Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KOMPREHENSIF 1

INITIAL ASSESMENT

Oleh :

Debora Christianingtyas 08.321.0122


Dewa AA Sri Ariesti 08.321.0127
Ketut Yastrini 08.321.0143
Ni Made Elsi Mariyani 08.321.0151
Gde septian Ady Setiawan 08.321.0227

Program Studi S1 Keperawatan


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2011

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas
yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan
Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang
bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera
karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan
untuk menghambat resiko kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini bisa saja terjadi
karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah
trauma tidak mendapatkan penanganan yang optimal. Berdasarkan kasus diatas,
penilaian awal merupakan salah satu item kegawatdaruratan yang sangat mutlak harus
dilakukan untuk mengurangi resiko kecacatan, bahkan kematian.
Pada penelitian Canadian selama 5 tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3%
mendukung terjadinya trauma tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan mekanisme
penetrasi. Penyebab trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%),
bunuh diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lain-lain (5%). Banyak kejadian
tersebut yang akhirnya menuju kedalam kegawatdaruratan.
Berdasarkan penelitian diatas, seorang tenaga kesehatan harus mampu
melakukan tindakan medis yang tepat dan cepat untuk mengatasinya. Melalui
protocol-protokol yang berlaku, seorang tenaga kesehatan harus mampu melakukan
penilaian awal, sehingga mampu memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan
tujuan penilaian awal. Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien,
mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan
sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer
kefasilitas sesuai. Oleh karena itu tenaga medis, khususnya dalam system pelayanan
tanggap darurat harus mengenal konsep penilaian awal untuk meningkatkan
keberhasilan penanganan kasus gawat darurat.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas , maka rumusan masalah yang kami
kemukakan dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud initial assesment?
2. Bagaimana pendiagnosaan pada pasien kegawatdaruratan?
3. Bagaimana intervensi dan evaluasi pada pasien dengan kegawatdaruratan?

1.3 TUJUAN UMUM


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Komprehensif I serta untuk menambah pengetahuan tentang
keperawatan khususnya keperawatan kegawatdaruratan dan yang termasuk
didalamnya adalah konsep initial assesment.

1.4 TUJUAN KHUSUS


Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian initial assesment
2. Untuk mengetahui pendiagnosaan pada pasien kegawatdaruatan
3. Untuk mengetahui intervensi dan evaluasi pada pasien dengan
kegawatdaruratan

1.5 METODE
Dalam penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan yaitu metode
kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan
baik melalui media internet maupun materi kuliah yang diberikan oleh dosen
pembimbing/pengajar.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian initial assesment

Initial assessment adalah untuk memprioritaskan pasien dan menberikan


penanganan segera. Informasi digunakan untuk membuat keputusan tentang
intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian, pasien
harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
kesadaran (Level Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing,
Circulation), pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan tindakan
penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya. (John Emory
Campbell, 2004 : 26)
Penilaian awal ini intinya adalah :
1. Primery survey, yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi. Disini dicar
keadaan yang mengancam nyawa, dan apabila menemukan harusdilakukan
resusitasi.
2. Secondary survey, yaitu head to toe/ pemeriksaan yang teliti dari ujung
kepala sampai kaki
3. Penanganan definitive atau menetap
Survei primer maupun sekunder harus selalu diulang-ulang untuk menentukan
adanya keadaan penurunan penderita, dan memberikan resusitasi dimana
diperlukan.

I. Tahapan Pengelolaan Penderita


Penanganan penderita berlangsung dalam 2 tahap :
a. Tahap pra-rumah sakit( Pre-hospital)
b. Tahap rumah sakit
a. Tahap Pra-Rumah sakit
Di Indonesia peyanan pra-rumah sakit ini merupakan bagian yang sangat
terbelakang dari pelayanan penderita gawat darurat secara menyeluruh. Berbeda
di jalan tol hampir semua korban penderita trauma dibawa oleh ambulans ke
rumah sakit. Pelayanan korban dengan trauma pra-rumah sakit yang
membawanya biasanya adalah keluarga sendiri atau orang yang berbaik hati.
Prinsip utama adalah do not further harm bahwa tidak boleh membuat
keaadan lebih parah
Prinsip : Do No futher Harm
Keadaan yang ideal dimana “ Unit Gawat Darurat yang datang ke penderita”,
dan merupakan sebaliknya karena itu ambulan yang datang sebaiknya memiliki

4
peralatan yang lengkap. Petugas atau paramedik yang datang membantu penderita
juga sebaiknya mendapatkan latihan khusus, karena pada saat menaangani
penderita mereka harus menguasai keterampilan khusus yang dapat
menyelamatkan nyawa. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum
penderita diangkat dari tempat kejadian, dan koordinasi yang baik antara dokter
di RS dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita.
Yang harus dilakukan oleh seorang paramedik adalah :
- Menjaga Airway dan Breathing,
- Kontrol perdarahan dan syok,
- Imobilisasi penderita,
- Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok
b. Tahap Rumah sakit
1. Evakuasi Penderita
Dalam keadaan dimana penderita trauma di RS yang dibawa tanpa
persiapan pada pra rumah sakit maka sebaiknya evakkuasi dari kendaraan
ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan berhati-hati. Selalu
harus diperhatikan control servikal
2. Triage
Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapai
dan sumber daya yang tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan
triage, tidak perduli apakah penderita hanya 1 atau banyak. Bila satu
penderita akan mencari masalah penderita(selection of problems). Bila
banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah. Dan
yang berikutnya, pemilahan didasarkan pada keadaan ABC
Dua jenis keadaan triage dapat terjadi :
- Jumlah penderita Dan Beratnya Perlukaan Tidak Melampaui Kemampuan
Petugas
- Jumlah Penderita Dan Beratnya Perlukaan Melampaui Kemampuan
Petugas
3. Primary Survay dan Resusitasi
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi
sebelum memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih
dahulu untuk menghindari tertular penyaklit seperti hepatitis, dan AIDs.

Alat proteksi diri sebaiknya :


- Sarung tangan
- Kaca mata terutama apabila penderita menyemburkan darah
- Apron, melindungi pakaian sendiri
- Sepatu
Langkah pertama : memakai alat proteksi diri

5
Lakukan Primary Survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa
adalah:
a. Airway dengan kontrol servikal (gangguan airway adalah pembunuh
tercepat)
b. Breathing dan Ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability : status neurologis dan nilai GCS
e. Exposure/environmental : buka baju penderita tetapi cegah hipotermia

a. Menjaga Airway Dengan Kontrol Servikal


Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, namun harus diingat
bahwa kebanyakan usaha untuk memperbaiki jalan nafas akan menyebabkan
gerakan pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal harus
dilakukan kontrol servikal. Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila
ada :
 Trauma kapitis, terutama bila ada penurunan kesadaran
 Adanya luka karena trauma tumpul kranial dari klavikula
 Setiap multi trauma (trauma pada 2 regio tubuh atau lebih)
 Juga harus waspada kemungkinan patah servikal bila bio-mekanik trauma
mendukung (misalnya ditabrak dari belakang)
Karena itu langkah selanjutnya adalah:
Langkah kedua : proteksi servikal
 Pertahankan posisi kepala
 Pasang kolar servikal dan
 Pasang di atas Long Spine Board
Lalu perhatian ditujukan kepada airway. Penilaian airway dapat dilakukan
dengan teknik berikut ini.
 Bila dapat berbicara jelas -> airway baik
 Bila ada gangguan airway -> perbaiki
Sumbatan pada jalan nafas akan menyebabkan sesak yang harus dibedakan
dengan sesak karena gangguan breathing. Pada obstruksi jalan nafas biasanya
akan ditemukan pernafasan yang berbunyi seperti : bunyi gargling, bunyi
mengorok, ataupun stridor.
Lakukan penanganan sebagai berikut:
 Bila ada cairan dilakukan suction
 Bila mengorok dilakukan penjagaan jalan nafas secara manual dengan chin lift
atau Jaw thrust disusul pemasangan – pemasangan pipa oro-atau naso faringeal
Pemasangan pipa orofaringeal dilakukan apabila penderita masih sadar
ataupun berusaha mengeluarkan pipa tersebut ( masih ada gag replek).
Dalam keadaan ini lebih baik dipasang pipa nasofaringeal. Harus diingat
bahwa pemasangan pipa melalui hidung merupakan kontraindikasi apabila

6
penderita ada kecurigaan fraktur basis crania bagian depan, karena pipa dapat
masuk kerongga cranium.
Apabila penderita apneu, ada ancaman obstruksi ataupun ada ancaman aspirasi
lebih baik memasang jalan nafas definitive ( pipa dalam trakea). Jalan nafas
definitive ini dapat melalui hidung (naso trakeal), melauli mulut (oro trakea)
ataupun langsung melaui suatu kriko – tiroidotomi.
Menjaga jalan nafas pada penderita trauma dapat sangat suliut. Sebagai contoh
adalah penderita dengan kapitis dengan mulut yang penuh darah karena fraktur
pada basis kranii ataupun karena fraktur tulang wajah. Contoh lain adalah
penderita kesadaran menurun yang gelisah dan gigi terkatup. Betapapu sulitnya,
tetapi merupakan tugas dokter yang menerima penderita itu untuk dapat menjaga
jalan nafas dengan baik dan dalam waktu yang secepat mungkin.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan napas, harus diperhatikan bahwa
tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, ataupun rotasi leher.
b. Breathing dan ventilasi
langkah berikut: periksa breathing dan atasi bila kurang baik jalan napas yang
baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat
bernafas adalah mutlak untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida dari
tubuh.
Tiga hal yang hartus dilakukan dalam breathing:
 nilai apakah brathing Baik (look, listen, feel)
 ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat
 selalu berikan oksigen

Menilai pernafasan
Petugas yang berpengalaman dalam hitungan detik dapat menilai apakah
pernafasan baik atau tidak. Penderita yang dapat berbicara kalimat panjang tanpa
adanya kesan sesak, umumnya breathing-nya baik.
Pernafasan yang baik adalh pernafasan yang:
- Freuensi normal (dewasa rata-rat 20, anak 30,bayi 40)
- tidak ada gejala dan tanda sesak
- pada pemeriksaan fisik baik
Lakukan pemeriksaan fisik dengan cara:
1. Lihat dada penderita dengan membuka untuk melihat pernafasan yang baik.
Lihat apakha ada jejas, luka terbuka, dan ekspansi kedua paru.

7
2. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam kedua
paru dengan mendengarkan bising nafas( jangan lupa sekaligus memeriksa
jantung)
3. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara(hipersonor), atau darah(dull)
dalam rongga pleura.
Cedera thorak yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berta dan
ditemukan pada saat melakukan survey primer adalah:
- tension pneumothorak
- flail chest
- open pneumothorak
- hematothorak massif
Kelainan-kelainan diatas harus segera ditangani untuk menghindari kematian.

Ventilasi tambahan
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan pernafasan
(assisted ventilation). Di UGD sebaiknya membantu pernafasan adalah dengan
memakai dog valve mask (ambubag), ataupun ventilator.

Oksigen
Berikan oksigen, apabila diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi dengan
memakai rebreathing atau non-rebreathing mask, atau dengan kanul (berikan 5-6 lpm)

c. Circulation langkah berikut: periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit akral


dan nadi. Bila ada tanda syok atasi!
Perdarahan merupakan sebab utama trauma kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat dirumah sakit.
Syok pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia,
sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang
cepat dari status hemodinamik penderita.

1. Pengenalan syok
Ada dua pemeriksaan dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik, yakni keadaan kulit akral dan nadi
 Keadaan kulit akral;
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovelemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang

8
yang dalam keadaan hipovelemia. Sebaliknya wajah pucat keabuan
dan kulit ekstremitas yang pucat sertta dingin, merupakan tanda syok.

 Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri carotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan andi, kecepatan dan irama. Pada
syok nadi akan kecil dan cepat.
Bila nadi kecil dan cepat, kulit pucat, dan akral dingin= syok
Catatan mengenai tekanan darah:

Pada fase awal jangan terlalu percaya kepada tekanan darah dalam
menentukan syok karena;
 tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
 diperlukan kehilangan volume darah >30% untuk dapat terjadi
penurunan tekanan darah yang signifikan.
2. Control perdarahan
Perdarahan dapat secara eksternal (terluhat) dan internal (tidak terlihat).
Perdarahan internal berasal dari:
 rongga thorak
 rongga abdomen
 fraktur pelvis
 fraktur tulang panjang
 jarang: perdarahan retro-peritoneal karena robekan vena kava/ aorta
atau perdarahan massif dari ginjal

Syok hemorragik pada orang dewasa tidak disebabkan perdarahan intracranial


Perdarahan yang berat harus dikelola pada survai primer.
- Perdarahan eksternal
Perdarahan eksternal dikendalikan dengan penekanan langsung pada
luka.
Jarang diperlukan penjahitan untuk mengendalikan perdarahan luar.
Torniket jangan dipakai, karena apabila dipasang secara benar ( diatas
tekanan sistolik) justru akan merusak jaringan karena menyebabkan
iskemia distal dari torniket. Pemakaian hemostat (di klem) memerlukan
waktu dan dapat merusak jaringan sekitar seperti saraf dan pembuluh
darah.
- Perdarahan internal:

9
Spalk/bidai dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari suatu
fraktur pada ekstremitas.
Pneumatic anti shock garment adalah suatu alat untuk menekan pada
keadaan fraktur pelvis, namun alat ini mahal dan sul;it didapat. Sebagai
gantinya dapat dipakai gurita sekitar pelvis.
Perdarahan intra abdominal atau intratorakal yang massif, dan tidak
dapat diatasi derngan pemberian cairan intravena yang adekuat,
menuntut diadakannya operasisegera untuk menghentikan perdarahan
( resusative laparo/thoracotomy).
3. Perbaikan Volume
Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan darah, namun penyediaan
darah memerlukan waktu, karena itu pada awalnya akan diberikan cairan
kristaloid 1-2 liter untuk mengatasi syok hemoragik melalui 2 jalur dengan
jarum intravena yang besar.
Cairan kristalod ini sebaiknya ringer laktat walaupun NaCl fisiologis
juga dapat dipakai. Cara ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu
kateter intravena yang besar (minimal ukuran 16). Cairan ini juga harus
dihangatkan untuk menghindari terjadinya hipotermia. Pemasangan kateter
urin dapat dipertimbangkan disini, guna pemantauan urin.

Alur Pikir Pada Penderita trauma yang mengalami syok :


Saat ini dikenali syok (penderita trauma), harus dianggap sebagi syok
hemoragik. Sambil dipasang infuse, dilakuka penekanan pada perdarahan luar (bila
ada). Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan
internal (lima tempat : thorax, abdomen, pelvis, tulang panjang, retroperitoneal).
SAmbil mencari sumber perdarahan dilakukan evaluasi respon penderita terhadap
pemberian cairan.

Kemungkinan adalah :
a. Respon baik : setelah diguyur, tetesan diperlahan, tanda-tanda perfusi
baik (kulit menjadi hangat, nadi menjadi besar dan melambat, tensi naik). Ini
pertanda perdarahan sudah berhenti
b. Respon sementara : setelah tetesan dipelankan, ternyata penderita masuk
syok lagi, ini mungkin disebabkan : resusitasi cairan masih kurang, atau
perdarahan berlanjut.

10
c. Respon tidak ada : Apabila sama sekali tidak ada rspon terhadap
kpemberian cairan maka harus dipikirkan perdarahan yang hebat atau syok
hemoragik (paling sering kardiogenik

d. Dissability (defisit neurologis)


Perdarahan intra karnial dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat (the
patien who talks and dies), sehinggadiperlukan evaluasi keadaan neurologis
secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil
1. GCS ( Glassglow Coma Scale)
Perubahan kesadaran akan dapat menggangu Airway serta Breathing yang
seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu. Jangan lupa bahwa alcohol dan
obat-obatan dapat menggangu tingkat kesadaran penderita. Penurunan
tingkat GCS yang lebih dari 1(2 atau lebih) harus sangat diwaspadai.

2. Pupil

2.2 Diagnosa pada pasien kegawatdaruratan

1. Rapid trauma survey


a. Kepala dan leher
 Adakah luka yang nyata pada kepala dan leher?
 Apakah pembuluh darah vena pada leher distensi?
 Inspeksi dan palpasi trakea, apakah berada dalam satu garis atau
menyimpang?
 Adakah deformitas atau tenderness (nyeri tekan) pada leher?
b. Dada
 Apakah dadanya bentuk simetris? Adakah perbedaan pergerakan?
Adakah trauma tumpul atau trauma tusuk?
 Adakah luka terbuka atau perbedaan pergerakan?
 Adakah TIC (nyeri tekan, instabilitasi, krepitasi), tanda-tanda fraktur
pada tulang rusuk?
 Jika suara nafas abnormal, adakah hipersonor, atau dullness.
 Apakah suara jantung normal? Atau berkurang?
c. Abdomen
 Adakah luka nyata pada abdomen?
 Palpasi adanya distensi, lembek, keras pada abdomen?
 Apakah ada nyeri tekan?
d. Pelvis
 Apakah ada luka atau perubahan bentuk?
 Adakah tanda-tanda fraktur TIC?
e. Ekstremitas atas
 Apakah ada luka, bengkak, atau perubahan bentuk?
 Apakah adanya tanda-tanda fraktur?

11
f. Pengamatan ekstremitas atas dan bawah
 Adakah luka, bengkak, atau perubahan bentuk?
 Apakah ada tanda-tanda fraktur?
 Dapatkan pasien merasakan atau menggerakkan jari-jari kaki dan
tangan?

g. Pengkajian bagian belakang (lakukan selama memindahkan pasien


ke backbroad)
 Apakah ada perubahan bentuk, memar, lecet, robek, luka tusuk, luka
bakar, nyeri tekan, luka goresan, bengkak pada pasien dibagian
belakang?
h. Keputusan
 Apakah situasinya dalam keadaan kritis?
 Adakah intervensi yang dilakukan segera?
i. Riwayat
 Apakah ada riwayat penyakit terdahulu ?
 Apakah ada riwayat alergi ?
 Ada riwayat pengobatan terdahulu ?
 Intake terakhir ?
 Proses mekanisme injury ?
j. Vital sign
 Apakah vital sign abnormal ?
k. Disability
 Dilakukan segera jika terjadi perubahan status mental ?
 Apakah pupilnya seimbang dan peka terhadap rangsang ?
 Bagaimana dengan tingkat kesadaran (GCS) ?
 Apakah ada tanda-tanda herniasiasi cerebral (tidak sadar,
keterlambatan reflex pupil, hipertensi, bradikardi, posturing) ?
(John Emory Campbell, 2004 : 41)
2. Ongoing Exam
Dibawah ini informasi yang perlu dilakukan pada masing-masing langkah :
1. Subjektif Changes
 Apakah anda merasakan nyaman atau tidak nyaman sekarang?
2. Status Mental
 Berapa Level kesadaran pasien?
 Berapakah ukuran pupil pasien ? Apakah keduanya seimbang? Apakah
berespons pada cahaya?
 Jika ada perubahan status mental brapa nilai GCS nya sekarang?
3. Kaji kembali ABC
 Apakah jalan napas pasien terbuka dan bersih?

12
 Jika ada luka bakar pada daerah muka pasien, apakah ada cedera
inhalasi?
4. Pernapasan dan sikulasi
 berapa frekuensi dan kualitas pernapasan?
 Berapakah frekuensi dan kualitas denyut nadi?
 Berapakah tekanan darah pasien?
 Bagaimana warna kulit pasien, kondisi dan suhunya?
5. Leher
 Adakah penyimpangan bentuk pada trakea pasien ?
 Apakah Vena jugularis pasien normal, datar atau distensi?
 Adakah pembekakan pada leher pasien?
6. Dada
 Apakah suara napas pasien abnormal?
 Jika suara napas pasien tidak seimbang, apakah hipersonor atau
dallness?
 Apakah bunyi jantung pasien normal atau adanya murmur?
7. Abdomen (jika ada kemungkinan cedera pada abdomen)
 Adakah nyeri tekan pada abdomen?
 Apakah abdomen pasien lembek, keras atau distensi?
8. Pengkajian dalam cedera
 Sudahkah ada perubahan kondisi dari cedera yang telah ditemukan?
9. Periksa Intervensi
Tanyakan hal-hal dibawah ini pada pasien anda secara tepat :
 Apakah konsentrasi pemberian oksigen sudah tapat?
 Apakah Tabung oksigen terhubung dengan benar?
 Apakah luka terbuka pada dada pasien sudah tertutup dengan benar?
 Apakah pembalutan dari perdarahan masih basah?
 Apakah pembidaian sudah pada posisi yang tepat?
 Apakah pasien yang hamil posisinya sudah miring ke kiri?
 Apakah Monitor jantung sudah terpasang dan bekerja dengan baik?
 Apakah pulse oximeter sudah terpasang dan bekerja dengan baik?
(John Emory Campbell, 2004 : 44)
3. Detail Exam

13
Riwayat SAMPLE (Symptoms, Allergies, Medicines, Past medical history,
Last meal, Event preceding the injury) harus dikaji penuh.
a. Apakah riwayat pasien?
b. Vital sign
 Berapa nilai Vital sign pasien?
Pengkajian Neurologi
 Apakah level kesadaran pasien?
 Apakah pupil normal? Apakah reflek pupil pasien normal?
 Berapakah kadar glukosa darah pasien? (jika adanya perubahan status
mental pasien)
 Bisakah pasien menggerakan jari tangan dan kakinya?
 Bisakah pasien merasakan sentuhan perawat pada jari tangan dan kaki
pasien?
 Berapakah nilai GCS pasien?
c. Kepala
 Apakah ada DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions, Penetrations-
Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada muka dan kepala pasien ?
 Apakah pada mata pasien terdapat battle’s sign atau raccoon?
 Adakah darah cairan yang keluar dari telinga atau hidung?
 Adakah muka pucat, sianosis atau keringat dingan (diahoresis)?
d. Jalan napas
 Apakah jalan napas terbuka dan bersih?
 Jika ada luka pada muka pada muka pasien, adakah tanda-tanda yang
menunjukan adanya luka bakar pada mulut dan hidung?
 Pernapasan
 Bagaimana frekuensi dan kualitas pernapasan pasien?
e. Leher
 Apakah ada tanda-tanda DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions,
Penetrations-Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada leher?
 Apakah vena dileher normal, datar atau distensi?
 Adakah penyimpangan pada trakea pasien?
f. Sirkulasi
 Bagaimana frekuensi dan kualitas dari denyut nadi?

14
 Bagaimana keadaan, warna, dan suhu kulit pasien? (kaji kapilary refill pada
pasien anak)
 Apakah sumua perdarahan yang terjadi pada pasien sudah terkontrol?
g. Dada
 Apakah ada tanda DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions,
Penetrations-Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada dada?
 Apakah ada luka terbuka pada dada dan adanya pergerakan yang berlawanan
arah?
 Apakah suara napas pasien terdengar dan seimbang? Jika suara napas tidak
seimbang adakah hipersonor dan dullness?
 Apakah suara jantung normal atau terdengar lemah/menurun?
h. Abdomen
 Apakah ada tanda DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions,
Penetrations-Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada abdomen?
 Apakah abdomen pasien lembek, keras, atau kembung?
i. Pelvik
 Jika sudah dilakaukan pengkajian pelvic pada intial assessment maka tidak
perlu melakukan pengkajian lebih lanjut.
j. Ekstremitas bawah
 Adakah tanda DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions,
Penetrations-Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada kaki?
 Apakah PMS (Pulse, Motorik, Sensori) normal?
 Apakah rentang gerak pasien (ROM) normal?
k. Ektremitas Atas
 Adakah tanda DCAP-BTLS (Deformities, Contusio, Abrasions,
Penetrations-Burn, Tenderness, Lacerations, Swelling) pada tangan?
 Apakah PMS (Pulse, Motorik, Sensori) normal?
 Apakah rentang gerak pasien (ROM) normal?
(John Emory Campbell, 2004 : 46)

2.3 Intervensi dan evaluasi pada pasien dengan kegawatdaruratan

PENGKAJIAN AWAL TINDAKAN

Scene size-up

15
ð Keamanan ð Memakai sarung tangan, memakai
baju pelindung. Mengurangi resiko
ð Jumlah pasien
ð Tindakan yang dibutuhkan infeksi silang.
ð Mekanisme injury
ð Panggil bila memerlukan bantuan
ð Panggil bila memerlukan alat-alat
khusus
ð Kemungkinan injuri yang cocok
(contohnya, penekaan servikal)
Kesan umum

ð Umur, jenis kelamin, berat badan ð Awal untuk menentukan prioritas


ð Posisi (disekitarnya, posisi
tubuh/postur)
ð Aktivitas
ð Injuri mayor yang nyata;
perdarahan mayor.

Tingkat kesadaran

ð Kewaspadaan/respon terhadap
suara

ð Tidak berespon terhadap suara

ð Menangani pembatasan gerak dari


Jalan nafas
penekanan servikal

ð Snoring ð Modifikasi jaw trust


ð Gurgling
ð Stridor
ð Silence

ð Mdofikasi jaw trust


ð Suction
ð Periksa adanya obstruksi jalan nafas
ð Coba untuk melakukan ventilasi- jika
tidak berhasil:lakukan reposisi;
lepaskan dengan segera
ð Visualisai.

16
Pernafasan ð Suction
ð Pertimbangkan maneuver Heimlich
ð Tidak ada nafas

ð lakukan ventilasi sebanyak 2 kali (cek


nadi sebelum melanjutkan ventilasi
ð <10 x per menit pada 10-20 + oksigen
ð Volume tidal rendah
ð bantuan ventilasi pada 10-20+oksigen
ð Kesuli`tan bernafas
ð Normal atau cepat ð bantuan ventilasi
ð oksigen non rebreathing 15 liter per
menit
Nadi radialis
ð pertimbangkan penggunaan oksigen
ð Tidak ada
ð Ada
ð Bradikardi

ð cek nadi karotis


ð Takikardi ð catat kecepatan dan kualitasnya
ð pertimbangkan adanya spinal syok,
injuri kepala
ð berikan ketenangan untuk
Nadi karotis mengurangi kecepatan nadi,

ð Tidak ada pertimbangkan


ð Ada
ð Bradikardi
ð CPR+BVM+oksigen
ð catan kecepatan dan kualitas
ð Takikardi
ð pertimbangkan adanya spinal syok,
injuri kepala
Kulit ð pertimbangkan syok

ð Warna dan keadaan


ð Pucat, dingin, lembab
ð Cyanosis

Perdarahan mayor
ð pertimbangkan syok

17
ð berikan 100% oksigen

ð penekanan langsung, pembalutan


dengan tekanan

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Initial Assesment adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang
tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat darurat. Initial assessment secara
luas adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang langsung
diikuti dengan tindakan resusitasi. Penilaian dan resusitasi dilakukan berdasarkan
prioritas kegawatan pada penderita berdasarkan adanya gangguan pada jalan napas
(Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (circulation). Proses penilaian awal,
pada dasarnya meliputi
1. Primary survey
Primary survey adalah penanganan yang dilakukan pertama, yang telah di bakukan
menurut ATLS yang mencakup konteks bahasan ABCDE. ABCDE adalah Airway,
Breathing, Circulation, Disability, exposure.
2. Secondary Survey
Meliputi penanganan pemeriksaan fisik head to toe, bila menemukan pasien yang saat
secondary survey mengalami progress yang buruk, maka kembali lakukan primary
survey.
3. Penanganan Definitif (menetap)
Adalah penanganan yang diberikan kepada klien yang telah melewati masa yang akut,
setelah primary survey dan secondary survey.

3.2 SARAN
Penanganan awal (initial assesment) adalah hal mutlak yang harus dipahami oleh
tenaga kesehatan kegawatdaruratan. Oleh sebab itu, para tenaga kesehatan,
dimanapun berada, harus memahami konsep kegawatdaruratan ini. Karena, apabila
kita telah mengerti mengenai konsep initial assesment, maka kita tidak akan bingung
apabila mendapatkan kasus kegawatdaruratan yang seperti kita tahu bahwa kasus
kegawatdaruratan memerlukan tidak hanya tindakan yang cepat namun juga tindakan
tepat guna mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu menurunkan resiko kecacatan
atau bahkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

19
.....Basic Trauma-Cardiac Life Support.Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta

Suryono, bambang dkk.2008.Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat


Darurat ( PPGD ) dan Basic Life Support Plus ( BLS ).Yogyakarta : Tim
PUSBANKES 118.

Harahap.2010. penilaian-awal-initial-assesment(Online)
(http://aliemharahap.blogspot.com/2010/08/penilaian-awal-initial-assesment.html)
Diakses pada 09.00 tgl 15 September 2011

Saanin .2010. Neuro surgery.(Online).


(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/First.html)
diakses pada 11.23 tgl 15 September 2011

20

Anda mungkin juga menyukai