K DENGAN
HIPERTENSI DI PSTW BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
DISUSUN OLEH:
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami pe-
rubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No.23 Tahun 1992 ten-
tang kesehatan).Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Un-
dang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun1998 tentang lansia sebagai
berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2. Batasan Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
lansia adalah sebagai berikut:
a. Pengelompokkan usia lanjut World Health Organization (WHO)
menurut (Notoadmodjo, 2007):
1) Usia pertengahan (middle age): kelompok usia 45-59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly): kelompok usia antara 60-74 tahun.
3) Usia lanjut tua (old): kelompok usia antara 75-90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old): kelompok usia diatas 90 tahun.
1
b. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Bab 1 ayat 2 yang ber-
bunyi “Lanjut usia dalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu:
1) Fase iventus: 25-40 tahun.
2) Fase virilities: 40-55 tahun.
3) Fase presenium: 55-65 tahun.
4) Fase senium: 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (geriatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-
80), dan very old (> 80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Tipe-tipe Lansia
Menurut Nugroho (2008), beberapa tipe pada lansia bergantung pada karak-
ter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya. Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Tipe arif bijaksana
Yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan pe-
rubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, se-
derhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri
Yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan
banyak menuntut.
2
d. Tipe pasrah
Yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Yaitu kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, me-
nyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
4. Karakteristik Lansia
Menurut Bustan, M.N. (2007), beberapa karakteristik lansia yang perlu
diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah :
a. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan ma-
salah kesahatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan wanita. Misalnya
lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka wanita mungkin
menghadapi osteoporosis.
b. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
c. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau
keluarga lainnya.
1) Tanggungan keluarga; masih menanggung anak atau anggota
keluarga.
2) Tempat tinggal; rumah sendiri, tinggal dengan anak. Dewasa ini ke-
banyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia
sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun
akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya da-
lam rumah yang berbeda.
3
d. Kondisi kesehatan
1) Kondisi umum; kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada
orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air kecil
dan besar.
2) Frekuensi sakit; frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi
tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
Bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan
perawatan khusus.
e. Keadaan ekonomi
1) Sumber pendapat resmi; pensiunan ditambah sumber pendapatan lain
kalau masih bisa aktif. Penduduk lansia di daerah pertanian menunjuk-
kan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan di daerah non-per-
tanian. Lapangan kerja sektor pertanian cukup banyak menyerap
tenaga kerja lansia, disamping sektor perdagangan dan sektor jasa.
2) Sumber pendapatan keluarga; ada tidaknya bantuan keuangan dari
anak/keluarga lainnya, atau bahkan masih ada anggota keluarga yang
tergantung padanya.
3) Kemampuan pendapatan; lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Sampai seberapa besar pen-
dapatan lansia dapat memenuhi kebutuhannya.
5. Proses Menua
4
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan (Maryam dkk, 2008).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah
suatu proses menghilangnya sacara perlahan-lahan kemampuan jaringan un-
tuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan
fungsi secara normal, kethanan terhadap injury termasuk adanya infeksi.
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seorang mencapai dewasa
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf,
dan jaringan lain sehingga tubuh 'mati' sedikit demi sedikit (Widuri, 2010).
Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan
seseorang memulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat
tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi terse-
but maupun saat menurunnya. Pencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap
utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai ber-
tambahnya usia (Widuri, 2010).
5
a. Teori Biologis
Teori biologis mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow the-
ory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetic dan mutasi, semua terprogram secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari peru-
bahan biokimiayang deprogram oleh molekul-molekul DNA dan se-
tiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Immunology slow theory
Menurut Immunology slow theory, system imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
3) Teori stress
Teori stes mengungkapkan menua terjadi akibat hilang nya sel-sel
yang bisa igunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat memper-
tahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stes
yang menyebabkan sel-sel tubuh lebih terpakai.
4) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) megakibatkan oksidasi oksigen – bahan-bahan
organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-
sel tidak dapat melakukan regenerasi.
5) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang
tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel.
6
b. Teori psikologi
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keaku-
ratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adannya penurunan
dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori,
dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami
dan berinteraksi.
c. Teori Sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange), teori penariakan diri (disengage-
ment theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (con-
tinuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori strat-
ifikasi usia (age stratification theory).
1) Teori interaksi social
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada
lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan
interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga
diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
2) Teori penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
3) Teoti aktivitas
7
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan ak-
tivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting di
bandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
4) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adannya kesinambungan dalam siklus ke-
hidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupa-
kan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat ter-
lihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
5) Teori perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap
berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif.
Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaiman cara menjadi tua
yang diinginkan atau yang seharusnya dietrapkan oleh lansia tersebut.
6) Teori stratifikasi usia
Keunggulan stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan
bersifat deterministic dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat
lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat
ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan ke-
lompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat di-
pergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa
stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifi-
kasi kelas dan kelompok etnis.
d. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hub-
ungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.
8
7. Tugas Perkembangan Lansia
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring
penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, na-
mun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh
akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupa-
kan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu tim-
bulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
9
f. Gerakan menjadi lamban
g. Nafsu makan menurun
h. Pola tidur berubah
10
Perubahan pengecapan, pada saat seseorang bertambah tua hilangnya
kemampuan menikmati makanan mungkin dirasakan sebagai ke-
hilangan salah satu kenikmatan dalam kehidupan. Perubahan yang ter-
jadi pada pengecapan yaitu akibat penurunan jumlah dan kerusakan pa-
pilla atau kuncup-kuncup perasa lidah, seperti sensitivitas terhadap rasa
manis, asam, asin, dan pahit (Sunaryo et.al., 2016).
11
3) Perubahan pada sistem musculoskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,
gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia,
perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena
penurunan hormone estrogen pada wanita, vitamin D, dan bebarapa hor-
mon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-ar-
sitektur berubah dan sering patah, baik akibat benturan maupun spontan
(Sunaryo et.al., 2016).
12
selama latihan berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan jantung
dibawah tekanan yaitu, 180-200 kali per menit. Kecepatan jantung pada
usia 70-75 tahun menjadi 140-160 kali per menit (Sunaryo et.al., 2016).
Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup yang berpengaruh secara sig-
nifikan terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan berpengaruh
lingkungan merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai
keragaman fungsi kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan
tanpa penyakit terkait. Secara singkat, beberapa perubahan dapat di-
identifikasi pada otot jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau
penyakit seperti penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumulasi
lipofusin, penebalan dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan
jaringan fibrosis. Pada lanjut usia terjadi perubahan ukuran jantung,
yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun. Perubahan sktruktural
yang terjadi pada sistem kardiovaskuler akibat proses penuaan yaitu.
a) Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kola-
gen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini
adalah ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan
kekuatan kontraktil.
b) Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his ke-
hilangan serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel. Im-
plikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia.
c) Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena
peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan
media arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpukan respons bar-
oreseptor dan penumpukan respons terhadap panas dan dingin.
d) Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah
vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sem-
purna sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas
bawah dan penumpukan darah (Sunaryo et.al., 2016).
13
6) Perubahan pada sistem pulmonal
Adanya penurunan komplians paru dan dinding dada turut bereperan
dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20 % pada usia 60 tahun.
Penurunan laju ekspirasi paksa satu detik sebesar 0,2 liter dekade. Pe-
rubahan yang terjadi pada sistem pulmonal akibat proses menua yaitu.
a) Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya recoil elastis, dan pembesaran
alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah permukaan
untuk difusi gas.
b) Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasi dari hal
ini adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.
c) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Implikasi dari
hal ini adalah dispnea saat aktivitas.
d) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan. Implikasi dari hal ini adalah emfisema sinilis, perna-
pasan abnormal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.
e) Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Im-
plikasi dari hal ini adalah atelektasis.
f) Kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini adalah
akumulasi cairan, sekresi kental, dan sulit dikeluarkan.
g) Penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Implikasi dari hal ini adalah
hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.
h) Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah
tidak ada perubahan dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru-paru
pada gangguan asam basa (Sunaryo et.al., 2016).
14
ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frek-
uensi hipertiroid pada lanjut usia sebanyak 25 %. Sekitar 75 % dari
jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apa-
theic thyrotoxicosis”. Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin aki-
bat proses menua yaitu.
a) Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah glukosa
darah puasa 140 mg/dl dianggap normal.
b) Ambang batas ginjal untuk glukoa meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dl dianggap nor-
mal.
c) Residu urin didalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal
ini adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
d) Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal
ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil (Sunaryo et.al., 2016).
Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua yaitu,
penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 ml), peningkatan vol-
ume residu (N: 50 ml), peningkatan kontraksi kandung kemih yang
tidak disadari, dan atropi otot kandung kemih secara umum. Implikasi
15
dari hal ini adalah peningkatan risiko inkontinensia (Sunaryo et.al.,
2016).
16
b. Perubahan Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomo-
tor. Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental adalah peru-
bahan fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan (hereditas) dan lingkungan. Kemudian terjadi perubahan pada
kenangan/memori, seperti perubahan kenangan jangka panjang yang di-
ingat berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa peru-
bahan. Kenangan jangka pendek/sekitar 0’-10’, biasanya berupa kenangan
buruk (Sunaryo et.al., 2016).
Perubahan IQ (Intelegensi Quantion), tidak berubah dengan informasi ma-
tematika dan perkataan verbal. Namun terjadi perubahan pada daya mem-
bayangkan oleh karena tekanan-tekanan dari faktor waktu (Sunaryo et.al.,
2016).
c. Perubahan Psikososial
1) Pensiun
Bagi banyak pekerja, pensiun berarti putus dari lingkungan dan teman-
teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah/ber-
main domino di klub lansia. Nilai seseorang sering dilihat dari produk-
tivitas dan identitas sesuai peranan pekerjaan. Bila seseorang pensiun,
dia akan mengalami kehilangan-kehilangan misalnya kehilangan finan-
sial (income berkurang), status (dulu punya jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya), teman/kenalan/relasi/dan
pekerjaan/kegiatan (Sunaryo et.al., 2016).
17
2) Minat
Perubahan kuantitas dan kualitas minat pada lansia. Lazimnya minat da-
lam aktivitas fisik cenderung menurun karena pengaruh menurunnya
kemampuan fisik juga faktor sosial (Sunaryoet.al., 2016).
3) Isolasi dan kesepian
Banyak faktor bergabung, sehingga membuat lansia terisolasi. Secara
fisik mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha.
Kualitas organ indra makin menurun, seperti terjadinya ketulian,
penglihatan kabur, dan sebagainya serta perubahan sosial (Sunaryo
et.al., 2016).
4) Peranan iman
Lansia tidak begitu khawatir dalam memandang akhir kehidupan. Ham-
pir tidak disangkal lagi bahwa iman yang teguh adalah senjata ampuh
untuk melawan rasa takut teradap kematian. Oleh sebab itu, religius lan-
sia perlu dibangkitkan dan diperkuat. Keyakinan iman juga harus diper-
teguh, bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi merupakan permulaan
yang baru dan memungkinkan individu menyongsong akhir kehidupan
dengan tenang dan tentram (Sunaryo et.al., 2016).
d. Perubahan Spiritual
Kehidupan keagamaan lansia makin matang. Hal ini terlihat dalam cara ber-
pikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun,
antara lain perkembangan yang dicapai pada tingkat ini sehingga lansia bisa
berpikir dan bertindak dengan memberi contoh cara mencintai dan memberi
keadilan. Padahal lansia terjadi juga perubahan-perubahan yang menuntut
dirinya menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian
diri dengan lingkungan kurang berhasil, timbul berbagai masalah. Diper-
18
lukan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Ciri penyesuaian diri lan-
sia yang baik antara lain minat yang kuat, ketidaktergantungan secara
ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, serta menik-
mati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal
terhadap diri dan orang lain (Sunaryo et.al., 2016).
e. Perubahan Kognitif
1. Memory (Daya ingat, Ingatan)
2. IQ (Intellegent Quocient)
3. Kemampuan Belajar (Learning)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi
19
b) Gangguan pendengaran
c) Bronchitis kronis
d) Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e) Anemia
f) Dimensia
20
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
A. KONSEP HIPERTENSI
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004
dalam Jafar, 2010).
21
2. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya penyakit hipertensi menurut Gunawan (2006) yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer (idiopatik)
b. Hipertensi sekunder
1) Penyakit ginjal, misalnya stenosis arteri renalis, peradangan pada
ginjal, tumor ginjal, trauma pada ginjal, atau terapi radiasi yang
mengenai ginjal.
2) Kelinan horminal, misalnya pada sindroma cushing atau feokromosi-
toma
3) Pemakaian obat atau zat tertentu, misalnya pil kb, kortikosteroid, ko-
kain, penyalah gunaan alkohol, dan kayu manis (dalam jumlah sangat
besar
4) Kegemukan (obesitas)
5) Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga)
6) Stress
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis menurut Brunner & Suddarth (2014) yaitu:
a. Pemeriksaan fisik mungkin menunjukan tidak adanya abnormalitas
selain tingginya tekanan darah
b. Mungkin terjadi perubahan retina dengan hemoragi, eksudat, penyem-
pitan arteriole, dan edema papil
c. Gejala biasanya menunjukn kerusakan vaskuler yang berhubungan
dengan sistem organ yang disebabkan oleh pembuluh yang terserang.
d. Penyakit arteri koroner dengan angina merupakan akibat yang umum
e. Terjadi hipertrofi ventrikel kiri; gagal jantung
f. Perubahan patologis pada ginjal (nokturia dan azotemia)
g. Keterlibatan vaskuler serebral (stroke atau serangan iskemia transien tia
yaitu hipoglikemia temporer, pingsan, perubahan penglihatan)
22
Tanda dan gejala hipertensi menurut Wijayakusuma dan Dalimartha (2005)
yaitu
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e. Telinga berdenging
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥160-179 Atau ≥100
Hipertensi Sistol terisolasi ≥140 Dan <90
(Sumber: Sani, 2008 dalam Jafar, 2010)
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Be-
nigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang
tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek
up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya
disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-or-
gan seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam, 2005 dalam Jafar, 2010).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Lab
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan vis-
kositas dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas,
anemia.
23
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/perfusi ginjal
3) Glucose: hiperglikemi adalah pencetus hipertensi
4) Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
b. CT scan: mengkaji adanya tumor serebral, encelopati
c. EKG: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
d. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada aera katup, pembesaran jan-
tung.
6. PATHWAY
Gaya hidup obesitas
umur Jenis kelamin
Elastisitas , arteriosklerosis
24
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi jika hipertensi tidak segera ditangani yaitu:
a. Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati.
Pada awalnya jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi
tekanan darah tinggi dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar
agar dapat memompa lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak
dapat lagi mendorong darah untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian
darah menumpuk pada jaringan. Zat gizi dan oksigen diangkut oleh darah
melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat halangan atau
kelainan di pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat
gizi untuk menggerakan jantung secara normal (Maulana, 2008).
b. Ginjal
Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal
sehingga menganggu mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan
urin. Salah satu gejala utama kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan
darah tinggi adalah berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah
(Maulana, 2008).
c. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan
pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya
pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi
secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-
sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi yang
dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan
akhirnya mati (Auryn, 2007).
25
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertensi menurut Pradana (2012) yaitu:
a. Hipertensi esensial (primer) tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa
dikendalikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal yang
perlu dilakukan adalah mengubah pola hidup penderita , yaitu dengan cara:
1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal, untuk orang-orang yang
mengalami kegemukan
2) Mengubah pola makan, yaitu dnegan memperbanyak asupan buah dan
sayur dan mengurangi asupan makanan yang berlemak, terutama un-
tuk penderita diabetes, kegemukan, atau kolesterol tinggi.
3) Asupan garam dan alkohol harus dikurangi
4) Olahraga yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak
perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
5) Berhenti merokok.
9. PENCEGAHAN
a. Pencegahan untuk penyakit hipetensi menurut B Pradana (2012) yaitu pe-
rubahan gaya hidup dan atau obat-obatan bisa menurunkan tekanan darah
tinggi sampai pada batas normal yaitu:
1) Olah raga dan mempertahankan berat badan normal
2) Makanan sehat rendah lemak kaya akan sumber vitamin dan mineral
alami
3) Obat-obatan anti-hipertensi: diuretik, beta bloker, penggantian kalium,
penghambat saluran kalsium, ace inhibitor.
26
Pencegahan lain yang bisa dilakukan menurut Wijayakusuma dan Dalimar-
tha (2005) yaitu:
1) Makanan yang segar: sumber hidrat arang, protein nabati dan hewani,
sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung serat.
2) Makanan yang diolah tanpa atau sedikit menggunakan garam natrium,
vetsin, kaldu bubuk.
3) Sumber protein hewani: penggunaan daging/ ayam/ ikan paling banyak
100 gram/ hari. Telur ayam/ bebek 1 butir/ hari.
4) Susu segar 200 ml/ hari
27
Makanan yang dibatasi antara lain :
28
3) Saring airnya dengan menggunakan kain atau penyaring (tidak di
saring bila di blender)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tak-
ipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koro-
ner, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
c. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
factor stress multiple
29
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue per-
hatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, pe-
rubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
30
c. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vas-
kuler serebral.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ginjal, jantung b.d gangguan
sirkulasi.
e. Gangguan pola tidur b.d cemas akibat proses penyakit.
f. Defisit pengetahuan b.d kurang pajanan informasi tentang proses penyakit
dan recana perawatan
3. Perencanaan Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam perawatan klien menga-
takan tidak pusing ditandai dengan pengisian kapiler < 3 detik, tekanan
darah dalam batas normal (110-130/80-90 mmHg), nadi dalam batas
normal (60-100 x/menit).
31
R/ Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis; meningkatkan
relaksasi.
5) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat ditempat tidur/kursi;
jadwal periode istirahat tanpa gangguan; bantu pasian melakukan ak-
tivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
R/ Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekana
darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
6) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur.
R/ Mengurangi ketidaknyamanan, dapat menurunkan rangsang simpa-
tis, serta melancarkan peredaran aliran darah.
7) Ajarkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
R/ Dapat menimbulkan rangsangan yang membuat efek tenang, se-
hingga akan menurunkan tekanan darah.
32
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
3) Motivasi pasien untuk memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada.Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan se-
hingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Motivasi pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas
danmencegah kelemahan.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vas-
kuler serebral.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam perawatan klien menga-
takan tidak sakit pada kepala yang di tandai dengan ekspresi wajah rileks,
dan mengatakan skala nyeri 0-1.
Intervensi dan Rasional
1) Jelaskan dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Meningkatkan suplai O2 sehingga akan menurunkan nyeri
nsekunder dari iskemia jaringan otak.
2) Jelaskan dan ajarkan teknik distraksi saat nyeri.
R/ Distriksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus inter-
nal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin
yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan kereptor
serepbri sehingga menurunkan reseptor nyeri.
3) Observasi dan catat karakteristik nyeri, lokasi, intensits, lama, dan
penyebarannya.
R/ Variasi penampilan dan reaksi perilaku klien karena nyeri terjadi
sebagai temuan penkajian.
33
4) Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
R/ Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak
pada kematian mendadak.
5) Pertahankan tirah baring.
R/ Dapat meningkatkan asupan O2 kejaringan yang mengalami iske-
mia dan meningkatkan relaksasi.
6) Istirahatkan klien.
R/ Istirahat akan menurunkan kebutruhan O2 jarinagn perifer se-
hingga kebutuhan miokardium menurun dan akan meningksatkan
suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan O2 un-
tuk menurunkan iskemia..
7) Berikan tindakan nyaman misalnya : pijtan punggung, perubahan po-
sisi, perbincangan, relaksasi/latihannafas.
R/ Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi an-
algetik.
34
R/ Tindakan tersebut mengurangi peningkatan TIK.
4) Ukur asupan dan haluaran pasien secara seksama.
R/ Untuk mencegah kelebihan atau defisit volume.
5) Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi
R/ Untuk menurunkan tekanan darah tinggi
35
f. Defisit pengetahuan b.d kurang pajanan informasi tentang proses penyakit
dan perawatan diri
Tujuan dan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam perawatan klien menga-
takan mengerti tentang penyakit yang dialaminya yang ditandai dengan
tidak tampak bingung, tidak banyak bertanya, dapat menjawab pertanyaan
yang diberikan tentang penyakit yang dialaminya.
Intervensi dan Rasional
1) Berikan pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan tekanan darah yang
teratur.
R/ Untuk menguangi rasa kecemasan dan menambah informasi tentang
proses penyakit secara dini.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang makanan yang di anjurkan,
makanan yang di batasi, dan makanan yang di hindarkan serta
pencegahan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi
R/ Untuk meningkatkan pengetahuan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup yang lebih sehat.
3) Ajarkan pada pasien aktivitas yang bisa diterapkan ke dalam gaya hidup
sehari-hari. Biarkan pasien mendemonstrasikan kembali.
R/ Untuk meningkatkan pola hidup sehat.
4) Evaluasi pengetahuan pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
R/ Untuk mengetahui apakah informasi yang disampaikan sudah
dimengerti oleh klien.
36
DAFTAR PUSTAKA
37