Anda di halaman 1dari 13

A.

PENGERTIAN
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-
otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. (anonim, 2009)
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain (anonim, 2009).
Bronchitis kronik merupakan suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap hari
disertai keluarny dahak, sekurang-kurangnya dalam 3 bulan dalam satu tahun dan paling sedikit
2 tahun berturut-turut.

B. ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN


1. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang
dihirup ke dalam paru – paru.
2. Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi
menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk
menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
3. Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya
adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah
dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Saluran pernafasan bagian bawah.
1. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang
lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal
sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk
yang kuat jika dirangsang.
2. Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih pendek dan
lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih
panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus
segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh
rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi paru menuju laring.
3. Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
4. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe
I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif
secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel –
sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan penting.

C. ETIOLOGI
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial. Penyebab
pasti bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-
kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat. Kelainan congenital Dalam hal
ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor
perkembangan fetus memegang peran penting.
D. PATOFISIOLOGI
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus
tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara
lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia
dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya
penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini
adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia
berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak
nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau
tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya
purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman
anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya
pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung
beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
1. Lapisan teratas agak keruh
2. Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
3. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak ( celluler debris ).
b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi
mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang
timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang
cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi
nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah
sistemik ). Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena
bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk
dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada
tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe.
c. Sesak nafas ( dispnea )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya
sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh
timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang
( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak
nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi
bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronchitis merupak an penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada
bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam ( demam berulang )

e. Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi
bronchitis.Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal
kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru
yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang
diserang amat luas serta kerusakannya he bat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi
retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan
ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi
obstruksi bronkus.
Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
 Bronchitis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
o Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left
sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
o Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom
kartagener ini adalah keleinan congenital. Bagaimana asosiasi tentang keberadaanya yang
demikian ini belum diketahui dengan jelas.
Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala
sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis
bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam
bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding
bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab
timbulnya hemaptoe hebat.
f. Kelainan laboratorium.
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder.
Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan
adanya infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria.
Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada
kecurigaan adanya infeksi sekunder.

g. Kelainan radiologist
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid
level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-
bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
h. Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi
satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara
pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan
abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe
ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat, ( umumnya warna hijau
dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih
Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah
kasar pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering
ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan
ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumny pasien mempunyai
keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien
mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada
ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada
pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.(anon im 2009).
F. RESUME

a. Identitas klien

b. Alas an Masuk Rumah sakit

c. Keluhan saat ini

d. Pengkajian :

1) BI (breath/pernafasan)

2) B2 (blood/jantung, pembuluh darah, hemodinamik)

3) B3 (brain/kesadaran)

4) B4 (blader/BAK)

5) B5 (bowel/BAB)

6) B6 ( bone/ekternitas)

e. Pemeriksaan diagnostic :

o Foto Thorax
Foto thorak pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apekspar daan corakan paru yang
bertambah.
o Laboratorium : leukosit > 17.500.
o X-ray
o Kultur dahak/lendir
o Pulmonary fuction (PFT)
o AGD (anlisa gas darah)
o Polisitemia
o EKG
f. Terafi Medis
g. Diagnose Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.

PERENCANAAN KEPERAWATAN
 Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama /
adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan
jebakan udara.
 Diagnosa 2: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi
derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien
akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
 Diagnosa 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan
muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi
maksimal.
 Diagnosa 4:Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya
sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggiRencana Tindakan:
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan
darah terhadap infeksi.

h. Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang
diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil
pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan
nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan
berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2009) http://satriaperwira.livejournal.com/tag/bronchiectasis Jum’at 23 november


2013 , pukul 19.30 WIB

Anonim, (2009) http://satriaperwira.wordpress.com/ jum’at 23 november 2013, pukul 20.00


WIB

Asih nilah gede yasmin, Effendy cristantie, Este monica (2003) KMB: kien dengan gangguan
sistem pernafasan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Pearce, Evelyn. ( 2000). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai