Anda di halaman 1dari 18

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN KATARAK

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein
lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai
kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer, 2000)
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Ilyas, 2008)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut
(opak) yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat proses penuaan
tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). (Brunner &
Suddarth, 2002)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan
ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul
pada berbagai usia tertentu. (Iwan, 2009)

B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak
bermacam-macam yaitu sebagai berikut :
1. Usia lanjut

1
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, dimana
dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
2. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin.
3. Genetik
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi
yang timbul pada lensa.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi, dan amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar
gula darah maka meningkat pula kadar glukosa dalam aquos humor.
Glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi
sehingga kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi
sorbitol yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
5. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stres
oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan,
askorbat, dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan
molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan chromophores yang
menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam
rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
6. Konsumsi alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai
penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol
berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja
pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara
mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.

2
Menurut Corwin (2000) katarak dapat disebabkan oleh beberapa
faktor risiko lain seperti :
1. Katarak traumatika yang disebabkan oleh trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
penyakit gangguan metabolism, proses peradangan pada mata, atau
diabetes mellitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka
panjang seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetic

C. Klasifikasi
Secara garis besar katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Katarak perkembangan (developmental) dan degenerative.
2. Katarak trauma, terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder), terjadi akibat penyakit infeksi
tertentu dan penyakit metabolik seperti diabetes mellitus yang
menimbulkan kekeruhan pada lensa.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam :
1. Katarak kongeniatal, ditemukan pada bayi ketika lahir (sudah
terlihat pada usia di bawah 1 tahun).
2. Katarak juvenile, terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah
usia 40 tahun.
3. Katarak presenil, terjadi pada usia 30-40 tahun.
4. Katarak senilis, terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis
katarak ini merupakan proses degenerative (kemunduran) dan yang
paling sering ditemukan.

Adapun tahapan katarak senilis adalah :


1. Katarak insipien
Pada stadium insipient (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak yang tidak teratur. Pada
stadium ini penderita seringkali tidak merasakan keluhan atau
gangguan pada penglihatannya sehingga cenderung diabaikan.
2. Katarak imatur
Pada stadium ini lensa masih memiliki bagian yang jernih.

3
3. Katarak matur
Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan
bertambah sampai menyeluruh sehingga keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien adalah kesulitan saat membaca, penglihatan
menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini terdapat bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bias menyebabkan paradangan
pada struktur mata yang lain.

4
D. Manifestasi Klinis
Gejala subyektif dari pasien dengan katarak antara lain :
1. Biasanya pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau, serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan.
2. Silau dengan distorsi bayangan dan sulit melihat di malam hari.
Gejala obyektif biasanya meliputi :
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina
tidak akan tampak dengan ophtalmoskop. Ketika lensa sudah
menjadi opak cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam penglihatan menjadi bayangan tersokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Penglihatan seperti melihat asap dan pupil mata seakan bertambah
putih. Pada akhirnya jika katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih sehingga reflex cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa :
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kacamata.
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.

5
E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna tampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik,
seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses
penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik
ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa
dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).

6
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akuos/vitreous humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
dan penglihatan ke retina.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor,
karotis, dan glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : TIO (12-25 mmHg).
4. Pengukuran gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
5. Tes provokatif : menentukan adanya/tipe glaukoma.
6. Ophtalmoskop : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid.
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM.
10.Keratometri.
11.Pemeriksaan slitlamp.
12.A-scan ultrasound (echography).
13.Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan
implantasi.
14.USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C, vitamin B2, vitamin A, dan vitamin E.
Selain itu untuk mengurangi pajanan sinar UV matahari secara
berlebihan lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat
keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan teknik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat
struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi
pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nukleus lentis, dan
mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan
alat hisap dengan meninggalkan kapsul posterior dan zonula

7
lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi
ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah
nukleus dan korteks lensa menjadi partikel yang kecil kemudian
di aspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan
irigasi kontinu.

b. Ekstraksi katarak intrakapsuler


Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah
zonula dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe yang
diletakkan secara langsung pada kapsula lentis. Ketika
cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis,
kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat
secara lembut. Namun saat ini pembedahan intrakapsuler sudah
jarang dilakukan. Pengangkatan lensa memerlukan koreksi
optikal karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap
sepertiga kekuatan fokus mata.
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya :
a. Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik,
namun pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam
memahami relasi spasial, membuat benda-benda tampak jauh
lebih dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung.
Memerlukan waktu penyesuaian yang lama sampai pasien dapat

8
mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan
berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
b. Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apikal.
Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna
bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang,
melepaskan, dan merawat lensa kontak. Namun bagi lansia,
perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena kebanyakan lansia
mengalami kemunduran ketrampilan sehingga pasien
memerlukan
kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
c. Implan Lensa Intraokuler (IOL)
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah
diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan
dengan bentuk dan ukuran normal karena IOL mampu
menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95% IOL di
pasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa
kamera anterior dipasang pada pasien yang menjalani ekstrasi
intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa
sengaja selama prosedur ekstrakapsuler.

H. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

9
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar
sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama
katarak)
b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d. Perubahan daya lihat warna
e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar
sangat menyilaukan mata
f. Lampu dan matahari sangat mengganggu
g. Sering meminta ganti resep kacamata
h. Penglihatan ganda
i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia)
j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti
hipertensi dan diabetes mellitus, pembedahan mata sebelumnya, dan
penyakit metabolik lainnya yang memicu resiko katarak.
Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan
pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin. Kaji riwayat alergi
pasien.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat katarak, diabetes atau gangguan sistem vaskuler,
kaji riwayat stress.
5. Pemeriksaan Fisik
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah
dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca
pembesar, slit lamp, dan ophtalmoskop sebaiknya dengan pupil
berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45o dari poros mata) dapat
dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada
lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar

10
berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan
pupil terjadi pada katarak matur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa,
sistem saraf atau penglihatan ke retina atau jalan optic.
b. Pemeriksaan ophtalmoskop : mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi optic disc, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik / infeksi.
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/kontrol
diabetes.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b/d gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
b. Resiko cedera b/d gangguan fungsi sensori penglihatan.
c. Kurang pengetahuan b/d tidak mengetahui sumber informasi,
keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari informasi.
d. Kecemasan b/d kurang pengetahuan
(prosedur penatalaksanaan/tindakan pembedahan) dan
hospitalisasi, krisis situasional, stress, perubahan status
kesehatan, perubahan konsep diri.
2. Post operasi
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (diskontinuitas jaringan).
b. Resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasif, kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan lingkungan.
c. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b/d gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
d. Resiko cedera b/d gangguan fungsi sensori penglihatan.

C. Intervensi Keperawatan
No Dx Keperawatan NOC NIC
1 Gangguan persepsi sensori- Tujuan : 1. Tentukan ketajaman
Setelah dilakukan asuhan

11
perseptual penglihatan b/d keperawatan selama … x … penglihatan, kemudian catat
gangguan penerimaan pasien mampu apakah satu atau dua mata
sensori/status organ indera mempertahankan ketajaman terlibat
DS : menyatakan distorsi 2. Kaji lingkungan terhadap
penglihatan dalam batas situasi
sensori kemungkinan bahaya
individu, mengenal gangguan
DO :
terhadap keamanan
- Perubahan ketajaman sensori dan berkompensasi
3. Observasi tanda-tanda
sensori terhadap perubahan
disorientasi. Orientasikan
- Perubahan respon Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori pasien tehadap lingkungan
terhadap stimulus
4. Perhatikan tentang
dan berkompensasi terhadap
penglihatan kabur dan
perubahan
- Mengidentifikasi / iritasi mata
5. Letakkan barang yang
memperbaiki potensial
dibutuhkan
bahaya dalam lingkungan
dalam jangkauan

2 Resiko cedera b/d gangguan Tujuan : 1. Lakukan penilaian skoring


Setelah dilakukan asuhan
fungsi sensori penglihatan resiko jatuh dan pasang
Faktor resiko : keperawatan selama … x …
gelang kuning sebagai
- Penurunan fungsi
pasien tidak mengalami cedera
indikator pasien dengan
penglihatan / disfungsi
Kriteria hasil :
resiko jatuh
sensori - Pasien tidak cedera
2. Identifikasi kebutuhan
- Gangguan mobilitas - Pasien mampu menjelaskan
- Usia keamanan pasien sesuai
cara untuk mencegah /
- Skor resiko jatuh
dengan kondisi fisik, fungsi
- Postur tubuh menghindari cedera
- Pasien mampu menjelaskan kognitif, dan riwayat
faktor resiko dari penyakit pasien
3. Pasang side rail bed pasien
lingkungan / perilaku
4. Berikan penerangan yang
personal
cukup
- Mampu memodifikasi
5. Sediakan lingkungan yang
lingkungan untuk
aman bagi pasien
meningkatkan keamanan 6. Berikan penjelasan pada
- Menggunakan fasilitas
pasien dan keluarga tentang
kesehatan yang ada
adanya perubahan status
- Mampu mengenali perubahan
kesehatan dan penyebab
status kesehatan
penyakit

12
7. Diskusikan tentang kondisi
pasca operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas,
penampilan, dan
balutan mata
8. Beri pasien posisi
bersandar, kepala tinggi,
atau miring ke sisi yang
tidak sakit
9. Batasi aktifitas seperti
menggerakan kepala tiba-
tiba, menggaruk mata,
membungk
10.Anjurkan keluarga untuk
membantu mobilisasi dan
ambulasi pasien
11. Observasi adanya
kegelisahan dan disorientasi
3 Kurang pengetahuan b/d Tujuan : 1. Kaji tingkat pengetahuan
Setelah dilakukan asuhan
tidak mengetahui sumber pasien dan keluarga
keperawatan selama … x … 2. Jelaskan patofisiologi
informasi, keterbatasan
pasien menunjukkan penyakit dan bagaimana hal
kognitif, interpretasi
pemahaman tentang kondisi, ini berhubungan dengan
terhadap informasi yang
proses penyakit, dan anatomi dan fisiologi
salah, kurangnya keinginan
pengobatan dengan cara yang tepat
untuk mencari informasi
Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan
DS : menyatakan secara
- Pasien dan keluarga
gejala yang biasa muncul
verbal adanya masalah
menyatakan pemahaman
DO : Ketidakakuratan pada penyakit dengan cara
tentang penyakit, kondisi,
mengikuti instruksi, yang tepat
prognosis, dan program 4. Gambarkan proses penyakit
perilaku tidak sesuai
pengobatan dengan cara yang tepat
- Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan
melaksanakan prosedur yang penyebab dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat
- Pasien dan keluarga mampu 6. Berikan informasi pada
menjelaskan kembali apa pasien tentang kondisi

13
yang dijelaskan dengan cara yang tepat
7. Berikan informasi bagi
keluarga tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10.Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan
dengan cara yang tepat
11. Identifikasi tanda/gejala
yang memerlukan upaya
evaluasi medis, misal :
nyeri tiba-tiba
12.Diskusikan kemungkinan
efek / interaksi antar obat
mata dan masalah medis
pasien
13.Berikan penjelasan tentang
perawatan yang diperlukan
4 Kecemasan b/d kurang Tujuan : 1. Kaji tingkat kecemasan
Setelah dilakukan asuhan
pengetahuan pasien dan catat adanya
keperawatan selama … x …
(prosedur penatalaksanaan / tanda- tanda verbal dan
kecemasan pasien berkurang /
tindakan pembedahan) dan nonverbal
teratasi 2. Gunakan pendekatan yang
hospitalisasi, krisis
Kriteria Hasil :
menenangkan
situasional, stress, - Pasien mampu
3. Beri kesempatan pasien
perubahan status kesehatan, mengidentifikasi dan
untuk mengungkapkan isi
perubahan konsep diri mengungkapkan kecemasan
pikiran dan perasaan
DS / DO : - Pasien mampu menunjukkan
- Insomnia takutnya
teknik untuk mengontrol
- Kontak mata kurang 4. Jelaskan tentang prosedur

14
- Takut kecemasan yang akan dilakukan dan
- Gangguan tidur - TTV dalam batas normal
apa yang dirasakan selama
- Peningkatan TD, denyut - Postur tubuh, ekspresi wajah,
prosedur
nadi, RR bahasa tubuh, dan tingkat
5. Berikan informasi faktual
- Bingung
aktivitas menunjukkan
- Sulit berkonsentrasi mengenai diagnosis dan
- Iritabilitas berkurangnya kecemasan
prognosis tindakan
- Kurang istirahat - Pasien tampak rileks, tidak
6. Libatkan keluarga untuk
- Nyeri perut
tegang, dan melaporkan
mendampingi dan
kecemasannya berkurang
memberikan dukungan pada
sampai pada tingkat dapat
pasien
diatasi 7. Instruksikan pada pasien
- Pasien dapat mengungkapkan
untuk menggunakan teknik
pengetahuan tentang
relaksasi
pembedahan 8. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
9. Kolaborasi dalam
pemberian antiansietas
5 Nyeri akut b/d agen injuri Tujuan : 1. Kaji nyeri secara
Setelah dilakukan asuhan
fisik (diskontinuitas komprehensif termasuk
keperawatan selama … x …
jaringan) lokasi, karakteristik, durasi,
DS : pasien mengungkapkan nyeri berkurang
frekuensi, kualitas, dan
Kriteria Hasil :
secara verbal adanya nyeri
- Pasien mampu mengenali faktor presipitasi
DO :
2. Observasi reaksi non verbal
- Posisi menahan nyeri nyeri (skala, intensitas,
- Tingkah laku berhati-hati dari ketidaknyamanan
frekuensi, dan tanda nyeri)
- Menyeringai 3. Ajarkan teknik non
- Pasien melaporkan bahwa
- Terfokus pada diri sendiri
farmakologi : napas dalam,
- Gangguan tidur nyeri berkurang dengan
- Tingkah laku distraksi relaksasi, dan distraksi
manajemen nyeri
4. Berikan informasi tentang
seperti jalan-jalan, - TTV dalam batas normal
- Pasien tidak mengalami penyebab nyeri, berapa
aktivitas berulang
- Respon autonom seperti gangguan tidur lama nyeri akan berkurang,
diaphoresis, perubahan dan antisipasi
tekanan darah dan nadi, ketidaknyamanan prosedur
5. Berikan lingkungan yang
dilatasi pupil
- Tingkah laku ekspresif nyaman (perhatikan suhu
seperti gelisah, merintih, ruangan, pencahayaan, dan

15
menangis, waspada, kebisingan)
6. Hindari faktor presipitasi
iritabel, napas panjang
nyeri
7. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
8. Observasi TTV dan kaji
ulang keluhan nyeri
6 Resiko tinggi infeksi b/d Tujuan : 1. Observasi adanya tanda
Setelah dilakukan asuhan
prosedur invasif, kerusakan infeksi baik sistemik
keperawatan selama … x …
jaringan dan peningkatan maupun lokal
tidak terjadi infeksi 2. Pertahankan teknik aseptik
paparan lingkungan
Kriteria Hasil : 3. Lakukan handhygiene
Faktor resiko :
- Tidak terdapat tanda-tanda
- Prosedur invasif sesuai prosedur
- Kerusakan jaringan dan infeksi 4. Ajarkan pasien dan keluarga
- Pasien menunjukkan
peningkatan paparan handhygiene dan anjurkan
kemampuan untuk mencegah
lingkungan untuk menjaga kebersihan
- Pertahanan tubuh primer timbulnya infeksi
mata
- AL dalam batas normal
tidak adekuat (kerusakan 5. Ciptakan lingkungan
- Pasien menunjukkan perilaku
dan trauma jaringan) ruangan yang bersih
hidup bersih sehat
- Pertahanan tubuh 6. Jelaskan dan ajarkan pada
- TTV dalam batas normal
sekunder tidak adekuat pasien dan keluarga
(penurunan Hb, perawatan luka pasca
penekanan respon operasi
7. Kolaborasi dalam
inflamasi)
pemberian antibiotik sesuai
indikasi

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan

16
keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan keperawatan terdapat
dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.
(Hidayat, 2008)

E. Evaluasi Keperawatan
1. Tidak terjadi penurunan ketajaman penglihatan
2. Tidak terjadi cedera
3. Kebutuhan pengetahuan terpenuhi
4. Kecemasan berkurang atau terkontrol
5. Tidak terjadi infeksi
6. Nyeri berkurang atau terkontrol

17
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahas : I Made


Kariasa. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : FKUI
Nanda. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Sidarta, Ilyas. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai