Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kita sering mendengar tentang moneter Islam, yang tidak lain
merupakan satu bidang yang dibahas dalam ekonomi Islam. Moneter islam adalah
bagian dari ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh uang terhadap
kegiatan ekonomi islam.

Untuk memudahkan dan memahami mengenai moneter Islam secara


mendalam, kita perlu mengetahui evolusi moneter Islam, perkembangan dan
perubahan mendasar yang terjadi di dalam moneter Islam, serta bagaimana moneter
Islam suatu bangsa. Evolusi dan perkembangan moneter Islam itu dapat di ketahui
dari sejarah moneter Islam itu sendiri . Sehingga dalam makalah akan di bahas
mengenai sejarah moneter Islam dari masa Rasulullah hingga masa dinasti
Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan moneter Islam pada masa Rasulullah?
2. Bagaimana moneter Islam pada masa Khulafaur Rasyidin?
3. Bagaimana moneter Islam pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan moneter Islam pada masa Rasulullah.
2. Untuk mengetahui moneter Islam pada masa Khulafaur Rasyidin.
3. Untuk mengetahui moneter Islam pada masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Moneter Islam Pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW


Sebelum Islam datang, situasi kota Yastrib sangat tidak menentu. Dakwah
Nabi Muhammad di Kota Mekkah banyak mendapat rintangan dan tantangan,
kemudian Rasulullah SAW berhijrah dari kota Mekkah ke kota Yastrib (Madinah)
untuk berdakwah. Berbeda halnya dengan peiode Mekkah, Islam menjadi kekuatan
politik pada periode Madinah. Dalam jangka waktu yang relatif singkat, Rasulullah
Saw. telah menjadi pemimpin sebuah komoditas kecil yang jumlahnya terus
meningkat dari waktu ke waktu. Rasulullah pun menjadi pemimpin bangsa
Madinah.1

Setelah diangkat sebagai kepala negara, Rasulullah SAW. segera


melakukan perubahan dalam menata kehidupan masyarakat Madinah. Langkah
awal yang dilakukan Rasulullah SAW. ialah dengan membangun masjid,
merehabilitasi kaum muhajirin dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum
anshar, membuat konstitusi negara, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan
negara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.2 Seluruh paradigma di
bidang ekonomi serta aplikasinya yang tidak sesuai denga ajaran Islam dihapus dan
diganti dengan paradigma yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an,
seperti menghaps transaksi yang mengandung riba, gharar dan maysir . Adapun
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW. berakar dari prinsip-prinsip
Qur’ani. Prinsip paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah
SWT semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.3

Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara,


Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara.

1
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), hlm. 23.
2
Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 2.
3
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,hlm. 23.

2
Rasulullah sendiri sebagai kepala negara yang juga merangkap sebagai Ketua
Mahkamah Agung, Mufti Besar, Panglima Perang Tertinggi , serta penanggung
jawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau
masyarakat melainkan hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan
makanan. Pada masa ini pula, belum terdapat tentara dalam bentuk formal dan tetap.
Setiap Muslim yang kuat dan mampu berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak
memperoleh gaji tetap, tetapi diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan
perang seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang bergerak lainnya.

Pada tahun kedua hijriyah, situasi di atas berubah, setelah turunnya surat
Al-Anfal (rampasan perang).4 Dalam ayat tersebut terdapat penentuan pembagian
harta, yakni seperlima bagian untuk Allah SWT dan Rasul-Nya (seperti untuk
negara yang dialokasikan untuk kesejahteraan umum), dan untuk para kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan para musafir. Bagian seperlima ini
dikenal dengan istilah khums. Pada umumnya Rasulullah membagi khums menjadi
tiga bagian: bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerabatnya, bagian ketiga untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin serta
musafir. Penerimaan khums dihitung secara proporsional, yaitu dengan prosentase
dan bukan dihitung nilai nominalnya. Hal inilah yang akan menstabilkan harga dan
akan menekan inflasi. Dan empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para
anggota pasukan (tentara laki-laki) yang terlibat dalam peperangan, dan
penunggang kuda mendapat dua bagian. Pembagian harta rampasan tersebut
menjadi sumber pendapatan negara. Pada tahun kedua hijriyah ini pula, Rasulullah
mewajibkan kaum muslimin untuk membayar zakat fitrah pada setiap bulan
Ramadhan. Setelah kondisi perekonomian kaum muslimin stabil, Rasulullah
mewajibkan zakat mal pada tahun ke sembilan Hijriyah.5 Zakat ini menjadi sumber
pendapatan negara.

Untuk membantu keperluan rumah tangga Rasulullah serta mengurus para


tamunya, ditunjuklan Bilal bin Rabah untuk melakukan tugas tersebut.6 Pada

4
Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 4.
5
Ibid., hlm. 5.
6
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), hlm. 37.

3
umumnya tamu-tamu yang ingin bertemu dengan Rasulullah adalah orang-orang
miskin. Mereka tidak hanya diberikan makanan tetapi juga pakaian. Ketika tidak
mempunyai uang, biasanya Bilal meminjam uang dari orang Yahudi yang
kemudian dibayarkan oleh Rasulullah Saw. 7

Sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan bimetalic standard


yaitu emas dan perak (dirham Kisra dan dinar hirakly) karena keduanya merupakan
alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak
pada masa Rasulullah relatif stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1:10. Rasulullah
saw telah menetapkan emas dan peak sebagai uang. Beliau hanya menjadikan emas
dan perak sebagai standar uang. Standar nilai barang dan jasa dikembalikan kepada
standar dinar dan dirham ini. Dengan uang emas dan perak inilah semua bentuk
transaksi dilakukan. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyah,
dirham, mitsqal, dan dinar. Uang inilah yang menjadi satuan harga barang dan
sekaligus alat tukar serta sebagai gudang nilai. Peranan uang sebagai gudang nilai
juga diatur oleh Rasulullah Saw yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas aset
moneter. 8 zakat tersebut dikenakan pada Lughatah, hasil pertanian, berbagai jenis
barang dagangan, binatang ternak, dan benda logam yang terbuat dari emas dan
perak.9

B. Moneter Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin

1. Masa Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq

Setelah Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq terpilih sebagai


khalifah pertama. Dalam usahanya meningkatkan kesejahteaan umat, Abu Bakar
Al-Shiddiq melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi yang telah dipraktekkan
Rasullah Saw. ia sangat memperhatikan keakuran penghitungan zakat, dan hasil
pengumpulan zakat disimpan dalam Baitul Mal. Pada masa pemeintahannya beliau
menetapkan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta beliau jga mengambil
dari tanah-tanah oang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi

7
Ibid., hlm. 38.
8
Ismail Nawawi Uha, Isu-Isu Ekonomi Islam, (Jakata: VIV Press, 2013), hlm. 16.
9
Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 5.

4
kepentingan umat Islam. Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, Abu Bakar
menerapkan prinsip kesamarataan. Adapun harta Baitul Mal tidak pernah
menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada
seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Al-Shiddiq wafat, hanya
ditemukan satu dirham dalam pembendahaan negara.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, mata uang yang beredar di Masyarakat
berupa mata uang dinar hirakly dan dirham kisra yang dijadikan sebagai alat tukar,
pembayaran dan tansaksi.

2. Masa Pemerintahan Umar bin Khattab (13 H/634 – 23 H/644 M)


Di masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar
bin Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah
Arab , Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan
cepat, Umar Ibn Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh
Persia, ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja. Untuk
pengembangan perekonomian, didirikanlah lembaga Baitul Mal.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, administrasi
keuangan kaum muslimin didelegasikan kepada orang-orang Persia. Pada saat itu
Umar mempekerjakan ahli pembukuan dan akuntan orang Persia dalam jumlah
yang besar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di Baitul mal.
10
Mereka menggunakan satuan dirham untuk meningkatkan sirkulasi uang.
Adapun mata uang yang beredar pada masa pemerintahan Umar bin Khattab
adalah dinar dan dirham dengan mengikuti gaya dirham Persia, namun hanya
berbeda pada tulisannya yaitu dengan menggunakan tulisan Arab. Di mana bobot
mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mistqal atau 20 qirat atau 70
grain barley. Sedangkan bobot dirham tidak seragam dan karenanya menimbulkan
kebingungan masyarakat. Atas dasar itu, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan
bahwa dirham sebesar 14 qirat atau 70 grain barley. Dengan demikian, rasio antara
satu dirham dengan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh (7/10).

10
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), hlm. 160.

5
Selain menggunakan dinar dan dirham, alat pembayaran lain berupa
diterbitkan surat pembayaran cek yang penggunaannya diterima oleh masyarakat.

3. Masa Pemerintahan Utsman bin Affan


Khalifah Umar bin Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, Persia Transoxanis, dan Tabaristan. Pada enam tahun
pertama masa pemerintahnnya, khalifah Utsman bin Affan melakukan penataan
baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn Khattab. Dalam rangka pengembangan
sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan,
dan pembentukan organisasi kepolisian serta membentuk armada laut. Ia juga
menerapkan kebijakan membagikan tanah-tanah negara kepada individu untuk
reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakan ini negara
memperoleh pendapatan sebesar 50.000.000 dirham atau naik 41 dirham jika
dibandigkan pada masa Umar ibn Khattab.
Sama halnya dengan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, mata uang
yang beredar pada masa Khalifah Utsman bin Affan adalah dinar dan dirham. Selain
kedua mata uang itu, pada masa ini uang tembaga diperkenankan sebagai pecahan
dari dirham.11 Ketiganya uang tersebut digunakan sebagai alat pembayaran yang
diterima oleh masyarakat.
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn
Affan, tidak terdapat perubahan ekonomi yang cukup signifikan. Kebijakan-
kebijakan yang dilakukan Utsman ibn Affan banyak menguntungkan keluarganya
sehingga menimbulkan kekecewaan kaum musimin. Sehingga pada masa ini,
pemerintahannya diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya
Khalifah.

4. Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib


Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib hanya berlangsung selama enam
tahundan pemerintahannya diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik.12
Sekalipun demikian, Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melakukan
berbagai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Selama masa

11
Nurul Huda, Ekonomi Pembangunan Islam, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm.58.
12
Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 11.

6
pemerintahan Ali ibn Abi Thalib sistem administrasi Baitul Mal baik ditingkat pusat
dan daerah berjalan dengan baik. Kerjasama antara keduanya berjalan dengan
lancar sehingga pendapatan Baitul Mal mengalami surplus. 13
Selain itu, langkah penting yang dilakukan khalifah Ali ibn Abi Thalib pada
masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama negara Islam.
14
Namun uang yang dicetak peredarannya sangat terbatas, karena kondisi politik
pada waktu itu tidak stabil. Khalifah kala itu lebih terfokus pada persoalan politik
yang kacau.15
Pada masa pemeintahan khulafaur rasyidin, nilai kurs antara dinar dan
dirham stabil yaitu dengan rasio 1: 10.

C. Moneter Islam Masa Daulah Umayyah


Dalam masa daulah Umayyah, kerajaan Islam telah sangat luas. Pada masa
ini pembangunan dilakukan sangat ambisius Pada masa Walid bin Abdul Malik
(705-715 M), rumah ibadah, pusat pendidikan, infrastruktur dan pertanian di
bangun dan diperbaiki serta program jaminan sosial dibuat untuk melindungi orang
miskin yang meminta- minta, selain itu juga banyak dibangun monumen-monumen
besar
Pada tahun 690-an, kholifah Abd. Malik, merubah koin-koin. Di mana
kemudian koin-koin tersebut diberikan ayat-ayat untuk membedakan koin Islam
dan bukan. Ayat-ayat yang ditulis berhubungan dengan akidah yang ditulis di
tengah dan pinggir koin. Di tengah koin terdapat frasa Tidak ada Tuhan Selain
Allah, dan di pinggir koin terdapat kalimat “Muhammad adalah Rasululllah, yang
mengirimnya dengan petunjuk dan agama kebenaran untuk mengatasi semua
agama, walaupun orang-orang musrikin tidak menukainya. Model ini terus
digunakan hingga berakhir masa dinasti Umayyah.16
Pada masa Daulah Umayyah ini, kalangan istana hidup bermewah-mewah
yang kemudian menyebabkan ketidakseimbangan fiskal dan kemudian
menyosotnya nilai tukar uang. Standar uang yang berlaku pada waktu itu, dinar

13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ismail Nawawi Uha, Isu-Isu Ekonomi Islam, (Jakata: VIV Press, 2013), hlm. 16.
16
Nurul Huda, Ekonomi Pembangunan Islam, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 61.

7
dan dirham merupakan dasar bagi sistem moneter resmi umat Islam. Ketika kedua
logam itu dihadapkan pada kondisi supply dan demand yang berbeda, akihrnya
menyebakan ketidakstabilan harga dan nilainya hal ini terjadi pada pertengahan
periode kedua pemerintahan Daulah Umayyah, di mana rasio yang berlaku untuk
dinar dan dirham berkisar sekitar 12.17 Dapat dikatakan bahwa stabilitas nilai kurs
pada kala itu mengalami gangguan karena adanya disequilebrium antara supply dan
demand dengan rasio kurs antara dinar-dirham 1:12.18

D. Masa Dinasti Abbasiyah


Masa dinasti Abbasiyah merupakan masa keemasan bagi ilmu pengetahuan
di dunia Islam karena pada masa ini terdapat gerakan penerjemahan yang intensif,
atas karya-karya Yunani, India, dan Syiria menjadi bahasa Arab untuk dipelajari. 19
Dalam konteks ekonomi Arab telah melakukan perjalanan dagang ke
berbagai lokasi. Perdagangan Islam di Teluk Benggala dimulai pada masa ini. Hal
ini terbukti berdasarkan penemuan koin-koin, setidaknya pada masa Harun Al-
Rasyid (786-809 M), telah terjadi kontak dagang dengan beberapa kota seperti
Paharpur dan Mainamati yang menunjukkan adanya jalur dagang kuno antara Arab
dan Benggala.
Di arah Barat Abbasiyah membangun relasi dengan koin dinar Abbasiyah
digunakan sebagai model untuk mencetak uang emas. Adapun koin emas pada masa
Abbasiyah ini lebih sederhana daripada koin di masa Muawiyah. Koin yang dicetak
pada masa ini menambahkan kalimat al-Rasul dan at-Tauhid sehingga
mencerminkan syahadat.20 Mata uang berupa koin dinar dan dan dirham ini, yang
beredar di masyarakat. Adapun nilai tukar emas dan perak pada masa ini kurang
stabil, dengan nilai kurs dinar-dirham 1:15.

17
Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 5.
18
A. Karim, Adiwarman, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.
177.
19
Nurul Huda, Ekonomi Pembangunan Islam, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 62.
20
Ibid., hlm. 63.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem monerter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan,


sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan bimetalic standard yaitu emas
dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang
sah dan beredar di masyarakat. Adpun mata ang yang berlaku pada masa Rasulullah
adalah dinar dan dirham. Keduanya dijadikan sebagai standar uang. Nilai tukar
emas dan perak pada masa Rasulullah dan khulafaur rasyidin relatif stabil dengan
nilai kurs dinar-dirham 1:10. Namun demikian, stabilitas nilai kurs pernah
mengalami gangguan karena adanya disequilebrium antara supply dan demand.
Misalkan, pada masa pemerintahan Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara
dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132/750-656/1258) berada
pada kisaran 1:15.

9
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2012. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.
Fadllan. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2013. Surabaya: Pena Salsabila.
Uha, Ismail Nawawi. Isu-Isu Ekonomi Islam. 2013 Jakata: VIV Press.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. 2012. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Huda, Nurul. Ekonomi Pembangunan Islam. 2015. Jakarta: Kencana.

10

Anda mungkin juga menyukai