Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional

yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga

merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana

peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung

upaya manusia dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan ketidak

kepastian. Dalam kerangka inilah pendidikan diperlukan dan dipandang sebagai

kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju. Demikian halnya bagi

masyarakat Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas.

Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin

pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi

pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

globalisasi. Era globalisasi yang sedang terjadi saat ini dihadapkan pada tantangan

yang lebih kompleks dan persaingan sumber daya manusia yang semakin ketat,

sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul dengan menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya pemerintah untuk dapat

menghasilkan sumber daya manusia yang unggul tersebut adalah melalui

pendidikan.

1
Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam

waktu yang singkat secara instan, hasil dari pendidikan baru dapat dilihat dalam

kurun waktu yang lama atau mungkin baru terasa setelah satu generasi, itu

sebabnya sistem pendidikan itu tidak boleh keliru atau salah kendati kesalahan itu

hanya sedikit karena berpengaruh besar untuk ke depannya karena kesalahan

sedikit bisa merubah suatu sistem yang ditata dengan baik, itu sebabnya tangan-

tangan yang mengelola sistem pendidikan dari atas sampai ke dalam kelas harus

terdiri dari tenaga–tenaga profesional dalam bidang pendidikan.

Berdasarkan pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 salah satu tujuan bangsa

Indonesia adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Mencerdaskan kehidupan

bangsa harus diartikan secara mendalam dan menyeluruh sehingga bisa diartikan

bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai alat untuk menaikkan

derajat ekonomi saja, namun harus dapat menjadikan manusia - manusia potensial

yang ahli dibidangnya sehingga akan tercapai kemajuan pembangunan seperti

yang diharapkan.

Kualitas pendidikan di Indonesia sendiri sampai saat ini masih rendah. Hal ini

dijelaskan dalam artikel pada website BBC Indonesia tanggal 27 November 2012

yang menyebutkan bahwa Sistem Pendidikan Indonesia menempati peringkat

terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh Firma

Pendidikan Pearson. Rangking ini memadukan hasil tes internasional dan data

seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada diposisi

terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Sedangkan peringkat pertama dan kedua

diraih oleh Finlandia dan Korea Selatan (BBC Indonesia, 2012).

2
Selain itu, menurut Programme for International Study Assessment (PISA) 2012

juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah

dalam pencapaian mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari

skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika,

dan sains. Selama mengikuti study tersebut dari tahun 2000, peringkat Indonesia

selalu berada diposisi terendah (Riski Puspita Sari, 2013). Fakta menunjukkan

bahwa dulu Negara Malaysia banyak yang belajar di Indonesia, tapi sekarang

kenyataannya pendidikan di Indonesia sudah tertinggal dari Negara Malaysia.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia diakibatkan oleh beberapa variabel,

salah satunya manajemen pendidikan yang buruk (Kompasiana, 2012).

Permasalahan manajemen pendidikan diantaranya: Pertama, sering

berubahnya kurikulum. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 hingga tahun 2013

pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah 11 kali

melakukan pergantian kurikulum. Misalnya Kurikulum tahun 1947 yang disebut

Rencana Pelajaran Dirinci Dalam Rencana Pelajaran Terurai, tahun 1964 Rencana

Pendidikan Dasar, tahun 1968 Kurikulum Sekolah Dasar, tahun 1974 Kurikulum

Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, tahun 1975 Kurikulum Sekolah Dasar,

tahun 1984 Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (KCBSA), Kurikulum 1994,

tahun 1997 Revisi Kurikulum 1994, tahun 2004 KBK, tahun 2006 KTSP, dan

tahun 2013 dinamakan Kurikulum 2013 pemerintah menerapkan kurikulum baru

dinamakan Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum dengan umur yang berbeda itu

ternyata tidak pernah dilakukan evaluasi pencapaian hasil terhadap kurikulum

yang berlaku pada sebelumnya (Alfred Dama, 2013), Serta kurangnya sarana dan

prasarana pendidikan dan kualitas guru yang masih rendah.

3
Hal tersebut merupakan berbagai permasalahan dalam manajemen pendidikan

yang mana akan mempengaruhi terselenggaranya proses pembelajaran di sekolah.

Padahal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013

tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 sudah tercantum

standar pengelolaan pendidikan yang meliputi proses perencanaan program,

pelaksanaan rencana kerja, serta pengawasan dan evaluasi untuk mencapai

penyelenggaraan proses pendidikan yang efektif dan efisien. Menurut Suharno

(2008) ada delapan komponen manajemen pendidikan yang meliputi manajemen

kesiswaan, manajemen pendidik, manajemen kurikulum, manajemen ketata-

laksanaan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan, manajemen

hubungan sekolah dengan masyarakat, dan manajemen organisasi sekolah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Pendidikan Nasional Bab II Pasal 2 Ayat 1 menyebutkan lingkup standar

pendidikan nasional meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi

lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan

pembiayaan pendidikan, standar penilaian pendidikan dan standar sarana dan

prasarana. Dari lingkup standar pendidikan nasional tersebut dapat dilihat bahwa

sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting dalam peningkatan

kualitas pendidikan sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan

akan tercapai dengan baik apabila Pengelolaan Sarana dan Prasarana ter-

manajemen dengan baik.

4
Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

SD Negeri Tumbang Habangoi merupakan salah satu sekolah dasar yang

terletak di hulu sungai samba tepatnya desa Tumbang Habangoi Kecamatan Petak

Malai Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah. SD Negeri Tumbang

Habangoi Berdiri sejak tahun 1985 dirintis oleh seorang pemuka adat bernama D.

Sangen yang juga bertindak sebagai guru/pendidik pertama di sekolah ini. SD

Negeri Tumbang Habangoi berstatus Negeri dengan nama awal SD INPRES

Tumbang Habangoi dengan terbitnya SK pendirian pada tahun 1989 dan

mempunyai guru PNS pertama sekaligus merangkap sebagai kepala sekolah

pertama yaitu Muntir, selanjut nama sekolah berubah menjadi SDN-1 Tumbang

Habangoi dan di pimpin oleh Posiansyah kemudian pada tahun 2015 SDN-1

Tumbang Habangoi berubah nama menjadi SD Negeri Tumbang Habangoi dan di

pimpin oleh kepala sekolah Alinson dan pada bulan juli tahun 2018 SD Negeri

Tumbang Habangoi mempunyai Kepala Sekolah baru yang bernama Margo, S.Pd.

SD Negeri Tumbang Habangoi menyelenggarakan pendidikan pada waktu

pagi hari mempunyai sarana pendidikan yaitu 9 ruangan kelas, 1 kantor serta 1

perpustakaan, 1 komputer sekolah, 2 labtob,1 printer, 1 gengset sedangkan

prasarana yang dimilik yaitu 1 lapangan sepak bola, 1 lapangan volly ball, 1 meja

tenis meja dan perlengkapan olahraga yang cukup memadai adapun pendidik yang

bertugas di SD Negeri Tumbang Habangoi yaitu: 6 guru PNS, 1 guru kontrak dan

1 guru honor sekolah hanya saja karena letak SD Negeri Tumbang Habangoi yang

5
berada jauh dari Kecamatan dan kabupaten sehingga akses telekomunikasi/akses

jaringan internet serta PLN tidak mampu menjangkau SD Negeri Tumbang

Habangoi.

SD Negeri Tumbang Habangoi dalam menjalankan proses pendidikan

menerima dana bantuan operasional sekolah (BOS) setiap tahunnya dengan

jumlah yang cukup besar, yang mana dana BOS ini digunakan dalam rangka

menyelenggarakan pendidikan di SD Negeri Tumbang Habangoi, namun

walaupun sudah menerima dana operasional sekolah masih dirasa bahwa SD

Negeri Tumbang Habangoi sangat sulit berkembang kearah yang lebih baik

seolah-olah stagnan di tempat hal inilah yang memicu penulis untuk melakukan

penelitian di SD Negeri Tumbang Habangoi.

Berdasarkan hasil study awal penelitian yang dilakukan dengan observasi dan

wawancara pada tanggal 24-29 September 2018 di SD Negeri Tumbang Habangoi

Kecamatan Petak Malai menunjukkan bahwa manajemen sekolah di SD Negeri

Tumbang Habangoi belum terlaksana dengan baik hal ini dipicu oleh kurangnya

pemahaman kepala sekolah dan guru tentang konsep manajemen sekolah itu

sendiri kemudian pemerintah kabupaten khususnya dinas pendidikan kabupaten

Katingan tidak pernah sama sekali mengadakan sosialisasi ataupun pelatihan

tentang pentingnya manajemen sekolah, bahkan guru – guru dan kepala sekolah di

SD Negeri Tumbang Habangoi dalam wawancara yang dilakukan penulis baru

mengenal dan mengetahui tentang pentingnya Manajemen sekolah/Manajemen

Berbasis Sekolah dalam mencapai kualitas pendidikan yang diharapkan.

6
Berdasarkan fenomena yang terjadi didalam penerapan manajemen sekolah di

SD Negeri Tumbang Habangoi dapat diambil kesimpulan bahwa masalah yang

terjadi adalah pengelolaan manajemen sekolah di SD Negeri Tumbang Habangoi

yang tidak terlaksana dengan baik sehingga peneliti berasumsi bahwa perlu

adanya suatu kajian terhadap masalah penerapan manajemen sekolah di SD

Negeri Tumbang Habangoi. Mengingat masalah yang begitu kompleks dan waktu

penelitian yang pendek sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan

penelitian menyeluruh terhadap masalah penerapan manajemen sekolah di SD

Negeri Tumbang Habangoi sehingga peneliti lebih tertarik mengangkat fenomena

yang terjadi di dalam penerapan manajemen sarana dan prasarana sehingga bisa

dikatakan bahwa fokus penelitian ini hanya mengangkat tentang permasalahan

yang terjadi di dalam penerapan manajemen sarana dan prasarana tersebut dengan

alasan pertama, manajemen sarana dan prasarana merupakan bagian dari

keseluruhan manajemen sekolah. Jika penyelenggaraan manajemen sarana dan

prasarana berjalan dengan baik, maka akan mendukung berjalannya manajemen

sekolah secara keseluruhan.

Kedua, komponen sarana dan prasarana keberadaannya sangat penting

karena dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah sarana dan prasarana

merupakan faktor pendukung keberhasilan dari peningkatan kualitas pendidikan

dengan asumsi walaupun SD Negeri dari 9 guru yang ada, 7 orang berkualifikasi

pendidikan strata- 1 (S-1) namun karena kurangnya sarana dan prasarana

penunjang dalam kegiatan pembelajaran terutama dalam mengakses jaringan

internet, jaringan telekomunikasi serta PLN, sehingga menyulitkan guru tersebut

untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya karena dibatasi oleh kurangnya

7
sarana dan prasarana pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Maka dari itu,

manajemen sarana dan prasarana mempunyai arti penting dalam mewujudkan

pendidikan yang berkualitas.

Ketiga, manajemen sarana dan prasarana dengan pembinaan yang baik akan

menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di

SD Negeri Tumbang Habangoi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan “Manajemen Sarana Dan

Prasarana Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di SD Negeri

Tumbang Habangoi Kabupaten Katingan”.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas serta adanya keterbatasan kemampuan dan

waktu peneliti, maka peneliti memfokuskan permasalahan penelitian pada

manajemen sarana dan prasarana di SD Negeri Tumbang Habangoi Kabupaten

Katingan antara lain:

1.2.1. Bagaimana perencanaan/Analisis kebutuhan terhadap sarana dan

prasarana di SD Negeri Tumbang Habangoi?

1.2.2. Bagaimana proses pengadaan sarana dan prasarana di SD Negeri

Tumbang Habangoi ?

1.2.3. Bagaimana proses penginventarisan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana di SD Negeri Tumbang Habangoi ?

1.2.4. Bagaimana peran guru dalam manajemen sarana dan prasarana di SD

Negeri Tumbang Habangoi ?

8
1.2.5. Apa faktor – faktor yang menghambat proses manajemen sarana dan

prasarana di SD Negeri Tumbang Habangoi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan manajemen sarana dan prasarana di SD Negeri Tumbang

Habangoi kabupaten Katingan.

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini bermanfaat:

1.4.1 Secara Teoritis

Untuk memperluas kajian keilmuan tentang manajemen sarana dan prasarana

serta mendeskripsikan manajemen sarana dan prasarana, khususnya tentang;

perencanaan/Analisis kebutuhan terhadap sarana prasarana, proses pengadaan

sarana dan prasarana, proses penginventarisan, pemeliharaan sarana dan prasarana

dan peran guru dalam manajemen sarana dan prasarana serta faktor – faktor yang

menghambat proses manajemen sarana dan prasarana di SD Negeri Tumbang

Habangoi.

1.4.2 Secara Praktis

1) Bagi Kepala Sekolah

Sebagai masukan agar memperhatikan pengelolaan sarana dan prasarana

menjadi lebih baik.

9
2) Bagi Guru

Sebagai masukan untuk lebih meningkatkan perannya sebagai pelaku dalam

pengelolaan sarana dan prasarana.

3) Bagi Peneliti

Menambah pengalaman serta dapat dijadikan bahan referensi tentang

manajemen pendidikan yang harus diketahui guru, khususnya manajemen

sarana dan prasarana nantinya harus dikuasai oleh peneliti ketika terjun secara

langsung menjadi guru di sekolah dasar.

10
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Pendidikan

Teori pendidikan merupakan landasan dalam pengembangan praktik

pendidikan, misalnya pengembangan kurikulum, proses belajar-mengajar dan

manajemen sekolah. Kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan dengan

teori pendidikan atau dalam penyusunan suatu kurikulum dan rencana

pembelajaran mengacu pada teori pendidikan.

Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi

sebagai: (1) asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran

sebuah teori, dan (2) definisi, konotatif atau denotative atau konsep-konsep yang

menyatakan makna dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.

Selanjutnya menurut Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori pendidikan adalah

sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang

peristiwa-peristiwa pendidikan. Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori

pendidikan yang akandijabarkan lebih luas lagi sehingga menambah referensi

mengenai teori-teori pendidikan.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori adalah kumpulan

konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk

menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian)

11
2.1.1 Behaviorisme

Menurut Sukardjo (2009:33) Behaviorisme adalah posisi filosofis yang

mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus

memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan

perilaku daripada fokus pada apa yang tersedia dalam individu-persepsi-persepsi,

pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan sebagainya. Kemudian

Sukardjo (2009:33) melanjutkan bahwa kerangka kerja (frame work) dan teori

pendidikan Behaviorisme adalah Empirisme.Asumsi filosofis dariBehaviorisme

adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami).

Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat

diamati.Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan

dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan

tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akanberubah kalau ada

stimulus dan respon. Dalam aliran behavior, faktor lain yang pentingadalah

reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang dapat memperkuat respon.

Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson; (3) Skinner;

(4)Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.

2.1.2 Kognitivisme

Menurut Sukardjo (2009:50) kerangka kerja atau dasar pemikiran dari

teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi

filosofis, yaitu the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh

berdasarkan pemikiran.Inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme.Menurut

12
aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan

peristiwa/kejadian yang terjadi dalamlingkungan.

Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan

dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini

menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu

melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Aliran ini

menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami kegiatan

mental internal dalam diri kita. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih

mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Tokoh aliran

kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.

Sukardjo (2009:5 1) menyatakan bahwa Jean Piaget pernah mengatakan

bahwa sejak usiabalita seorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk

menghadapiobjek-objek yang ada disekitarnya. Kemampuan ini memang sangat

sederhana, yakni dalam bentuk kemampuan sensor-motorik, namun dengan

kemampuan inilah balita tidak akanmengeksplorasi lingkungannya dan

menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia yang akan dia peroleh

kemudian, serta akanberubah menjadi kemampuan-kemampuan yang lebih maju

dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini yang disebut Piaget sebagai skema.

Menurut Piaget dalam Uno (2006:10) proses belajar sebenarnya terjadi

dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Kemudian Piaget

juga menyatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya

menjadi empat tahap yaitu tahap sensor-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2

13
tahun), tahap pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap operasional kongkrit

(7/8 sampai 12/14 tahun) dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih).

Menurut Bruner dalam Sukardjo (2009:53) derajat perkembangan kognitif

itu ada tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan

dalam melakukan tindakan. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan

secara visual.Dan tahap ketiga yang paling maju adalah representasi simbolik,

yaitu digunakan kata – kata dan lambing – lambing lain untuk melukiskan

pengalaman. Dengan dasar tersebut, Bruner menyampaikan struktur yang

mendasar dari mata ajaran yang disebut konsep – konsep pengatur harus

diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum. Cara

seperti ini menurut Bruner memungkinkan orang mengajarkan mata ajar apapun

secara efektif dalam bentuk yang serba terang secara intelektual kepada siswa

siapapun pada tahap perkembangan manapun. Pengaturan ini disebut kurikulum

spiral yang dicontohkan dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial yang

dikembangkan oleh Bruner, Man: A course of study.

2.1.3 Konstruktivisme

Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran,

menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh

pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo

melanjutkan bahwa konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah

suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses

aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru

berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan

14
dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi

pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam

pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun

constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka

dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.

2.1.4 Teori Belajar Humanistik

Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistikpada dasarnya

memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Selanjutnya Uno (2006:14)

menyatakan bahwa proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu

sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses dalam

belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu memanusiakan manusia. Oleh

karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah

memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Sukardjo (2009:56) menjelaskan pula bahwa menurut aliran humanistik,

para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan

pendidikan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan ini. Beberapa

psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk

berkembang, untuk menjadi lebih baik, dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo

(2009:57) menyimpulkan bahwa pendekatan humanistik dalam pendidikan

menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi

manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan

mengembangkan kemampuan tersebut.Dalam teori humanistik, belajar dianggap

berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan dirinya sendiri.

15
Combs dalam Sukardjo (2009:58) menyatakan bahwa banyak guru

membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi

pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang

diharapkan siswa tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal ini yang

penting ialah bagaimana pembawa persepsi siswa untuk memperoleh makna

belajar bagi pribadinya dan materi pelajaran tersebut yang menghubungkan materi

pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.

Sukardjo (2009:58) menyatakan bahwa Teori Maslow didasarkan pada

asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal (a) suatu usaha yang positif

untuk berkembang, dan (b) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk

memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat

berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut

untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan

sebagainya.

Salah satu ciri utama pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat

adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara

motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan

motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk

bersama manusia lain, berkompetisi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga

menggambarkan motivasi dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan

fisiologis dan keamanan.

Rogers dalam Sukardjo (2009: 61) membedakan dua tipe belajar, yaitu

kognitif (kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikansi).

16
Sukardjo(2009:61) menyatakan bahwa menurut Rogers yang terpenting dalam

proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan

dan pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting di antaranya

ialah:

1) Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami. 2) Belajar yang

signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid. 3) mempunyai

relevansi dengan maksud – maksudnya. 4) Belajar yang menyangkut perubahan

di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung

untuk ditolaknya. 5) Tugas – tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah

dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman – ancaman dari luar itu semakin

kecil. 6) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh

dengan berbagai acara yang berbeda – beda dan terjadilah proses belajar. 7)

Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. 8) Belajar

diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut

bertanggungjawab terhadap proses belajar itu. 9) Belajar secara inisiatif sendiri

yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya. 10) Kepercayaan terhadap diri sendiri,

kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan

untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri. 11) Belajar yang paling berguna

secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar.

Dapat disimpulkan dari pendapat di atas bahwa aliran humanistik memandang

belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan

seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan

psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya

emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai – nilai yang dimiliki oleh

17
setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya

untuk mengasah nilai – nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya,

disarankan untuk menekankan nilai – nilai kerjasama, saling membantu, dan

menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses

pembelajaran.

2.2 Manajemen Sebagai Ilmu Dan Seni

Pada mulanya manajemen belum dapat dikatakan sebagai teori karena teori

harus terdiri atas konsep – konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan

meramalkan apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu berdasarkan

penelitian. Setelah beberapa jaman dipelajari, manajemen telah memenuhi

persyaratan sebagai bidang pengetahuan yang secara sistematis berusaha

memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.

Menurut Gulick (1985), Manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu

pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori tersebut masih

terlalu umum dan subjektif. Evolusi konsep, ide, dan pemikiran manajemen

bermula pada 5.000 SM di Mesir. Pada waktu itu, orang menggunakan catatan

tertulis untuk perdagangan dan pemerintahan. Pada 300 SM – 500 Masehi

masyarakat Roma memanfaatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat

untuk keefktifan dan keefesienan dalam struktur pemerintahan dan

perdagangannya. Sehingga Gulick (1985) berpendapat; manajemen menjadi suatu

ilmu jika teori – teorinya mampu menuntun manajer dengan memberi penjelasan

bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka

meramal akibat – akibat dari tindakannya.

18
Menurut Mary Parker Follet dalam Stoner (1986), Manajemen sebagai seni

untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang – orang (The art getting thing done

through people). Hal ini perlu mendapat perhatian karena kenyataannya

manajemen mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain. Hal

senada juga dikemukakan Henry M. Botinger dalam Stoner (1986), Manajemen

sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsur, yaitu pandangan, pengetahuan teknis

dan komunikasi. Ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen. Oleh karena

itu keterampilan manajemen dikembangkan melalui pelatihan. Dalam proses

manajemen terdapat fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau

pemimpin yaitu: Perencanaan (planning), Pengorganisasian (Organizer),

Kepemimpinan (leadership) dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu

manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisasi, memimpin

dan mengendalikan atau mengawasi upaya organisasi dengan memanfaatkan

segala aspek yang ada agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

2.3 Manajemen Kependidikan

Untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang bermutu tinggi maka

diperlukan pendidikan yang bermutu, berperadapan, efektif dan efisien. Karena

SDM yang bermutu hanyalah dapat dibentuk, dikembangkan segala potensi dan

kemampuan melalui pendidikan dalam arti yang seluas – luasnya. Manajemen

pendidikan memainkan suatu peranan yang teramat penting dalam mewujudkan

sistem pendidikan yang bermutu dan berkelanjutan karena manajemen pendidikan

adalah satu kunci penting dalam membangun sistem pendidikan nasional sebab

manajemen pendidikanlah yang mengelola tenaga kependidikan, kurikulum dan

19
pembelajaran, keuangan, sarana dan prasarana dan keterlibatan terpadu antara

pemerintah, masyarakat dan sekolah.

Manajemen pendidikan yang bagus dapat diciptakan dan dilaksanakan oleh

manajer pendidikan yang berkualitas. Manajer dalam dunia pendidikan salah

satunya adalah guru sebab selain sebagai seorang pendidik, seorang guru juga

memainkan peran sebagai manajer karena seorang guru harus dapat merencanakan

seperti apa proses pembelajaran di kelas serta sarana dan prasarana apa yang akan

dipakai selama proses pembelajaran itu sendiri. Bush dalam Bush dan Coleman

(2004:4), menyatakan “ Manajemen pendidikan adalah suatu studi atau praktik

yang dikaitkan atau diarahkan dalam operasional organisasi pendidikan”.

Organisasi pendidikan membutuhkan suatu bentuk pengaturan kegiatan yang

mengarah kepada suatu sistem yang sistematis dimana sistem yang sistematis

tersebut dijadikan sebagai patokan dalam pelaksanaan kegiatan operasional yang

terwujud dalam suatu manajemen pendidikan.

Pernyataan Bush tersebut juga didukung dalam Suharsini (2008:4) yang

menyatakan “Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian

kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia

yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan yang telak

ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien”. Dari dua pernyataan ahli diatas

dapat ditarik kesimpulan awal bahwa didalam manajemen pendidikan diperlukan

adanya kerjasama sekelompok orang yang mempunyai maksud, tujuan dan cita –

cita yang sama guna mencapai tujuan yang diharapkan dimana dalam mencapai

tujuan tersebut diperlukan suatu proses pengelolaan kerjasama dengan

20
memanfaatkan segala sumber daya yang ada agar tujuan yang diharapkan dapat

tercapai dengan efektif dan efisien.

Jika pengertian manajemen pendidikan ini diterapkan pada usaha pendidikan

maka sudah termuat hal – hal yang menjadi objek pengelolaan atau pengaturan.

Lebih tepatnya, definisi manajemen pendidikan adalah sebagai berikut;

Manajemen pendidikan adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada

usaha kerjasama antara sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan

yang diharapkan.

2.4 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah manajemen memiliki banyak arti, bergantung pada orang yang

mengartikannya demikian juga istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan

dengan administrasi sekolah. istilah manajemen berbasis sekolah merupakan

terjemahan dari “School-based management”. Istilah ini pertama kali muncul di

Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan

dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan

paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah

(pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

MBS merupakan salah satu wujud reformasi dalam bidang pendidikan yang

menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan

memadai bagi peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi

sekolah untuk meningkatkan kinerja para pendidik, menawarkan partisipasi

langsung ke kelompok – kelompok tertentu dan meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap pendidikan. Kewenangan atau otonomi yang pada sekolah

21
merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta

memberikan beberapa keuntungan seperti:

1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung

kepada peserta didik, orang tua dan guru.

2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.

3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,

hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru

dan iklim sekolah.

4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,

memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan

perubahan perencanaan (Fattah, 2000).

2.4.1 Tujuan MBS

Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi.

MBS ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat yang merupakan

respon pemerintah terhadap gejala – gejala yang muncul di masyarakat.

Peningkatan efiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi

antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi

masyarakat dan penyerderhanaan birokrasi, sementara peningkatan mutu dengan

cara memlalui partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, fleksibelitas

pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala

sekolah, berlakunya sistem disentif dan insentif sedangkan peningkatan

pemerataan pendidikan antara lain dengan peningkatan partisipasi masyarakat

22
yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi kepada kelompok tertentu

sehingga menimbulkan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

2.4.2 Manfaat MBS

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada sekolah

disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan

tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai

dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru

sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola

sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk lebih berpartisipasi,

mendorong profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manajer

maupun pemimpin sekolah. dengan diberikannya kesempatan pada sekolah untuk

menyusun kurikulum, guru didorong berinovasi dengan melakukan eksperimen –

eksperimen di lingkungan sekolahnya. Selanjutnya aspek – aspek tersebut pada

akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah, selain itu

dengan adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah,

pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntabel, transparan, egaliter dan demokratis

serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan.

2.5 Manajemen Sarana Dan Prasarana

Menurut Suharno (2008: 19) manajemen sekolah merupakan bagian dari

manajemen pendidikan. Sementara itu, Sarana pendidikan adalah salah satu dari

tujuh komponen didalam manajemen berbasis sekolah/manajemen sekolah.

23
Arikunto dan Yuliana (2008) mengatakan bahwa sarana pendidikan adalah

semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak

maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan berjalan dengan lancar.

Misalnya; gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat – alat media pengajaran.

Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang

secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran.

Seperti halaman sekolah, kebun, taman, jalan, tetapi bila dimanfaatkan secara

langsung untuk kegiatan pembelajaran, seperti halaman sekolah dan taman untuk

pelajaran IPA, halaman sekolah juga bisa untuk pelajaran olahraga maka

komponen tersebut disebut sarana pendidikan.

Senada dengan pernyataan Arikunto dan Yuliana, Direktorat Tenaga

Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2008:37) telah membedakan

pengertian sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua

perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam

proses pendidikan di sekolah. Sedangkan prasarana pendidikan adalah semua

perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan

proses pendidikan disekolah.

Pernyataan diatas diperkuat oleh Mulyasa (2012:49) mengatakan bahwa

sarana pendidikan adalah;

“Peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan

menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar seperti

gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat – alat dan media pengajaran”

Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah;

24
“Fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan

dan pengajaran seperti halama, kebun, taman sekolah dan jalan menuju

sekolah tetapi jika di manfaatkan secara langsung untuk proses melajar

mengajar seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah

sekaligus sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan

prasarana pendidikan”

Ketersedian sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang

harus terpenuhi dalam menunjang manajemen pendidikan yang baik. Menurut

Ketentuan Umum Permendiknas No. 24 Tahun 2007, sarana adalah perlengkapan

pembelajaran yang dapat dipindah – pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas

dasar untuk menjalankan fungsi sekolah.

Manajemen sarana dan prasara dapat diartikan sebagai proses kerja sama

pendayagunaan semua sarana dan prasaran pendidikan secara efektif dan efisien

(Sulistyorini, 2006). Sedangkan Rugaiyah (2011) mengatakan manajemen sarana

dan prasarana adalah kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana yang dilakukan

oleh sekolah dalam upaya menunjang seluruh kegiatan, baik kegiatan

pembelajaran maupun kegiatan lain sehingga seluruh kegiatan berjalan dengan

lancar. Menurut Asmani (2012), manajemen sarana dan prasarana adalah

manajemen sarana sekolah dan prasarana bagi pembelajaran, yang meliputi

ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan

ruangan – ruangan yang dimiliki.

Sobri (2009) mengatakan bahwa manajemen sarana dan prasarana adalah

kegiatan menata mulai dari merencanakan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan

dan penyaluran, pendayagunaan, pemeliharaan, penginvetarisan dan penghapusan

25
serta penataan lahan, bangunan, perlengkapan dan perabot sekolah secara tepat

guna dan tepat sasaran. Selanjutnya pernyataan diatas diperkuat oleh Rohiat

(2009) mendefinisikan manajemen sarana dan prasarana sebagai kegiatan yang

mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan atau material bagi

terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.

Dari pendapat ahli tentang pengertian manajemen sarana dan prasarana,

penulis mengambil kesimpulan dan mendefinisikan bahwa manajemen sarana dan

prasarana adalah suatu proses kegiatan pengelolaan semua fasilitas baik bergerak

maupun tidak bergerak yang mana didalam pengelolaan tersebut dimulai dari

merencanakan/analiskebutuhan, pengadaan, penginvetarisan, pendistribusian,

penggunaan, pemeliharan serta penghapusan dan pertanggung jawaban sarana dan

prasarana untuk mencapai kualitas pendidikan secara efektif dan efisien.

Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan menciptakan kondisi

yang menyenangkan bagi bagi guru maupun siswa untuk berada di sekolah.

disamping itu tersedianya fasilitas sarana prasarana penunjang pembelajaran yang

memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat di

manfaatkan secara optimal untuk peningkatan kualitas pendidikan.

2.5.1 Tujuan, Prinsip, dan dan Fungsi Manajemen Sarana dan Prasaran

2.5.1.1 Tujuan Manajemen Sarana dan Prasarana

Tujuan dari manajemen sarana dan prasarana sekolah adalah untuk

memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana

pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan tujuan ini, Bafadal (2003) dalam Mustari (2015 : 120)

26
menjelaskan secara rinci tentang tujuan dari manajemen sarana dan prasarana

pendidikan sebagai berikut:

1. Untuk mengupayakan pengadaan pengadaan sarana dan prasarana

sekolah melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati – hati dan

seksama, sehingga sekolah memiliki sarana dan prasarana yang sesuai

dengan kebutuhan.

2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara

tepat dan efisien.

3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan,

sehingga keadaannya selalu dalam kondisi siap pakai setiap diperlukan

oleh semua personel sekolah.

Oleh karena itu, pada praktiknya perlu diperhatikan persyaratan pengadaan

sarana dan prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap

sekolah oleh tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada dinas pendidikan

kabupaten/kota dengan melakukan “Need assesment” sekolah.

2.5.1.2 Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana

Dalam manajemen sarana dan prasarana sekolah terdapat beberapa prinsip

yang perlu diperhartikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal, menurut

Bafadal (2003) dalam Mustari (2015 : 122), prinsip – prinsip itu antara lain:

1. Prinsip pencapaian tujuan. Pada dasarnya manajemen perlengkapan

sekolah dilakukan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam

keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen perlengkapan

27
sekolah dapat dikatakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu siap

pakai setiap saat.

2. Prinsip efisiensi. Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan

sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati –

hati sehingga bisa diperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga

relatif murah. Dengan prinsip efisiensi berarti pemakaian semua fasilitas

sekolah sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik – baiknya sehingga

dapat mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah hendaknya

dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya,

petunjuk teknis tersebut dikomunikasikan kepada semua personel sekolah

yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya apabila dipandang

perlu, dilakukan pembinaan terhadap semua personel.

3. Prinsip administratif. Yaitu manajemen sarana dan prasarana di sekolah

harus selalu memperhatikan undang – undang, instruksi dan petunjuk

teknis yang diberlakukan oleh petugas yang berwenang.

4. Prinsip kejelasan tanggungjawab. Di Indonesia tidak sedikit adanya

kelembagaan kependidikan yang sangat besar dan maju. Oleh karena

besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manajemennya

melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya

pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan, dalam

pengorganisasiannya semua tugas dan tanggung jawab perlu di

deskripsikan dengan jelas.

5. Prinsip kekohesifan. Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen

perlengkapan pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam

28
bentuk proses kerja sekolah yang kompak. Oleh karena itu, walaupun

semua orang yang terlibat dalam peneglolaan perlengkapan itu telah

memiliki tugas dan tanggung jawab masing – masing namun satu dengan

yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.

2.5.1.3 Fungsi Manajemen Sarana dan Prasarana

Manajemen sarana dan prasarana bertugas mengatur dan menjaga sarana dan

prasaran pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dalam

peningkatan kulaitas pendidikan. Mulyasa (2009:50) menyatakan kegiatan

manajemen sarana dan prasarana meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,

pengawasan, penyimpanan invetarisasi, dan penghapusan serta penataan.

Sedangkan Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional

dalam bukunya Manajemen Sarana dan Prasarana pendidikan Persekolahan

Berbasis Sekolah (2007), dijelaskan bahwa manajemen sarana dan prasarana

diharapkan dapat membantu sekolah dalam merencanakan kebutuhan fasilitas,

mengelola pengadaan fasilitas, mengelola pemeliharaan fasilitas, mengelola

pengadaan inventaris sarana dan prasarana serta mengelola kegiatan penghapusan

barang inventaris sekolah.

Sementara itu Mustari (2015 : 123) secara lebih terperinci menjabarkan

fungsi dan proses manajemen sarana dan prasarana sebagai berikut:

1. Perencanaan/Analisis Kebutuhan sarana dan prasarana

Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan suatu proses

analisis dan penetapan kebutuhan yang diperlukan dalam proses

pembelajaran sehingga muncul istilah kebutuhan yang diperlukan

29
(primer) dan kebutuhan yang menunjang. Dalam proses perencanaan ini

harus dilakukan dengan cermat dan teliti baik berkaitan dengan

karakteristik sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlahnya, jenis dan

kendalanya (manfaat yang didapatkan), beserta harganya.

2. Pengadaan sarana dan prasarana

Pengadaan adalah proses adalah proses kegiatan mengadakan sarana dan

prasarana yang dapat dilakukan dengan cara membeli, menyumbang,

hibah dan lain – lain. Pengadaan sarana dan prasarana sekolah dapat

berbentuk pengadaan buku, perabot dan bangunan.

3. Penginvetarisan sarana dan prasarana

Penginvetarisasian adalah kegiatan melaksanakan penggunaan,

penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang – barang, menyusun

daftar barang yang menjadi milik sekolah ke dalam satu daftar inventaris

barang secara teratur. Tujuannya adalah untuk menjaga dan menciptakan

tertib administrasi barang milik negara yang dipunyai oleh suatu

organisasi. Yang dimaksud dengan inventaris adalah suatu dokumen

berisi daftar jenis dan jumlah barang yang bergerak maupun tidak

bergerak yang menjadi milik negara di bawah tanggungjawab sekolah.

4. Penggunaan sarana dan prasarana

Penggunaan sarana dan prasarana adalah pemanfaatan segala jenis

barang yang sesuai dengan kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam

pemanfaatan sarana, harus mempertimbangkan hal berikut:

a. Tujuan yang akan dicapai.

30
b. Kesesuaian antarmedia yang akan digunakan dengan materi yang

akan dibahas.

c. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang.

d. Karakteristik siswa.

5. Pemeliharaan sarana dan prasarana

Pemeliharaan adalah kegiatan merawat, memelihara dan menyimpan

barang – barang sesuai bentuk dan jenis barangnya, sehingga barang

tersebut awet dan tahan lama. Pihak yang terlibat dalam pemeliharaan

barang adalah semua warga sekolah yang terlibat dalam pemanfaatan

barang tersebut.

6. Penghapusan sarana dan prasarana

Penghapusan barang inventaris adalah pelepasan suatu barang dari

kepemilikan dan tanggung jawab pengurusnya oleh pemerintah maupun

swasta. Penghapusan barang dapat dilakukan dengan pelelangan dan

pemusnahan.

7. Pertanggungjawaban sarana dan prasarana

Penggunaan barang – barang sekolah harus dipertanggungjawabkan

dengan cara membuat pelaporan penggunaan barang – barang tersebut

yang diajukan kepada pimpinan.

2.6 Peran Guru dalam Manajemen Sarana Dan Prasarana

Sebagai pelaksana tugas pendidikan, guru juga mempunyai andil dalam

perencanaan sarana dan prasarana pendidikan. Dalam hal ini guru lebih banyak

berhubungan dengan sarana pengajaran yaitu alat pelajaran, alat peraga dan media

31
pengajaran lainnya. Peranan guru dalam manajemen sarana dan prasarana dimulai

dari perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan serta pengawasan sarana dan

prasarana yang dimaksud.

Dalam perencanaan sarana dan prasarana, guru mengidentifikasikan dan

mengusulkan kebutuhan belajar siswa untuk kebutuhan buku atau bahan ajar

dalam bentuk modul, buku paket ataupun lembar kerja siswa, kebutuhan alat

peraga atau kebutuhan alat – alat olahraga, alat – alat laboratorium. Biasanya

usulan dilaksanakan pada setiap awal tahun pelajaran. Sedangkan dalam

pemanfaatan, guru menggunakan segala sarana sesuai dengan kebutuhan mata

pelajaran masing – masing. Dan dalam pemeliharaan dan pengawasan, guru ikut

terlibat dengan cara melibatkan siswa untuk ikut serta merapikan dan menyimpan

kembali barang – barang yang telah digunakan. Pengawasan yang dilakukan guru

dengan memeriksa kembali segala sarana yang telah digunakan serta mencatat

pada buku kontrol penggunaan sarana.

2.7 Peningkatan Kualitas Pendidikan

Arti dasar dari kata kualitas dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah

“kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”. Sedangkan secara etimologi, kualitas

atau mutu diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau

kemapanan. Sebab kualitas mengandung arti kata bobot atau tinggi rendahnya

sesuatu. Menurut Supranta (1997: 288), kualitas adalah sebuah kata bagi penyedia

jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.

Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu mengacu pada

proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari kontek “proses” pendidikan yang

32
berkualitas terlibat berbagai input seperti: (bahan ajar: kognitif, afektif dan

psikomotorik), Metodologi yang bervariasi sesuai kemampuan guru, sarana dan

prasarana sekolah serta penciptaan suasana yang kondusif. Dengan adanya

manajemen sekolah yang baik maka diharapkan akan meningkatkan kualitas

pendidikan seperti yang diharapkan. Sedangkan kualitas dalam konteks “hasil”

pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah dalam

kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai bisa berupa test kemampuan

akademis, prestasi dibidang olahraga dan seni.

Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan yang memiliki prestasi akademik dan non – akademik yang mampu

menjadi pelopor pembaharuan dan perubahan sehingga mampu menjawab

berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya baik di masa sekarang

dan di masa yang akan datang.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan beberapa cara

antara lain: peningkatan kualitas guru, peningkatan materi pembelajaran,

peningkatan dalam pemakaian metode pembelajaran, peningkatan sarana dan

prasarana pembelajaran serta peningkatan kualitas belajar.

2.8 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang ada sebelumnya dan relevan dengan penelitian

tentang“Manajemen Sarana Prasarana Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Di

SD Negeri Tumbang Habangoi Kabupaten Katingan” adalah Penelitian yang

dilakukan oleh:

33
1. Harsono (2017) dengan judul Proposal Penelitian “Pengelolaan

Sarana Prasarana SD Swasta Surya Persada Kelurahan Pangkut

Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat” Hasil

penelitian sementara menunjukkan bahwa pengelolaan sarana

prasarana terkelola dengan baik. Hal ini terlihat dari sarana

prasaran pendidikan yang bisa dikatakan lengkap dan memberi

kontribusi optimal dalam jalannya proses pendidikan.

2. Siti Khoiriyah (2016) judul penelitian “Manajemen Sarana

Prasarana Pendidikan Di SDN 1 Pendowo Asri Kecamatan Dente

Teladas Kabupaten Tulang Bawang” hasil penelitian menunjukkan

1) perencanaan sarana prasarana dilakukan oleh panitia setiap awal

tahun pelajaran, 2) pengadaan sarana dan prasaranadilakukan

dengan cara membeli, bantuan dan membuat sendiri. Sumber dana

yang digunakan berasal dari dana operasional sekolah (BOS) dan

dana DAK, 3) Inventarisasi dilakukan dalam rangka

penyempurnaan pengurusan dan pengawasan. Sekolah melakukan

inventarisasi yang dilaksanakan oleh bendahara sekolah dan

operator Dapodik, 4) penggunaan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana disesuaikan dengan kebutuhan dan mengikuti tata tertib

yang dibuat, 5) penghapusan sarana prasarana dilakukan terhadapa

sarana dan prasarana yang rusak dan hilang, 6) kendala yang

dihadapi sekolah dalam manajemen sarana dan prasarana adalah

keterbatasan dana, kompetensi petugas yang belum memadai serta

34
belum semua guru memiliki kesadaran terhadap pemeliharaan dan

penggunaan sarana dan prasarana pendidikan.

3. M. Firdaus Habibi (2014) judul penelitian “Manajemen Sarana Dan

Prasarana Pendidikan pada madrasah Negeri Model di Kabupaten

Banjar” Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen sarana

dan prasarana pendidikan pada Madrasah negeri di Kabupaten

Banjar masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik

pada aspek pengadaan, pendistribusian, penggunaan dan

pemeliharaan, inventarisasi dan penghapusan. Sedangkan kepala

madrasah cukup berperan aktif dalam pelaksanaan manajemen

sarana dan prasarana di madrasahnya.

4. Desi Nurhikmayanti (2013) dengan judul penelitian “Manajemen

Sarana Prasarana Di SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik” Hasil

Penelitian Menunjukkan bahwa 1) Perencanaan sarana dan

prasarana di SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik bertujuan untuk

mengetahui sarana dan prasarana supaya tercapai visi dan misi

sekolah, 2) pengadaan sarana dan prasana di SMA Negeri 1

Driyorejo Gresik dengan bantuan pemerintah, membeli, daur

ulang, perbaikan serta donatur. 3) pengaturan sarana prasarana di

SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik dengan cara inventarisasi,

penyimpanan dan pemeliharaan. 4) penghapusan sarana prasarana

di SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik dengan mencatat barang,

menggolongkan barang yang dihapus dan membentuk panitia.

35
5. Romi Suganda (2013) dengan judul penelitian “Pengelolaan Sarana

Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 20 Bengkulu

Selatan”. Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa

pengelolaan sarana prasarana di SMP Negeri 20 Bengkulu Selatan

membutuhkan sejumlah perbaikan didalam pengelolaan sarana,

pengadaan sarana, penyimpanan sarana dan penghapusan sarana.

Dibutuhkan juga pendayagunaan seluruh sumber daya yang

dimiliki sekolah agar tercapai proses pembelajaran sesuai dengan

standar nasional pendidikan seperti yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005

36
2.9 Alur pikir

Manajemen
Sarana
Prasarana SESUDAH
SEBELUM

? ?
1. Perencanaan/Analisis
kebutuhan
2. Pengadaan
3. Penginventarisasian
4. Penggunaan sarana
prasarana Peran guru
5. Pemeliharaan
6. Penghapusan
7. pertanggungjawaban

1. PERENCANAAN
2. PEMANFAATAN
KUALITAS PENDIDIKAN 3. PEMELIHARAAN
4. PENGAWASAN

37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong

(2007: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dan lain – lain, secara holistik dengan mendeskripsikan dalam

bentuk kata – kata pada konteks khusus yang alamiah. Metode penelitian

kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan mengandung

makna. Penelitian ini tidak menekankan pada generalisasi.

Penelitian ini berdasarkan tujuannya digolongkan ke dalam penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan

(Suharsimi Arikunto, 2007: 234). Penelitian kualitatif ini dilakukan untuk

menemukan fenomena tentang Manajemen Sarana Dan Prasarana Dalam Upaya

Peningkatan Kualitas Pendidikan Di SD Negeri Tumbang Habangoi Kabupaten

Katingan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Tumbang Habangoi yang beralamat

di desa Tumbang Habangoi, Kecamatan Petak Malai Kabupaten Katingan

Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi ini sangat strategis dan akses yang mudah

38
dipilih oleh peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan September - Desember 2018.

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang darinya diperoleh

keterangan. Penelitian ini mengambil subjek guru, kepala sekolah, dan siswa SD

Negeri Tumbang Habangoi Kabupaten Katingan. Dalam penelitian kualitatif,

teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball

sampling. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dalam

pengambilan sampel. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini akan memudahkan

peneliti untuk menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2009:

300).

3.4. Data dan Sumber Data

Jenis dan sumber data utama dalam penelitian ini merujuk pada pendapat para

ahli dalam penelitian naturalistik/ kualitatif. Pendapat yang pertama yaitu berasal

dari Lincoln and Guba dalam Sugiyono (2013: 223) yang mengatakan

bahwa:“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human...”. Pendapat

yang kedua bersumber dari Nasution dalam Sugiyono (2013: 223) yang

menyatakan bahwa: “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada

menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama...”

39
3.4.1. Sumber Data Primer

Sumber data primer yang berupa kata – kata, informasi dan tindakan dari

informan. Informan adalah orang yang terlibat dalam kegiatan penelitian untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan

dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru dan Siswa SD Negeri Tumbang

Habangoi Kabupaten Katingan.

3.4.2. Sumber Data Sekunder

Untuk memperkaya laporan penelitian, peneliti juga akan memanfaatkan

sumber data pendukung (sekunder) yang berasal dari arsip atau dokumen dari

berbagai macam literatur. Merujuk pada pendapat Sugiyono (2013: 217 – 221)

yang mengemukakan tentang teknik – teknik pengambilan sampel dalam

pendekatan kualitatif, maka sampel dalam pendekatan kualitatif sebagaimana

Sugiyono kemukakan dapat dipahami sebagai informan penelitian. Dalam

penelitian yang akan dilakukan, peneliti akan menggunakan teknik nonprobability

sampling atau pengambilan sampel (informan penelitian) yang tidak memberikan

peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi

(orang/masyarakat) untuk dapat dipilih atau diambil menjadi sampel (informan

penelitian).

Jenis bentuk nonprobility sampling yang akan peneliti gunakan yaitu

purposive sampling atau pengambilan sampel (informan penelitian) dan/atau

sumber data penelitian yang lain berdasar pertimbangan – pertimbangan dan

tujuan – tujuan yang selaras dan relevan dengan penelitian. Misalnya orang

tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau dia sebagai

40
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial

yang diteliti (Sugiyono, 2013: 54).

Penentuan sampel ini dilakukan setelah peneliti memasuki lapangan dan

selama penelitian berlangsung (emergent sampling design) dengan cara memilih

orang yang dipertimbangkan dapat memberikan data yaitu orang-orang terlibat

langsung pada proses manajemen sarana prasarana di SD Negeri Tumbang

Habangoi Kabupaten Katingan. Selanjutnya berdasarkan informasi dari sampel ini

peneliti menetapkan sampel lainnya yang akan memberikan data lebih lengkap.

3.5. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

3.5.1 Observasi

Menurut Nasution (Sugiyono, 2009: 310) observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan,

yaitu observasi yang tidak melibatkan peneliti dengan kegiatan sehari-hari orang

yang digunakan sebagai sumber penelitian. Peneliti hanya sebagai pengamat

independen.

3.5.1. Wawancara

Menurut Lexy J. Moleong (2007: 186) wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

mengetahui hal-hal yang akan diteliti dari responden secara mendalam. Oleh

41
karenan itu, dengan teknik ini diharapkan agar data yang didapatkan lebih

mendalam dan bermakna.

3.5.2. Dokumentasi

Data-data yang diperoleh dari metode dokumentasi dapat berupa catatan,

transkrip, buku, dan foto-foto kegiatan. Dokumentasi digunakan sebagai bukti

otentik sehingga fakta yang ditemukan di lapangan memiliki nilai keabsahan yang

tinggi. Tujuan teknik dokumentasi adalah sebagai pendukung data-data yang telah

terkumpul agar lebih valid dan sebagai bukti penelitian.

3.6. Instrumen Penelitian

Nasution (Sugiyono, 2009: 223) menyatakan bahwa dalam penelitian

kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen

penelitian utama. Peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi,

wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan data.

3.6.1. Instrumen Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data kegiatan siswa tentang

pencatatan presensi siswa, pembinaan kedisiplinan siswa dan layanan

perpustakaan di sekolah.

3.6.2. Instrumen Wawancara

Wawancara dalam penelitian bertujuan untuk memperoleh data melalui tanya

jawab secara langsung. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru,

orangtua siswa, dan siswa yang berada di sekolah.

42
3.6.3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan semua dokumen yang

berhubungan dengan berbagai permasalahan manajemen sarana prasaran di SD

Negeri Tumbang Habangoi Kabupaten Katingan.

3.7. Prosedur Analisis Data

Sugiyono (2009: 245-255) menyatakan dalam penelitian kualitatif, analisis

data lebih difokuskan pada selama proses di lapangan bersamaan dengan

pengumpulan data. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data,

yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3. 1. Komponen dalam analisis data (interactive model)

Sumber Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009: 338)

43
Analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.7.1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh peneliti di lapangan masih bersifat komplek, maka perlu

dicatat secara rinci. Data yang diperoleh harus segera dianalisis melalui reduksi.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

3.7.2. Penyajian Data (Data Display)

Langkah selanjutnya setelah reduksi data adalah menyajikan data. Dalam

penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun demikian

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 249) menyampaikan yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3.7.3. Penarikan Kesimpulan (Conclution drawing/verification)

Data yang sudah disajikan dipilih yang penting untuk kemudian dibuat

kategori. Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini langkah-langkah analisis

yang dilakukan peneliti adalah:

1) Peneliti mengumpulkan data dari observasi, wawancara, dan

dokumentasi dari sumber yang terpercaya. Data tersebut kemudian

dikumpulkan, dipelajari ulang, dan dimasukkan dalam catatan peneliti

untuk diproses ke tahap selanjutnya.

2) Peneliti kemudian membuat sajian data dan mereduksi data yang

penting. Kedua proses itu disusun secara sistematis.

3) Peneliti menganalisis hasil dari reduksi data dan sajian data untuk ditarik

kesimpulan. Data tentang manajemen sarana prasarana selama penelitian

44
agar lebih utuh. Apabila terdapat pernyataan tambahan setelah dilakukan

proses, maka peneliti kembali ke lapangan untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan.

3.8. Pemeriksaan Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2009: 270) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif

meliputi uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability.

Pemeriksaan keabsahan data diperlukan untuk dapat

mempertanggungjawabkan semua data yang telah diperoleh secara akurat dan

benar yang telah diperoleh baik dari hasil wawancara mendalam, observasi

partisipatif, studi dokumentasi maupun dan teknik-teknik pengumpulan data

lainnya. Hal ini akan dilakukan karena kemungkinan data yang diperoleh dari

informan kurang dan atau tidak benar, yang dapat saja terjadi karena peneliti salah

mengajukan pertanyaan yang berarti jawabannya juga salah, atau keinginan para

informan untuk menyenangkan peneliti. Mengacu pada pendapat Sugiyono

(2012:270-277), maka teknik pemeriksaan keabsahan data yang akan digunakan

oleh peneliti yakni:

45
1) Uji credibility atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian.

Gambar 3.3 Uji credibility

Sumber: Sugiyono (20 13:270)

Berdasarkan gambar di atas yang antara lain akan dilakukan dengan

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,

triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,

menggunakan bahan referensi, dan member check. Sebagai instrumen

penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, sehingga

sangat dimungkinkan dalam pelaksanaan di lapangan terjadi kecondongan

purbasangka (bias): Untuk menghindari hal tersebut, data yang diperoleh

perlu diuji kredibilitasnya (derajat kepercayaannya).

46
Pengecekan kredibilitas data dilakukan untuk membuktikan apakah

yang diamati oleh peneliti benar-benar telah sesuai dengan apa yang

sesungguhnya terjadi secara wajar di lapangan. Derajat kepercayaan data

dalam penelitian kualitatif digunakan untuk memenuhi kriteria kebenaran

yang bersifat emic, baik bagi pembaca maupun bagi subjek yang diteliti.

Pengujian terhadap kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan

triangulasi sumber data dan pemanfaatan metode. Triangulasi sumber data

dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu rnformasi yang diperoleh dan informan yang satu

dengan informan lainnya. Misalnya dan guru yang satu ke guru lainnya,

dan kepala sekolah ke guru, dan sebagainya. Triangulasi metode

dilaksanakan dengan cara memanfaatkan penggunaan beberapa metode

yang berbeda untuk mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh. Misalnya hasil observasi dibandingkan atau dicek dengan

interview, kemudian dicek lagi melalui dokumen yang relevan.

2) Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan wawancara

diwaktu atau situasi yang berbeda, contoh dilakukan pagi hari dan

siang hari, jika data ditemukan berbeda maka dilakukan terus

berulang-ulang sampai ditemukan kepastian data.

3) Uji transferability, yang merupakan validitas eksternal yang

menunjukan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil

penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.

Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitiankualitatif dapat

dicapai dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini peneliti

47
berusaha melaporkan hasil penelitiannya secara rinci. Uraian laporan

diusahakan dapat mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang

diperlukan oleh pembaca agar pembaca dapat memahami temuan-

temuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri bukan bagiandari uraian

rinci melainkan penafsirannya yang diuraikan secara rinci dengan

penuh tanggungjawab berdasarkan kejadian – kejadian nyata.

4) Uji dependability, yang akan dilakukan dengan melakukan audit

terhadap keseluruhan proses penelitian. Dependabilitas atau

ketergantungan dilakukan untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan

dalam konseptualisasi rencana penelitian, pengumpulan data,

interpretasi temuan dan pelaporan hasil penelitian. Untuk itu

diperlukan dependentauditor. Sebagai dependentauditor dalam

penelitian ini adalah para pembimbing.

5) Uji conformability, yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan

proses yang telah dilakukan. Konfirmabilitas atau kepastian

diperlukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh objektif atau

tidak. Hal ini bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap

pandangan, pendapat dan temuan seseorang. Jika telah disepakati oleh

beberapa atau banyak orang dapat dikatakan objektif, namun

penekanannya tetap pada datanya. Untuk menentukan kepastian data

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkonfirmasikan data

dengan para informan atau para ahli. Kegiatan ini dilakukan secara

bersama-sama dengan pengauditan dependabilitas. Perbedaannya jika

pengauditan dependabilitas ditujukan pada penilaian prosesyang

48
dilalui selama penelitian, sedangkan pengauditan konfirmabilitas

adalah untuk menjamin keterkaitan antara data, informasi, dan

interpretasi yang dituangkan dalam laporan serta didukung oleh bahan

– bahan yang tersedia.

49
DAFTAR PUSTAKA

Mustari. Muhamad. (2015). Manajemen Pendidikan. PT Rajagrafindo. Bandung

Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah. PT Refika Aditama. Bandung

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. (2011).

Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung

Tim PengeMBANG Ilmu Pendidikan. (2009). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. PT

Imperial Bhakti Utama

Mulyasa. (2009).Manajemen Berbasis Sekolah.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Pengelolaan

Pendidikan.

Asmani. Maamur Jamal. (2012). Tips Aplikasi Manajemen Sekolah. Diva Press.

Jokjakarta

Supranta. J, (1997). Metode Riset. PT Rhineka Cipta. Jakarta

Sani. Abdulah Ridwan dkk. (2018). Penelitian Pendidikan. Tira Smart. Tangerang

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta

_______(2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

50
Harsono. (2017). Proposal Tesis Pengelolaan Sarana Prasarana SD Swasta

Surya Persada Kelurahan Pangkut Kecamatan Arut Utara Kabupaten

Korawaringin Barat. Universitas Palangka Raya. Prodi Pendidikan

Dasar.

https://pandidikan.blogspot.com/2011/05/kualitas-pendidikan.html

https://rezafardanyramadhan005.wordpress.com/2016/11/22/pengertian-kualitas-

pendidikan-menurut-para-ahli/

https://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/7736-pengertian-kualitas-

pendidikan.html

51

Anda mungkin juga menyukai