Aku
sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena itu aku akan
memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan selama ini ia
mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan wanita lain.
Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.
Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa
langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus
melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju
arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan,
kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku
mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada
gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena
seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya.
Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih,
cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk
bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala
tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah
tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia
tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan
tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan
menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata,
"Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks
membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.
"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju
inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap
akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah
merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku
langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi,
leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku
menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku
untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa.
Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.
"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata
istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak
menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk
Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan
memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau
malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan
kepada istriku.
Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan
lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan
pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua
tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku
memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir
mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian
kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang
menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.
Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku
melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan
permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di
bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti
itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehhh.."
Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa.
Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian
cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya.
Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih
perawan agak susah juga untuk menembusnya.
Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku
mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak
tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia
pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap
situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk
tidak menyesali apa yang pernah terjadi.
Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out.
Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan
bekerja di perusahaan temanku. Aku sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL
yang juga sangat kucintai. Aku sudah menganggap ia sebagai istriku saja.
Karena itu aku akan memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari
obrolan selama ini ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan
wanita lain. Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.
Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa
langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus
melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju
arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan,
kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku
mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada
gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena
seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya.
Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih,
cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk
bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala
tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah
tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia
tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan
tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan
menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata,
"Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks
membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.
"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju
inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap
akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah
merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku
langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi,
leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku
menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku
untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa.
Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.
"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata
istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak
menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk
Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan
memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau
malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan
kepada istriku.
Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan
lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan
pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua
tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku
memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir
mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian
kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang
menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.
Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku
melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan
permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di
bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti
itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehhh.."
Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa.
Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian
cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya.
Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih
perawan agak susah juga untuk menembusnya.
Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku
mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak
tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia
pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap
situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk
tidak menyesali apa yang pernah terjadi.
Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out.
Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan
bekerja di perusahaan temanku.
Salam kenal kepada pembaca budiman. Namaku Adi Mas Said, seorang
mahasiswa sebuah perguruang tinggi ternama di kota Medan. Keluargaku
terdiri dari ayah ibuku dan seorang adik perempuan yang bernama Fina.
Keluargaku termasuk keluarga yang cukup berada. Fina saat ini duduk di
kelas tiga SMP sebuah sekolah swasta di Medan. Dia seorang gadis yang
sangat popular di sekolahnya dan juga sekaligus merupakan wakil ketua
OSIS. Tidak heran kenapa dia bisa sepopuler itu.
Fina seorang gadis yang cantik dan manis. Tubuhnya tidak terlalu tinggi,
namun kemungilannya justru membuatnya nampak semakin manis. Dadanya
tidak terlalu besar, namun lekukannya indah. Bibirnya merah merekah dan
lesung pipitnya membuatnya semakin menggoda, ibaratnya apel merah yang
segar. Rambutnya panjang sampai ke bahu, hitam legam, indah dan harum.
Kulitnya putih dan mulus. Singkat kata, dia memang seorang gadis yang
sangat cantik dan merupakan kebanggaan orang tuaku. Selain itu dia juga
sangat pandai membawa diri di hadapan orang lain sehingga semua orang
menyukainya.
Namun di balik semua itu, sang “putri” ini sebetulnya tidaklah perfect.
Kepribadiannya yang manis ternyata hanya topeng belaka. Di dunia ini,
hanya aku, kakak laki-lakinya, yang tahu akan kepribadiannya yang
sesungguhnya. Kedua orang tuaku yang sering keluar kota untuk berbisnis
selalu menitipkan rumah dan adikku kepadaku. Tapi mereka tidak tahu kalau
aku kesulitan untuk mengendalikan adikku yang bandelnya bukan main. Di
hadapanku, dia selalu bersikap membangkang dan seenaknya. Bila aku
berkata A, maka dia akan melakukan hal yang sebaliknya. Pokoknya aku
sungguh kewalahan untuk menanganinya.
Suatu hari, semuanya berubah drastic. Hari itu adalah hari Sabtu yang tak
akan terlupakan dalam hidupku. Pada akhir minggu itu, seperti biasanya
kedua orang tuaku sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis. Mereka
akan kembali minggu depannya. Kebetulan, aku dan adikku juga sedang
liburan panjang. Sebetulnya kami ingin ikut dengan orang tua kami keluar
kota, tapi orang tuaku melarang kami ikut dengan alasan tak ingin kami
mengganggu urusan bisnis mereka. Biarpun adikku kelihatan menurut, tapi
aku tahu kalau dia sangat kesal di hatinya. Setelah mereka pergi, aku
mencoba untuk menghiburnya dengan mengajaknya nonton DVD baru yang
kubeli yaitu Harry Potter and the Order of Pheonix. Tapi kebaikanku dibalas
dengan air tuba. Bukan saja dia tidak menerima kebaikanku, bahkan dia
membanting pintu kamarnya di depan hidungku.
Malam itu, jam menunjukan pukul sebelas malam. Aku pun mengedap di
depan pintu kamar adikku. Daun telingaku menempel di pintu untuk
memastikan apa adikku sudah tertidur. Ternyata tidak ada suara TV ataupun
radio di kamarnya. Memang biasanya adikku ini kalau hatinya sedang
mengkal, akan segera pergi tidur lebih awal. Akupun menggunakan
keahlianku sebagai mahasiswa jurusan teknik untuk membuka kunci pintu
kamar adikku. Kebetulan aku memang mempunyai kit untuk itu yang kubeli
waktu sedang tour ke luar negeri. Di tanganku aku mempunyai sebuah
kamera digital.
Di kamar adikku, lampu masih terang karena dia memang tidak berani tidur
dalam kegelapan. Akupun berjalan perlahan menuju tempat tidurnya.
Ternyata malam itu dia tidur pulas terlentang dengan mengenakan daster
putih. Tanganku bergerak perlahan dan gemetar menyingkap dasternya ke
atas. Dia diam saja tidak bergerak dan napasnya masih halus dan teratur.
Ternyata dia memakai celana dalam warna putih dan bergambar bunga
mawar. Pahanya begitu mulus dan aku pun bisa melihat ada bulu-bulu halus
menyembul keluar di sekitar daerah vaginanya yang tertutup celana
dalamnya.
Aku tidak menghiraukan semua itu karena sebuah kenikmatan yang belum
pernah kurasakan dalam hidupku menyerangku. Penisku yang bercokol di
dalam vagina adikku merasakan rasa panas dan kontraksi otot vagina adikku.
Rasanya seperti disedot oleh sebuah vakum cleaner. Aku pun segera
menggerakan pinggulku dan memompa tubuh adikku. Adikku menangis dan
menjerit:” Aduhh..aahh..uuhh..am..pun..ka k…lep..as..kan..pana ss…
sakitt!!” “Kak..Adii..mengo..uuhh..yak.. aduh…tubuhku!!! ” Aku tidak
tahan dengan rengekan adikku, karena itu aku segera menggunakan celana
dalam adikku untuk menyumpal mulutnya sehingga yang terdengar hanya
suara Ughh..Ahhh.
Setelah sekitar lima belas menit, adikku tidak meronta lagi hanya menangis
dan mengeluh kesakitan. Darah masih berkucuran di sekitar vaginanya tapi
tidak sederas tadi lagi. Aku sendiri memeramkan mata merasakan
kenikmatan yang luar biasa. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku
karena aku merasa akan segera mencapai klimaksnya. Sesekali tanganku
menampar pantat adikku agar dia menggoyangkan pinggulnya sambil
berkata:’ Who is your Daddy?” Sebuah dilema muncul di pikiranku.
Haruskah aku menembak di dalam rahim adikku atau di luar? Aku tahu
kalau aku ingin melakukannya di dalam, tapi bagaimana bila adikku hamil?
Ahh… biarlah itu urusan nanti, apalagi aku tahu di mana ibuku menyimpan
pil KBnya. Tiga menit kemudian..crott..crottt..akupu n menembakan cairan
hangat di dalam rahim adikku. Keringat membasahi kedua tubuh kami dan
darah keperawanan adikku membasahi selangkangan kami dan sprei tempat
tidur.
Setelah semua kepuasanku tersalurkan, baru sekarang aku bingung apa yang
harus kulakukan selanjutnya. Semua kejadian ini di luar rencanaku. Aku
sekarang sangat ketakutan membayangkan bagaimana kalau orang tuaku
tahu. Hidupku bisa berakhir di penjara. Kemudian pandangan mataku
berhenti di kamera. Sebuah ide jenius muncul di pikiranku. Aku mengambil
kameranya dan segera memfoto tubuh telanjang adikku. Adikku melihat
perbuatanku dan bertanya: ”Kak Adi, Apa yang kau lakukan? Hentikan,
masih belum cukupkah perbuatan setanmu malam ini? Hentikan…”
Tangannya bergerak berusaha merebut kameraku. Namun aku sudah
memperkirakan ini dan lebih sigap. Karena tenagaku lebih besar, aku berhasi
menjauhkan kameranya dari jangkauannya. Aku mencabut keluar memori
card dari kameranya dan berkata: “Kalau kamu tidak mau foto ini tersebar di
website sekolahmu, kejadian malam ini harus dirahasiakan dari semua
orang. Kamu juga harus menuruti perintah kakakmu ini mulai sekarang.”
Wajah adikku pucat pasi, dan air mata masih berlinang di pipinya.
Kemudian dengan lemah dia mengganggukkan kepalanya. Sebuah perasaan
ibaratnya telah memenangi piala dunia, bersemayam di dadaku. Aku tahu,
kalau mulai malam itu aku telah menaklukan adikku yang bandel ini.
Kemudian aku memerintahkan dia untuk membereskan ruangan kamarnya
dan menyingkirkan sprei bernoda darah dan potongan dasternya yang koyak.
Selain itu aku segera menyuruhnya meminum pil KB yang kudapat dari
lemari obat ibuku. Terakhir aku menyuruhnya mandi membersihkan badan,
tentu saja bersamaku. Aku menyuruhnya untuk menggunakan jari-jari
lentiknya untuk membersihkan penisku dengan lembut.
Malam itu, aku telah memenangkan pertempuran. Selama seminggu
kepergian orang tuaku, aku selalu meniduri adikku di setiap kesempatan
yang ada. Pada hari keempat, adikku sudah terbiasa dan tidak lagi
menolakku biarpun dia masih kelihatan sedih dan tertekan setiap kali kita
bercinta. Aku juga memerintahkannya untuk membersihkan rumah dan
memasakan makanan kesukaanku. Aku juga memberi tugas baru untuk
mulut mungil adikku dengan bibirnya yang merah merekah. Setiap malam
selama seminggu ketika aku menonton TV, aku menyuruh adikku untuk
memberi oral seks. Dan aku selalu menyemprotkan spermaku ke dalam
mulutnya dan menyuruhnya untuk menelannya.
Sejak itu, setiap kali ada kesempatan, aku selalu meniduri adikku. Tentu saja
kami mempraktekan safe sex dengan kondom dan pil. Setelah dia lulus
SMA, kami masih melakukannya, bahkan sekarang dia sudah menikmati
permainan kami. Terkadang, dia sendiri yang datang memintanya. Ketika
dia lulus SMA, aku yang sekarang sudah bekerja di sebuah bank bonafid
dipindahkan ke Jakarta. Aku meminta orang tuaku untuk mengijinkan
adikku kuliah di Jakarta. Tentu saja aku beralasan bahwa aku akan
menjaganya agar adikku tidak terseret dalam pergaulan bebas. Orang tuaku
setuju dan adikku juga pasrah. Sekarang kami berdua tinggal di Jakarta dan
menikmati kebebasan kami. Hal yang berbeda hanyalah aku bisa melihat
bahwa adikku telah berubah menjadi gadis yang lebih binal.
Cerita Baru
o Ngentot dengan Teman Suamiku
o Ngentot Ayu BabySitter Tetanggaku
o Digarap dua lelaki
o Tante Ken Aduhai Seksi
o Kisah Cinta Terlarang
Kategori
o Cerita Dewasa
o Cerita Dewasa Melayu
o Cerita Panas
o Daun Muda
o Pemerkosaan
o Pesta Seks
o Sedarah
o Sesama Jenis
o Setengah Baya
o Tante Girang
o Tukar Pasangan
o Umum
Situs Hot
o Situs Bugil
o
Arsip Cerita
o July 2009
o June 2009
o May 2009
o April 2009
o March 2009
o February 2009
o January 2009
o December 2008
o November 2008
o October 2008
o September 2008
o August 2008
o July 2008
o June 2008
o December 2007
o November 2007
Cerita Dewasa
Selamat Datang Di Situs Cerita Dewasa .Topik dan Kontent yang ada
di situs ini murni didapat dari search engine,forum,dan maupun
kontent internet lainnya.Bagi yang belum cukup umur ,silahkan untuk
menutup halaman ini!!!!