Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji dan ucapan syukur marilah kita ucapkan kepada Allah Tuhan
sekalian Alam, yang telah senantiasa memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita
sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan dan sesuai pula dengan apa yang kita harapkan.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dosen pengampu yang
memberikan kepercayaan kepada kami untuk mengupas materi ini, dan juga kepada
teman-teman seperjuangan yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Didalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak terdapat kekurangan-


kekurangan yang tanpa disadari sebelumnya, dan disini kami sangat berharap kritikan
yang bernilai positif dan saran guna untuk memenuhi kekurangan-kekurangan itu.

Mudah-mudahan dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah ilmu


dan wawasan kita mengenai teori konsumsi , dan dapat menambah pengetahuan kita
tentang konsumsi konsumen secara syariah.

Demikianlah kata pengantar yang dapat terurai dalam makalah ini, kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kata-kata yang kurang sesuai. Atas
perhatian kami ucapkan terimakasih.

Pamekasan, 04 Juni 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 3

A. Latar Belakang .................................................................................. 3


B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan................................................................................................ 3
D. Manfaat ............................................................................................. 3

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................. 4

A. Pengertian Konsumsi .............................................................................. 4

B. Asumsi Dasar Konsumsi Konsumen Islam ........................................ 4

C. Prinsip-Prinsip Konsumen Muslim ...................................................... 5

D. Pengaruh Fungsi Utilitas terhadap Teori Konsumsi ....................... 8

E. Pandangan Tokoh Imam Al-Ghazali ............................................18

BAB III. PENUTUP ...................................................................................... 20

A. Kesimpulan...................................................................................... 20

B. Saran .................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ...... 21

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an dan Al- Hadist merupakan pandangan hidup dan kehidupan manusia
yang menuntun kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya menuju ridha Ilahi. Dalam
kehidupan berekonomi secara islami manusia harus selalu mencerminkan nilai-nilai
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Manusia dalam kehidupannya tidak akan
mampu untuk menunaikan kewajiban ruhiyah ( spiritual) dan maliyah ( material) tanpa
terpenuhinya kebutuhan atau konsumsi primer seperti makan, tempat tinggal, maupun
keamanan. Oleh karena itu, konsumsi kebutuhan secara material merupakan hal yang
esensial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsumsi ?
2. Apa saja asumsi dasar konsumsi konsumen Islam ?
3. Apa saja prinsip-prinsip konsumen Muslim?
4. Bagaimana pengaruh fungsi utilitas terhadap teori konsumen?
5. Bagaimana Pandangan tokoh Imam Al-Ghazali ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konsumsi
2. Untuk mengetahui asumsi dasar konsumen Islam
3. Untuk memahami prinsip-prinsip konsumen muslim
4. Untuk mengetahui pengaruh fungsi utilitas terhadap teori konsumen
5. Untuk mengetahui pandangan tokoh Imam Al-Ghazali
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian konsumsi
2. Dapat mengetahui asumsi dasar konsumen Islam
3. Dapat memahami prinsip-prinsip konsumen muslim
4. Dapat mengetahui pengaruh fungsi utilitas terhadap teori konsumen
5. Dapat mengetahui pandangan tokoh Imam Al-Ghazali

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumsi

Menurut Suyuthi ( 1989) konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh


barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu
biasanya satu tahun. Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah

3
(goverment consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/ private
consumption).1

B. Asumsi Dasar Konsumsi Konsumen Islam


a. Sistem perekonomian yang ada telah mengaplikasikan aturan syariat Islam, dan
sebagian besar masyarakatnya meyakini dan menjadikan syariat Islam sebagai
bagian integral dalam setiap aktivitas kehidupannya.
b. Institusi zakat telah menjadi bagian dalam suatu sistem perekonomian dan
hukumnya wajib untuk dilaksanakan bagi setiap individu yang mampu.
c. Pelarangan riba dalam setiap aktivitas ekonomi.
d. Prinsip Mudarabah dan kerja sama diaplikasikan dalam perekonomian.
e. Tersedianya instrumen moneter Islam dalam perekonomian.
f. Konsumen mempunyai perilaku untuk memaksimalkan kepuasannya.

Dalam konsep Islam konsumsi Intertemporal dimaknai bahwasanya pendapatan


yang dimiliki tidak hanya dibelanjakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumstif namun
ada pendapatan yang dibelanjakan untuk perjuangan di jalan Allah atau yang lebih
dikenal dengan infaq. Konsumsi Intertemporal dijelaskan oleh hadis Rasulullah SAW
yang maknanya adalah “ yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa
yang telah kamu infakkan”.

Sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

Y = ( C + Infak ) + S

Namun untuk mempermudah dalam melakukan analisis grafis maka persamaan


diatas disederhanakan menjadi :

Y = ( C + Infak ) + S

Y = FS + S dengan FS = C + Infak

Dimana FS adalah final Spending ( konsumsi akhir ) adalah konsumsi yang


dibelanjakan untuk keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak.
Sehingga final spending adalah pembelanjaan akhir seorang konsumen muslim.

Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang


biasa digunakan dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan fungsi utilitas ( kepuasan)
dengan garis anggaran (budget line) tertentu atau meminimalkan garis anggaran dengan

1 Prof.Dr. H. Ismail Nawawi Uha,MPA, M.Si, Isu – Isu Ekonomi Islam ( Jakarta : VIV Press , 2013), hlm. 230

4
fungsi utilitas tertentu. Sebab bila hal tersebut tidak disederhanakan, maka analisis harus
dilakukan secara tiga dimensi, yang akan mempersulit dalam pemahaman mengenai
teori.

Dalam pola konsumsi satu periode, sumbu X dan Y menunjukkan jumlah barang X
dan barang Y, sedangkan dalam pola konsumsi intertemporal (dua periode), sumbu X
menunjukkan jumlah pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode pertama yang
secara matematis dinotasikan Yt , Ct , dan S t . Karena konsumsi dalam konsep

Islam yang dikenal adalah ( C + Infak ), maka simbol yang digunakan adalah FSt .
Sumbu Y menunjukkan jumlah tabungan periode pertama ( S t ) yang digunakan
sebagai konsumsi periode kedua ( Ct +1 ), atau dengan kata lain St = Ct +1 .
Dalam konsep Islam, simbol yang digunakan adalah FSt +1 , atau persamaannya

menjadi S t = FSt +1 . 2

C. Prinsip Konsumsi dalam Islam

Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana


yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-
orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu
untuk mereka sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut
walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengutuk dan
membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena
ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini. ( Kahf , 1995;27)

Bila dikatakan kepada mereka, “Belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang


diberikan-Nya kepadamu, orang-orang kafir itu berkata, “ Apakah kami harus memberi
makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi –Nya makan? Sebenarnya
kamu benar –benar tersesat.”

Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengonsumsi barang- barang


yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam. Sebab kenikmatan yang
dicipta Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya yang berfirman kepada nenek
moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an
yang artinya: “......... dan makanlah barang-barang yang penuh nikmat didalamnya

2 M.Nur Rianto Al-Arif & Dr. Euis Amalia, TEORI MIKROEKONOMI ( Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 135-137

5
(syurga) sesuai dengan kehendakmu .......,” ( Al-Baqarah : 35 ) dan yang menyuruh
umat manusia sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yang artinya: “ Wahai umat
manusia, makanlah apa yang ada di bumi, dengan cara yang sah dan baik.”
(Al-Baqarah : 168). Karena itu, orang Mu’min berusaha mencari kenikmatan dengan
mentaati perintah-perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang
dan anugerah-anugerah yang dicipta (Allah) untuk umat manusia.

Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang
luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia dalam mengejar cita-cita
spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-
cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia Barat, sekalipun
tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah
mengalihkan tekanan ke arah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan material. Dalam
ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar sebagai berikut:

1. Prinsip Keadilan

Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara
halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang
adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang
yang ketika disembelih diserukan nama selain nama Allah, ( QS. Al-Baqarah: 173). Tiga
golongan pertama dilarang karena hewan-hewan ini berbahaya bagi tubuh sebab yang
berbahaya bagi tubuh tentu berbahaya pula bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan
dengan segala sesuatu yang langsung membahayakan moral dan spiritual, karena
seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran diberikan bagi
orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai
makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekadar yang
dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.

2. Prinsip Kebersihan

Syarat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah
tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun
menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan

6
boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan
makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.

3. Prinsip Kesederhanaan

Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah
sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih. Dalam
Al-Qur’an dikatakan :

“ ......makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah


tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raaf : 31)

Selanjutnya :

“ Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.....”

(Q.S,Al-Maidah :87)

Arti penting ayat-ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat memegaruhi
pembangunan jiwadan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan
tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu
dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.

4. Prinsip Kemurahan Hati

Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan
dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya.
Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik
dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntunan-
Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua
perintah-Nya ( Q.S. Al-Maidah : 96).

5. Prinsip Moralitas

Bukan hanya mengenai makan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
terakhirnya , yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan
terimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran

7
Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya
karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang
bahagia.3

D. Pengaruh Fungsi Utilitas terhadap Teori Konsumsi

Dalam ilmu ekonomi, tingkat kepuasan ( utility function) digambarkan oleh kurva
indiferen ( indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah tingkat kepuasan dua
barang atau jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen.

Dalam membangun teori utility function digunakan tiga aksioma pilihan rasional:

1. Completeness ( Kelengkapan )

Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan
mana yang lebih disukainya diantara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan
yang berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga
kemungkinan ini:

a. A lebih disukai dari pada B


b. B lebih disukai daripada A
c. A dan B sama menariknya
2. Transitivity ( Transivitas )

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai
daripada B, “ B lebih disukai daripada C,” maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A
lebih disukai daripada C.” Aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya
konsistensi internal didalam diri individu dalam mengambil keputusan.

3. Continuity ( Kontinuitas )

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seseorang individu mengatakan “A lebih


disukai daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada
B.

Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris yang
selanjutnya lebih sering kita kenal dengan kurva indiferen ( selanjutnya kita tulis IC). IC
adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan, atau sebagai
tempat kedudukan masing-masing titik yang melambangkan kombinasi dua macam
3 Eko Suprayitno, EKONOMI ISLAM ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), hlm. 92-95

8
komoditas ( atau berbagai macam komoditas ) yang memberikan tingkat kepuasan yang
sama. Utility map untuk dua barang inilah yang digambarkan dengan grafik dua dimensi
dengan sumbu X sebagai barang yang disukai dan sumbu Y sebagai barang lain yang
juga disukai.

Gambar 1

Semua kombinasi titik pada kurva indifference yang sama memiliki tingkat
kepuasan yang sama. Gambar diatas menunjukkan bahwa titik A, B, C, berada pada
tingkat indifference yang sama sehingga tingkat kepuasan pada titik A sama dengan
tingkat kepuasan pada titik B atau C yaitu pada U1 , sedangkan titik D dan E
memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada U 2 .

Tabel kombinasi konsumsi barang X dan barang Y.

Kombinasi Jumlah Barang X Jumlah Barang Y


A 2 unit 3 unit
B 3 unit 2 unit
C 5 unit 1 unit
D 3 unit 5 unit
E 4 unit 4 unit
Kombinasi titik yang berada pada kurva indifference yang sama memberikan
tingkat kepuasan yang sama, sedangkan bila berada pada kurva indifference yang

9
berbeda maka memiliki tingkat kepuasan yang berbeda pula. Dari Gambar 1 diatas
dapat diketahui bahwa titik A, B, C, memberikan tingkat kepuasan yang
sama,sedangkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari pada
titik A, B, atau C.

Konsekuensi dari adanya aksioma konsistensi dalam pilihan konsumen, maka


antara kurva indifference yang berbeda tidak boleh berpotongan. Jika kurva tersebut
berpotongan berarti terjadi pelanggaran terhadap aksioma utility, yaitu tidak adanya
konsistensi telah terjadi. Sebagai contoh perhatikan gambar dibawah ini:

Gambar 2. Perpotongan Indifference Curve Melanggar

Kombinasi titik S, Q, dan R memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada
kurva indifference U 1 . Kombinasi pada titik P, Q, dan T memberikan tingkat

kepuasan yang sama yaitu pada kurva indifference U 2 . Dari kedua pernyataan diatas
terlihat bahwa titik Q berada pada kurva indifference U1 dan U 2 , yang berarti
tidak adanya konsistensi tingkat kepuasan pada titik Q, yang berarti pula telah
melanggar aksioma ke-2 dari utility.4

Berikut hal-hal yang berkenaan dengan utility function :

a. Increasing Utility

Semakin tinggi indifference curve berarti semakin banyak barang yang dapat
dikonsumsi, yang berarti semakin tingkat kepuasan konsumen. Secara grafis tingkat
utilitas yang lebih tinggi digambarkan dengan utility function yang letaknya di sebelah
4 Ir.Adiwarman A. Karim, S.E, M.B.A.,M.A.E.P, Ekonomi Mikro Islami ( Jakarta :Raja Grafindo, 2014), hlm.
90-92

10
kanan atas. Bagi konsumen, semakin ke kanan atas utility function semakin baik.
Bentuk utility function yang convex ( cembung terhadap titik nol) menunjukkan adanya
diminishing marginal rate of substitution. Bahasa mudahnya, kepuasan yang didapat
dari mengonsumsi piring pertama soto ayam lebih tinggi daripada kepuasan
mengonsumsi soto ayam piring kedua, ketiga, dan seterusnya.

Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan. Rasulullah SAW. bersabda, “ Orang
beriman yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada orang beriman yang lemah.”
Dalam hadis ain bermakna, “ Iri hati itu dilarang kecuali terhadap dua jenis orang, yaitu
orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya, dan orang yang kaya yang
membelanjakan hartanya di jalan Allah.” Jadi dalam konsep Islam pun diakui bahwa
yang lebih banyak ( tentunya yang halal) lebih baik. Secara grafis utility function antara
dua barang ( atau jasa) yang halal digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.Peningkatan Indifference Curve untuk Barang Halal X dengan Halal Y

11
Dalam konsep Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang (atau jasa)
antara yang halal dan yang haram. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
menggambarkan hal ini dalam utility function. Utility function untuk dua barang yang
salah satunya tidak disukai digambarkan dengan utility function yang terbaik seakan
diletakkan cermin. Semakin sedikit barang yang tidak kita sukai akan memberikan
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Hal ini digambarkan dengan utility function yang
semakin ke kiri atas semakin tinggi tingkat kepuasannya. Barang yang haram adalah
barang yang tidak kita sukai. Secara grafis, kita gambarkan sumbu X sebagai barang
haram, dan sumbu Y sebagai barang halal. Dalam grafik ini, pergerakan utilitu function
ke kiri atas menunjukkan semakin banyak barang halal yang dikonsumsi dan semakin
sedikit barang haram yang dikonsumsi. Semakin banyak barang yang halal berarti
menambah utility sedangkan semakin sedikit barang yang haram berarti mengurangi
disutility. Keadaan ini akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

Gambar 4. Peningkatan Indifference Curve untuk Barang Haram X dengan Halal Y

Bila letak barang yang haram dan yang halal ini diubah maka bentuk utilitu
function pun akan berubah. Bila sumbu X menunjukkan barang halal, sedangkan sumbu
Y menunjukkan barang haram, maka bentuk utility function berbalik 180 ° dari
terbuka menghadap ke kiri atas menjadi telungkup menghadap ke kanan bawah. Dalam
grafik ini, pergerakan utility function ke kanan bawah menunjukkan semakin banyak
barang halal yang dikonsumsi dan semakin sedikit barang haram yang dikonsumsi.
Semakin banyak barang yang halal berarti menambah utility, sedangkan semakin sedikit

12
barang yang haram berarti mengurangi disutility. Keadaan ini akan memberikan tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.5

b. Budget Constraint ( Batas Keinginan )

Segala keinginan pasti ada konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan
sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan
konstrain yang lebih tinggi. Di Islam Rasulullah pernah menggambarkan hubungan
atara cita-cita atau keinginan manusia dan segala hambatan yang mesti dijumpainya.
Untuk menjelaskan bagaimana seorang mukmin berusaha meraih cita-citanya ia
membuat gambar empat persegi panjang. Di tengah–tengah ditarik satu garis sampai
keluar. Kemudian beliau membuat garis pendek – pendek di sebelah garis yang di
tengah- tengah seraya bersabda : “ Ini adalah manusia dan empat persegi panjang yang
mengelilinginya adalah ajal. Garis yang diluar ini adalah cita – citanya, serta garis yang
pendek – pendek adalah hambatan – hambatannya. Apabila ia dapat menghadapi
hambatan yang satu, maka ia akan menghadapi hambatan yang lain. Dan apabila ia
dapat mengatasi hambatan yang lain, maka ia akan menghadapi hambatan lain lagi.

Untuk tetap bersemangat melangkah dari setiap hambatannya tersebut, maka ia


mengembalikan sepenuhnya kepada Allah SWT. ia percaya bahwa tiada sesuatu yang
terjadi di alam ini tak lain atas kehendak Allah.

Dalam teori konsumsi hadis tentang cita-cita dan segala macam hambatan ini
bisa kita gunakan untuk menerangkan tentang batasan seseorang dalam memaksimalkan
utility konsumsinya. Selain faktor norma konsumsi dalam Islam, keinginan untuk
memaksimalkan utility function ditentukan juga oleh berapa dana yang tersedia untuk
membeli kedua jenis barang tersebut. Batasan ini disebut budget constrain. Secara
matematis ditulis :

I= Px X+ Py Y

Dari persamaan diatas dapat diketahui kombinasi jumlah barang X dan barang Y
yang dapat dikonsumsi. Dalam rangka dapat digambarkan lebih jelas dengan tabel
berikut ini. Katakanlah harga barang X adalah $1 per unit dan harga barang Y adalah $2
per unit :

5 Ibid,hlm.95-96

13
Tabel. Biaya Kombinasi Konsumsi Barang X dan Barang Y

Kombinasi Jumlah barang X Jumlah Barang Y Pengeluaran


Barang yang Dikonsumsi yang Dikonsumsi Total
A 0 40 $80
B 20 30 $80
C 40 20 $80
D 60 10 $80
E 80 0 $80
Tabel diatas menunjukkan kombinasi jumlah barang X dan jumlah barang Y
yang dapat dikonsumsi, atau kombinasinya yang dapat dibeli dengan uang sejumlah
$80. Garis yang menghubungkan titik A, B, C, D, dan E, disebut dengan budget line.

Gambar 5. Garis Anggaran ( Budget Line )

Kombinasi titik dibawah budget line menunjukkan jumlah dana yang digunakan
untuk mengonsumsi barang X dan barang Y dan jumlah dana yang digunakan tersebut
lebih kecil daripada jumlah dana yang tersedia (daerah yang diarsir ).6

c. Optimal Solution

Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang Muslim akan selalu
bertindak rasional. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dari seorang konsumen
senantiasa didasarkan pada perbandingan antar berbagai preferensi, peluang, dan
manfaat serta mudharat yang ada. Konsumen yang rasional selalu berusaha menggapai
preferensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaat yang tersedia. Konsumen yang

6 Ibid, hlm. 97-98

14
rasional berarti konsumen yang memilih suatu kombinasi komoditas yang akan
memberikan tingkat utilitas yang besar. Utilitas disini juga meliputi maslahat dan
mudharat yang ditimbulkan dari mengonsumsi komoditas tersebut. Kombinasi
konsumsi yang dapat memberikan kepuasan konsumen Muslim secara maksimal yang
merupakan optimalitas atau titik bagi optimal bagi konsumen. Untuk mencapai tingkat
optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis anggaran dari
pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya. Secara metematis
optimisasi konsumen dapat diformulasikan sebagai berikut :

Utilitas marginal x Utilitas marginal y


=
harga x harga y

Utilitas marginal x harga x


=
Utilitas marginal y harga y

MUx Px
=
M Uy Py

Dengan demikian, kepuasan maksimum seorang konsumen terjadi pada titik


dimana terjadi persinggungan antara kurva indifference dengan budget line. Konsumen
akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara :

1. Memaksimalkan utility function pada budget line tertentu

Tabel 5. Maksimalisasi Utility function pada Budget tertentu

Kombinasi Jumlah Barang X Jumlah Barang Y Pengeluaran


Barang yang Dikonsumsi yang Dikonsumsi Total
B 20 30 $80
R 20 20 $60
S 10 30 $70

Dengan tingkat pengeluaran tertentu yaitu $80, maka kombinasi barang B lebih
baikk daripada kombinasi R dan S. Kombinasi B lebih baik daripada R karena dapat

15
mengonsumsi barang Y lebih banyak, dari segi total pengeluaran pun terlihat bahwa
masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar $20. Kombinasi B lebih baik daripada
kombinasi S karena dapat mengonsumsi barang X lebih banyak dari segi total
pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar $10.

Gambar 6. Optimalisasi Konsumsi dengan Memaksimalkan Penggunaan Budget Line

Pada kurva IC dan IC’, anggaran yang tersedia untuk mengonsumsi barang halal
x dan y belum sepenuhnya dimanfaatkan atau masih adanya anggaran yang idle. Titik A
merupakan titik ekuilibrum dari tingkat kepuasan optimal yang dapat dicapai oleh
konsumen. Pada titik ini kurva IC” yang mempunyai tingkat kepuasan tertinggi
bersinggungan dengan garis anggarn (budget line).

2. Meminimalkan budget line pada utility function tertentu

Tabel 6. Minimalisasi Budget Line pada Utility function Tertentu

Kombinasi Jumlah barang X Jumlah barang Y Pengeluaran


Barang yang dikonsumsi yang dikonsumsi Total
B 20 30 $80
T 20 30 $90
Untuk mengonsumsi 20X dan 30Y cukup diperlukan uang $80. Oleh karenanya
kombinasi B lebih baik daripada kombinasi T, karena untuk mendapatkan T ia harus
membayar lebih mahal untuk jumlah barang yang sama.

16
Untuk mengonsumsi barang xdan y dengan tingkat kepuasan yang sama,
seorang konsumen mempunyai beberapa alternatif garis anggaran yang dibutuhkan.
Dengan demikian, optimalisasi konsumen akan terbentuk berada pada budget line
paling kecil untuk mendapatkan kepuasan yang sama. 7

Gambar . Optimalisasi Konsumsi dengan Meminimalkan Budget Line

E. Pandangan Tokoh Imam Al-Ghazali

Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058, telah
memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam dunia
islam. Salah satu tema yang menjadi pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah
konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utilitas ( kebaikan bersama), sebuah
konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan
lainnya, dan yang membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat. Dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial, Imam Al-Ghazali mengelompokkan dan
mengidentifikasi semua masalah baik yang berupa masalih ( utilitas, manfaat ), maupun
mafasid ( disutilitas, kerusakan) dalam meningkatkan kesejehteraan sosial. Selanjutnya
ia mendefinisikan fungsi sosial dalam kerangka hierarki kebutuhan individu dan sosial.

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan ( maslahah ) dari suatu masyarakat


tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar : (1) agama (al-dien),

7 Ibid, hlm.99-101

17
(2) hidup atau jiwa ( nafs), (3) kelurga atau keturunan (nasl) (4) harta atau kekayaan
(maal), (5) intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “
kebaikan dunia ini dan akhirat ( maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan
utamanya.

Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam


kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi : kebutuhan
( daruriat), kesenangan atau kenyamanan ( hajaat), dan kemewahan ( tahsinaat). Kunci
pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkat pertama,
yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Ghazali
menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti
waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan – kebutuhan sosiopsikologis.
Kelompok kebutuhan kedua “ terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital
bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan
kesukaran hidup. “ Kelompok ketiga “ mencakup kegiatan – kegiatan dan hal-hal yang
lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi
atau menghiasi hidup.” Walaupun keselamatan merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali
tidak ingin bila pencarian keselamatan ini sampai mengabaikan kewajiban – kewajiban
duniawi seseorang. Bahkan pencaharian kegiatan – kegiatan ekonomi bukan saja
diinginkan, tetapi merupakan keharusan bila ingin mencapai keselamatan. Ia
menitikberatkan “ jalan tengah “ dan “ kebenaran “ niat seseorang dalam setiap
tindakan. Bila ia niatnya sesuai dengan aturan ilahi, maka aktivitas ekonomi serupa
dengan ibadah .

Tambahan pula Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian


dari tugas –tugas kewajiban sosial ( fard al-kifayah ) yang sudah ditetapkan Allah. Jika
hal ini tidak dipenuhi, kehidupan dunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Dan
ia bersikeras bahwa pencaharian hal – hal ini harus dilakukan secara efisien, karena
perbuatan demikian merupakan merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan
seseorang. Selanjutnya, ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus
melakukan aktivitas – aktivitas ekonomi : (1) mencukupi kebutuhan hidup yang
bersangkutan ; (2) mensejahterakan keluarga; dan (3) membantu orang lain yang
membutuhkan. Tidak terpenuhinya ketiga alasan ini dapat “ dipersalahkan “ menurut
agama.

18
Walaupun Al-Ghazali memandang manusia sebagai “ maximizers” dan selalu
ingin lebih, ia tidak melihat kecenderungan tersebut sebagai sesuatu yang harus dikutuk
agama.

Jelaslah bahwa Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk


mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan.
Namun demikian, ia memperingatkan bahwa jika semangat “selalu ingin lebih “ ini
menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas
dikutuk. Dalam pengertian inilah ia memandang kekayaan sebagai “ ujian terbesar”.8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Suyuthi ( 1989) konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh


barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu
biasanya satu tahun. Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah
(goverment consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/ private
consumption).

Asumsi dasar konsumsi konsumen Islam :

a. Sistem perekonomian yang ada telah mengaplikasikan aturan syariat Islam, dan
sebagian besar masyarakatnya meyakini dan menjadikan syariat Islam sebagai
bagian integral dalam setiap aktivitas kehidupannya.

8 Ibid, hlm.87-89

19
b. Institusi zakat telah menjadi bagian dalam suatu sistem perekonomian dan
hukumnya wajib untuk dilaksanakan bagi setiap individu yang mampu.
c. Pelarangan riba dalam setiap aktivitas ekonomi.
d. Prinsip Mudarabah dan kerja sama diaplikasikan dalam perekonomian.
e. Tersedianya instrumen moneter Islam dalam perekonomian.
f. Konsumen mempunyai perilaku untuk memaksimalkan kepuasannya.

Prinsip – prinsip konsumsi :

a. Prinsip keadilan
b. Prinsip kebersihan
c. Prinsip kesederhanaan
d. Prinsip kemurahan hati
e. Prinsip moralitas
B. Saran

Setelah mengetahui serta menguasai penjabaran tentang teori konsumsi, diharapkan


pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai bagaimana pentingnya konsumsi
dalam kehidupan masyarakat serta pengaruhnya dalam dunia ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Ismail, Isu – Isu EKONOMI ISLAM .Jakarta: VIV Press . 2013

A. Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami . Jakarta: RajaGrafindo. 2014.

Rianto Al-Arif, M.Nur & Amalia Euis, TEORI MIKROEKONOMI . Jakarta: Kencana.
2010.

Suprayitno,Eko , EKONOMI ISLAM. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005.

20

Anda mungkin juga menyukai