Shera Lolongan
102015057 / C3
Shera.2015fk057@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510
Abstrak
Sistem gastrointestinal merupakan sistem yang sangat penting karena berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi, dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut. Sering dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan kasus yang mengenai
gastroentero hepatologi, misalnya saja diare, muntah, perut kembung dan masih banyak
lagi.Gangguan yang terjadi ini disebabkan oleh berbagai faktor misalnya saja karena infeksi
virus, bakteri, protozoa. Salah satunya adalah infeksi pada bagian apendix yang disebut
apendisitis. Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang tersering. Appendix disebut juga umbai cacing, apendisitis
merupakan peradangan yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen appendix.
Abstract
1
Pendahuluan
Makalah ini akan membahas apendisitis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan, gejala
klinik, diagnosis kerja, diagnosis banding, etiologi, epidemiologi, diagnosis, patofisiologi,
pencegahan, komplikasi, dan penatalaksaan.
Ujung appendix cenderung bergerak secara bebas dan dan dapat ditemukan pada posisi
berikut:2
Posisi pertama dan kedua merupakan letak yang paling sering. Appendix diperdarahi oleh
ateria arteri appendicularis yang merupakan cabang arteria caecalis posterios, dan vena
2
appendicularis yang bermuara ke dalam vena caecalis posterios. Pembuluh limfe bermuara ke
dalam satu atau dua nodi yang terletak pada mesoappendix dan akhirnya ke dalam nodi
mesenterici superiors. Appendix disarafi oleh nervus sympathicus dan parasympathicus
(vagus) dari plexus mesenterica superior. Secara fisiologi appendix adalah organ imunologik
yang berperan dalam sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid
tissue (GALT) pada waktu kecil. Namun sistem imun tidak mendapat efek negatif apabila
apendektomi dilakukan.2,3
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak
dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.4
Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas
pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang
berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit dan keluhan penyerta pasien, riwayat
penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernah diderita pasien dapat masa lalu. Riwayat
sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan kebiasaan pasien sehari-hari. Riwayat
keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang diderita oleh keluarga pasien.4
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa keadaan umum, kesadaran, dan
tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Bila
pasien dengan keluhan nyeri abdomen, maka anamnesis suatu basis data untuk pembahasan
kemungkinan diagnostik, tetapi keputusan tentang apakah di operasi atau tidak, dibuat atas
dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalam cara tertib dan sistematik. Enam gambaran
utama pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, pemeriksaan
rectum/genitalis, dan tes khusus dan tanda. Pasien apendisitis jarang memperlihatkan tanda
toksisitas sistemik. Ia bias berjalan dalam cara agak membungkuk. Sikapnya di ranjang
cenderung tak bergerak, sering dengan tungkai kanan fleksi.5
3
1. Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta auskultasi atau perkusi tidak
sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis.
2. Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi
diindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai
dalam kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan
atas dan diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada
apendisitis yang lanjut dapat dideteksi suatu massa. Pada pasien dengan apendistis
pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas (Blumberg sign) lokal
pada derah appendix. Lakukan juga pemeriksaan rovsing sign, tekanlah dalam-
dalam daerah kuadran kiri bawah, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan maka
penderita apendisitis akan merasakan nyeri hebat pada kuadran kanan bawah.
3. Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan pada semua pasien apendisitis.
Rasa nyeri pada bagian kanan pada rectal touché dapat disebabkan oleh inflamasi
adneksa, vesicular semilunaris dan apendisitis. Pemeriksaan rectal touché dilakukan
pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui.
Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks
yang meradang terletak didaerah pelvis.5
Tes khusus dan tanda merupakan dua tes yang mempunyai kepentingan klinik primer
dalam mengkonfirmasi diagnosis yang telah dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yaitu tes iliopsoas dan tes obturator:5
Pemeriksaan penunjang
4
ginjal dan saluran kemih. Pada apendisitis akut didapatkan ketonuria. Pada perempuan, perlu
di periksa tes kehamilan bila dicurigai kehamilan ektopik sebagai diagnosis banding.3
Gejala klinis klasik pada apendisitis akut adalah apendisitis akut dimulai dengan rasa
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus, yang
disertai dengan nausea, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Rasa nyeri terus-
menerus dan berkesinam-bungan, dengan kram ringan sesekali, dan terdapat juga episode
muntah. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi peritoneal, nyeri perut berpindah ke
kuadran kanan bawah yang menetap dan diperberat dengan bergerak, berjalan, maupun batuk,
dan pasien juga mengalami konstipasi. Nyeri akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan
akan menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas
dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani
tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.3,5
Working diagnosis
Differential diagnosis
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh,
dan berkembang diluar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan itu mengalamai proses
5
pengakhiran (abortus) maka disebut dengan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), yang
terbanyak dijumpai adalah kehamilan pada tuba fallopii. KET bisa disebabkan oleh Penyakit
Menular Seksual (PMS) dan adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis
atau endometriosis sehingga tuba dapat tertekuk atau lumen menyempit. Gejala yang paling
sering terlihat pada penderita KET adalah nyeri perut secara tiba-tiba, disertai nyeri pelvik yang
difus kemudian diikuti dengan amenore, syok hipovolemik, dan lain – lain. Nyeri perut pada
KET bersifat unilateral ataupun bilateral di abdomen bawah dan terkadang terasa sampai di
abdomen bagian atas, serta terdapat juga nyeri tekan. Untuk membedakan dengan apendisitis,
pada KET ditemukan massa yang batasnya tidak jelas, sedangkan pada apendisitis terlihat
massa yang lebih jelas. Nyeri pada apendisitis sering lokasinya lebih tinggi, yaitu pada titik
McBurney. Untuk membantu diagnosis, dapat dilakukan tes kehamilan. Tes kehamilan positif
berarti KET.5,6
Adneksitis atau PID merupakan suatu infeksi asendens melalui uterus ke tuba fallopius
yang dapat masuk ke rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya. Adneksitis ini
sering ditemukan pada wanita muda dengan insidens paling tinggi usia 15-24 tahun.
Etiologinya dapat terdiri atas organisme yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti
gonokokus dan klamida maupun organisme yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual,
seperti streptokokus, enterobakteri dan bakteriodes. Gambaran klinisnya dapat dari ringan
sampai berat. Gejala umum yang ditemukan adalah nyeri abdomen bawah difus dan demam
tinggi. Nyeri dan demam pada peradangan pelvis secara klasik timbul selama atau tepat setelah
masa haid, suatu fakta yang kadang-kadang bermanfaat dangan membedakan penyakit
peradangan pelvis dan apendisitis. Pada pemeriksaan fisik sering tampil sekresi vagina dan
bersifat purulenta. Penyakit peradangan pelvis khas ditandai nyeri tekan cervix yang hebat yang
dibangkitkan pada gerakan cervix. Di samping itu, biasanya cervix hangat dan hiperemia serta
pada uterus bisa nyeri tekan. Tes konfirmasi mencakup leukositosis dan kuldosentesis, yang
biasa menunjukkan cairan purulenta.5
Mesenteritis akut
Mesenteritis merupakan suatu penyakit dimana berlaku nekrosis, inflamasi, dan fibrosis
jaringan adiposa mesenterium. Gejala pada meseneteritis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala
gastrointestinal dan gejalan non-gastrointestinal. Gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen,
mual dan muntah, kembung, hilang nafsu makan, diare dan konstipasi. Gejala
6
nongastrointestinal seperti lelah, penurunan berat badan, keringat pada malam hari dan
demam.7
Divertikulitis
Divertikulitis merupakan inflamasi dari divertikula, yang sering diikuti oleh perforasi.
Divertikula ialah kantong divertikulum yang multiple, divertikulum ialah kantong yag
terbentuk di dinding colon akibat kelemahan pada dinding tersebut. Divertikulitis disebabkan
oleh konsumsi serat yang kurang, resistensi dinding kolon melemah, dan gangguan motilitas
(lebih tinggi). Gejala utama divertikulitis adalah nyeri abdomen. Nyeri abdomen bersifat kram
dan sering terlokalisasi. Serangan akut berupa nyeri perut kiri bawah atau suprapubik. Juga
adanya diare, mual dan muntah. Dapat ditemukan demam sedang, distensi abdomen dan massa
abdomen, serta leukositosis.5
Apendisitis akut disebabkan oleh penyumbatan lumen appendix yang diakibatkan oleh
fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit neoplasma, atau striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya.3 Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling
sering di negara-negara Barat, jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan diatas usia 60
tahun, insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
3:2, tetapi dapat terjadi pada semua usia.1
Patofisiologi
7
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark dinding dan gangren. Stadium ini
disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi.
Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala. Bila
semua proses di atas berjalan dengan imunitas yang cukup baik, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah appendix sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul
massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek dan appendix lebih panjang dengan
dinding tipis sehingga mudah terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.3,5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara medikamentosa dan non
medikamentosa. Secara non-medikamentosa yaitu sebaiknya menjaga kondisi badan dengan
baik dan tidak banyak beraktivitas. Secara medika mentosa dilakukan bila dari hasil diagnosis
positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi.3
I. Pra-operatif,
Observasi ketat, tirah baring, pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
dapat diulang secara periodic, pemberian antibiotic intravena spectrum luas dan
analgesik, dan pada perforasi appendix dapat diberikan resusitasi cairan.
II. Operatif
Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis
yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.
Laparoskopi apendektomi : teknik operasi dengan luka dan kemungkinan
infeksi lebih kecil.
III. Pasca-operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam posisi fowler
dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau
peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus normal kembali. Secara bertahap
pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.3
Komplikasi
8
Komplikasi yang sering ditemukan pada apendisitis adalah perforasi. Apendisitis
perforasi terjadi biasanya karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Secara
umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan
perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah timbulnya gejala paling tidak 15%. Oleh karena itu,
setelah ditetapkan diagnosa apendisitis akut, operasi harus segera dilakukan tanpa penundaan
lagi. Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendix yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendix, sekum,
dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.8,9
Pencegahan
Prognosis
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta
pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2 – 0,8% dan disebabkan oleh
komplikasi penyakit dari pada intervensi bedah. Pada anak angka ini berkisar antara 0,1-1%,
sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena
keterlambatan diagnosis dan terapi.3
Kesimpulan
Appendicitis merupakan peradangan dimulai oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa
seperti batu yang terbentuk dari feces) atau infeksi bacterial supuratif. Appendicitis dapat
9
menyerang semua kalangan usia. Penanganan yang cepat dapat meminimalisasikan terjadinya
komplikasi sehingga penanganan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis adalah
dilakukan tindakan bedah yaitu appendiktomi.
Daftar Pustaka
1. Grace PA, Borley NR. At Glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EMS;2007.h.105-7.
2. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan regio. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;2013.h.185-6.
3. Wibisono E, Jeo WS. Apendisitis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.213-4.
4. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.1-17
5. Sabiston DC. Buku ajar bedan bagian I. Jakarta: EGC;2007.
6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri
William. Edisi ke-21. Jakarta: EGC;2006.
7. Longo DL, Kaper DL, Jameson JL, Fauci AS. Harrison’s prinsciples of internal
medicine. Acute appendicitis and peritonitis. Philadelphia. USA: Mc Graw Hill;2012.
8. Doherty GM. Current diagnosis and treatment. Thirteenth edition. United States: Mc
Graw Hill Medical;2006.
9. Schwartz SI, Shires GTM, Spencer FC. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6.
Jakarta; EGC;2007.
10