. Sukses dan
langgeng bareng abangnya.. :D
 Juaini Anggraini : hijaber manis asal Kayuagung, paling up to date
perihal fashion dengan akun IG jujug_shop yang lagi nge_up banget (monggo difollow)
:D Sukses dan semoga diperlancar terus yah sayang
 Lastari : jago silat dengan nim paling awal (01) jadi kalo maju
atau ujian selalu kena duluan, hehehh semoga segalanya berkah yah pir, sukses terus
piri
 Mutiara Ananda Dwi Permata : cantik, baik lagi penyayang, selalu sabar dan tabah di
setiap kondisi, paling telaten kalo ngurusin barang fieldtrip. Terimakasih piri sayang
sudah banyak berbagi manisnya hidup, ceilaahhh, love you piri
 Nilam Dio Tifani : manis, bijaksana, sopan dan patut jadi teladan.. Selalu
ngomong teratur dan lantun layaknya putri keraton solo, berhubung emang asalnya dari
Solo. Terimakasih untuk cerita-cerita kita ya mbak nilam..
 Resty Paramitha : imut dengan pipinya yang tembem, suka senyum
dalam kondisi apapun, sekretaris himpunan dan berjaya pada masanya dan semoga
terus berjaya serta langgeng di masa depan yah pir.
 Reza Iklima : co ass. lab Osekim yang paling rapi kalo lagi nulis
catetan, terus kalo lagi ujian paling mantep soal ringkasan, semoga ilmunya berkah buat
dunia pekerjaan ya sayang, juga skripsinya senantiasa dilancarkan.
 Tiara Santeri : manis, cantik tapi sering dibuli, suka ngajak ribut
padahal pengen diungkit.. hahahha, thankyou yah piri sudah menghebohkan kelautan. I
Love you more
 28 sahabat lelaki tangguh :
Andreas Hasiholan Sitorus Andy Irawan
Andy Taruna Chaidir Ali
Delvredo Barus Dwi Sapto Widodo
Endang Saputra Fadli Siregar
Fikri Hans Ishack Fernando Purba
Jimmy Parapat Jufrensis Pranata Sembiring
Leonardo Gultom Martua Simangunsong
Michael Ehud Otniel Sirait Michael Araventa Ginting
Rama Adriyan Recy Vetra
Rico Febriansyah Rinaldo Simbolon
Stevan Ginting Sumantri Munthe
Syafrizal Riesky Tonnie Sepwiratama
Tri Eka Maranatha Hutabarat Tumpal Sinaga
Yohanes Hutapea Zumar Haamim
Terimakasih untuk Poseidon-man (Itok, Iban, Ces, Tulang, Abang)
kebersamaan kita sungguh teramat istimewa, terimakasih sudah saling
menjaga selama ini dan semoga pertarungan yang masih dijalani di bumi
Inderalaya juga di tempat lain nantinya berjalan lancar sesuai harapan, Amin

xii
13. Kakak tingkat dari tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 serta adek tingkat
2012, 2013, 2014 dan 2015 terima kasih atas segala kebersamaan, motivasi,
suka, duka dan keceriaan bersama penulis. Kita Satu dalam Kelautan.
14. Hasian Martua Simangunsong, terima kasih atas kasih sayang, semangat,
inspirasi, bantuan, perhatian, kebersamaan yang telah dibagikan kepada penulis.
Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan kesuksesan kepada kita
15. Sahabat Paula Yuliani Sitanggang, S.P Terimakasih ya bor untuk setiap bantuan,
perjalanan, kisah dan cerita kita selama ini. Semoga sukses dan kelak dapat
dipertemukan kembali dalam kisah dan cerita yang berbeda.
16. Keluarga bedeng Pinky & bedeng OKE
Intan Anistya Sihombing, S.TP Melpa Jesika Sitanggang, S.KM
Ns. Anna Sihombing, S.Kep Citra Nainggolan
Eko Fernando Sitorus Josia Sitinjak, S.Kel
Nasib Sibuea, S.T Frans Dominggus Lubis, S.H
Tommy Simarmata, S.T Santoso Simangunsong
Simson Simatupang, S.T Aswin Nainggolan, S.T
Atven Sanggam Sianipar Tumpol Simarmata
Ranto Lubis Herbet Munthe
Mia Ica
Terima kasih untuk kebersamaan maupun bantuan yang penulis terima,
keluarga ini akan selalu penulis kenang dan semoga kelak kita dapat kembali
berkumpul bersama.
17. Sahabat ladies (Laura Situmorang, S.E, Susianty Natalia Dewi Sinaga, S.Sos,
Fera Haloho, S.Pd, Intan Meitriyani Sidauruk, S.Sos) Sukses terus yah bebs 
18. Teman-teman selama kerja praktek dan skripsi di LAPAN
Chandra Boangmanalu (UNSRI) Yoseph Simangunsong (UNSRI)
Andreas Hasiholan Sitorus (UNSRI) Recy Vetra (UNSRI)
Andy Irawan (UNSRI) Tifa Ramadany, S.T (UNDIP)
Bagus Yuli Arianto, S.T (UNDIP) Monica Apriliana, S.T (UNDIP)
Dara Pricilia (UNSOED) Zahria Aulia Nisa (UNSOED)
Bayu Viyata (UHT) Denysyah Dwi Angky (UHT)
Kapten Dedy Suryanegara (STTAL) Lettu Faishal (STTAL)
Serma Arya (STTAL)
Terimakasih untuk saling berbagi cerita dan pengalamannya, semoga
kita semakin diperkaya lagi.
19. Afry Sitohang dan Willy Simanungkalit
20. Keluarga besar Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG, Batic’s, Naimarata,
Silahisabungan, HKBP Efrata dan GKPS Palembang.
21. Semua pihak yang telah banyak membantu selama ini namun tidak dapat
disebutkan satu persatu, Tuhan memberkati kita semua.
xiii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang
diberikan oleh-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Perubahan
Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di
Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung”. Skripsi ini menjelaskan tentang perubahan garis pantai yang terjadi di
daerah Tanjung Layang selama 8 tahun (2007-2014).
Tanjung Layang berbatasan langsung dengan Selat Karimata sehingga
memiliki pengaruh tinggi dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Gelombang
yang terjadi di daerah Tanjung akan mengakibatkan erosi dan mengurangi garis pantai
ke arah daratan, sedangkan gelombang yang terjadi di daerah tenang seperti pada
daerah teluk akan mengalami penambahan garis pantai ke arah lautan. Garis pantai
yang mengalami perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil olahan data citra satelit
yakni satelit SPOT 4 tahun 2007, 2008 dan 2010 serta citra satelit SPOT 6 tahun 2014.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa
membantu, mengarahkan dan membimbing penulis dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
penyusunan hingga sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap hasil dari
penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
seluruh pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menciptakan karya yang lebih
baik lagi dimasa akan datang. Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan memberkati setiap
rencana dan kegiatan kita. Amin

Inderalaya, Maret 2016

Penulis

xiv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACK ...................................................................................................... viii
RINGKASAN ................................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... x
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR ISI .................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.5. Luaran Penelitian ................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1. Definisi Pantai ...................................................................................... 7
2.2. Proses Pantai ......................................................................................... 8
2.2.1. Sedimen Dasar Laut .................................................................. 9
2.2.2. Gelombang Laut ........................................................................ 10
2.2.3. Mekanisme Transpor Sedimen oleh Gelombang....................... 11
2.2.4. Abrasi dan Akresi ...................................................................... 12
2.2.5. Pasang Surut ............................................................................. 13
2.3. Peramalan Gelombang .......................................................................... 14
2.4. Perubahan Garis Pantai ......................................................................... 14
2.5. Penginderaan Jauh ................................................................................. 16
2.5.1. SPOT 4 ..................................................................................... 16
2.5.2. SPOT 6 ..................................................................................... 17
2.6. Metode Analitik .................................................................................... 18
2.7. Penelitian Terkait dengan Penelitian yang dilakukan ............................ 19

III. METODOLOGI ........................................................................................ 23


3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 23
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 27
xv
3.3. Metode Penelitian .................................................................................. 28
3.3.1. Pengambilan Data ..................................................................... 28
A. Data Penginderaan Jauh ....................................................... 28
B. Data Angin ........................................................................... 28
C. Data Pasang Surut ................................................................ 28
D. Data Sedimen ....................................................................... 29
3.3.2. Desain Sediment Trap ............................................................... 29
3.4.Analisis Data ........................................................................................... 31
3.4.1. Pengolahan Citra Satelit ........................................................... 31
3.4.2. Analisis Sampel ........................................................................ 34
A. Analisis Sampel untuk Penentuan Densitas Partikel ........... 34
B. Analisis Ukuran Butiran ...................................................... 34
3.4.3. Pengolahan Data Angin ............................................................ 35
3.4.4. Kecepatan Akumulasi Endapan Sedimen ................................. 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 42


4.1.Kondisi Umum Tanjung Layang ............................................................ 42
4.1.1. Gambaran Wilayah ................................................................... 42
4.1.2. Pasang Surut ............................................................................. 44
4.1.3. Distribusi Sedimen Tanjung Layang ........................................ 44
4.2.Angin ...................................................................................................... 45
4.3.Fetch ....................................................................................................... 51
4.4.Gelombang ............................................................................................. 52
4.4.1. Tinggi dan Periode Gelombang Per Musim Selama 2007-2014 ... 52
4.4.2. Tinggi dan Periode Gelombang Bulanan Selama 2007-2014 ....... 54
4.4.3. Arah Datang Gelombang .............................................................. 55
4.5.Angkutan Sedimen ................................................................................. 57
4.5.1. Kecepatan Akumulasi ................................................................... 58
4.6.Pemetaan Perubahan Garis Pantai Tahun 2007, 2008, 2010 dan
2014 di Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat, Bangka Belitung ........ 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 69


5.1.Kesimpulan ............................................................................................ 69
5.2.Saran ....................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70


LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan ...................................... 2
2. Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen ........................................................... 9
3. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Perioda ................................................. 11
4. Spesifikasi Satelit SPOT 4 ............................................................................. 17
5. Spesifikasi Satelit SPOT 6.. ........................................................................... 17
6. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT ............ 18
7. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan ..................................... 19
8. Alat dan Bahan .............................................................................................. 27
9. Koordinat pengambilan sampel ..................................................................... 29
10. Persentase Berat Fraksi dan Tipe Sedimen di Tanjung Layang ................... 45
11. Frekuensi dan Persentase Angin Selama 8 Tahun (2007-2008) ................. 47
12. Panjang Fetch Efektif Perairan Tanjung Layang, Sungailiat Bangka ........ 52
13. Arah Datang Gelombang pada Tahun 2007-2008 ...................................... 56
14. Angkutan Sedimen pada Tahun 2007-2014 ................................................ 58
15. Kecepatan Akumulasi Sediment Trap pada Bulan Oktober ........................ 59
16. Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Tahun Perekaman Citra ................... 60
17. Luasan Daerah Tanjung Layang yang mengalami Abrasi dan Akresi ....... 61
18. Perhitungan Kecepatan Akumulasi, Angkutan Sedimen, Luas Abrasi
dan Akresi Berdasarkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Metode
Analitik Sesuai dengan Tahun Perekaman Citra ........................................ 66
19. Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai .......... 67

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Diagram Alir Perumusan Masalah ............................................................... 5
2. Terminologi Pantai untuk Keperluan Rekayasa Pantai ................................. 7
3. Akresi Pantai ................................................................................................. 13
4. Tanjung Layang Kota Sungailiat ................................................................... 15
5. Peta Lokasi Penentuan Perubahan Garis Pantai di Daerah Tanjung
Layang Sungailiat ......................................................................................... 23
6. Peta Penentuan Titik Sampling .................................................................... 24
7. Citra SPOT 4 tahun 2007 ............................................................................. 25
8. Citra SPOT 4 tahun 2008 ............................................................................. 25
9. Citra SPOT 4 tahun 2010 ............................................................................. 26
10. Citra SPOT 6 tahun 2014 ........................................................................... 26
11. Desain Sediment Trap menurut Rifardi (2012) .......................................... 29
12. Desain Sediment Trap Lapangan ............................................................... 30
13. Koreksi Pasang Surut ................................................................................. 33
14. Koreksi Kecepatan Angin dengan Fetch Lebih Besar dari 10 Mil ............. 36
15. Fetch .......................................................................................................... 37
16. Diagram Alir Pengolahan Data .................................................................. 41
17. Bagian Daerah Lokasi Penelitian ............................................................... 42
18. Lokasi abrasi (a) Pantai Matras (b) Pantai Tongaci (c) Pembangunan
Breakwater ................................................................................................. 43
19. Grafik Pasang Surut Oktober 2014 di Sungailiat ....................................... 44
20. Kecepatan dan arah angin tahun 2007 hingga 2014 .................................. 46
21. Kecepatan dan arah angin selama musim barat ......................................... 48
22. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 1 ................................ 49
23. Kecepatan dan arah angin selama Musim Timur ........................................ 50
24. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 2................................ 51
25. Tinggi dan Periode Gelombang per musim Tahun 2007-2014 ................... 53
26. Tinggi Gelombang per bulan Tahun 2007-2014 ......................................... 54

xviii
27. Periode Gelombang per bulan Tahun 2007-2014 ...................................... 55
28. Tinggi dan arah datang gelombang ............................................................. 56
29. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4
(tahun 2007-2008) ....................................................................................... 62
30. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4
(tahun 2008-2010) ....................................................................................... 63
31. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4
(tahun 2010-2014) ....................................................................................... 64
32. Informasi (a) Garis pantai Matras 2010 sebelum pembangunan
breakwater dan (b) Akresi akibat pembangunan breakwater tahun
2014............................................................................................................. 65

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Analisis fetch efektif dari arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan,
barat daya dan barat laut .............................................................................. 74
2. Kecepatan rata-rata angin dan arah angin dominan yang terjadi per tahun . .79
3. Tinggi dan periode gelombang rata-rata selama tahun 2007-2014 .............. 80
4. Angkutan sedimen selama tahun 2007-2014. .............................................. 84
5. Ukuran besar butir sedimen ......................................................................... 102
6. Densitas sedimen ........................................................................................ 107
7. Kecepatan akumulasi sedimen pada tiap stasiun ........................................ 107
8. Koreksi pasang surut ................................................................................... 108
9. Pengukuran Panjang Fetch Melalui Software ArcGis 9.3 ........................... 112
10. Dokumentasi di lapangan ........................................................................... 113
11. Dokumentasi di laboratorium .................................................................... 115
12. Bukti pelaksanaan skripsi di LAPAN ......................................................... 116
13. Bukti serah terima data angin di BMKG .................................................... 117

xx
I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pantai merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan dengan
berbagai proses penyesuaian yang dipengaruhi faktor alam dan aktivitas manusia.
Wibisono (2005) menyatakan bahwa pengertian pantai (shore) adalah wilayah
darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut dan termasuk daerah pasang
surut.
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara pasang tertinggi dan surut
terendah, hal ini didukung oleh teori Fandeli (2011) bahwa garis pantai atau
shoreline dapat berubah-ubah tergantung pada permukaan air laut yang selalu
mengalami pasang dan surut. Perubahan garis pantai dapat dibedakan dari proses
abrasi dan sedimentasi. Perubahan positif dalam proses sedimentasi terjadi pada
kawasan pantai yang mengakibatkan daerah pantai tersebut memiliki tambahan
daratan sehingga aktivitas di daerah pantai bertambah. Sedangkan perubahan
negatif apabila terjadi proses abrasi/erosi pada kawasan pantai, sehingga garis
pantai akan mundur ke arah daratan sehingga mengurangi luasan pantai.
Panjang dan bentuk garis pantai dapat dipengaruhi oleh faktor alam yaitu
gelombang. Triatmodjo (2008) menyatakan bahwa gelombang dapat
ditransformasikan dari data angin. Menurut Wibisono (2005), refraksi gelombang
yang diperoleh dari data angin akan dilepas kembali oleh sebuah tanjung
(headland) dan diterima oleh sebuah teluk didekatnya. Kondisi ini menghasilkan
erosi (abrasi) di bagian tanjung dan sebaliknya terjadi akresi (pengendapan)
sedimen di kawasan teluk.
Daerah pantai menghendaki adanya perhatian yang lebih fokus agar terjadi
peningkatan kualitas pembangunan dan penduduk di wilayah tersebut. Titik lokasi
perubahan garis pantai pada daerah tanjung yang rentan mengalami abrasi dan
akresi perlu diketahui untuk mengetahui jenis kegiatan pembangunan yang
dibutuhkan. Asiyanto (2008) menyatakan bahwa pembangunan breakwater
dilakukan untuk melindungi garis pantai dengan meredam gelombang dan
mencegah terjadinya pengendapan di pelabuhan.
2

Secara astronomis, Pulau Bangka berada pada posisi 10 20’ – 30 7’ LS dan


1050- 1070 BT. Luas Pulau ini mencapai lebih kurang 11.615 km2 dengan kondisi
topografi terdiri dari dataran rendah berbukit, rawa-rawa dan hutan tropis serta
dikelilingi oleh pantai berpasir putih, pemandangan indah serta laut yang jernih.
Beberapa nama pantai yang terdapat di Pulau Bangka dan sangat diminati oleh
wisatawan diantaranya adalah Pantai Matras, Pantai Turun Aban, Pantai Parai,
Pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci yang terletak di Daerah Tanjung Layang.
Panjang keseluruhan pantai tersebut mencapai 9 km dan dilatarbelakangi
pepohonan kelapa dan aliran sungai (Disbudpar, 2015).
Daerah Tanjung Layang memiliki beberapa pantai yang dimanfaatkan
untuk kegiatan pariwisata dan memerlukan adanya informasi kondisi garis pantai
untuk langkah pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas pantai. Tanjung
Layang terletak di Desa Matras, Kelurahan Sinar Jaya, Kecamatan Sungailiat,
sebelah timur Laut Pulau Bangka. Daerah Tanjung ini berbatasan langsung
dengan Selat Karimata sehingga memperoleh pengaruh gelombang yang sangat
signifikan.
Daerah Tanjung Layang memiliki area yang mengalami perubahan garis
pantai ke arah daratan sehingga dilakukan pembangunan breakwater pada tahun
2014, namun area lainnya masih belum mendapat perhatian khusus dari
pemerintah sehingga perubahan garis pantai terus menerus terjadi. Berbagai
aktivitas manusia yang dilakukan di sekitaran pantai antara lain aktivitas
masyarakat dengan mata pencaharian nelayan, aktivitas pariwisata dan
penambangan timah.
Perubahan garis pantai menggunakan teknologi penginderaan jauh
merupakan salah satu topik menarik yang dijadikan para peneliti sebagai bahan
penelitian. Panjang garis pantai dan perubahannya dapat diketahui dengan
melakukan beberapa tahap pengolahan pada citra satelit yang memiliki perekaman
data menyeluruh terhadap objek. Perubahan garis pantai juga dapat diketahui
dengan menggunakan metode analitik yakni perhitungan matematis data angin
yang membangkitkan gelombang kemudian menghasilkan jumlah angkutan
sedimen. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan dapat dilihat pada
Tabel 1.
3

Tabel 1.Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan


No Judul Pembahasan Peneliti Keterangan
1 Penentuan Penelitian ini bertujuan menghitung Maria Skripsi
Perubahan Garis tinggi, periode, arah datang gelombang, Ladys Ilmu Kelautan
Pantai dengan transpor sedimen dan perubahan garis pantai. Universitas
Teknologi Citra yang digunakan adalah Citra Satelit Sriwijaya
Penginderaan Jauh Landsat dalam kurun waktu 10 tahun (1999-
dan Model Numerik 2008).
di Kabupaten Tinggi gelombang maksimum dan
Batang Provinsi minimum rata-rata 1,7 m dan 0,8 m. Periode
Jawa Tengah gelombang maksimum dan minimum rata-
rata 6,18 s dan 4,66 s. Arah gelombang
dominan yang terjadi pada bulan 1-3, dan 12
berasal dari arah barat laut, sedangkan bulan
4-11 arah gelombang dominan berasal dari
arah timur laut.
Perubahan garis pantai dengan model
numerik memperlihatkan tingkat erosi dari
tahun 1999 sampai 2008 berkisar 439,64 m3,
sedangkan tingkat sedimentasinya berkisar
524,84 m3. Sedangkan pada teknik
penginderaan jauh rata-rata garis pantai
mengalami kemunduran sebesar 1,7 meter
dan yang mengalami pantai maju berkisar
2,73 meter.
2 Kajian Perubahan Penelitian ini dilakukan pada tahun Muchlisin Jurnal
Garis Pantai 2011 dengan analisis multi temporal Arief, Peneliti Pusat
Menggunakan Data menggunakan data satelit seri Landsat Gathot Pemanfaatan
Satelit Landsat di (sensor MSS, TM, dan ETM+). Identifikasi Winarso Penginderaan
Kabupaten Kendal garis pantai dilakukan dengan interpretasi dan Teguh Jauh, LAPAN
visual pada RGB 542 dan kombinasi lainnya Prayogo
jika diperlukan. Hasil Analisa dari data
Landsat menunjukkan bahwa panjang garis
pantai pada tahun 1972, 1991, 2001 dan 2008
secara berturut-turut adalah 43,172 m,
52,646 m, 50,171 m, 53,827 m, dimana
perubahan yang paling dominan terjadi di
daerah teluk dan sepanjang tanjung.
4

1.2 Perumusan Masalah


Daerah Tanjung Layang merupakan daerah pantai yang digunakan untuk
kegiatan pariwisata dan terdapat di wilayah Bangka Induk Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata di
sebelah timurnya, sehingga mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang
membangkitkan gelombang dan pasang surut. Tanjung Layang memerlukan
adanya penanganan lebih lanjut untuk peningkatan sektor pariwisata dan juga
keseimbangan pantai seperti pembangunan breakwater untuk penanganan daerah
abrasi dan akresi. Pembangunan tersebut membutuhkan data yang bersifat ilmiah
terkait perubahan garis pantai sehingga dibutuhkan penelitian pada daerah
tersebut.
Perubahan yang terjadi pada garis pantai dapat diketahui melalui teknologi
penginderaan jauh dan metode analitik. Pemilihan atas kedua metode ini
dikarenakan saling terkait. Data citra penginderaan jauh dapat mencakup wilayah
yang luas kemudian dianalisis dan diketahui titik yang mengalami perubahan
(abrasi dan akresi), namun perubahan tersebut hanya dengan interval waktu
tertentu (tiap tahun) dan tanpa diketahui proses yang terjadi didalamnya.
Penggunaan metode analitik dalam penelitian ini dapat menjelaskan perubahan
yang tampak dari analisis penginderaan jauh melalui perhitungan data harian (data
angin yang membangkitkan gelombang) dan data lapangan (sedimen) pada daerah
tersebut, sehingga perubahan yang terjadi pada daerah Tanjung Layang dapat
dianalisis dengan lebih baik lagi.
Data penginderaan jauh menggunakan citra satelit SPOT. Satelit ini
memiliki keunggulan merekam wilayah dengan ukuran obyek/pixel terkecil
sebesar 20x20 meter, ukuran kemampuan sensor yang baik dalam memisahkan
obyek pada beberapa nilai panjang gelombang serta kemampuan sensor yang baik
dalam mengindera perbedaan terkecil obyek.
Metode analitik memiliki batasan penelitian yang diasumsikan dari faktor
gelombang yang dibangkitkan oleh angin dengan menghasilkan jumlah transpor
sedimen pertahun. “Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses
penentuan laju perubahan garis pantai untuk mengetahui wilayah abrasi dan akresi
di sepanjang Pantai Tanjung Layang Sungailiat menggunakan teknologi
5

penginderaan jauh serta bagaimana pengaruh gelombang yang dibangkitkan oleh


angin terhadap perubahan garis pantai di wilayah tersebut”. Penjelasan secara
rinci diagram alir perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Daerah Tanjung Layang

Abrasi dan Akresi

Teknologi Metode
Penginderaan Jauh Analitik

Citra Satelit Sedimen Angin


Multitemporal

Gelombang Arus

Analisis

Perubahan Garis Pantai

Gambar 1. Diagram Alir Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis tinggi, periode dan arah datang gelombang yang dibangkitkan
oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat
2. Menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di
Tanjung Layang Kota Sungailiat
3. Menganalisis perubahan garis pantai dari tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014
melalui teknologi penginderaan jauh di Tanjung Layang Sungailiat dan
jumlah angkutan sedimen berdasarkan tahun perekaman citra
6

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian dengan
topik yang sama selanjutnya dan menjadi masukan bagi pihak yang
berkepentingan dalam menentukan wilayah yang mengalami perubahan garis
pantai baik sedimentasi maupun abrasi serta menentukan cara yang efisien untuk
melakukan pengelolaan dari dampak perubahan garis pantai Tanjung Layang Kota
Sungailiat

1.5 Luaran Penelitian


Penelitian ini akan menghasilkan luaran berupa :
1. Data tinggi, periode dan arah datang gelombang di Tanjung Layang Kota
Sungailiat
2. Data jumlah transpor sedimen yang dibangkitkan oleh gelombang di Tanjung
Layang Kota Sungailiat
3. Peta perubahan garis Pantai Tanjung Layang Kota Sungailiat berdasarkan
teknologi penginderaan jauh
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pantai


Daerah pinggir laut atau wilayah darat yang berbatasan langsung dengan
bagian laut disebut sebagai pantai. Pantai juga bisa didefinisikan sebagai wilayah
pertemuan antara daratan dan lautan. Beberapa literatur sering ditemukan istilah
coast dan shore yang biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
pantai. Inman (2002) dalam tulisannya yang berjudul Nearshore Processes, istilah
coastal dan shore sebenarnya memiliki perbedaan arti, dimana coast (pesisir)
adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang
surut, angin laut dan perembesan air laut contohnya coastal mountains atau
gunung pesisir sedangkan shore ialah wilayah pantai basah yang mengalami
proses gelombang, pasang surut dan arus.
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut,
dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air
laut dan erosi pantai yang terjadi. Daerah pantai ditunjukkan oleh adanya
karakteristik gelombang, seperti pada Gambar 2. Garis gelombang pecah
merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan juga transpor sedimen
pantai. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang
yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone
merupakan batas naik-turunnya gelombang di pantai sedangkan swash zone
adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan
batas terendah turunnya gelombang di pantai (Triatmodjo, 2008).

Gambar 2. Terminologi Pantai untuk Keperluan Rekayasa Pantai


(Sumber : Triadmodjo, 2008)
8

Ditinjau dari profil pantai, daerah kearah pantai dari garis gelombang
pecah dibagi menjadi 3 daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore. Perbatasan
antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah
dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering
menyebabkan terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang
dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang
terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari
uprush pada saat air pasang tinggi (Triatmodjo, 2008).

2.2 Proses Pantai


Menurut Wibisono (2005) pantai memiliki beberapa tipe, diantaranya
pantai pasir, pantai pasir lumpur, pantai pasir karang, pantai karang dan pantai
berbatu. Berdasarkan kemiringan, pantai dibedakan menjadi pantai landai dan
pantai curam dengan tingkat kemiringan > 60o. Pantai landai dapat
dikelompokkan menjadi kelompok tingkat kemiringan 0o sampai 30o, 30o sampai
45o dan 45o hingga 30o. Tingkat kemiringan tersebut bisa diukur dengan
menggunakan alat kompas geologi atau menggunakan semacam water pass.
Ukuran pasir pantai umumnya ditentukan oleh keberadaannya dalam area
pesisir dengan kelerengan yang berbeda. Semakin datar akan semakin halus
ukuran pasirnya. Apabila bentuk pantai, kelerengan pantai dan arah angin serta
kekuatan angin mendukung maka terbentuklah gumuk-gumuk pasir yang disebut
sand dune. Pada umumnya pada bagian paling depan ke arah laut dari gumuk-
gumuk pasir ini terdapat punggungan pasir yang memanjang searah garis pesisir
yang disebut beach ridge. Bentuk butir pasir bervariasi dan hampir sama antara
pasir berwarna putih dan warna keabuan. Bentuk pasir yang halus memiliki
keberadaan sudah lama dibanding dengan pasir yang masih kasar (Fandeli, 2011).
Secara garis besar terdapat tiga bentuk pantai. Pertama bentuk garis pantai
berbukit, apabila bukit ini terdiri atas material yang mudah lepas misalnya batu
vulkan disebut stony beach sedangkan material yang tidak mudah lepas disebut
rocky shore. Bentukan pantai kedua adalah pesisir berlumpur yang disebut
mudflat, dan bentuk yang ketiga adalah pantai yang berpasir atau sandy beach
(Fandeli, 2011).
9

2.2.1 Sedimen Dasar Laut


Sedimen adalah pecahan – pecahan material yang umumnya terdiri atas
uraian batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel seperti ini mempunyai
ukuran dari yang besar (boulder) hingga sangat halus (koloid) dan beragam
bentuk dari bulat, lonjong sampai persegi. Pada umumnya partikel yang bergerak
dengan cara bergulung, meluncur, dan meloncat disebut angkutan muatan dasar
(bed-load transport), sedangkan partikel yang melayang disebut angkutan muatan
layang (suspended load transport). Material sedimen adalah kuarsa, begitu
partikel sedimen terlepas mereka akan terangkut oleh gaya gravitasi, angin dan air
(Anasiru, 2006).
Sedimen pantai diklasifikasikan berdasar ukuran butir menjadi lempung,
lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble dan batu (boulder). Tabel 2.
menunjukkan klasifikasi menurut Wentworth yang banyak digunakan dalam
bidang teknik pantai. Berdasarkan klasifikasi tersebut pasir mempunyai diameter
antara 0.125 mm dan 2 mm (Triatmodjo, 2008).

Tabel 2. Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen


Klasifikasi Diameter Partikel
mm Satuan phi
Batu 256 -8
Cobble 128 -7
Koral (Pebble) Besar 64 -6
Sedang 32 -5
Kecil 16 -4
Sangat Kecil 8 -3
Kerikil 4 -2
Pasir Sangat kasar 2 -1
Kasar 1 0
Sedang 0.5 1
Halus 0.25 2
Sangat halus 0.125 3
Lumpur Kasar 0.063 4
Sedang 0.031 5
Halus 0.015 6
Sangat halus 0.0075 7
Lempung Kasar 0.0037 8
Sedang 0.0018 9
Halus 0.0009 10
Sangat halus 0.0005 11
Sumber : (Triatmodjo, 2008).
10

Menurut asal usul, sedimen dasar laut dapat dibedakan menjadi 4


kelompok diantaranya; lithogoneus, biogenous, hydrogenous dan cosmogenous.
Lithogenous merupakan jenis sedimen yang berasal dari pelapukan (weathering)
batuan dari daratan, lempeng kontinen. Biogenous ialah jenis sedimen yang
berasal dari organisme laut. Hydrogenous adalah sedimen hasil komponen kimia
yang larut dalam air laut dengan konsentrasi lewat jenuh sehingga terjadi
pengendapan di dasar laut. Cosmogenous adalah sedimen yang berasal dari benda
luar angkasa dan mengandung banyak unsur besi (Wibisono, 2005).

2.2.2 Gelombang Laut


Gelombang dapat ditinjau sebagai deretan dari pulsa-pulsa yang
berurutan dan terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan air laut, yaitu dari
suatu elevasi maksimum (puncak) ke elevasi minimum (lembah). Gelombang
terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau
tegangan dari atmosfer (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi
bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi
bumi) dan tegangan permukaan (Ningsih, 2000).
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya
kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan
bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, maka
gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang setelah pecah berbeda dengan
sebelum pecah, gelombang yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah
pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan
pantai (Umar, 2011).
Karakteristik dari gelombang laut tergantung pada gaya-gaya yang
membangkitkannya. Jenis fenomena fisis pembentuk gelombang laut yang
dikarakteristikkan berdasarkan skala waktu periodanya disajikan pada Tabel 3.
Gelombang yang dibangkitkan angin (wind waves/sea) dan swell, keduanya
disebut gelombang gravitasi karena gaya gravitasi merupakan faktor yang
dominan dan bekerja dalam mengembalikan muka air ke posisi seimbangnya
11

dalam bidang horizontal. Swell adalah gelombang yang telah merambat keluar
dari medan pembangkit angin (Ningsih, 2000).

Tabel 3. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Perioda


Fenomena Gaya Pembangkit Skala waktu (perioda)
Gelombang yang Gaya geser + tekanan 0-15 detik
dibangkitkan angin angin di atas muka laut
Swell Gelombang yang 0-30 detik
dibangkitkan angin
berjarak jauh
Dentaman ombak yang Kumpulan gelombang 1-5 menit
memecah (surf beats) pecah
Resonansi kolam Tsunami, surf beats 1-60 menit
Tsunami Gempa bumi di bawah 5-60 menit
laut
Pasut Pengaruh gaya gravitasi 12-24 jam
bulan dan matahari
terhadap gravitasi bumi
Storm surge Gaya geser angin + 1-30 hari
tekanan atmosfir di atas
permukaan laut
Sumber : (Ningsih, 2000).

2.2.3 Mekanisme Transpor Sedimen oleh Gelombang


Gerakan partikel air di laut dalam yang dikarenakan gelombang jarang
mencapai dasar laut, sedangkan partikel air di dekat dasar pada laut dangkal
bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar
naik dengan bertambahnya tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman.
Sedimen bergerak maju dan mundur sesuai dengan gerakan partikel air
(Triatmodjo, 2008).
Anasiru (2006) menyatakan bahwa gelombang besar yang terjadi pada
pantai berpasir dapat menimbulkan angkutan (transpor) sedimen, baik dalam arah
tegak lurus maupun sejajar/sepanjang pantai. Angkutan sedimen tersebut dapat
bergerak masuk apabila di teluk/muara sungai karena di daerah tersebut kondisi
gelombang sudah tenang dan terkikis keluar apabila di daerah tanjung karena
gelombang tetap tinggi. Semakin besar gelombang maka akan semakin besar
angkutan sedimen.
12

Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang


disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen
pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai
(onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport).
Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah tegak lurus garis
pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar
pantai. Inman (2002) menyatakan bahwa gelombang efektif mengangkut pasir
sejajar pantai dan menyebabkan gerakan pasir dari pantai ke shorerise dan
kembali lagi ke pantai. Pantai mengalami migrasi musiman pasir antara pantai dan
shorerise dalam menanggapi perubahan dalam karakter dan arah
pendekatan gelombang

2.2.4 Abrasi dan Akresi


Ongkosongo (2006) dalam Tarigan (2007) mengemukakan bahwa 70%
pantai terutama pantai berpasir di dunia mengalami erosi dan penyebab utama
adalah aneka ragam pengaruh manusia secara langsung maupun tak langsung
yang menyebabkan berkurangnya jumlah ketersediaan cadangan sedimen yang
ada di pantai dibandingkan dengan sedimen keluar dari pantai akibat pengaruh
alam.
Di beberapa bagian pantai di dunia, abrasi pantai yang terjadi telah
menimbulkan kerugian yang besar berupa rusaknya daerah pemukiman,
pertambakan dan jalan raya. Tarigan (2007) mengemukakan bahwa abrasi pantai
merupakan salah satu masalah serius, degradasi garis pantai yang disebabkan oleh
angin, hujan, arus dan gelombang serta akibat aktivitas manusia. Aktivitas
manusia seperti pembukaan hutan mangrove, penambangan pasir laut dan
penambangan terumbu karang di beberapa lokasi telah memberikan kontribusi
penting terhadap erosi pantai, karena hilangnya perlindungan pantai dari
hantaman gelombang dan badai.
Akresi atau sedimentasi adalah pendangkalan atau penambahan daratan
pantai akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut. Akresi
dapat merugikan masyarakat pesisir, hal ini dikarenakan dapat menyebabkan
pendangkalan muara sungai tempat lalu lintas perahu-perahu nelayan yang hendak
13

melaut. Akresi diperlihatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Universitas


California, Berkeley tentang pengaruh tanjung pada pertambahan pasir pantai di
titik Mugu, California. Bentukan alami alam oleh adanya halangan transpor pasir
sejajar pantai (Inman, 2002).

Gambar 3. Akresi Pantai


(Sumber : Inman, 2002)

2.2.5 Pasang Surut


Pasang surut terjadi secara periodik pada permukaan laut dan dihasilkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari. Pada umumnya interval pasang dan surut
terjadi setiap 12 jam 25 menit. Tabel pasang surut sangat diperlukan baik untuk
perencanaan elevasi struktur berdasarkan peristiwa pasang terbesar dan surut
terendah (Asiyanto, 2008).
Pasut pada lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal (harian
tunggal), semi diurnal dan mixed. Pasut diurnal terjadi satu kali kedudukan
permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah dalam
satu hari pengamatan. Pasut semi diurnal (harian ganda) terjadi dua kali
kedudukan permukaan air tinggi dan dua kali kedudukan permukaan air rendah
dalam satu hari pengamatan. Pasut mixed (campuran) terjadi dari gabungan
diurnal dan semi diurnal (Poerbondono dan Djunasjah, 2012).
Berdasarkan tinggi muka air laut, kisaran pasut yang besar terjadi pada
waktu pasut purnama, sedangkan kisaran pasut yang kecil terjadi pada saat pasut
14

perbani. Pasut purnama adalah pasang yang paling tinggi yang dialami oleh suatu
perairan, terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan mati, sedangkan pasut
perbani adalah surut yang paling rendah dan terjadi pada waktu bulan sabit (1/4
dan 3/4) (Pariwono, 1999).

2.3 Peramalan Gelombang


Kondisi gelombang di suatu perairan pada umumnya diperoleh secara
langsung dari data angin yang terdapat di kawasan perairan tersebut. Hal ini
didasari atas kondisi umum yang berlaku di laut, yaitu sebagian besar gelombang
yang ditemui di laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan oleh tiupan angin.
Gelombang jenis ini dikenal sebagai gelombang angin. Gelombang angin
merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin
berhembus (duration) dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch)
(Pariwono, 1999).
Peramalan gelombang dimaksudkan mengalih-ragamkan (transformasi)
data angin menjadi data gelombang. Di Indonesia pencatatan gelombang belum
banyak dilakukan. Pencatatan gelombang tersebut meliputi tinggi, periode dan
arah datang gelombang. Gelombang-gelombang kecil, sedang dan besar yang
sering terjadi sepanjang tahun (setiap hari) digunakan untuk analisis proses pantai
(transpor sedimen dan perubahan garis pantai) (Triatmodjo, 2008).
Pemanfaatan dalam bidang keilmuan menggunakan data gelombang yang
dapat ditransformasikan dari data angin. Hal ini seperti dikemukakan oleh
Triatmodjo (2008) bahwa sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan
data angin karena kurangnya data gelombang di Indonesia. Pencatatan angin lebih
mudah dan murah dan sudah banyak dilakukan di Indonesia. Data angin dapat
diperoleh dari pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal yang
sedang berlayar atau pengukuran di darat yang biasanya dilakukan di bandara
(lapangan terbang)

2.4 Perubahan Garis Pantai


Garis pantai merupakan garis pertemuan antara pantai (daratan) dan air
(lautan), meskipun secara periodik permukaan air laut selalu berubah. Penentuan
garis pantai di lapangan akan menghadapi berbagai kendala dalam penentuan titik
15

representatif yang mewakili batas antar daratan dan perairan pada pantai-pantai
dengan karakteristik berbeda seperti pantai lumpur, pantai pasir, pantai batu,
pantai karang ataupun pantai buatan (Poerbondono dan Djunasjah, 2012).
Garis pantai tidak sama dengan garis pesisir (coastline). Pada saat air
dalam kedudukan pasang tinggi, maka terbentuk garis yang disebut dengan garis
pesisir (coastline). Garis pesisir ini terjadi relatif tetap dan terletak pada tempat
tertentu. Pada saat air berada pada kedudukan pasang tertinggi (highest water
level) maka garis pantai dan garis pesisir berada pada kedudukan berimpitan
(Fandeli, 2012).
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan.
Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung
pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang,
pasut, dan angin. Yulius dan Ramdhan (2013) menyatakan bahwa kawasan pantai
bersifat dinamis, artinya ruang pantai (bentuk dan lokasi) berubah dengan cepat
sebagai reaksi terhadap proses alam dan aktivitas manusia. Terjadinya perubahan
garis pantai sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi pada daerah
sekitar pantai. Proses ini berlangsung dengan sangat kompleks dan dipengaruhi
oleh tiga faktor utama yaitu kombinasi arus, gelombang dan transpor sedimen
serta konfigurasi pantai yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Gambar 4. Tanjung Layang Kota Sungailiat


(sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)
16

2.5 Penginderaan Jauh


Lillesand dan Kiefer (1994) dalam Purwadhi dan Sanjoto (2008)
menyatakan bahwa penginderaan jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja
adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan obyek maupun daerah atau fenomena yang dikaji.
Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh (fotografik atau non-
fotografik) menurut Sutanto (1986) dalam Purwadhi dan Sanjoto (2008) adalah
perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang
tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Purwadhi dan
Sanjoto (2008) menyatakan bahwa interpreter melalui interpretasi citra akan :
1. Berupaya melalui proses penalaran atau mendeteksi, mengidentifikasi dan
menilai arti penting obyek yang tergambar pada citra.
2. Berupaya mengenali obyek yang tergambar pada citra dan
menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti misalnya geografi.
Citra Penginderaan Jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud
aslinya, artinya dapat digunakan dalam berbagai bidang pengguna seperti
kependudukan, pemetaan, pertanian, kehutanan, perkotaan, kelautan,
pertambangan, pemantauan lingkungan dan cuaca serta penggunaan lain yang
berhubungan dengan kondisi fisik permukaan bumi. Hasil perekaman atau
pemotretan sensor penginderaan jauh disebut data penginderaan jauh yang dapat
berwujud foto udara, citra satelit, citra radar dan dapat berupa data analog serta
numerik lainnya (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).

2.5.1 SPOT 4
SPOT (Satellite pour I’Observation dela terre) merupakan sistem satelit
observasi bumi milik Perancis. Sistem observasi bumi SPOT dirancang oleh
Badan Antariksa Perancis (France Space Agency) yaitu CNES (Centre National
d’Etudes Spatiales), diproduksi oleh Perancis bekerja sama dengan Belgia dan
Swedia. SPOT 4 merupakan satelit generasi kedua setelah SPOT 2 yang
diluncurkan pada bulan Maret 1998. Karakteristik sistem inderaja SPOT 4 dapat
dilihat pada Tabel 4.
17

Tabel 4. Spesifikasi Satelit SPOT 4

Spesifikasi SPOT 4
Resolusi Spasial Pankromatik 10 m (490-690 nm)
Multispektral 20 m
Panjang Gelombang 1 Band Pankromatik : 610-680 nm
4 Band Multispektral :
 Green (500-590 nm)
 Red (610- 680 nm)
 Near IR (790-890 nm)
 MIR (middle IR) (1580-1750 nm)
Resolusi Temporal 26 hari
Ukuran Frame 60 km2
Sumber : LAPAN, 2006

2.5.2 SPOT 6
SPOT 6 merupakan satelit generasi baru dari keluarga Satelit SPOT yang
memiliki dua pusat stasiun penerima di Toulouse (France) dan Kiruna (Sweden)
dengan pusat program Astrium GEO-Information Service di Toulouse dan
Chantilly VA (USA). Pusat control satelit SPOT 6 adalah Astrium Satellite di
Toulouse. SPOT 6 diluncurkan pada tanggal 12 September 2012 di Satish
Dhawan Space Center – India menggunakan kendaraan Polar Satellite Launch
Vehicle (PSLV). Karakteristik sistem inderaja SPOT 6 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi Satelit SPOT 6

Spesifikasi SPOT 6
Resolusi Spasial Pankromatik 1.5 meter
Multispektral 6 meter
Panjang Gelombang 1 Band Pankromatik : 450-745 nm
4 Band Multispektral :
 Blue (450-520 nm)
 Green ( 530-590 nm)
 Red ( 625- 695 nm)
 Near IR (760-890 nm)
26 hari
60 km2
Resolusi Temporal
Ukuran Frame
Sumber : Astrium, 2014
18

Citra digital dibentuk dari elemen-elemen gambar atau pixel. Ukuran pixel
adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat terekam dan disajikan pada citra
dan sering disebut sebagai resolusi spasial. Setiap jenis citra penginderaan jauh
memiliki karakteristik spektral sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan
dalam perekaman datanya. Karakteristik spektral dalam penginderaan jauh adalah
ciri atau karakter setiap obyek dalam menyerap dan memantulkan tenaga yang
diterimanya. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT
dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT


Saluran (band) Fungsi
PA (Pankromatik) - Pemetaan planimetrik
- Identifikasi wilayah pemukiman
- Kontras bentang alam
- Identifikasi kenampakan geologi
- Pemetaan altimetrik, ortho, DEM
Green - Tanggap terhadap tubuh air dan penetrasi tubuh air
- Mendeteksi muatan sedimen
- Identifikasi kesuburan vegetasi
Red - Kontras kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi
- Identifikasi penutup lahan
Near IR - Tanggap biomassa vegetasi
- Kontras tanaman, tanah, air
- Kenampakan geologi
Middle IR - Deteksi air permukaan
- Perbedaan kontras batuan
- Kontras air, tanah, vegetasi
Blue - Deteksi perbedaan indeks vegetasi
- Biomassa vegetasi
- Identifikasi jenis tanaman
- Klorofil-a di perairan dan lautan
Sumber : Purwadhi dan Sanjoto, 2008

2.6 Metode Analitik


Metode analitik adalah metode penyelesaian model matematika dengan
rumus-rumus aljabar yang sudah lazim. Metode analitik disebut juga metode exact
yang menghasilkan solusi exact (solusi sejati). Berbagai metode analitik telah
dikembangkan untuk memperkirakan/meramalkan perubahan garis pantai
terutama dalam kaitannya dengan pembuatan bangunan pantai seperti pemecah
gelombang, groin dan sebagainya (Fandeli, 2011).
19

Abrasi dan akresi pada garis pantai dipengaruhi oleh energi gelombang
yang ditimbulkan akibat tiupan angin. Menurut Pariwono (1999) gelombang
tersebut merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu kecepatan angin, durasi angin dan
jarak sumber angin pada perairan terbuka. Perhitungan secara analitik atas ketiga
faktor tersebut dapat menghasilkan nilai tinggi dan periode gelombang serta
angkutan sedimen.

2.7 Penelitian Terkait dengan Penelitian yang dilakukan


Penelitian terkait dengan perubahan garis pantai telah dilakukan oleh
beberapa peneliti di masing-masing daerah yang berbeda. Penelitian tersebut
menggunakan data citra satelit multi temporal dengan pembahasan terhadap
perubahan luasan pantai (abrasi dan akresi) serta arah dan kecepatan angin yang
dapat membangkitkan gelombang. Judul penelitian, pembahasan serta nama
peneliti terkait penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan


No Judul Pembahasan Peneliti Keterangan
1 Analisis Perubahan Data yang digunakan adalah foto Chatarina Jurnal
Garis Pantai udara pankromatik hitam putih tahun Muryani Pendidikan
Menggunakan SIG 1981 skala 1:50.000, Peta Rupa Bumi Geografi
serta Dampaknya Indonesia lembar Rejoso tahun 2000 FKIP
Terhadap Kehidupan skala 1 : 25.000 dan citra IKONOS Universitas
Masyarakat di tahun 2005 yang dilengkapi survey Sebelas
Sekitar Muara lapangan tahun 2009. Maret
Sungai Rejoso Hasil yang diperoleh dalam Surakarta
Kabupaten Pasuruan penelitian ini adalah terjadi perubahan
garis pantai terutama pada ketiga muara
sungai, yaitu cenderung maju ke arah
laut, selama tahun 1981 – tahun 2009
pergeseran garis pantai maksimum
mencapai 1500 km dan merubah bentuk
garis pantai dari cekung menjadi
cembung. Majunya garis pantai telah
menambah luas daerah penelitian tahun
1981-2000 bertambah 1,41 ha dan tahun
2000-2009 bertambah 133 ha.
20

2 Perubahan Garis Penelitian ini menggunakan citra Marnardo Skripsi


Pantai Menggunakan landsat multi temporal dan pengambilan Sihombing Ilmu
Citra Landsat Multi sedimen untuk validasi nilai laju Kelautan
Temporal Di Daerah pengendapan. Hasil penelitian ini Universitas
Pesisir Sungai menunjukkan bahwa daerah pesisir Sriwijaya
Bungin Muara Sungai Bungin muara Sungai Banyuasin
Sungai Banyuasin dalam waktu 17 tahun mengalami
perubahan garis pantai yang diakibatkan
proses sedimentasi dan erosi. Pada
stasiun 1, 2 dan 4 garis pantai
mengalami sedimentasi dan stasiun 3, 5,
6, 7 mengalami erosi. Laju pengendapan
yang terjadi di daerah pesisir Sungai
Bungin muara Sungai Banyuasin dengan
kisaran 0,0738-7,8861 kg/m2/hari. Pada
stasiun 7 merupakan laju pengendapan
tertinggi yaitu 7,8861 kg/m2/hari,
dimana bagian Timur Laut muara Sungai
Banyuasin berhadapan langsung dengan
muara Sungai Musi dan Selat Bangka.
3 Evaluasi Perubahan Penelitian ini menggunakan data Feri Istiono Skripsi
Garis Pantai dan satelit Landsat 5 untuk tahun 1994, dan Teknik
Tutupan Lahan Landsat 7 TM untuk tahun 2002 dan Geomatika
Kawasan Pesisir 2009. Penelitian yang dilakukan adalah ITS-Surabaya
dengan Data analisa perubahan garis pantai dan
Penginderaan Jauh tutupan lahan kawasan pesisir kota
Pasuruan Probolinggo, dan Situbondo.
Hasil penelitian menyatakan
perubahan garis pantai di wilayah
Pasuruan dengan rentang tahun 1994-
2002 mengalami penambahan luas
daratan sebesar 315,19 ha dan pada
tahun 2002-2009 mengalami
penambahan luasan sebesar 185.805 ha.
Wilayah Probolinggo pada tahun 1994-
2002 terjadi penambahan luas sebesar
52,1 ha dan pada tahun 2002-2009
mengalami penambahan luasan 91,887
21

ha. Wilayah Situbondo pada tahun 1994-


2002 terjadi pengurangan luas daratan
sebesar 62,27 ha dan pada tahun 2002-
2009 mengalami penambahan luasan
290,26 ha.
4 Perubahan Garis Penelitian ini bertujuan untuk Yulius dan Jurnal
Pantai di Teluk menentukan perubahan garis pantai M.Ramdhan Pusat
Bungus Kota Teluk Bungus berdasarkan analisa Penelitian
Padang, Provinsi tumpang susun citra satelit tahun 2000, Sumberdaya
Sumatera Barat 2006, 2010, dan 2011. Metode yang Laut dan
Berdasarkan Analisis digunakan dalam penelitian ini adalah Pesisir, KKP
Citra Satelit metode interpretasi visual dengan Jakarta
menggunakan empat kunci interpretasi
yaitu; rona citra, asosiasi tekstur, dan
bentuk.
Hasil menunjukkan bahwa secara
umum terjadi proses erosi atau abrasi di
Teluk Bungus dengan abrasi yang lebih
dominan di Teluk Buo, Teluk Kaluang,
dan Teluk Kabuang. Pada 3 titik terjadi
akresi dengan nilai 9, 5 dan 3 m/thn.
Akresi ini disebabkan oleh limpasan
sedimen dari daratan. Pada 6 titik
lainnya terjadi proses abrasi dengan nilai
tertinggi 26 m/thn. Abrasi terjadi karena
gelombang pada dinding batuan
penyusun pantai sehingga membentuk
daratan pantai yang curam. Laju
perubahan garis pantai terbesar terdapat
di bagian utara Teluk Bungus sebesar 26
m/thn, sedangkan di Teluk Kaluang dan
Teluk Kabuang menunjukkan laju
perubahan garis pantai sebesar 9 m/thn.
5 Perubahan Garis Penelitian ini dilakukan pada tahun Arum Skripsi
Pantai Teluk Jakarta 2009 dengan menggunakan peta Mustika Geografi
Tahun 1970-2009 penggunaan tanah tahun 1970, 1990 dan Harti Universitas
2009 serta citra satelit Landsat 5 TM Indonesia
tahun 1990 dan SPOT 4 tahun 2009
22

yang diperoleh di LAPAN. Data


perubahan garis pantai didukung dengan
data arus (arah dan kecepatan) Juni 2003
dari LIPI serta data arus dan batimetri
dari Dinas Hidro Oseanografi AL.
Berdasarkan hasil pengolahan data
perubahan garis pantai, Teluk Jakarta
mengalami abrasi dan akresi. Pada tahun
1970-1990 wilayah pantai mengalami
abrasi sebesar 392,82 Ha dan tahun
1990-2009 abrasi sebesar 553,7 Ha,
sedangkan akresi pada periode tahun
1970-1990 sebesar 1324 Ha dan periode
tahun 1990-2009 terjadi akresi sebesar
744,9 Ha.
II METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan
November 2015. Pengolahan data awal dilakukan di LAPAN (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan pengolahan data lanjutan dilakukan di
Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG, FMIPA Unsri serta analisis sampel
sedimen di Laboratorium Oseanografi, FMIPA Unsri. Lokasi penelitian berada di
Tanjung Layang Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Peta lokasi
ditunjukkan oleh Gambar 5.

Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Perubahan Garis Pantai di Daerah Tanjung


Layang Sungailiat

Penentuan titik sampling dilakukan dengan menggunakan metode


purposive sampling. Titik sampling dipilih berdasarkan adanya penambahan
(akresi) dan pengurangan (abrasi) daratan yang diperoleh dari hasil pengolahan
data penginderaan jauh. Peta penentuan titik sampling serta tampilan citra tahun
2007, 2008, 2010 dan 2014 ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Peta Penentuan Titik Sampling

24
25

Gambar 7. Citra SPOT 4 tahun 2007

Gambar 8. Citra SPOT 4 tahun 2008


26

Gambar 9. Citra SPOT 4 tahun 2010

Gambar 10. Citra SPOT 6 tahun 2014


27

3.2 Alat dan Bahan


Pada saat dilaksanakannya penelitian, diperlukan beberapa alat dan bahan
yang menunjang kelancaran penelitian. Alat dan bahan yang digunakan pada
penelitian ini disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Kegunaan


A Pengambilan sampel di lapangan
1 GPS (Global Positioning System) Menentukan posisi
2 Sediment Trap Perangkap sedimen
3 Hand Refractometer Mengukur densitas air laut
4 Kantong plastik Tempat menyimpan sampel sedimen
5 Alat tulis dan label Mencatat dan menandai sampel
6 Kamera Dokumentasi

B Analisis di laboratorium
1 Sampel sedimen Bahan uji
2 Aluminium foil dan cawan Tempat sampel sedimen
3 Oven Pengering sampel sedimen
4 Timbangan analitik Mengukur berat sampel sedimen
5 Ayakan bertingkat Mengayak sampel sedimen
6 Gelas Ukur Wadah penampung air
7 Beaker glass Tempat mencampur sedimen
10 Alat Tulis Mencatat
11 Air Mengukur densitas sedimen
12 Tisu Membersihkan dan mengeringkan
alat
C Pengolahan Data
1 Laptop Menjalankan perangkat lunak dan
pengolahan data
2 Data Citra SPOT 4 thn 2007, 2008, Sumber data yang digunakan untuk
2010 & SPOT 6 thn 2014 penentuan perubahan garis pantai
3 Data Angin 2007 s/d 2014 Peramalan gelombang
4 Peta Batimetri Dishidros, Bangka Peta koreksi pasang surut
thn2003 No.104
5 Peta Indonesia Peta penentuan Fetch
6 Data Pasang Surut Koreksi Citra
7 Software WRPLOT Mengolah data angin wind rose
8 Software ArcGis 9.3.0 Layout perubahan garis pantai
9 Software ErMapper 7.0 dan ENVI Mengolah data citra
10 Software Ms. Excel Mengolah data angin dan data
pasang surut
28

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan
jauh dan metode analitik. Teknologi penginderaan jauh didasarkan pada
pengolahan data citra yang diperoleh dan diolah di Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional, sedangkan metode analitik dilakukan dengan mengolah data
kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari BMKG sehingga diperoleh tinggi,
periode dan arah datang gelombang; jumlah transpor sedimen dan laju perubahan
garis pantai serta survei lapangan untuk mengetahui laju transpor sedimen pada
tiap stasiun. Adapun metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, sebagai
berikut:

3.3.1 Pengambilan Data


A. Data Penginderaan Jauh
Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra
satelit SPOT 4 tahun 2007, 2008 dan 2010 serta citra satelit SPOT 6 tahun 2014.
Data citra satelit diperoleh dari kantor Pusat Teknologi dan Informasi Data
(Pusdata LAPAN) dan pengolahan awal data citra satelit dilakukan di Kantor
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja LAPAN).

B. Data Angin
Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang diperoleh dari
Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di Pangkalpinang. Angin
diperoleh pada ketinggian 10 meter dengan durasi perekaman tiap jam. Data angin
yang digunakan merupakan data interval 8 tahun, periode data tersebut
disesuaikan dengan data citra yang dianalisis.

C. Data Pasang Surut


Data citra yang diolah perlu melalui tahapan koreksi pasang surut. Data
pasang surut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Data yang diperoleh adalah data perekaman
BOOST. Data tersebut kemudian disesuaikan dengan metadata (waktu)
perekaman citra dan kemiringan pantai.
29

D. Data Sedimen
Pengambilan data dari lapangan berupa sampel sedimen pada 5 titik
stasiun yang sudah ditentukan. Data pasang surut pada lokasi penelitian
menunjukkan waktu yang tepat untuk pemasangan sediment trap agar selalu
tergenang air. Pemasangan sediment trap dilakukan pada masing-masing stasiun
pada lokasi penelitian selama dua minggu (14 hari). Pemasangan Sediment trap
berguna untuk mengetahui jumlah angkutan sedimen. Lama pemasangan
sediment trap selama 14 hari sudah memenuhi anggapan bahwa sedimen telah
tertangkap dalam sediment trap dan mewakili periode pasang purnama dan
pasang perbani. Secara geografis titik pengambilan sampel di daerah pesisir
Pantai Tanjung Layang Sungailiat ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Koordinat pengambilan sampel


Stasiun Bujur Timur Lintang Selatan Nama Pantai
o o
1 106 6’47” 1 47’37” Pantai Matras
2 106o7’24” 1o47’56” Pantai Turun Aban
3 106o8’5” 1o48’14” Pantai Parai
4 106o7’29” 1o48’47” Pantai Batu Bedaun
5 106o7’30” 1o49’28” Pantai Tongaci

3.3.2 Desain Sediment Trap


Desain sediment trap yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
hasil pengadopsian sediment trap yang digunakan Rifardi (2012) seperti
ditampilkan pada gambar 11.

Gambar 11. Desain Sediment Trap menurut Rifardi (2012)


(sumber : Rifardi, 2012)
30

Jumlah tabung perangkap sedimen yang digunakan pada setiap sediment


trap adalah 4 buah tabung yang dipasang mengelilingi tiang penyangga dengan
posisi tegak lurus garis pantai dan sejajar garis pantai. Tiang pancang pada
sediment trap di desain agar tidak mudah bergerak oleh pengaruh gelombang.
Desain sediment trap yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada
Gambar 12.

300 cm

C
B 60 cm

D 30 cm
A
2

70 cm

Gambar 12. Desain Sediment Trap Lapangan modifikasi Rifardi (2012)

Keterangan :
1 : Tiang Pancang
2 : Tabung Perangkap sedimen
3 : Pipa
4 : Bendera
A: Sediment trap sisi darat (tegak lurus pantai)
B: Sediment trap sisi laut (tegak lurus pantai)
C: Sediment trap sisi kiri (sejajar pantai)
D: Sediment trap sisi kanan (sejajar pantai)
31

3.4 Analisis Data


3.4.1. Pengolahan Citra Satelit
Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan citra dengan teknologi
penginderaan jauh untuk menghasilkan peta perubahan garis pantai, yaitu :
1. Konversi Data Citra
Konversi data citra dilakukan untuk mengubah format (.tif) pada data citra
satelit yang diperoleh menjadi format (.ers). Konversi ini dilakukan agar citra
dapat diolah di software ErMapper 7.0.
2. Penggabungan Band
Penggabungan band dilakukan untuk menggabungkan keempat band pada
citra satelit SPOT. Proses ini sangat penting dalam proses pengolahan citra untuk
memadukan masing-masing band dengan nilai spektral yang berbeda pada citra
agar tampak baik dalam proses pengolahan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
3. Koreksi Geometrik
Harti (2009) mengemukakan bahwa koreksi geometrik dilakukan untuk
mengatasi pergeseran koordinat pada sistem perekaman citra yang menyebabkan
perpindahan elemen gambar (pixel) dari letak yang sebenarnya. Citra SPOT 2007
merupakan citra tahun pertama atas data yang akan dianalisis, sehingga sebagai
patokan atas titik-titik GCP (Ground Control Points) digunakan citra SPOT 4
tahun 2007 dengan nilai RMS ( Rate Mean Square) < 0,5 pixel. Proses resampling
pada citra satelit SPOT 6 dilakukan saat proses penyimpanan hasil koreksi
geometrik. Resampling digunakan untuk mengubah resolusi spasial satelit SPOT
6 (6 meter) menjadi 20 meter (resolusi spasial citra satelit SPOT 4).
4. Pemotongan Citra
Citra yang diperoleh memiliki luasan melebihi daerah cakupan penelitian
(60x60 km). Oleh karena itu, proses pemotongan citra ini digunakan untuk
memperoleh luasan daerah penelitian yang sesungguhnya. Pemotongan citra
dilakukan dengan menggunakan software ErMapper 7.0
(Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
5. Kombinasi Band
Pada data citra satelit dilakukan proses kombinasi band untuk menghasilkan
perbedaan yang kontras antara daratan dan lautan. Membuat kombinasi band (true
32

color) dan contrast enhancement agar kenampakan dari obyek garis pantai
menjadi jelas. Kombinasi Band (Red Green Blue) yang digunakan untuk
mempermudah proses identifikasi objek data citra satelit SPOT 4 dan SPOT 6
adalah kombinasi 413 seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (2013).
6. Digital Number (DN)
Metode DN threshold sering digunakan untuk pengamatan perubahan
luasan. Beberapa penelitian seperti Liu dan Jezek (2004) dalam Marfai et al.
(2007) menggunakan ekstraksi otomatis pada garis pantai dari citra satelit dengan
menggunakan DN threshold, Chalabi et al. (2006) dalam Marfai et al. (2007) juga
telah melakukan pixel-based segmentation pada citra Ikonos menggunakan DN
threshold. Pemisahan antara darat dan laut telah dilakukan dengan sangat jelas
dan kontras menggunakan metode tersebut.
7. Klasifikasi tidak terbimbing
Klasifikasi tidak terbimbing dilakukan untuk menghasilkan 2(dua) kelas
dari citra yang dianalisis, yakni darat dan laut. Garis perbedaan atas hasil
pemisahan antara zona daratan dan lautan kemudian akan dianalisis sebagai garis
pantai (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
8. Convert data to vector
Proses ini merupakan tahapan mengubah bentuk cell pada citra menjadi
bentuk vektor dengan menggunakan software ErMapper 7.0. Menu yang
digunakan pada tahapan ini adalah Process kemudian Raster cells to vector.
Proses ini akan menghasilkan keluaran berupa garis perbedaan antara zona
daratan dan lautan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
9. Export data vector to .shp
Export data vector to .shp dilakukan masih pada software ErMapper 7.0.
Data perolehan vector yang telah berbentuk garis kemudian di export dalam
bentuk .shp (shapefile) agar dapat diolah pada software ArcGis. Tahapan ini
terdapat pada menu Utilities dan export vector (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
10. Koreksi pasang surut
Dengan melihat waktu perekaman pada metadata dari kelima citra, maka
dilakukan koreksi pasang surut. Proses koreksi pasang surut ini merupakan proses
koreksi data citra yang dikoreksi terhadap kedudukan MSL (Mean Sea Level)
33

kurun waktu 8 tahun (2007-2014) dengan pertimbangan bahwa citra yang diolah
yaitu tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014. Data pasang surut diperoleh melalui data
BOOST Departemen Kelautan dan Perikanan Pangkalpinang. Sudut kemiringan
pantai diperoleh dari proses pengolahan yang dilakukan pada Peta Dishidros.
Langkah pengkoreksian dimodifikasi dari perumusan geometri oleh
Purcell dan Varberg (1984). Proses koreksi dapat dilihat pada Gambar 13.

E
α
D

α
F
α
C
B

:..?
A

Gambar 13. Koreksi Pasang Surut


Untuk mencari besar derajat kemiringan pantai pada peta LPI, digunakan rumus
sebagai berikut:
……………………………… (1)
……………………………… (2)
Pada saat posisi pasang ( tinggi muka air laut lebih besar dari MSL) maka proses
koreksi pasang surut yang dilakukan adalah sebagai berikut:

……………………………… (3)
……………………………… (4)
……………………………… (5)

Keterangan :
A : (Kedalaman pada Peta LPI) – ( MSL – Tinggi muka air perekaman citra)
B : Kedalaman pada Peta LPI (MSL)
C : (Tinggi muka air - MSL pada tahun citra) + (Kedalaman pada Peta LPI)
D : Jarak antara titik batimetri Peta LPI terhadap garis pantai (m)
E : Jarak antara kedalaman (C) terhadap garis pantai (m) (pasang)
F : Jarak antara kedalaman (A) terhadap garis pantai (m) (pasang)
α : Sudut kemiringan pantai
: Koreksi pasang surut (m)
34

11. Overlay citra


Overlay merupakan proses tumpang susun dua wilayah atau lebih pada
citra. Proses overlay dilakukan dari hasil pembuatan polyline pada citra satelit
SPOT tahun 2007, 2008, 2010 dan tahun 2014. Pada tahap ini akan tampak
perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh adanya bagian-bagian pantai yang
terabrasi dan terakresi pada periode tahun-tahun tersebut
(Purwadhi dan Sanjoto, 2008).

3.4.2 Analisis Sampel


A. Analisis Sampel untuk Penentuan Densitas Partikel
Densitas partikel diperlukan untuk mendukung perhitungan laju transpor
sedimen pada tahap peramalan gelombang dari data angin. Sampel sedimen yang
diperoleh dari sediment trap digabung dari keempat tabung dan ditimbang terlebih
dahulu untuk memperoleh nilai berat basah. Sampel yang telah ditimbang
kemudian dikeringkan menggunakan oven. Sampel ditimbang kembali dengan
berat 100 gr lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah berisi air dengan
volume 100 ml. Volume akhir merupakan volume setelah sampel sedimen
dimasukkan kedalam gelas ukur. Selisih volume akhir dan volume awal serta
massa sedimen dimasukkan dalam formula perhitungan densitas menurut
Sutarman (2013) adalah sebagai berikut:
……………………………… (6)
……………………………… (7)
Keterangan :
= densitas partikel (kg/m3)
m = massa sedimen (gr)
v = volume sedimen (ml)
= volume air tabung setelah dimasukkan sedimen (ml)
= volume air tabung sebelum dimasukkan sedimen (ml)
B. Analisis Ukuran Butiran
Sampel yang diambil di lapangan adalah (massa jenis) air laut, (massa
jenis) sedimen dan butiran sedimen. Butiran sedimen dianalisis dengan metode
pengayakan berdasarkan Wibisono (2005) sebagai berikut :
1. Sampel ditimbang sebanyak 250 gram dan kemudian dikeringkan di dalam
oven. Sampel ditimbang kembali untuk memperoleh berat kering.
35

2. Sampel kering diletakkan pada wadah ayakan bertingkat dan kemudian


disaring sesuai urutan ayakan bertingkat.
3. Setiap sedimen yang tersaring pada ayakan bertingkat dimasukkan ke dalam
wadah sesuai dengan label dan ditimbang
Distribusi ukuran butir pasir mendekati distribusi log normal, sehingga
sering digunakan pula skala satuan phi, yang didefinisikan dalam persamaan
sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :
   log 2 d ……………………………… (8)
Unit phi dikonversi menjadi milimeter dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
d  2  ……………………………… (9)
Keterangan :
 : skala wentworth
d : diameter partikel (mm)

Besar butir rata-rata (mean grain size) merupakan fungsi ukuran butir dari
suatu populasi sedimen atau nilai terbesar butir di mana 50% halus dan sebaliknya
kasar. Perhitungan untuk besar butir rata-rata menurut Wibisono (2005) adalah
sebagai berikut :
16   50   84
Mz  ……………………………… (10)
3
Keterangan :
16 : ukuran partikel 16 %
 50 : ukuran partikel 50 %
 84 : ukuran partikel 84 %

3.4.3 Pengolahan Data Angin


1. Kecepatan dan Arah Angin
Data kecepatan dan arah angin diperoleh dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data tersebut adalah data angin selama
kurun waktu 8 tahun (2007-2014) dengan pertimbangan bahwa citra diolah tahun
2007 dan 2014.
2. Koreksi Data Angin
Ada beberapa koreksi yang dilakukan dalam pengambilan data angin
biasa. Adapun koreksi yang dilakukan adalah koreksi ketinggian 10 meter, koreksi
36

durasi 1 jam, koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dan juga koreksi
stabilitas. Data angin yang diperoleh dari BMKG merupakan data yang diambil
pada durasi tiap jam dengan ketinggian 10 m, sehingga koreksi yang perlu
dilakukan adalah koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut
(Triadmodjo, 2008).
Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan data yang
digunakan dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang adalah yang ada di atas
permukaan laut. Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi dari data angin di
atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan
laut (Triadmodjo, 2008).

Gambar 14. Koreksi Kecepatan Angin dengan Fetch Lebih Besar dari 10 Mil
(sumber : Triatmodjo, 2008)

Hubungan antara angin diatas laut dan angin di atas daratan terdekat
diberikan oleh RL = Uw/UL seperti dalam Gambar 14. Gambar tersebut merupakan
hasil penelitian yang dilakukan di Great Lake, Amerika Serikat. Grafik tersebut
dapat digunakan untuk daerah lain kecuali apabila karakteristik daerah sangat
berlainan (Triadmodjo, 2008).
Koreksi stabilitas dilakukan jika fetch lebih besar dari 10 mile. Jika dalam
penelitian perbedaan temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka
diasumsikan sebagai kondisi tidak stabil (RT=1.1). Perhitungan yang digunakan
dalam koreksi stabilitas adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :
Uc = RT . U10 ……………………………… (11)
Keterangan :
Uc : Kecepatan hasil koreksi (m/s)
RT : Konstanta koreksi stabilitas
U10 : Kecepatan pada ketinggian 10 m (m/s)
37

3. Perhitungan Fetch
Pada pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan
yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak
hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam
berbagai sudut terhadap arah angin. Gambar 15. merupakan Peta Indonesia untuk
penentuan fetch agar dapat memperoleh fetch efektif. Menurut Triatmodjo (2008)
rumus perhitungan fetch adalah sebagai berikut:

……………………………… (12)

Keterangan :
Feff : Fetch rerata efektif
Xi : Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung
akhir fetch
: Deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan
6o sampai sudut 42o pada kedua sisi dari arah angin

Menurut Wibisono (2005) untuk menentukan panjang fetch di suatu lokasi


yang menghadap ke laut lepas dimana tidak ada rintangan angin, maka panjang
fetch maksimum yang digunakan adalah 200 km (sekitar 108 nautical miles). Hal
ini didasarkan pada pengamatan dari perhitungan empiris bahwa pada jarak ini
tinggi dan periode gelombang tidak berubah lagi walaupun kecepatan angin
bertambah.

Gambar 15. Fetch


38

4. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang


Perhitungan tinggi (Hmo) dan periode gelombang (Tp) signifikan dihitung
dalam rumus (CHL, 2002).
Persamaan untuk menentukan velositas friksi adalah sebagai berikut :
……………………………… (13)
Persamaan untuk menentukan koefisien gesekan adalah sebagai berikut :
………………………… (14)
Sehingga persamaan untuk menentukan tinggi dan periode gelombang adalah
sebagai berikut :

……………………………… (15)

……………………………… (16)

Keterangan :
Hmo = tinggi gelombang energi signifikan (m)
Tp = periode gelombang (s)
X = panjangnya fetch (daerah tiupan angin),
u*2 = velositas friksi
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m dari muka laut (m/s)
Cd = koefisien gesekan
g = gravitasi bumi (9,8 m2/s)

5. Transformasi Gelombang
Metode transformasi gelombang (CHL, 2002) digunakan sebagai penentu
arah gelombang di pantai, metode tersebut ditentukan melalui persamaan di
bawah ini :

……………………………… (17)

C dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini :

……………………………… (18)

L dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini :

……………………………… (19)

Co dan Lo dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah


ini :
……………………………… (20)
39

Keterangan :
 o = arah gelombang laut dalam
 = arah gelombang pada kedalaman perairan dangkal
T = periode gelombang (s)
d = kedalaman perairan dangkal (m)
g = gravitasi bumi (9,8 m2/s)

6. Perhitungan Tinggi Gelombang Pecah (Hb)


Diketahui bahwa arah datang gelombang tidak selalu tegak lurus garis
pantai, karena itu pengaruh transformasi gelombang yaitu refraksi dan shoaling
(perubahan kedalaman) perlu dihitung. Selain besar sudut datang gelombang pada
perairan dalam disesuaikan dengan sudut datang angin. Untuk menghitung
parameter gelombang pecah faktor yang perlu diketahui juga adalah indeks
gelombang pecah, maka harus diketahui keadaan kemiringan pantai (CHL,2002).
Persamaan untuk menentukan Tinggi Gelombang Pecah (Hb) dapat ditentukan
menggunakan rumus (CHL,2002) :

……………………………… (21)

Kr dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini


(CHL,2002) :

……………………………… (22)

Keterangan :
Hb : tinggi gelombang pecah (m)
Ho : tinggi gelombang (m)
Hmo : tinggi gelombang energi signifikan (m)
o : arah gelombang laut dalam
 : arah gelombang pada perairan dangkal
Lo : panjang gelombang (m)

Persamaan untuk menentukan Kedalaman laut dimana gelombang pecah adalah


sebagai berikut (CHL,2002) :
……………………………… (23)
dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini :

……………………………… (24)
a dan b dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini:

……………………………… (25)
40

……………………………… (26)
Keterangan :
db : kedalaman laut dimana gelombang pecah
tan  : kelandaian pantai
a dan b : fungsi kelandaian pantai
Hb : Tinggi gelombang pecah (m)
γb : indeks gelombang pecah
g : gravitasi bumi (9,8 m2/s)

7. Perhitungan Angkutan Sedimen


Laju transpor sedimen dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut
(CHL, 2002) :

…………………… (27)

K dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini:


……………………………… (28)
dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini:

……………………………… (29)

Keterangan :
Q = Jumlah angkutan sedimen (m3/dt)
ρs = densitas partikel sedimen ( kg/m3)
ρ = densitas air laut ( kg/m3)
γb = Indeks gelombang pecah, perbandingan antara gelombang pecah dengan
kedalaman air dimana gel tersebut pecah.
n = Porositas sedimen
= Sudut gelombang pecah (0)
K = dimensional eolian koefisien transpor sedimen (1.4 e -2,5 D50)

8. Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai


Satuan luas daerah abrasi/akresi dan volume angkutan sedimen dapat
dikaitkan dengan mengetahui kedalaman sedimen yang terangkut dari garis
pantai. Tahapan untuk menentukan kedalaman tersebut adalah dengan membagi
volume angkutan sedimen dengan luas daerah yang mengalami abrasi/akresi.

……………………………… (30)
Keterangan :
Q = Angkutan sedimen (m3)
A = Abrasi/Akresi (m2)
z = Kedalaman (m)
41

3.4.4 Kecepatan Akumulasi Endapan Sedimen


Rifardi (2012) merumuskan kecepatan akumulasi sedimen berdasarkan
berat sedimen yang tertangkap persatuan luas area per waktu dengan perhitungan
sebagai berikut :

……………………………… (31)
Keterangan :
KA = Kecepatan akumulasi (gr/cm3/hari)
W = Berat kering sedimen (gr)
L = volume sediment trap (cm3)
t = Waktu pemasangan sediment trap (hari)

Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai pada penelitian ini disajikan
pada Gambar16.

Peta Angin Peta Pasut Citra SPOT 2007, 2008,


Indonesia 2007-2014 Batimetri 2010 dan 2014

Koreksi Darat ke Koreksi Geometrik


Laut
Koreksi Stabilitas
Sudut Pemotongan Citra
Kemiringan MSL
Fetch Pantai
Kecepatan Angin
Digital Number
Terkoreksi

Klasifikasi Unsupervised
Prediksi Gelombang
Laut Lepas (Hmo, Tp)
Raster to Vector Vector to Shp
Transformasi Gelombang

Garis
Gelombang Pecah (Hb, db, γb) Pantai Terkoreksi

Laju Transpor Sedimen Digitasi Garis Pantai Citra


sedimen
2007, 2008, 2010 dan 2014
air laut
D50
KA Laju Perubahan Garis
Pantai Overlay

Perubahan Garis Pantai

Gambar 16. Diagram Alir Pengolahan Data


IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Tanjung Layang


4.1.1 Gambaran Wilayah
Daerah Tanjung Layang terletak di Desa Matras Kecamatan Sungailiat
Kabupaten Bangka Induk Provinsi Bangka Belitung. Sebelah timur lokasi studi
berbatasan langsung dengan Selat Karimata yang memisahkan antara Pulau
Bangka dan Pulau Kalimantan. Garis Pantai Tanjung Layang terletak dari posisi
koordinat 1o47’5.69” LS; 106o6’18.14” BT hingga 1o49’52.19” LS; 106o7’40.66”
BT. Panjang lokasi studi adalah 8-9 km dengan keadaan sekitar pantai Tanjung
Layang terdapat pemukiman penduduk, kapal-kapal nelayan, kapal keruk dan
kapal isap timah. Tanjung Layang berjarak sekitar 10 km dari Kota Sungailiat
atau 1 jam dari kota Pangkalpinang. Panorama pantai yang indah menjadikan
Tanjung Layang sebagai salah satu tempat tujuan wisata.

Gambar 17. Bagian Daerah Lokasi Penelitian


(sumber : dokumentasi lapangan, Oktober 2015)

Kondisi fisik Pantai Tanjung Layang pada umumnya adalah sebagai berikut :
 Kondisi pantai sebagian besar berpasir putih
 Kemiringan rata-rata pantai landai dengan sudut 0,5o
 Berdasarkan informasi dari penduduk setempat, garis pantai telah
mengalami kemunduran yang signifikan yang disebabkan adanya abrasi
dan terasa dalam 20 tahun terakhir
43

Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa stasiun, garis pantai di Tanjung


Layang mengalami abrasi yang disebabkan oleh terpaan gelombang/ombak. Salah
satu abrasi di Pantai Matras telah diatasi dengan dibangunnya
breakwater/pemecah gelombang pada tahun 2014 dengan tahapan lanjutan di
tahun 2015. Lokasi pengamatan yang menampilkan daerah abrasi dan
pembangunan breakwater dapat dilihat pada Gambar 18.

(a) (b)

(c)
Gambar 18. Lokasi abrasi (a) Pantai Matras (b) Pantai Tongaci
(c) Pembangunan Breakwater
(sumber : dokumentasi lapangan, Oktober 2015)
44

4.1.2 Pasang Surut


Tipe pasang surut berdasarkan data BOOST (Babel Ocean Observation &
Technologies) di Daerah Tanjung Layang Sungailiat adalah tipe diurnal, yaitu
terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan
permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Penelitian ini didukung oleh
Rufaida pada tahun 2008 terhadap analisis pasang surut perairan Bangka secara
umum, Rufaida (2008) menyatakan bahwa tipe pasang surut untuk perairan
Bangka adalah tipe diurnal. Nilai kedudukan air rata-rata pada daerah ini ialah
1,43 m, sehingga apabila terjadi pasang maupun surut terhadap kedudukan air
rata-rata akan mempengaruhi jarak air dari bibir pantai. Grafik naik turun muka
air laut pada Bulan Oktober Tahun 2014 di Tanjung Layang sesuai dengan tahun
perekaman citra terakhir dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Grafik Pasang Surut Oktober 2014 di Sungailiat


(sumber : Data DKP Bangka, 2014)

4.1.3 Distribusi Sedimen Tanjung Layang


Distribusi sedimen pantai dapat memperlihatkan dinamika pantai yang
terjadi pada daerah penelitian. Persentase rata-rata proporsi sedimen yang
berukuran pasir adalah 97,05 % sehingga tipe sedimen pasir mendominasi daerah
penelitian. Persentase berat fraksi (kerikil, pasir dan lumpur), mean size (Mz) serta
jenis fraksi masing-masing stasiun terdapat pada Tabel 10.
45

Tabel 10. Persentase Berat Fraksi dan Tipe Sedimen di Tanjung Layang

Stasiun % Kerikil % Pasir % Lumpur Mz Jenis fraksi


1 2,29 97,67 0,04 2,27 Pasir Halus

2 0,54 98,75 0,71 2,56 Pasir Halus

3 0,92 98,45 0,63 2,04 Pasir Halus

4 0,89 98,38 0,73 2,63 Pasir Halus

5 0,40 92,01 7,59 3,07 Pasir Sangat Halus


Sumber : Analisis data lapangan, 2015

Sedimen perairan Tanjung Layang didominasi oleh fraksi pasir halus


dengan nilai rata-rata ukuran butir (Mz) terbesar berada pada stasiun 5. Sedimen
diperoleh dari empat arah angkutan yaitu dua angkutan sejajar pantai (kiri dan
kanan) dan dua arah tegak lurus terhadap pantai (darat dan laut). Pola penyebaran
sedimen dipengaruhi oleh pasang surut dan gelombang. Gelombang yang tinggi
mampu mengaduk lapisan sedimen bawah sehingga fraksi kerikil muncul
kepermukaan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ompi et al. (1990) dalam
Girsang dan Rifardi (2014) menyatakan bahwa adanya sedimen kerikil
menunjukkan arus dan gelombang pada daerah itu relatif kuat sehingga sedimen
kerikil umumnya ditemukan pada daerah terbuka, sedangkan sedimen lumpur
ditemukan pada daerah dengan arus dan gelombang yang tenang.
Proporsi rata-rata kerikil pada stasiun 1 lebih tinggi bila dibandingkan
dengan stasiun lainnya, hal ini menunjukkan bahwa gelombang di stasiun tersebut
berupa gelombang tinggi sehingga mampu mengaduk sedimen lapisan bawah
yang berupa fraksi kerikil. Berdasarkan CHL (2002) rumus dimensional eolian
koefisien transpor sedimen diketahui bahwa semakin kecil ukuran tengah butir
(D50) maka akan semakin besar nilai angkutan sedimen sejajar pantai yang
dihasilkan, hal ini menunjukkan daerah dengan ukuran butir yang kecil seperti
pada stasiun 5 memiliki daya angkutan sedimen sejajar pantai yang besar.

4.2 Angin
Distribusi kecepatan dan arah angin digunakan untuk mengetahui
persentase kejadian dari masing-masing kecepatan untuk setiap arah angin.
Kecepatan dan arah angin ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui arah
46

dominan angin, pembangkitan gelombang dan analisa angkutan sedimen.


Kecepatan dan arah angin selama 8 tahun dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Kecepatan dan arah angin tahun 2007 hingga 2014

Hasil rekapitulasi data angin dari tahun 2007 – 2014 menunjukkan angin
bertiup dominan dari arah Tenggara dengan interval kecepatan maksimum berada
pada rentang nilai 4,5-9 m/s. Selat Karimata akan dipengaruhi oleh pergerakan
angin dari Benua Australia ke Benua Asia melalui Samudera Hindia Hasil
penelitian ini didukung oleh Martono (2009), yang menyatakan bahwa pola
sirkulasi angin permukaan di belahan bumi bagian selatan (Samudera Hindia)
relatif konstan sepanjang tahun yakni angin bergerak dari arah timur dan tenggara
ke arah barat dan barat laut.
Kecepatan maksimum dari kecepatan angin rata-rata tiap bulan adalah
7,65 m/s, sedangkan kecepatan angin minimum adalah 0,91 m/s dengan kecepatan
angin rata-rata dari total 8 tahun adalah 3,43 m/s (Lampiran 2). Kecepatan yang
ada dibagi berdasarkan interval, dimana kecepatan dominan yaitu pada interval
1,5-3,0 m/s sebesar 42%, interval 3,0-4,5 m/s sebesar 34% dan interval 4,5-9 m/s
sebesar 21% dan kecepatan angin dengan persentase paling kecil berada pada
interval 0-1,5 m/s sebesar 3,13%. Frekuensi dan persentase angin selama 8 tahun
dapat dilihat pada Tabel 11.
47

Tabel 11. Frekuensi dan Persentase Angin Selama 8 Tahun (2007-2014)


Kecepatan Angin (m/s)
Arah (°) 0 - 1.5 1.5 - 3.0 3.0 - 4.5 4.5 - 9.0 9.0 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Utara 0 0.0 7 7.3 2 2.1 1 1.0 0 0 10 10.4
Timur Laut 1 1.0 2 2.1 0 0.0 0 0.0 0 0 3 3.1
Timur 1 1.0 4 4.2 4 4.2 1 1.0 0 0 10 10.4
Tenggara 0 0.0 4 4.2 7 7.3 11 11.5 0 0 22 22.9
Selatan 0 0.0 6 6.3 8 8.3 7 7.3 0 0 21 21.9
Barat Daya 0 0.0 1 1.0 0 0.0 0 0.0 0 0 1 1.0
Barat 1 1.0 4 4.2 3 3.1 0 0.0 0 0 8 8.3
Barat Laut 0 0.0 12 12.5 9 9.4 0 0.0 0 0 21 21.9
Total 3 3.13 40 42 33 34 20 21 0 0 96 100
Sumber : Data BMKG Bangka, 2015

Kecepatan angin tertinggi dari tahun 2007-2014 berada pada bulan Juli
2013 sebesar 7,65 m/s dan kecepatan angin terendah terdapat pada bulan April
2010 senilai 0,91 m/s. Penelitian Martono (2009) menyatakan kecepatan sirkulasi
angin permukaan paling kuat di Samudera Hindia terjadi pada bulan Juli yang
merupakan puncak musim timur, sedangkan paling lemah terjadi pada bulan april
sesuai dengan hasil penelitian di Tanjung Layang (lampiran 2).
Pembagian musim berdasarkan Arinardi et al. (1997) dibagi menjadi
empat kategori, antara lain musim barat terjadi pada bulan Desember, Januari dan
Februari; musim peralihan 1 terjadi pada bulan Maret, April dan Mei; musim
timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus sedangkan musim peralihan 2
terjadi pada bulan September, Oktober dan November.
Kecepatan dan arah angin selama musim barat dari tahun 2007 hingga
2014 ditunjukkan oleh Gambar 21. Angin bertiup dari arah utara, barat laut dan
barat dengan kecepatan dominan pada selang 3,0-4,5 m/s dan arah dominan dari
barat laut. Kecepatan tertinggi dengan selang 4,5m/s hanya datang dari arah
utara yang berbatasan langsung dengan Selat Karimata. Mulyadi et al. (2015)
dalam penelitiannya mengenai tinggi dan periode gelombang laut signifikan yang
dibangkitkan oleh angin di Selat Karimata juga menyatakan bahwa pada musim
barat, angin dominan dari barat laut sampai utara dengan kecepatan angin rata-rata
di laut lepas berkisar antara 5,51-7,59 m/s.
48

Gambar 21. Kecepatan dan arah angin selama musim barat

Pada musim barat dinyatakan arah angin yang tertinggi bertiup dari utara
dan dominan dari arah barat laut. Hal ini dikarenakan saat musim dingin tekanan
udara tinggi terdapat diatas daratan Asia dan yang rendah diatas daratan Australia.
Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia melewati
Selat Karimata sehingga angin berhembus kencang dari belahan bumi utara.
Penelitian ini didukung oleh Martono (2009) dalam penelitiannya mengenai
karakteristik dan variabilitas bulanan angin di Perairan Samudera Hindia.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pada bulan Januari, Februari, November dan
Desember posisi matahari berada di selatan ekuator sehingga energi matahari di
belahan bumi bagian selatan lebih panas dibandingkan bumi bagian utara.
Tekanan udara yang rendah di belahan bumi bagian selatan menyebabkan gerakan
udara berpindah dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan.
Angin barat pada bulan Maret masih berhembus selama musim peralihan
1, namun kecepatannya sudah berkurang, pada bulan April dan Mei arah angin
sudah tidak menentu. Menurut Martono (2009), pada bulan tersebut posisi
matahari mulai bergeser ke utara ekuator sehingga gerakan angin juga mulai
berubah arah secara perlahan. Kecepatan dan arah angin selama musim peralihan
1 dari tahun 2007 hingga 2014 dapat dilihat pada Gambar 22. Angin bertiup dari
49

6 arah mata angin, antara lain utara, timur laut, timur, tenggara, selatan dan barat
laut dengan kecepatan dominan pada selang 1,5-3,0 m/s dan arah dominan dari
utara. Kecepatan tertinggi dengan selang 3,0-4,5m/s datang dari arah utara, timur,
tenggara dan selatan.

Gambar 22. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 1

Gambar 23. memperlihatkan kecepatan dan arah angin pada musim timur
dari tahun 2007 hingga 2014 didominasi oleh angin yang bertiup dari arah
tenggara. Peristiwa ini disebabkan oleh karena adanya pergantian tekanan antara
daratan Australia dan Asia, tekanan udara yang rendah di atas daratan Asia
menyebabkan angin berhembus dari Australia melewati Selat Karimata ke atas
daratan Asia. Martono (2009) juga menyatakan bahwa pada bulan Mei hingga
September matahari berada di belahan bumi utara, ini menyebabkan temperatur
udara permukaan di belahan bumi bagian utara lebih panas dibandingkan bumi
bagian selatan sehingga tekanan udara bumi bagian utara lebih rendah.
Berdasarkan hasil perhitungan, angin bertiup dari arah timur, tenggara dan
selatan dengan kecepatan angin berkisar antara 2,58 m/s - 7,65 m/s . Hasil ini
didukung oleh Mulyadi et al. (2015) yang menyatakan bahwa pada musim timur,
angin dominan terjadi dari arah tenggara dengan sebaran nilai kecepatan angin
cenderung konstan berkisar 5,38-6,54 m/s kecuali di dekat Pulau Bangka.
Penelitian Mulyadi et al. (2015) menunjukkan bahwa kecepatan angin setelah tiba
50

di dekat Pulau Bangka akan berubah cenderung tidak konstan, sesuai dengan
kecepatan angin yang beragam yang diperoleh di Tanjung Layang.

Gambar 23. Kecepatan dan arah angin selama Musim Timur

Angin timur pada bulan September masih berhembus selama musim


peralihan 2, namun kecepatannya sudah berkurang dan pada bulan Oktober dan
November arah angin sudah tidak menentu. Hasil ini didukung dari penelitian
oleh Teliandi et al. (2013) tentang suhu perairan Samudera Hindia, sebelah
selatan Pulau Jawa dimana suhu perairan pada musim timur berkisar antara 23oC
– 28oC mengalami kenaikan suhu pada musim peralihan 2 dengan nilai kisaran
23oC – 29oC, hal ini dipengaruhi oleh pergantian musim saat posisi matahari
mulai bergeser ke belahan bumi bagian selatan. Mulyadi et al. (2015) juga
menyatakan bahwa musim peralihan 2 adalah musim pancaroba, oleh karena itu
terjadinya hujan dan kemarau selalu berubah-ubah di daerah Indonesia khususnya
di Selat Karimata.
Kecepatan dan arah angin selama musim peralihan 2 dari tahun 2007
hingga 2014 dapat dilihat pada Gambar 24. Angin bertiup dari 6 arah mata angin,
antara lain barat laut, barat, barat daya, selatan, tenggara, dan timur dengan
kecepatan dominan pada selang 3,0-4,5 m/s disertai arah dominan dari selatan.
Kecepatan tertinggi dengan selang 4,5-9 m/s didominasi berhembus dari arah
selatan dan tenggara. Mulyadi et al. (2015) dalam penelitiannya juga menyatakan
51

bahwa pola angin di Selat Karimata pada musim peralihan 2 memperlihatkan arah
angin dominan terjadi dari arah tenggara sampai barat daya.

Gambar 24. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 2

4.3 Fetch
Gelombang dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin dan
berbagai sudut terhadap arah angin, hal ini mengakibatkan nilai fetch efektif
sangat diperlukan dalam perhitungan. Berdasarkan bentuk pantai Tanjung Layang
yang menjorok ke arah laut, diperoleh tujuh arah mata angin yang dapat
membangkitkan gelombang. Tabel 12. menunjukkan panjang fetch efektif di
Tanjung Layang Sungailiat Bangka.
Berdasarkan hasil perhitungan fetch efektif diperoleh tujuh arah mata
angin yang dapat menimbulkan gelombang antara lain, utara, timur laut, timur,
tenggara, selatan, barat daya dan barat laut. Arah angin dari barat di Tanjung
Layang tidak diperhitungkan karena merupakan sumber angin dari daratan yang
diasumsikan tidak menyebabkan pembentukan gelombang. Ramadhani (2013)
juga menyatakan bahwa dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch
dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
52

Tabel 12. Panjang Fetch Efektif Perairan Tanjung Layang, Sungailiat Bangka
Timur Barat
Arah Angin Utara Timur Tenggara Selatan Barat Laut
Laut Daya

Fetch eff (m) 154.441,3 200.000 193.560,8 94.720,52 3.507,19 325,90 140.882,31

Sumber arah angin dari timur laut memiliki nilai 200.000 m, hal ini
mengindikasikan bahwa daratan menghadap ke laut lepas dengan tanpa rintangan
angin. Rumus empiris menyatakan bahwa pada jarak ini tinggi dan periode
gelombang tidak berubah lagi walaupun kecepatan angin bertambah. Panjang
fetch dari urutan tertinggi hingga terendah berikutnya adalah mata angin timur,
utara, barat laut, tenggara, selatan dan barat daya. Berdasarkan rumus perhitungan
yang dilakukan, panjang fetch berbanding lurus dengan tinggi dan periode
gelombang, sehingga semakin panjang fetch maka nilai tinggi dan periode
gelombang akan semakin tinggi. Kurniawan et al. (2011) dalam penelitiannya
juga menyatakan bahwa semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian
gelombangnya akan semakin besar.

4.4 Gelombang
4.4.1 Tinggi dan Periode Gelombang Per Musim Selama 2007-2014
Gelombang dapat menimbulkan energi yang dapat merubah konfigurasi
bentuk pantai, baik itu abrasi maupun akresi. Bentuk gelombang yang paling
berpengaruh dalam pembentukan pantai adalah gelombang angin yang
dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut. Peramalan gelombang
dilakukan untuk mentransformasikan data angin menjadi data gelombang. Data
hasil ramalan gelombang yang diperoleh adalah tinggi, periode dan arah datang
gelombang rata-rata selama 8 tahun dalam empat musim.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata-rata tinggi dan periode
gelombang pada tahun 2007-2014, masing-masing nilai direpresentasikan dalam
empat musim seperti pada Gambar 25. Tinggi dan periode gelombang yang
dihasilkan saling berhubungan, semakin tinggi gelombang semakin lama waktu
yang diperlukan oleh partikel air untuk kembali pada kedudukan yang sama
dengan kedudukan sebelumnya. Nadia et al. (2013) dalam penelitiannya juga
menghasilkan nilai tinggi dan periode gelombang dengan grafik kenaikan yang
53

sejajar, semakin tinggi gelombang signifikan maka periode gelombang signifikan


semakin panjang.

0,6 9

Periode Gelombang (s)


Tinggi Gelombang (m)
8
0,5
7
0,4 6
5
0,3
4
0,2 3
2
0,1
1
0,0 0
Barat P.1 Timur P.2 Barat P.1 Timur P.2
Musim Musim

Gambar 25. Tinggi dan Periode Gelombang per musim Tahun 2007-2014

Tinggi dan periode gelombang rata-rata (periode 2007-2014) yang


dihasilkan pada musim barat ialah 0,5 m tiap 7 dt, musim peralihan 1 ialah 0,38 m
tiap 5,96 dt, pada musim timur menghasilkan tinggi 0,51 m tiap 7,96 dt sedangkan
musim peralihan 2 ialah 0,36 m setiap 5,74 dt. Keseragaman sumber arah
datangnya angin pada musim timur dan musim barat menghasilkan tinggi
gelombang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan arah datang angin tidak
menentu pada musim peralihan 1 dan 2. Hasil ini didukung oleh penelitian
Kurniawan et al. pada tahun 2011 tentang variasi bulanan gelombang laut di
Indonesia, Kurniawan et al. (2011) menyatakan bahwa selain dari pengaruh
kecepatan angin, persistensi arah tiupannya juga berpengaruh terhadap kondisi
gelombang laut. Semakin seragam arah tiupan angin di suatu wilayah, maka
gelombang yang terjadi akan semakin besar, hal ini terjadi karena arah tiupan
yang sama akan menyebabkan terbentuknya gelombang konstruktif yang saling
menguatkan, sehingga energi yang dibangkitkan oleh tiupan angin akan
terkumpul.
Kecepatan angin rata-rata (lampiran 2) pada musim peralihan 1 selama
kurun waktu 8 tahun (2007-2014) adalah 2,52 m/dt, namun tetap menghasilkan
tinggi gelombang yang lebih besar dari musim peralihan 2 yang memiliki
kecepatan angin rata-rata sebesar 3,83 m/dt. Hal ini dipengaruhi oleh panjang
54

fetch pada musim peralihan 1 yang lebih tinggi dari musim peralihan 2. Hasil ini
didukung oleh penelitian Dauhan et al. (2013) yang menyatakan bahwa
gelombang dominan dan maksimum disebabkan daerah pembangkitan gelombang
(fetch) yang lebih besar.

4.4.2 Tinggi dan Periode Gelombang Bulanan Selama 2007-2014


Grafik Tinggi dan periode gelombang selama delapan tahun (2007-2014)
dapat dilihat pada Gambar 26. dan Gambar 27. Tinggi gelombang yang dihasilkan
dari tinggi gelombang rata-rata selama delapan tahun berkisar 0,055 m hingga
1,149 m. Nilai puncak tinggi gelombang terdapat pada dua bulan yakni bulan ke 8
dan bulan ke 75 saat musim timur berlangsung, sedangkan nilai tinggi gelombang
minimum berada pada bulan ke 31 saat musim peralihan 2 berlangsung.
Kurniawan et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai gelombang laut di
Indonesia juga menyatakan bahwa tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh
angin di Selat Karimata selama 11 tahun (2000-2010) berkisar antara 0,5-1,25 m.

1,2
1,1
Tinggi Gelombang (m)

1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88

Bulan ke-

Gambar 26. Tinggi Gelombang per bulan Tahun 2007-2014

Periode gelombang yang dihasilkan dari periode gelombang rata-rata


selama delapan tahun bernilai diantara 0,872 dt dan 18,116 dt. Nilai puncak dari
grafik periode gelombang tersebut dibangkitkan oleh kecepatan angin sebesar
5,43 m/dt dan 7,65 m/dt pada dua bulan yakni bulan ke 8 dan bulan ke 75 selama
musim timur berlangsung, sedangkan nilai minimum periode gelombang berada
55

pada bulan ke 31 saat musim peralihan 2 berlangsung. Tinggi gelombang


dipengaruhi oleh nilai kecepatan angin serta sumber arah angin, semakin tinggi
nilainya serta semakin searah sumber angin maka periode gelombang yang
dibangkitkan semakin lama. Ningsih (2000) menyatakan bahwa gelombang yang
dibangkitkan angin berjarak jauh adalah 0-30 dt, nilai periode gelombang tersebut
menunjukkan bahwa nilai periode gelombang signifikan hasil perhitungan berada
dalam klasifikasi gelombang angin.
20
18
16
Periode Gelombang (s)

14
12
10
8
6
4
2
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88
Bulan ke-

Gambar 27. Periode Gelombang per bulan Tahun 2007-2014

4.4.3 Arah Datang Gelombang


Perbedaan profil kedalaman laut akan menyebabkan terjadinya
pembelokan arah gelombang ketika sampai di tepi pantai. Berdasarkan
perhitungan rumus dari CHL (2002), arah datang gelombang tidak jauh berbeda
dari arah datang angin, perubahan hanya terjadi sekitar 1o - 6o dari arah semula.
Arah datang gelombang selama kurun waktu 8 tahun yang dapat dilihat pada
Tabel 13. menunjukkan sudut datang utara (0o) dan selatan (180o) tidak
mengalami pembelokan (refraksi) karena sudut datang gelombang hampir tegak
lurus dengan wilayah daratan Tanjung Layang. Hasil tersebut didukung oleh
penelitian Akhir dan Mera (2011) yang menyatakan bahwa hasil prediksi lintasan
gelombang dengan sudut datang 0o nyaris tidak mengalami refraksi karena sudut
datang gelombang yang hampir tegak lurus dengan kontur dan kedalaman
perairan merupakan kedalaman transisi sehingga efek refraksi kecil.
56

Tabel 13. Arah Datang Gelombang pada Tahun 2007-2008


o
Arah Datang Gelombang ( )
Thn/Bln
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 316.62 316.35 0 0 92.51 180 92.22 91.85 180 92.40 - 316.68

2008 316.49 316.12 46.48 46.48 180.00 133.83 134.10 134.06 133.83 134.06 - 316.82

2009 316.21 316.16 0 92.87 133.18 133.89 133.98 180 180 180 - -

2010 316.43 0 0 48.75 96.09 180 180 180 180 180 180 -

2011 316.16 316.26 316.68 316.82 133.25 133.83 134.03 134.16 134.16 133.41 212.20 317.41

2012 316.26 0.00 316.82 133.11 133.41 133.89 133.96 134.20 134.09 133.29 93.87 317.38

2013 316.25 316.55 0 93.03 0 92.87 180 134.41 180 180 315.99 -

2014 316.12 0 0 180 180 180 180 180 180 92.11 - -

WAVE
HIGH (m)

Gambar 28. Tinggi dan arah datang gelombang

Gambar 28. memperlihatkan tinggi dan arah datang gelombang rata-rata


yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2014. Gelombang yang dibangkitkan oleh
angin bertiup dari 6 arah mata angin, antara lain barat laut, barat daya, selatan,
tenggara, timur dan utara dengan tinggi dominan berada pada selang 0,0-0,5 m
dan arah dominan datang dari tenggara. Tinggi gelombang tertinggi dengan selang
1,0-1,5 m dominan berhembus dari arah timur dan tenggara. Tinggi gelombang
selama kurun waktu 8 tahun didominasi berasal dari barat laut, tenggara dan
selatan yang memiliki nilai fetch lebih rendah dibandingkan dengan arah dari
utara, timur laut dan timur, hal ini dipengaruhi oleh pola musiman dengan arah
tiupan angin yang konsisten. Kurniawan et al. (2011) menyatakan bahwa musim
57

barat dan timur memiliki sumber arah angin dominan, yakni dari barat laut
melintasi Selat Karimata pada musim barat serta dari selatan dan tenggara dari
Laut Jawa pada musim timur sehingga gelombang akan tinggi pada musim dan
arah gelombang tersebut.

4.5 Angkutan Sedimen


Angkutan sedimen berdasarkan CHL (2002) dapat diperoleh dari
perhitungan beberapa nilai diantaranya densitas partikel sedimen, densitas air laut,
indeks gelombang pecah, porositas sedimen, sudut gelombang pecah, dimensional
eolian koefisien transpor sedimen, gravitasi bumi dan tinggi gelombang pecah.
Angkutan sedimen akan berhubungan dengan arah angin di tiap musim.
Musim barat yang dominan membawa gelombang dari barat laut dan utara
akan mengakibatkan sedimen terbawa ke arah barat laut dan utara dengan nilai
yang berbanding lurus terhadap tinggi gelombang pecah yang terjadi. Semakin
tinggi gelombang pecah maka sedimen yang terangkut ke arah laut akan semakin
banyak, dalam hal ini akan terjadi abrasi pada garis pantai. Rifardi (2012)
menyatakan bahwa ombak badai yang curam akan mengikis muka pantai dan
mengangkut sedimen menjadi bukit penghalang di surf zone pada kawasan lepas
pantai (offshore).

Tabel 14. Angkutan Sedimen pada Tahun 2007-2014


Angkutan Rata-rata(m3/hari/musim)
Tahun Q (m3/tahun)
Barat P.1 Timur P.2
2007 -1.502,97 -35,98 5.717,24 5.228,27 282.196,99
2008 -2.062,55 -1.126,44 0,01 3.346,79 4.734,19
2009 -2.118,64 239,05 3.070,73 7,46 35.958,06
2010 -1.528,05 -405,98 11,63 6,36 -57.480,92
2011 -2.133,81 -308,14 6.247,80 3.539,36 220.356,26
2012 -1.352,92 446,61 6.527,18 2.822,51 253.301,11
2013 -1.369,67 -930,36 8.990,21 -1.780,15 147.300,62
2014 -4.964,13 -2.135,87 38,66 1.780,12 -158.436,36
Rata-rata angkutan sedimen 92.652,24

Keterangan : (-) = Angin bertiup dari arah barat laut, utara dan timur laut mengikis sedimen
di bagian utara Tanjung Layang
(+) = Angin bertiup dari arah selatan, tenggara dan timur mengikis sedimen di
bagian selatan Tanjung Layang

Nilai angka negatif (-) pada Tabel 14. menunjukkan bahwa gelombang
datang dari arah barat laut, utara dan timur laut mengikis sedimen daratan di
58

bagian utara Tanjung Layang, sedangkan nilai angka positif (+) menyatakan
bahwa gelombang datang dari arah timur, selatan dan tenggara mengikis sedimen
daratan di bagian selatan Tanjung Layang. Penelitian ini didukung dari penelitian
oleh Pariwono (1999) tentang kawasan pantai timur Lampung yang mengalami
abrasi, peristiwa ini diakibatkan oleh gelombang besar yang menerpa pantai pada
musim timur ketika angin timur bertiup langsung menuju pantai timur.
Nilai angkutan sedimen yang dihasilkan dari perhitungan data angin dapat
dilihat pada Tabel 14. Angkutan sedimen rata-rata per hari tertinggi berada pada
musim timur tahun 2013 sebesar 8,99 x 103 m3/hari, yang artinya arah gelombang
dari timur, selatan dan tenggara mengikis sedimen bagian selatan daerah Tanjung
Layang sebesar 8,99 x 103 m3/hari, sedangkan musim peralihan 2 tahun 2010
merupakan nilai angkutan sedimen terendah yang juga mengikis sedimen bagian
selatan daerah Tanjung Layang sebesar 6,36 m3/hari.
Metode dan rata-rata hasil perhitungan yang diperoleh pada penelitian ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Johnson (1956, 1957) dan Komar
(1976) dalam CHL (2002), penelitian tersebut menghasilkan jumlah angkutan
sedimen tahunan sejajar pantai di sepanjang pantai timur Amerika Serikat
bernilai diantara 1,53 x 105 dan 2,75 x 105 m3/tahun untuk bagian pantai New
Jersey. Pantai Tanjung Layang juga memiliki angkutan sedimen bernilai diantara
4,73 x 103 dan 2,82 x 105 m3/tahun.

4.5.1 Kecepatan Akumulasi


Kecepatan akumulasi diperoleh dari proses penelitian di lapangan dengan
menggunakan sediment trap. Sediment trap memiliki empat tabung yang masing-
masing diberi label A, B, C dan D. Tabung A menampung sedimen dekat arah
darat, tabung B menampung sedimen dekat arah laut, tabung C menampung
sedimen dari sisi kiri daratan serta tabung D menampung sedimen dari sisi kanan
darat. Berdasarkan isi sedimen yang terakumulasi pada keempat tabung, dapat
diketahui berapa banyak sedimen yang dapat terakumulasi pada titik stasiun
maupun daerah dekat titik stasiun tersebut. Rifardi (2012) menyatakan bahwa
hasil penelitiannya menunjukkan bila sediment trap cukup efektif digunakan
untuk menentukan besarnya pengendapan sedimen yang berasal dari material
59

tersuspensi akibat abrasi. Kecepatan akumulasi sediment trap pada bulan Oktober
dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kecepatan Akumulasi Sediment Trap pada Bulan Oktober


Kecepatan Akumulasi (kg/m3/14 hari) Kecepatan Akumulasi (kg/m3/tahun)
Stasiun
A B C D A B C D
1 0,158 0,009 0,039 0,046 4,117 0,229 1,006 1,189
2 0,116 0,018 0,025 0,032 3,019 0,457 0,640 0,823
3 0,109 0,014 0,082 0,098 2,836 0,366 2,150 2,562
4 0,133 0,032 0,058 0,084 3,477 0,823 1,510 2,196
5 0,147 0,060 0,028 0,081 3,843 1,555 0,732 2,104
Sumber : Analisis data lapangan, 2015

Kecepatan akumulasi tertinggi berada pada stasiun 1 (tabung A) dengan


nilai 0,158 kg/m3/14 hari atau bila dikalkulasikan dalam periode 1 tahun maka
kecepatan akumulasinya adalah 4,117 kg/m3/tahun, nilai tersebut menyatakan
bahwa sebanyak 4,117 kg sedimen terangkut dari arah dekat daratan dalam setiap
1 m3 per tahun. Kecepatan akumulasi dari arah dekat lautan pada stasiun 1 (tabung
B) lebih rendah bila dibandingkan dengan akumulasi dari arah dekat daratan yaitu
senilai 0,229 kg/m3/tahun. Rifardi (2012) menyatakan bahwa perbedaan kecepatan
akumulasi ini diduga karena berbedanya kecepatan erosi pada masing-masing
daerah, sama halnya dengan perbedaan tingkat erosi di masing-masing stasiun
pada Tanjung Layang.
Kecepatan akumulasi terbanyak dari seluruh tabung yang mengarah ke
lautan (tabung B) terdapat pada stasiun 5 dengan nilai 0,06 kg/m3/14 hari atau bila
dikalkulasikan dalam periode 1 tahun maka kecepatan akumulasinya adalah 1,55
kg/m3/tahun, nilai ini menyatakan terdapat 1,55 kg sedimen yang terangkut ke
arah daratan dalam setiap 1 m3 per tahun. Rifardi (2012) juga menyatakan bahwa
gelombang dan angin yang tenang akan bersifat konstruktif yaitu membawa
sedimen menuju pantai. Gelombang dan angin yang tenang pada stasiun 5
dihasilkan dari jarak pembangkit gelombang dan angin (fetch) yang pendek
(Lampiran 1. analisis fetch efektif pada stasiun 5) serta peletakan sediment trap
yang berlangsung pada saat musim peralihan 2, dimana pada musim ini
berhembus angin yang tenang dan tidak konstan.
Tabung C dan D memperlihatkan angkutan sejajar pantai. Kecepatan
akumulasi dari arah sisi kiri pantai (tabung C) lebih sedikit bila dibandingkan
60

dengan akumulasi dari arah sisi kanan pantai (tabung D). Berdasarkan analisa dari
data angin yang menyatakan bulan Oktober masuk pada musim peralihan 2 dan
didominasi oleh arah gelombang dari tenggara, selatan dan barat daya, maka
akumulasi sedimen akan lebih banyak dari sisi kiri karena gelombang juga akan
mengangkut sedimen berbanding lurus dengan arah gelombang. Pariwono (1999)
juga menyimpulkan bahwa arah gelombang timur yang menerpa pantai timur akan
mengangkut sedimen dari pantai tersebut.

4.6 Pemetaan Perubahan Garis Pantai Tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 di
Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat, Bangka Belitung
Panjang garis pantai hasil digitasi di Tanjung Layang pada tahun 2007
adalah 8.862 m, pada tahun 2008 adalah 8.864 m, tahun 2010 sepanjang 8.773 m
dan pada tahun 2014 yakni 9.670 m. Garis pantai yang terbentuk tiap tahun
semakin berubah, hal ini dapat terjadi akibat penambahan lekukan-lekukan yang
disebabkan proses abrasi maupun akresi di tiap garis pantai yang ada. Tabel 16.
menunjukkan perubahan panjang garis pantai dari Tanjung Layang yang terekam
oleh citra satelit. Perubahan panjang garis pantai yang dihasilkan dari hasil
digitasi garis pantai juga terdapat dalam penelitian Arief et al. (2011) di
Kabupaten Kendal selama 29 tahun (1972-2008) dengan laju perubahan garis
pantai (1972-1991) ialah 499 m/tahun, (1991-2001) adalah -247 m/tahun, (2001-
2008) adalah 148 m/tahun.

Tabel 16. Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Tahun Perekaman Citra


Tahun Panjang Garis Pantai (m) Laju Perubahan Garis Pantai (m)
2007 8.862 0
2008 8.864 2
2010 8.773 -91
2014 9.670 897

Daerah yang mengalami abrasi maupun akresi dapat diketahui dengan cara
mengintegrasikan hasil digitasi garis pantai citra dari tahun yang berbeda. Dua
hasil citra kemudian di overlay untuk memperoleh informasi perubahan pantai.
Luasan daerah Tanjung Layang yang mengalami abrasi dan akresi dapat dilihat
61

pada Tabel 17. serta hasil integrasi dua hasil digitasi dari tahun yang berurutan
dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 30. dan Gambar 31. Tabel 17.
menunjukkan bahwa daerah Tanjung Layang memiliki bagian-bagian yang
mengalami abrasi dan akresi, namun daerah tersebut lebih dominan mengalami
peristiwa abrasi.

Tabel 17. Luasan Daerah Tanjung Layang yang mengalami Abrasi dan Akresi
Tahun Perubahan Abrasi (km2) Akresi (km2)
2007-2008 0,1916 0,0161
2008-2010 0,3263 0,0039
2010-2014 0,1359 0,0222

Daerah Tanjung Layang mengalami perubahan (abrasi dan akresi) sesuai


dengan waktu perekaman citra. Selama periode 1 tahun (Oktober 2007 hingga
Agustus 2008), daerah Tanjung Layang telah mengalami abrasi seluas 0,1916 km2
dan akresi seluas 0,0161 km2. Perubahan ini diakibatkan dari gelombang yang
datang ke arah pantai kemudian mengangkut sedimen menuju maupun
meninggalkan pantai. Luasan abrasi pada periode 2 tahun (September 2008
hingga Agustus 2010) telah mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dari
luasan abrasi periode tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan periode waktu yang
lebih lama dan sumber fetch (jarak pembangkit gelombang) dari barat laut, utara
dan timur laut yang lebih banyak bila dibandingkan periode tahun 2007-2008.
Penelitian ini didukung oleh Ladys (2011) dengan tinggi gelombang maksimum
pada penelitiannya berada pada bulan Januari, Februari dan Maret dikarenakan
panjang fetch yang paling tinggi pada bulan tersebut akan membangkitkan
gelombang semakin besar.
Perubahan garis pantai dari tahun 2007 hingga 2010 yang terjadi di daerah
penelitian merupakan perubahan yang bersifat alami tanpa aktifitas manusia,
namun dimulai pada awal tahun 2013 sesuai dengan data PU (2013), dilakukan
proses pembangunan breakwater/pengaman pantai Matras tahap 1, kemudian
sesuai data PU (2014) dilanjutkan dengan pembangunan breakwater/pengaman
pantai Matras tahap 2 (4 April 2014 hingga 13 Desember 2014). Pembangunan
tersebut kemudian mengakibatkan berkurangnya daerah abrasi pada periode 4
62

tahun (September 2010 hingga Oktober 2014) menjadi 0,1359 km2 dan
meningkatnya luasan daerah akresi menjadi 0,0222 km2. Luasan abrasi yang
menurun juga diakibatkan oleh sumber fetch dominan dari tenggara dan selatan
yang lebih pendek sehingga gelombang yang dihasilkan tidak terlalu besar.

(a) (b)
Gambar 29. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4
(tahun 2007-2008)

Perubahan luas daratan Tanjung Layang dari tahun 2007-2008 pada


Gambar 29. memperlihatkan adanya akresi di pantai Turun Aban seluas 0,0161
km2 serta abrasi di sepanjang Pantai Matras, Parai, Batu Bedaun dan Pantai
Tongaci seluas 0,1916 km2. Daerah yang mengalami abrasi terjadi lebih luas di
bagian selatan, hal ini dikarenakan gelombang tinggi dominan berada pada musim
timur.
Penelitian serupa telah dilakukan oleh Hidayah et al. (2012) yang
memperoleh bahwa adanya perubahan garis pantai (erosi) dengan angkutan
sedimen dari data gelombang sebanyak 13.310 m3, setelah dilakukannya prediksi
atas pembangunan pelindung pantai diperoleh pengurangan angkutan sedimen
menjadi 5.285 m3. Angkutan sedimen yang berkurang membuktikan bahwa
dengan adanya penambahan struktur perlindungan pantai sangat berpengaruh
63

terhadap perubahan garis pantai dan angkutan sedimen yang ada di pantai
tersebut.

(a) (b)
Gambar 30. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi hasil digitasi citra SPOT 4
(tahun 2008-2010)

Perubahan luas daratan selama 2 tahun dari tahun 2008 hingga 2010
diperlihatkan pada Gambar 30. Penambahan daratan (akresi) yang tidak terlalu
banyak terjadi di dua titik pada pantai Matras dan satu titik di pantai Parai seluas
0,0039 km2. Akresi terjadi di bagian cekungan-cekungan pantai (teluk) yang
memiliki tinggi gelombang yang rendah yang membawa sedimen dan akhirnya
terakumulasi di daerah tersebut. Arief et al. (2011) juga menyatakan bahwa
majunya garis pantai disebabkan adanya proses sedimentasi yang dibawa oleh
sungai maupun laut.
Pengurangan daratan (abrasi) pada Gambar 30 (b). menunjukkan bahwa
proses abrasi pada periode tahun 2008 sampai dengan 2010 terjadi hampir di
seluruh bagian pantai. Abrasi dimulai dari pantai Matras, pantai Turun Aban,
pantai Parai, pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci seluas 0,3263 km2.
Perubahan garis pantai yang signifikan ini diakibatkan oleh terpaan gelombang
yang mengikis garis pantai secara musiman, pantai sebelah selatan Tanjung
Layang mengalami abrasi yang tinggi dikarenakan angin musim timur yang
64

bersumber dari Selatan dan Tenggara telah mengikis sedimen dan membawanya
kembali ke lautan. Yulius dan Ramdhan (2013) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa abrasi yang terjadi di Teluk Bungus disebabkan oleh
gelombang pada dinding batuan penyusun pantai sehingga membentuk daratan
pantai menjadi curam dan sempit.

(a) (b)
Gambar 31. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4
dan SPOT 6 (tahun 2010-2014)

Gambar 31. menampilkan perubahan garis pantai selama 4 tahun dari


tahun 2010 hingga tahun 2014. Wilayah yang mengalami penambahan daratan
(akresi) hanya terletak di beberapa titik, yakni pantai Matras, pantai Turun Aban,
pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci seluas 0,0222 km2. Akresi pada urutan
kedua dari arah utara di pantai Matras disebabkan oleh pembangunan breakwater
yang dilakukan pada tahun 2014.
Pengurangan daratan (abrasi) yang terjadi pada periode tahun 2010 sampai
dengan 2014 terjadi menyebar di keseluruhan pantai dengan angkutan sedimen
dominan musim timur. Pantai yang mengalami abrasi secara menyeluruh terjadi
mulai dari pantai Turun Aban, Pantai Parai hingga Pantai Batu Bedaun seluas
0,1359 km2, sehingga pada tiap lokasi ini diharapkan adanya bangunan
65

breakwater untuk mencegah abrasi yang semakin meluas. Setyandito dan Triyanto
(2007) menyampaikan hal serupa pada penelitiannya, yakni diperlukan
penanganan oleh pemerintah terhadap masalah erosi pantai di Takisiung dengan
cara perbaikan jetty muara sungai yang tergerus.
Breakwater (pemecah gelombang) / pengaman pantai yang mulai
dibangun di Pantai Matras pada tahun 2013 dapat dilihat pada citra satelit
SPOT 6. Penambahan sedimen terdapat disisi kanan breakwater/pengaman pantai
seluas 3.866,58 m2 seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Berdasarkan citra satelit
tersebut dapat diketahui bahwa breakwater berhasil mencegah sedimen terangkut
ke arah lautan (utara dan barat laut) dan membuat endapan disisi kanan
breakwater yang memiliki gelombang tenang. Breakwater memerlukan
perencanaan pembangunan yang matang sehingga mampu mewujudkan bangunan
yang efisien dan tidak merusak estetika kepariwisataan.

(a) (b)
Gambar 32. Informasi (a) Garis pantai Matras 2010 sebelum pembangunan
breakwater dan (b) Akresi akibat pembangunan breakwater tahun 2014

Pengendapan yang terjadi di sisi sebelah kanan breakwater disebabkan


oleh arus sejajar menyusur pantai. Sesuai dengan data kecepatan rata-rata angin
dan arah angin dominan yang terjadi pada tahun 2014 (Lampiran 2.) arah angin
66

didominasi berasal dari arah selatan, sehingga gelombang kemudian akan


menyusur pantai menuju ke arah utara, hal inilah yang kemudian mengakibatkan
gelombang mengangkut sedimen sejajar pantai dan kemudian mengendapkannya
di sisi kanan breakwater dan terakumulasi di daerah tersebut, selain itu
pembangunan breakwater ini juga mencegah terjadinya abrasi di daerah tersebut.
Keterkaitan antara kecepatan akumulasi di lapangan, besar angkutan
sedimen hasil pengolahan data angin dan perubahan luas pantai berdasarkan hasil
digitasi sesuai tahun perekaman citra dapat dilihat pada Tabel 18. Kecepatan
akumulasi diperoleh dari rata-rata kecepatan akumulasi seluruh tabung (4 buah
tabung) dari masing-masing stasiun. Kecepatan akumulasi pada tahun 2008-2010
(2 tahun) diperoleh dari hasil perkalian antara kecepatan akumulasi tahun 2007-
2008 dengan jumlah periode tahun yakni 2 tahun, perlakuan yang sama juga
diterapkan pada kecepatan akumulasi tahun 2010-2014 (4 tahun). Angkutan
sedimen diperoleh dari perhitungan angkutan sedimen tiap bulan yang disesuaikan
dengan bulan perekaman citra.

Tabel 18. Perhitungan Kecepatan Akumulasi, Angkutan Sedimen, Luas Abrasi


dan Akresi Berdasarkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Metode
Analitik sesuai dengan Tahun Perekaman citra
Tahun St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5
2007-2008
 KA (kg/m3/tahun) 6,542 4,941 7,914 7,960 9,973
Q (m3) 230.331,4 41.565 100.148 246.961,44 255.408
 Abrasi (m2) 55.438 18.741 19.229 36.677 61.541
 Akresi (m2) - 13.313 2.756 - -
2008-2010
 KA (kg/m3/2 tahun) 13,048 9,881 15,828 15,920 19,946
Q (m3) 252.714,23 70.299 69.960 280.608,29 258.676
 Abrasi (m2) 14.449 61.637 74.174 73.066 103.037
 Akresi (m2) 3.690 - 227 - -
2010-2014
 KA (kg/m3/4 tahun) 26,167 19,763 31,657 31,840 39,891
Q (m3) 1.110.797,2 279.844 462.713 1.334.096,41 1.145.859
 Abrasi (m2) 18.181 29.377 46.575 16.008 25.765
 Akresi (m2) 7.835 3.466 779 9.785 346

Keterangan :
KA = Kecepatan akumulasi
Q = Angkutan sedimen
67

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa kecepatan akumulasi


tertinggi dari keseluruhan stasiun berada pada stasiun 5 (Pantai Tongaci) dengan
nilai 9,973 kg/m3/tahun dan stasiun tersebut juga merupakan daerah yang
mengalami abrasi paling luas pada tahun 2007-2008 dan 2008-2010 dengan
masing-masing nilai 61.541 m2 dan 103.037 m2. Akumulasi sedimen merupakan
akumulasi dari sedimen yang tertampung pada sediment trap selama musim
peralihan 2 dengan arah gelombang dominan dari arah selatan dan tenggara, hal
ini mengakibatkan stasiun 5 yang langsung menghadap ke arah selatan dan
tenggara memiliki kecepatan akumulasi yang tertinggi.
Akresi yang terjadi di seluruh stasiun membuktikan bahwa Daerah
Tanjung Layang masih mengalami akresi meskipun dengan luasan yang lebih
sedikit dibandingkan luasan abrasi, seperti yang dialami stasiun 3 (pantai Parai)
pada tahun 2010-2014 dengan daerah abrasi terluas pada tahun tersebut senilai
46.575 m2 hanya memiliki daerah akresi seluas 779 m2. Penelitian ini didukung
oleh Yulius dan Ramdhan (2013) yang dalam penelitiannya, abrasi dominan
sebesar 26 m/tahun yang terjadi pada daerah kajian Teluk Bungus disebabkan
oleh gelombang pada dinding batuan penyusun pantai sehingga membentuk
daratan pantai yang curam dan sempit dan sedimentasi pada daerah tersebut
disebabkan oleh limpasan sedimen dari daratan yang tidak terlalu banyak, hanya
sebesar 3 m/tahun.

Tabel 19. Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai
St 2007-2008 2008-2010 2010-2014
3 2 3 2 3
Q (m ) A (m ) z (m) Q (m ) A (m ) z (m) Q (m ) A (m2) z (m)

1 230.331,4 55.438 4,15 252.714,2 14.449 17,49 1.110.797,2 18.181 61,10


2 41.565 18.741 2,22 70.299 61.637 1,14 279.844 29.377 9,53
3 100.148 19.229 5,21 69.960 74.174 0,94 462.713 46.575 9,93
4 246.961,4 36.677 6,73 280.608,3 73.066 3,84 1.334.096,4 16.008 83,34
5 255.408 61.541 4,15 258.676 103.037 2,51 1.145.859 25.765 44,47
Ē 174.882,7 4,49 186.451,5 5,18 866.661,92 41,67

Keterangan :
Q = Angkutan sedimen
A = Abrasi
z = Kedalaman
Ē = Nilai Rata-rata
68

Satuan luas daerah abrasi/akresi dan volume angkutan sedimen dapat


dikaitkan dengan mengetahui kedalaman sedimen yang terangkut dari garis pantai
daerah Tanjung Layang. Tahapan untuk menentukan kedalaman pantai tersebut
adalah dengan membagi volume angkutan sedimen (m3) dengan luas daerah yang
mengalami abrasi maupun akresi (m2). Perhitungan kedalaman sedimen yang
terangkut dari garis pantai dapat dilihat pada Tabel 19.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 19. diketahui bahwa angkutan
sedimen rata-rata seluruh stasiun pada tahun 2007-2008, 2008-2010 dan 2010-
2014 senilai 174.882,7 m3, 186.451,5 m3, 866.661,92 m3 masing-masing berasal
dari kedalaman rata-rata hingga 4,49 m, 5,18 m dan 41,67 m. Jumlah angkutan
sedimen yang terjadi pada daerah Tanjung Layang adalah hasil dari perhitungan
gelombang yang dibangkitkan oleh angin tanpa melihat adanya pengaruh dari
aktifitas manusia, hal ini mengakibatkan nilai yang tinggi pada angkutan sedimen
periode 2010-2014 tidak secara langsung menghasilkan luasan abrasi yang tinggi,
sehingga diperoleh kedalaman rata-rata yang berbeda dari periode tahun
sebelumnya.
Daerah luasan abrasi pada tahun 2010-2014 lebih rendah bila
dibandingkan dengan jumlah angkutan sedimen yang besar dalam kurun waktu
empat tahun sehingga menghasilkan kedalaman sedimen terangkut yang tinggi.
Perbedaan ini dapat terjadi akibat pengaruh lain yang terjadi di sekitaran daerah
Tanjung Layang seperti pembangunan breakwater yang telah dimulai pada tahun
2013 maupun reklamasi pantai seperti penambahan bangunan pariwisata di
sepanjang pantai sehingga lingkungan pantai terawat dan abrasi yang terjadi pada
pantai tersebut dapat diatasi. Harti (2010) dalam penelitiannya tentang perubahan
garis pantai selama 19 tahun (1990-2009) di Teluk Jakarta, menyatakan bahwa
Teluk Jakarta telah mengalami abrasi dan akresi, salah satu faktor yang
menyebabkan perubahan garis pantai adalah adanya reklamasi pantai. Menurut
Harti (2010) berdasarkan KEPPRES No. 2/1995, tentang reklamasi Pantura
Jakarta, pembangunan reklamasi dapat lebih tertata dan teratur sehingga dapat
menjadikan pemeliharaan wilayah pantai yang berkelanjutan.
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian perubahan garis pantai di
Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Tinggi gelombang maksimum dan minimum yang terjadi di Tanjung
Layang adalah 1,149 m dan 0,014 m dengan tinggi gelombang rata-rata
0,438 m. Nilai periode gelombang maksimum, minimum dan rata-rata
secara berurutan adalah 18,116 dt; 0,215 dt dan 6,898 dt. Arah gelombang
dominan pada musim barat, peralihan 1, timur dan peralihan 2 secara
berurutan adalah barat laut, utara, tenggara dan selatan.
2. Jumlah angkutan sedimen rata-rata yang disebabkan oleh gelombang di
Tanjung Layang Kota Sungailiat adalah senilai 92.652,24 m3/tahun
3. Perubahan garis pantai dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami abrasi dan
akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2 dengan angkutan sedimen
sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010 mengalami abrasi dan
akresi seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan sedimen
sebanyak 186.451,5 m3 dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi
dan akresi seluas 0,1359 km2 dan 0,022 km2 dengan angkutan sedimen
sebanyak 866.661,92 m3.

5.2 Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan alat sediment trap
pada perwakilan waktu seluruh periode musim dan dengan waktu peletakan yang
lebih lama sehingga kecepatan akumulasi yang diperoleh dapat disesuaikan
dengan angkutan sedimen pada seluruh periode musim.
DAFTAR PUSTAKA

Adiatma I, Bambang AN, Purnaweni H. 2013. Adaptasi nelayan terhadap


perubahan iklim dalam pemanfaatan ruang pesisir (Studi Kasus: Desa Batu
Belubang Bangka). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan 2013. Semarang : UNDIP

Akhir B dan Mera M. 2011. Lintasan gelombang laut menuju pelabuhan pulau
BAAI Bengkulu. Rekayasa Sipil Vol. 07 (Nomor 2) : 47-60

Anasiru T. 2006. Angkutan sedimen pada muara sungai Palu. Smartek Vol. 04
(Nomor 1) : 25-33

Arief M, Winarso G, Prayogo T. 2011. Kajian Perubahan Garis Pantai


Menggunakan Data Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Jurnal
Penginderaan Jauh Vol. 8 : 71-80

Arinardi, Sutomo AB, Yusuf SA, Trimaningsih, Asnaryanti E, Riyono SH. 1997.
Kisaran Melimpah dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan
Kawasan Timur Indonesia. Jakarta: LIPI. 140 hlm

Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan. Jakarta: UI-Press. 111


hal

Astrium. 2014. SPOT 6 SPOT 7 Technical Sheet. Touluse-Cedex: France. 4 hal

[CHL] Coastal Hidraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part II-
III. Washington DC : Department of the Army U.S : Army Corp of
Engineers

Dauhan, Tawas H, Tangkudung H, Mamoto JD. 2013. Analisa karakteristik


gelombang pecah terhadap perubahan garis pantai di Atep OKI. Sipil
Statistik Vol. 1 (Nomor 12) : 784-796

[Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka. 2015. Pesona


Bumi Sepintu Sedulang. Bangka : (Disbudpar handbooks : 3,10 )

Fandeli C. 2011. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan


Pelabuhan. Yogyakarta : UGM-Press. 211 hal

Girsang EJ dan Rifardi. 2014. Karakteristik dan pola sebaran sedimen perairan
selat Rupat bagian timur. Berkala Perikanan Terubuk Vol. 42 (Nomor 1) :
53-61

Harti AM. 2010. Perubahan Garis Pantai Teluk Jakarta Tahun 1970-2009
[skripsi]. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas
Indonesia. 84 hal
71

Hidayah R, Suntoyo, Armono HD. 2012. Analisa perubahan garis pantai Jasri,
Kabupaten Karangasem Bali. Jurnal Teknik ITS Vol. 01 (Nomor 1) : 259-
264

Inman DL. 2002. Nearshore Processes. San Diego : Coastal Morphology Group

Istiono F. 2010. Evaluasi Perubahan Garis Pantai dan Tutupan Lahan Kawasan
Pesisir dengan Data Penginderaan Jauh [skripsi]. Surabaya : FTSP, Institut
Teknologi Surabaya.

Kurniawan R, Habibie MN, Suratno. 2011. Variasi bulanan gelombang laut di


Indonesia. Meteorologi dan Geofisika Vol. 12 (Nomor 3) : 221-232

Ladys M. 2011. Penentuan Perubahan Garis Pantai dengan Teknologi


Penginderaan Jauh dan Model Numerik di Kabupaten Batang Provinsi Jawa
Tengah [skripsi]. Indralaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan,
Universitas Sriwijaya. 81 hal

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2006. SPOT 4 Produk


Baru Pusdata LAPAN. Berita Inderaja Vol.5 (Nomor 9): 7-9

Marfai MA, Almohammad H, Dey S, Susanto B, King L. 2007. Coastal Dynamic


and Shoreline Mapping: Multi-Sources Spatial Data Analysis in Semarang
Indonesia. Environ Monit Assess (Nomor 142) : 297-308

Martono. 2009. Karakteristik dan variabilitas bulanan angin permukaan di


perairan Samudera Hindia. Makara Sains Vol. 13 (Nomor 2) : 157-162

Mulyadi, Jumarang MI, Apriansyah. 2015. Studi variabilitas tinggi dan periode
gelombang laut signifikan di Selat Karimata. Positron Vol. 5 (Nomor 1) :
19-25

Muryani C. 2010. Analisis perubahan garis pantai menggunakan SIG serta


dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di sekitar muara sungai Rejoso
Kabupaten Pasuruan. Forum Geografi Vol. 24 (Nomor 2): 173-182

Nadia P, Ali M, Besperi. 2013. Pengaruh angin terhadap tinggi gelombang pada
struktur bangunan breakwater di tapak paderi kota Bengkulu. Inersia Vol. 5
(Nomor 1) : 41-57

Ningsih ENS. 2000. Gelombang Laut. Bandung : ITB

Nuraini D. 2015. Karakteristik Sedimen Dasar dan Laju Pengendapan Sedimen


Muara Sungai Banyuasin Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan [skripsi].
Indralaya : Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Pariwono JI. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Wiryawan B,


Susanto HA, editor. Jakarta : CRMP-NRM
72

Poerbondono dan Djunasjah E. 2012. Survei Hidrografi. Bandung: Refika


Aditama. 162 hal

[PU] Pekerjaan Umum. 2013. Jumlah Satuan Kerja dan Alokasi Dana Tahun
2013. https://eproc.pu.go.id/publik/eproc2015/kegiatan/info_paket.asp?id=
{D43899AF-20D5-4B8D-81C1-CDE74B3EC31E}. [14 Maret 2016]

----------------------------. 2014. Jumlah Satuan Kerja dan Alokasi Dana Tahun


2014. https://eproc.pu.go.id/publik/eproc2014/kegiatan/info_paket.asp?id=
{C95C0900-6863-488F-9561-0A8099F275F8}. [14 Maret 2016]

Purcell EJ dan Varberg D. 1984. Kalkulus dan Geometri Analitis. Susila IN,
Kartasasmita B, Rawuh, penerjemah ; Rizal H, Paul S, editor. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari : Calculus With Analytic Geometry

Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan
Jauh. Jakarta : LAPAN-Geografi UNNES

Ramadhani SD. 2013. Studi Kinerja Bangunan Groin Tanjung Bunga [skripsi].
Makassar : Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

Rifardi. 2012. Ekologi Sediment Laut Modern. Edisi Revisi. Riau : Universitas Riau
Press Pekanbaru (UR Press Pekanbaru). 167 hal

Rufaida NH. 2008. Perbandingan Metode Last Square (Program World Tides dan
Program TIFA) dengan Metode Admiralty dalam Analisis Pasang Surut
[skripsi]. Bandung : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB

Setyandito O dan Triyanto J. 2007. Analisa erosi dan perubahan garis pantai pada
pantai pasir buatan dan sekitarnya di Takisung, propinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Teknik Sipil Vol. 07 (Nomor 3) : 224-235

Sihombing M. 2015. Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Landsat Multi


Temporal di Daerah Pesisir Sungai Bungin Muara Sungai Banyuasin
Sumatera Selatan [skripsi]. Indralaya : Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Sutarman E. 2013. Konsep & Aplikasi Mekanika Tanah. Yogyakarta: Andi. 292
hlm

Tarigan MS. 2007. Perubahan garis pantai di wilayah pesisir perairan Cisadane,
Provinsi Banten. Makara Sains Vol. 11 (Nomor 1) : 49-50

Teliandi D, Djunaedi OS, Purba NP, Pranowo WS. 2013. Hubungan variabilitas
mixed layer depth criteria T=0.50C dengan sebaran tuna di Samudera Hindia
bagian timur. Depik Vol. 2 (Nomor 3) : 162-171

Triatmodjo B. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset : Yogyakarta. 370 hal


73

Umar. 2007. Kajian pengaruh gelombang terhadap kerusakan pantai Matang


danau Kabupaten Sambas. Teknik Sipil UNTAN Vol. 11 (Nomor 1) : 93-102

Wahyudin. 2013. Identifikasi Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Jeneponto


dengan Menggunakan Citra Satelit Resolusi Menengah [skripsi]. Makassar :
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT Gramedia. 226 hal

Yulius dan Ramdhan M. 2013. Perubahan Garis Pantai di teluk Bungus Kota
Padang, Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol.5 (Nomor 2) :417-427

Anda mungkin juga menyukai