Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 16 PERAWATAN PENYAKIT PERIODONTAL


DAN JARINGAN LUNAK ORAL

SKENARIO 3
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial
Blok 16 Perawatan Penyakit Periodontal Dan Jaringan Lunak Oral

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Disusun oleh:
Kelompok Tutorial IX
1. Alfan Maulana Erdiansyah (161610101081)
2. Nancy Amelia Rosa (161610101082)
3. Radin Ahmad H (161610101083)
4. Dara Kartika H. S (161610101084)
5. Nailah Ramadhani (161610101085)
6. Savira Aulia R (161610101086)
7. Ni Putu Diah Laksmi (161610101087)
8. Suci Hidayatur rohmah (161610101088)
9. Tri Oktaviani (161610101089)
10. Adilia Putri (161610101090)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018

1|P a g e
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor : drg. Agustin Wulan Suci D. MDSc.


Ketua : Adilia Putri (161610101090)
Scriber : Nancy Amelia Rosa (161610101082)

Anggota :
1. Alfan Maulana Erdiansyah (161610101081)
2. Radin Ahmad H (161610101083)
3. Dara Kartika H. S (161610101084)
4. Nailah Ramadhani (161610101085)
5. Savira Aulia R (161610101086)
6. Ni Putu Diah Laksmi (161610101087)
7. Suci Hidayatur rohmah (161610101088)
8. Tri Oktaviani (161610101089)

2|P a g e
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas tutorial. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi
tutorial kelompok IX pada skenario pertama .
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penyusun ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Agustin Wulan Suci D. MDSc. selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok IX Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan telah memberikan
masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah kami dapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Dalam penyusunan
laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan dalam
perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 16 oktober 2018

Penyusun

3|P a g e
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................................................
Daftar anggota kelompok .......................................................................................................
Kata Pengantar .......................................................................................................................
Daftar Isi ................................................................................................................................
Skenario 3 ..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Step 1 ..............................................................................................................................
1.2 step 2 ................................................................................................................................
1.3 step 3 ................................................................................................................................
1.4 step 4 ................................................................................................................................
1.5 step 5 ................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................................................

4|P a g e
SKENARIO 1
(Perawatan Periodontal Fase I)

Seorang laki-laki berusia 35 tahun sangat khawatir karena gusinya sering berdarah saat
menggosok gigi sejak 1 bulan yang lalu dan giginya terasa kasar bila tersentuh lidah sejak 1
tahun yang lalu. Oleh karena itu, dia datang ke Klinik Periodonsia RSGM UNEJ. Pada
pemeriksaan intra oral terlihat plak dan kalkulus subgingiva di seluruh regio rahang atas
maupun rahang bawah. Regio anterior rahang bawah terlihat gigi geligi berdesakan. Pasien
didiagnosis menderita gingivitis kronis dengan etiologi utama plak. Keberadaan kalkulus dan
gigi malposisi dinyatakan sebagai faktor predisposisi/etiologi sekunder. Rencana perawatan
pada pasien tersebut adalah perawatan periodontal fase I yang meliputi: DHE, scaling dan
root planing. Setelah perawatan periodontal fase I keadaan pasien akan dievaluasi kembali.

5|P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Step 1 Mencari Kata Sulit

1. Gingivitis kronis : peradangan gingiva gigi akibat adanya aktivitas bakteri RM


yang merugikan. Salah satu tanda : bleeding on probbing (+), secara klinis
mengkilat, halus, bentuk membulat
2. Scaling :teknik yang digunakan untuk menghilangkan plak gigi yang lengket.
Biasanya di lakukan secara manual (alat alat scaller manual) atau melakukan
ultrasonik scaller. Teknik yang digunakan untuk menghilangkan kalkulus supra
maupun sub gingiva
3. Root planning : suatu perawatan di permukaan sementum dan akar gigi dari
jaringan nekrotik dan sisa sisa produk bakteri untuk mendapatkan permukaan
yang halus agar terjadi perlekatan kembali epitel.
4. DHE : dental health education merupakan suatu pengarahan untuk mengubah
sikap, kebiasaan serta memberi informasi kepada pasien dalam rangka untuk
membiasakan hidup sehat
5. Perawatan periodontal fase 1 : merupakan perawatan RM dengan menghilangkan
etiologi (scalling dan root planning), untuk menghilangkan pula faktor
predisposisi dan tidak dilakukan bedah periodontal.
6. Periodonsia : suatu ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang jaringan
periodontal

1.2. Step 2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana patofisiologis plak dapat menyebabkan gingivitis kronis?


2. Mengapa pada pasien di skenario di indikasikan untuk dilakukan perawatan
periodontal fase 1 dan apakah kontraindikasinya?
3. Pasien mengalami malposisi gigi, apakah malposisi ini dapat menentukan
keparahan penyakit periodontal?
4. Pada saat melakukan perawatan periodontal fase 1 ini dilakukan apa saja dan
memerlukan alat apa saja ?
5. Penyebab gingiva mudah berdarah pada pasien dan bagaimana penanganannya
6. Apa saja yang harus di sampaikan dalam DHE?

6|P a g e
7. apakah ada perawatan lain selain di skenario untuk perawatan Periodontal fase 1?
8. Apa saja yang di evaluasi setelah perawatan Periodontal fase 1?
9. Apa perbedaan, keunggulan dan kerugian scaller manual dan ultrasonic?

1.3. Step 3 Brain Storming

1. Mengapa pada pasien di skenario di indikasikan untuk dilakukan perawatan periodontal


fase 1 dan apakah kontraindikasinya?

Gingivitis kronis akan sembuh dengan sendirinya jika penyebabnya di hilangkan. Kasusnya
masih bisa di perbaiki, tidak memerlukan tindakan bedah, fase 1 ini juga di indikasikan untuk
pencegahan penyakit periodontal, sudah timbul poket, terdapat kalkulus sub gingiva, eksesif
kalkulus (diseluruh regio rahang), gingiva bengkak dan inflamasi, dan abses yg masih kecil

Root planning : adanya jaringan nekrotik di sekitar akar gigi dan sementum

Kontraindikasi : pasien riwayat hipertensi (harus dilakukan perawatan post operatif dan pre
operatif dengan mengkontrol tekanan darah, ) , hemofilia (dengan menghentikan penggunaan
antikoagulan selama 7 hari ) , untuk dentin terbuka, penyakit periodontal yang memerlukan
tindakan bedah,

2. Pasien mengalami malposisi gigi, apakah malposisi ini dapat menentukan keparahan
penyakit periodontal?

Malposisi gigi menentukan keparahan penyakit periodontal, krn sulit untuk di jangkau
(saat menyikat gigi sulit menjangkau bagian interdental shg banyak akumulasi plak) oleh
pasien untuk di bersihkan dan untuk operator untuk merawat.

3. Pada saat melakukan perawatan periodontal fase 1 ini dilakukan apa saja dan
memerlukan alat apa saja ?
1. Kontrol plak
2. Scalling supra dan sub gingiva
3. Recontouring restorasi yang rusak

Alat : scaler manual : wingshape, hoe, chisel, sickle (modified pen grasp)

Scaler ultrasonic : dengan berbagai macam bentuk tip

Tahapan scaling dan root planning : angulasi : 45 derajad – 90 derajad

7|P a g e
1. Eksploratori : memasukkan alat ke sulkus gingiva : 0 derajad angulasi
2. Scalling : gerakan verikal, oblik atau mengungkit, horizontal, hingga permukaaan
halus
3. Root planning : cara sama dengan scalling tp tekanan nya ringan agar tidak tergores
sehingga menyebabkan permukaan tidak rata dan terakumulasi plak

Namun scalling dengan ultrasonil dikontaindiksikan dengan kasus gigi sensitif. karena saat
menggunakan scaling ultrasonik terjadi getaran yang menyebabkan ngilu

4. Penyebab gingiva mudah berdarah pada pasien dan bagaimana penanganannya

Karena sudah ada poket periodontal, inflamasi dengan vaskularisasi banyak, dan jaringan
ikat lunak, sehingga mudah rusak,

Penanganan : sikat gigi jangan terlalu keras, menggunakan pasta gigi untuk
gingivitis/penyakit periodontal

5. Apa saja yang harus di sampaikan dalam DHE?


 Kontrol plak (mekanis dan kemis dg obat kumur)
 Petunjuk menggosok gigi (berapa kali, kapan dan bagaimana yg benar)
 Edukasi flosing
 Kontrol Makanan
 Motivasi
 Instruksi : membiasakan mengunyah 2 sisi
6. apakah ada perawatan lain selain di skenario untuk perawatan Periodontal fase 1?
 Splinting : untuk mengurangi mobilisasi gigi goyang
 Menginstruksikan untuk mengubah teknik sikat gigi dan menggunakan obat kumur
jika perlu
 Menghevaluasi restorasi
 Jika ada lesi karies di lakukan penambalan
7. Apa saja yang di evaluasi setelah perawatan Periodontal fase 1?
 Kedalaman sulkus menggunakan probe, jika kedalaman bertambah (periodontitis)
dilakukan perawatan periodontal fase II
 Perbaikan jaringan gingiva (dapat dilihat dari warna gingiva mnjadi normal,
konsistensi kenyal, kontur kulit jeruk (attach gingiva))
 bop

8|P a g e
 Akumulasi plak/ kalkulus
8. Apa perbedaan, keunggulan dan kerugian scaller manual dan ultrasonic?

Perbedaan :

o Manual : menggunakan alat alat scaler non elektrik


o Ultrasonik : menggunakan alat scaller elektrik

Keunggulan

o Ultrasonik : lebih cepat, efisien, efektif, tidak merusak gingiva


o Manual : lebih dapat di kontrol, murah, dapat digunakan dalam keadaan dengan
fasilitas terbatas

Kerugian

o Ultrasonik : mahal
o Manual : dapat merusak gingiva jika tidak hati hati, menggunakan waktu lama,
membutuhkan tenaga yang banyak

1.4. Step 4 Mapping

1.5 Step 5 Learning Oject

1. Mahasiswa mampu mengkaji klasifikasi penyakit periodontal


2. Mahasiswa mampu mengkaji indikasi dan kontraindikasi perawatan periodontal fase 1
3. Mahasiswa mampu mengkaji alat dan bahan dan prosedur perawatan periodontal fase
1
4. Mahasiswa mampu mengkaji evaluasi perawatan periodontal fase 1

9|P a g e
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. LO 1. Mahasiswa mampu mengkaji klasifikasi dari penyakit periodontal

Menurut Newman, dkk (2015) pada buku Caranza Edisi ke-duabelas, penyakit periodontal

diklasifikasikan menjadi :

1. Penyakit Gingiva

a. Dental Plaque-Induced Gingival Disease

Kondisiinistabildantidakagresif dan dapatterjadipadajaringan periodontal yang

tidakmengalamiattachment loss ataupunjaringan periodontal yang

mengalamiattachment loss.

i) Gingivitis yang hanyaberasosiasidengan dental plak

(i) Tanpakontribusifaktor lokal

(ii) Dengankontribusifaktor lokal

ii) Penyakit gingiva yang dimodifikasiolehfaktor sistemik

(i) Berhubungan dengan system endokrin meliputi: Puberty-associated

gingivitis, Menstrual cycle-associated gingivitis,

Berhubungandengankehamilan (Gingivitis, Pyogenik granuloma),

Gingivitis yang berhubungandengan diabetes mellitus.

(ii) Berhubungan dengan diskrasia darah seperti Leukemia-associated

gingivitis.

b. Non-Plaque-Induced Gingival Disease

i) Penyakit gingiva dengan penyebab bakteris pesifik, yaitu: Neisseria

gonorrhoeae, Treponema palladium, Spesies Streptococcus.

ii) Penyakit gingiva dengan penyebab virus

10 | P a g e
Infeksi herpesvirus, yaitu: Primary herpetic gingivostomatitis, Reccurent oral

herpes, Varicella Zoster.

iii) Penyakit gingiva dengan penyebab jamur

Penyakit gingiva dengan penyebab jamur meliputi: Infeksispesies candida

(generalized gingival candidiasis), Linear gingival erythema,

Histoplasmosis.

iv) Lesi gingiva dengan penyebab genetik, yaitu Hereditary gingival

fibromatosis

v) Manifestasi gingiva daripenyakitsistemik

vi) Lesimucocutaneous yang meliputi: lichen planus, pemphigoid, pemphigus

vulgaris, erythema multiforme, lupus erythematous, drug induced.

vii) Reaksialergi

 Material restorasi (Merkuri, Nikel, Akrilik)

 Reaksi alergi pada pastagigi, obatkumur, permenkaret, makanan.

viii) Lesi traumatic secara kimia, fisik maupun termal

ix) Reaksibendaasing

2. Periodontitis Kronis

Karakteristik yang umumpadapasiendengan periodontitis kronis :

a. Prevalensi lebih banyak pada dewasa namun dapat terjadi pada anak-anak

b. Besardestruksi konsisten dengan factor lokal

c. Berhubungan dengan variasi pola microbial

d. Kalkulus subgingiva seringkali ditemukan

e. Perjalanan penyakit lambat sampai sedang, namun ada kemungkinan pada

beberapa periode berjalan cepat.

11 | P a g e
f. Dapat dimodifikasi oleh halseperti: Penyakit sistemik seperti HIV dan diabetes

mellitus, factor predisposisi localdari periodontitis, Faktor lingkungan seperti

merokok dan stress emosional.

Periodontitis kronis dapat disub klasifikasikan ke dalam lokalisata dan generalisata

serta dikarakterisasikan sebagai slight, moderate, dan severe berdasarkan :

a. Lokalisata : <30% sites yang terlibat

b. Generalisata : >30% sites yang terlibat

c. Slight : 1 sampai 2 mm clinical attachment loss

d. Moderate : 3 sampai 4 mm clinical attachment loss

e. Severe : ≥5 mm clinical attachment loss

3. Periodontitis Agresif

Karakteristikumumpadapasien periodontitis agresif :Secaraumumklinispasiensehat,

Kehilanganperlekatan (attachment loss) dan destruksi tulang secaracepat, serta jumlah

deposit mikroba tidak konsisten dengan keparahan penyakit.

a. Ada factor keturunandariindividu

Karakteristik yang umumnamuntidak universal

a. Penyakitbiasanyadiinfeksioleh Actinobacillusactinomycetemcomitans.

b. Abnormalitasdarifungsifagosit

c. Hiperresponsivemakrofag, peningkatanproduksi prostaglandin E2 (PGE2) dan

interleukin-1β

d. Padabeberapakasus, progresifitasnyaself-arresting.

Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata seperti berikut

a. Lokalisata

i) Circumpubertal onset

12 | P a g e
ii) Lokalisasipada molar pertamaatauinsisifdenganproksimalattachment loss

padasetidaknya 2 gigipermanen, salahsatunya molar pertama.

iii) Responantibodikuatterhadapageninfeksi

b. Generalisata

i) Biasanyamengenaipasienusiadibawah 30 tahun

ii) Attachment loss proksimalgeneralisatamengenaisetidaknya 3 gigilainselain

molar pertamadaninsisif.

iii) Pronounced episodic naturedaridestruksi periodontal

iv) Responantibodi serum burukterhadapageninfeksi.

4. Periodontitis manifestasipenyakitsistemik

Periodontitis dapatberhubungandenganmanifestasipenyakitsistemikseperti :

a. Penyakithematologi (Acquired neutropenia dan Leukemias)

b. Kelainangenetik seperti: Familial and cyclic neutropenia, Down syndrome,

Leukocyte adhesion deficiency syndrome, Papillon-Lefevre syndrome,

Chediak-Higashi syndrome, Histiocytosis syndromes, Glycogen storage

disease, Infantile genetic agranulocytosis, Cohen syndromes, Ehlers-Danlos

Syndrome (Type IV dan VIII AD), Hypophosphatasia.

5. Necrotizing periodontal disease

a. Necrotizing ulcerative gingivitis

Karakteristik utama dari NUG adalah etiologinya merupakan bakteri, adalesi

nekrotik, dan factor predisposisi seperti stress psikologis, merokok, dan

immunosupresi. Sebagai tambahan, malnutrisi dapat menjadi factor kontribusi.

NUG sering kali terlihat sebagai lesi akut yang mempunyai respon baik

terhadap terapi antimikroba yang dikombinasikan dengan pembersihan plak

dan kalkulus serta peningkatan oral hygiene.

13 | P a g e
b. Necrotizing ulcerative periodontitis

Perbedaanantara NUP dan NUG terdapat pada adanya clinical attachment loss

dan resorpsi tulang alveolar, karakteristik lainnya sama. NUP dapat

diobservasi pada pasien HIV dan bermanifestasi sebagai ulserasi local dan

nekrosis jaringan gingiva dengan exposure dandestruksi yang cepatdaritulang

alveolar, perdarahanspontan, dan rasa nyeri yang parah.

6. Periodontal Abses (Abses gingiva, Abses periodontal, Absespericoronal)

7. Periodontitis yang berasosiasidenganlesi endodontic (lesi endodontic-periodontik,

lesiperiodontik endodontic, lesikombinasi).

8. Deformitas dapatan atau deformitas perkembangan

a. Kondisi local gigi yang berhubun gandengan factor predisposisi penyakit gingiva

atau periodontal yang diinduk siplak.

i) Faktor anatomi gigi

ii) Pengaplikasian bahan restorasi

iii) Frakturakar

iv) Cervical root resorption dan cemental tears

b. Deformitas mukogingiva dan kondisi sekitarg igi

i) Resesi gingiva atau jaringan lunak

a) Permuakaanfasialatau lingual

b) Interproksimal (papilla)

ii) Lack of keratinized gingiva

iii) Penurunanketinggian vestibular

iv) Aberrant frenumatauposisiotot

v) Gingival Excess

a) Pseudopocket

14 | P a g e
b) Gingival margin yang inkonsisten

c) Excessive gingival display

d) Gingival enlargement

e) Warna yang abnormal

c. Deformitas mukogingiva dan kondisi dari linggir edentulous

i) Defisiensi linggir secara vertikal atau horizontal

ii) Lack of gingiva or keratinized tissue

iii) Gingival atau soft tissue enlargement

iv) Penurunan ketinggian vestibular

v) Warna abnormal

d. Trauma oklusal

i) Trauma oklusal primer

ii) Trauma oklusalsekunder

2.2. LO 2 Mahasiswa mampu mengkaji indikasi dan kontraindikasi perawatan


periodontal fase 1

a) Indikasi Scaling dan root planning, yaitu :


1. Terjadi keradangan berupa gingivitis dan periodontitis.
2. Terdapat kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.
3. Apabila kedalaman poket periodontal lebih dari 4 mm atau lebih
(Manson, 1993)

b) Kontraindikasi Scaling dan root planning, yaitu :


1. Pada pasien anak dengan menggunakan ultrasonik scaler. Gigi permanen yang
baru tumbuh masih memiliki ruang pulpa yang lebar. Getaran dan panas yang
dihasilkan alat skeler ultrasonic dapat merusak jaringan pulpa.
2. Pasien yang mengalami abses periodontal. Pasien dangan abses harus didrainase
terlebih dahulu.
3. Pasien hemophili
(Manson, 1993)

15 | P a g e
2.3 LO 3 Mahasiswa mampu mengkaji alat dan bahan dan prosedur perawatan
periodontal fase 1

Perawatan Pada Penderita Trauma Oklusal

Tujuan terapi periodontal dalam perawatan traumatisme oklusal harus dilakukan untuk
memelihara kenyamanan dan fungsi periodonsium. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu
dipertimbangkan beberapa pilihan perawatan, sebagai berikut:
a. Penyesuaian oklusal [occlusal adjustment]
b. Penatalaksanaan kebiasaan parafungsional
c. Stabilisasi gigi-geligi yang goyang secara temporer, provisional, atau jangka panjang
menggunakan alat lepasan ataupun cekat
d. Pergerakan gigi ortodontik
e. Rekonstruksi oklusal
f. Pencabutan gigi tertentu
(Carranza, 2012)

Penyesuaian oklusal atau grinding selektif didefinisikan sebagai reshaping permukaan


oklusi gigi-geligi melalui grinding untuk menciptakan relasi kontak yang harmonis antara
gigi-geligi rahang atas dan bawah. Karena terdapat kontroversi dalam hal trauma oklusi dan
perannya dalam perkembangan penyakit periodontal, hal tersebut juga berlaku dalam subyek
penyesuaian oklusal.

Sejumlah penelitian melaporkan bahwa terjadinya diskrepansi oklusal tidak


berhubungan dengan peningkatan kerusakan yang disebabkan oleh penyakit periodontal.
Burgett menemukan bahwa pasien yang menjalani perawatan penyesuaian oklusal sebagai
salah satu bagian dari perawatan periodontal, secara statistik, memperoleh peningkatan tinggi
perlekatan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani perawatan
penyesuaian oklusal. Meskipun hasil tersebut dinyatakan signifikan secara statistik,
perbedaan klinis tersebut tidak memiliki signifikansi klinis. World Workshop in Periodontics
pada tahun 1996 menemukan beberapa penelitian tentang peran oklusi dalam penyakit
periodontal. Mereka tidak menemukan penelitian prospektif terkontrol tentang peran oklusi
dalam penyakit periodontal yang tidak dirawat dan pertimbangan etika membatasi

16 | P a g e
dilakukannya penelitian semacam itu. Baru-baru ini, dua penelitian pada manusia
menemukan bahwa gigi-geligi yang mengalami diskrepansi oklusal memiliki kedalaman
probing yang lebih dalam, mobilitas yang lebih besar dan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan gigi-geligi tanpa diskrepansi oklusal. Penelitian tersebut juga
menemukan bahwa perawatan diskrepansi oklusal berhasil mengurangi perkembangan
penyakit periodontal, secara signifikan, dan merupakan salah satu faktor penting dalam
keseluruhan perawatan penyakit periodontal (Carranza, 2012).

Telah diketahui bahwa penyesuaian oklusal yang hanya ditujukan untuk menentukan
pola konseptual yang ideal, dikontraindikasikan. Perawatan tersebut sebaiknya hanya
dilakukan jika ditujukan untuk mempermudah perawatan atau menghambat tekanan
destruktif aktif. Jika direncanakan untuk melakukan terapi oklusal sebagai bagian dari
perawatan periodontal, biasanya ditunda sampai terapi awal yang ditujukan untuk
meminimalisir inflamasi periodonsium telah selesai. Langkah ini didasarkan pada fakta
bahwa inflamasi saja dapat berperan signifikan dalam mobilitas gigi (Carranza, 2012).

Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang dan


kehilangan perlekatan pada gigi-geligi yang mobile dan fremitus. Mobilitas gigi dapat
disebabkan oleh trauma oklusi, resorpsi tulang alveolar dan kehilangan perlekatan
periodontal, serta inflamasi periodontal. Pada kenyataannya, splinting gigi-geligi dalam
kondisi hiperoklusi akan membahayakan gigi-geligi lainnya yang di-splint. Sejumlah
penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan antara gigi-geligi yang di-splint selama atau
setelah terapi awal [skeling dan root planing], atau bedah resektif tulang dibandingkan
dengan gigi-geligi yang tidak di-splint. Meskipun data yang ada sangat terbatas, mobilitas
gigi pada gigi-geligi yang sangat mobile perlu dilakukan saat mempertimbangkan prosedur
regeneratif (Carranza, 2012)

Penggunaan antibiotik
Antibiotik yang merupakan antimikroba seringkali digunakan pada beberapa keadaan
(Katzung, 2012):
1.) Terapi empirik / presumtif
Terapi empirik merupakan pemberian terapi berdasarkan pengalaman dengan entitas
klinis tertentu yang merujuk pada hasil uji klinis. Dengan harapan intervensi dini akan
menurunkan morbiditas dan mortalitas. Terapi empirik diberikan sebelum hasil kultur dan

17 | P a g e
sensitivitas tes keluar. Terapi ini dapat memberikan manfaat yang nyata pada beberapa kasus,
namun pada kasus klinis lain juga dapat tidak bermanfaat atau justru membahayakan.
Pemilihan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empirik dipengaruhi oleh :
1. Faktor penjamu / host, meliputi : penyakit lain yang diderita, riwayat efek samping obat,
gangguan eleminasi obat, usia pasien, dan status kehamilan.
2. Faktor farmakologik obat, meliputi : farmakokinetik obat, kemampuan obat mencapai
tempat infeksi, potensi toksisitas obat, dan interaksi dengan obat lain.

2.) Terapi definitif


Terapi definitif merupakan terapi yang diberikan setelah adanya hasil kultur dan hasil
tes sensitivitas mikroba / Antimicroba Susceptability Test (AST). Terapi definitif terutama
digunakan pada kasus-kasus seperti infeksi mikroba yang mengancam jiwa, terapi yang
berkepanjangan (endocarditis, meningitis, septic artritis, dll), serta pasien yang tidak
mengalami perbaikan klinis setelah pemberian terapi antibiotik empirik.

3.) Terapi profilaksis


Terapi profilaksis merupakan pemberian terapi dengan tujuan mencegah kejadian
infeksi pada berbagai keadaan. Terapi profilaksis harus digunakan jika efikasi dan
manfaatnya terbukti. Terapi profilaksis dapat dibagi menjadi dua :
a. Profilaksis bedah
Bertujuan menurunkan insiden infeksi luka bedah setelah operasi. Antibiotik yang
dipilih harus dapat mengatasi organisme dan mikroba yang ada di lokasi irisan bedah, serta
mempertahankan konsentrasi plasma yang adekuat selama operasi berlangsung. The Study of
the Efficacy of Nosocomial Infection Control (SENIC) mengidentifikasi risiko infeksi luka
pascabedah, diantaranya : operasi abdomen, operasi yang berlangsung lebih dari 2 jam,
golongan luka terkontimasi / kotor, dan terdapat minimal 3 diagnosis medis. Pasien dengan 2
risiko SENIC walaupun termasuk luka bersih, harus mendapat profilaksis antimikroba. Terapi
antibiotik profilaksis juga digunakan pada pasien yang menjalani operasi dengan risiko
infeksi pasca bedah tinggi seperti bedah jantung terbuka, penempatan alat prostetik, dan
penjamu imunokompremais.

b. Profilaksis non bedah


Profilaksis non bedah merupakan pemberian antibiotik dengan tujuan mencegah
kolonisasi (infeksi asimptomatik) atau mencegah timbulnya penyakit setelah kolonisasi /

18 | P a g e
inokulasi patogen. Profilaksis non bedah diindikasikan kepada individu yang berisiko tinggi
terpajan patogen / mengalami infeksi, terutama individu imunokompremais.

WHO mendefinisikan penggunaan antibiotik yang rasional adalah ketika pasien mendapatkan
antibiotik yang tepat, dosis yang sesuai kebutuhan pasien, selama periode waktu yang
adekuat, dengan harga yang dapat dijangkau pasien dan keluarganya (WHO, 2011).
Sedangkan penggunaan antibiotik dikatakan tidak rasional / tidak tepat jika tidak memenuhi
ketentuan- ketentuan penggunaan antibiotik secara rasional, seperti polifarmasi, self-
medication yang tidak tepat, penggunaan antibiotik yang berlebihan, dll (Sabate, 2003).
Rasionalitas penggunaan antibiotik berhubungan dengan dokter sebagai pembuat resep dan
pasien sebagai konsumen antibiotik (Adnan, 2012) . Agar dapat memberikan peresepan
antibiotik yang rasional, dokter harus mengikuti proses yang urut dan benar dalam
menuliskan resep, dimulai dengan menentukan diagnosis, menentukan tujuan terapi, memilih
terapi yang dibutuhkan sesuai tujuan terapi, memilih obat yang terbaik bagi individu pasien
sesuai efikasi, keamanan, kesesuaian, dan harga yang ekonomis. Kemudian, dokter
menentukan dosis obat, rute pemakaian obat, durasi pemakaian obat, yang disesuaikan
dengan kondisi pasien. Ketika melakukan peresepan, dokter juga harus memberikan edukasi
kepada pasien mengenai kondisi kesehatan dan obat yang diresepkan kepadanya. Yang
terakhir, dokter harus memonitor dan mengevaluasi proses pengobatan pasien (WHO, 2002)

DHE

Dental Health Education (DHE) didefinisikan sebagai pendidikan kesehatan gigi yaitu
proses pendidikan yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan
untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.
(Notoadmojo, 2003 dalam Afriansyah, 2016).

Menurut (Muin, 2011) Dental Health Education merupakan suatu usaha terencana dan
terarah dalam bentuk pendidikan kesehatan gigi non formal yang berkelanjutan. Pendidikan
kesehatan gigi merupakan suatu proses belajar yang timbul oleh karena adanya kebutuhan
kesehatan sehingga menimbulkan aktifitas perseorangan/masyarakat dengan tujuan untuk
menghasilkan kesehatan gigi yang baik.

Dasar pemikiran dari Dental Health Education (DHE) antara lain :

19 | P a g e
a. Meningkatkan oral hygiene pasien (Carranza, 2015).
b. Memberikan informasi kepada pasien bahwa plak pada gigi dan daerah yang berbatasan
dengan gusi merupakan “target hygiene”, sehingga pada daerah tersebut harus
dibersihkan untuk mencegah karies dan penyakit periodontal (Carranza, 2015).
c. Usaha secara emosional untuk memperkenalkan pasien dengan dunia kesehatan gigi
dan mulut sehingga mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan
kemampuannya sehingga mendapatkan kerjasama yang baik antara pasien dengan
dokter gigi (Muin, 2011).
d. Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan gigi
dan mulut (Muin, 2011).
e. Mengurangi penyakit gigi dan mulut (Muin, 2011).
Tindakan dari Dental Health Education (DHE) antara lain :

1. Motivasi untuk Kontrol Plak yang Efektif


Memotivasi pasien untuk melakukan kontrol plak yang efektif adalah salah satu
elemen yang paling penting dan sulit, untuk mencapai kesuksesan jangka panjang pada
terapi periodontal. Membutuhkan komitmen pasien yang baik untuk dapat mengubah
kebiasaan sehari-hari dan selalu datang kontrol rutin untuk pemeliharaan. Mengadopsi
kebiasaan baru dan pasien dapat rutin kembali untuk perawatan tidak mustahil.
Memotivasi dapat sukses bila:
a) pasien menerima dan memahami konsep patogenesis, pengobatan, dan pencegahan
penyakit periodontal,
b) bersedia untuk mengubah kebiasaannya seumur hidup,
c) dapat menyesuaikan keyakinan pribadi, praktik, dan nilai-nilai untuk mengakomodasi
kebiasaan baru,keterampilan pasien harus dikembangkan untuk membangun
kebiasaan kontrol plak yang efektif. Di samping itu, pasien harus memahami peran
penting dokter gigi dalam mengobati dan menjaga kesehatan periodontalnya
(Carranza, 2015).
2. Intruksi dan demontrasi
Menurut Nakre (2013) bahwa instruksi disertai dengan demonstrasi memiliki
efektifitas yang lebih baik daripada instruksi hanya dengan perkataan. Menurut
Carramza (2015) bahwa instruksi bagaimana cara membersihkan gigi membutuhkan
partisipasi pasien, mengamati, mengoreksi bila ada kesalahan, dan penguatan selama
kontrol sampai pasien mencapai kemampuan yang diperlukan.

20 | P a g e
Pasien dapat mengurangi jumlah plak biofilm dan gingivitis lebih efektif dengan
cara mengulang-ulang instruksi dan adanya dorongan untuk menjaga kebersihan gigi
dan mulut. Namun demikian, pemberian instruksi untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut harus lebih singkat daripada demontrasi cara menyikat gigi. Prosedur ini
merupakan prosedur yang harus dikerjakan dengan telaten dan butuh kesabaran pasien,
pengawasan yang seksama dalam mengkoreksi kesalahan, penekanan untuk rutin
kontrol sampai pasien dirasa mampu menjaga kebersihan gigi dan mulutnya (Carranza,
2015).

Pada kunjungan pertama, pasien seharusnya diberikan sikat gigi yang baru, alat
pembersih bagian interdental dan disclosing agent. Disclosing agent digunakan untuk
melihat kondisi plak pada rongga mulut pasien (Carranza, 2015).

Mendemonstrasikan cara menyikat gigi di rongga mulut pasien, sementara


pasien memegang kaca untuk melihat apa yang dipraktekan dokter gigi. Kemudian
pasien diinstruksikan untuk mengulangi apa yang telah didemonstrasikan dokter gigi
dan dikoreksi dokter gigi. Instruksi dan demonstrasi tujuan penggunaan dental floss dan
cara menggunakan dental floss sesuai kebutuhan pasien. Anjurkan pasien untuk
membersihkan gigi dan mulut minimal sehari sekali dan instruksi untuk kontrol plak
periodik (Carranza,2015).

3. Kontrol plak
Pengunyahan makanan dalam bentuk kasar dan banyak tidak dapat mencegah
pembentukan plak. Oleh karena itu pencegahan dan pengontrolan terhadap
pembentukan plak gigi harus didasarkan atas usaha pemeliharaan hygiene oral secara
aktif. Keberadaan karbohidrat menjadi sumber bakteri menghasilkan Polisakarida
Ekstra Selular (PES). Bersama dengan protein saliva dan aktivitas bakteri dapat
terbentu plak gigi. Polisakarida Ekstra Selular (PES) menjadi bahan perekat pada
matriks plak. Dari dasar pemikiran tersebut usaha yang dapat dilakukan adalah
mencegah dan mengontrol pembentkan plak yang meliputi :
a. Mengatur pola makanan
Dengan membatasi makanan yang banyak mengandung karbohidrat terutama
sukrosa. Berdasarkan bukti-bukti ilmiah bahwa karbohidrat merupakan bahan utama
dalam pembentukan matriks plak, selain sebagai sumber energi untuk bakteri dalam
membentuk plak (Krismariono, 2009).

21 | P a g e
b. Tindakan secara kimiawi
Tindakan secara kimiawi terhadap bakteri dapat dengan menggunakan obat
kumur sebanyak 10 ml 2dd 1. Seperti penggunaan obat kumur yang mengandung
klorhexidin dapat membunuh bakteri gram posittif maupun negatif dan merupakan zat
antijamur (Krismariono, 2009).
c. Tindakan secara mekanis (Fisioterapi Oral)
Sikat gigi merupakan salah satu alat fisioterapi oral yang digunakan secara luas
untuk membersihkan gigi dan mulut. Di pasaran dapat ditemukan beberapa macam
sikat gigi, baik manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk
(Krismariono, 2009).
SCALING DAN ROOT PLANING

Scaling adalah proses dimana biofilm dan kalkulus dihilangkan dari permukaan
supragingival maupun subgingival gigi. Sedangkan root planing adalah proses dimana sisa
kalkulus yang melekat pada sementum dihilangkan dari akar untuk menghasilkan permukaan
halus, keras, dan bersih (Carranza, 2015).

Scaling dan root planing ini bertujuan untuk mengembalikan gingiva yang sehat secara
menyeluruh dengan menghilangkan elemen yang dapat menyebabkan inflamasi gingiva dari
permukaan gigi. Scaling dan root planing bukanlah prosedur yang terpisah, semua prinsip
scaling sama untuk root planing. Scaling dan root planing termasuk dalam perawatan
periodontal fase I (Carranza, 2015).

Sebelum dilakukan scaling, dokter gigi akan melakukan anamnesa pemeriksaan gigi
dengan melihat keadaan pasien secara ekstraoral dan intraoral. Setelah dilakukan analisis
secara cermat, jumlah kunjungan yang diperlukan harus diperhatikan secara cermat. Pasien
dengan jumlah kalkulus yang sedikit dengan keadaan jaringan di sekitar gigi relatif sehat,
dapat dirawat dalam satu kali kunjungan. Dokter gigi harus bisa mengestimasi jumlah
kunjungan yang diperlukan berdasarkan jumlah gigi dalam mulut pasien, jumlah plak dan
kalkulus, tingkat keparahan inflamasi, kedalaman dan aktivitas pocket, adanya invasi furkasi,
dan kebutuhan untuk anastesi lokal (Carranza, 2015).

Teknik scaling kalkulus supragingiva

Pada teknik scaling supragingiva, instrumentasi dilakukan pada daerah mahkota dan
tidak dibatasi oleh jaringan sekitarnya, sehingga adaptasi dan angulasi lebih mudah. Kalkulus

22 | P a g e
supragingiva biasanya dibersihkan dengan sickle, kuret, dan instrument ultrasonik. Hoe dan
chisel jarang digunakan. Sickle dan kuret dipegang dengan modifikasi pen grasp dan
dilakukan firm finger rest pada gigi yang berada di area yang berlawanan dengan area kerja.
Angulasi blade sedikit lebih kecil dari 90°. Cutting edge harus berada pada margin apikal
kalkulus, dan ditarik ke arah koronal secara vertikal atau obliq dengan tarikan yang pendek,
kuat, dan overlapping. Sickle mempunyai ujung yang tajam yang dapat merusak jaringan
sekitar, sehingga adaptasi dengan permukaan gigi harus baik. Permukaan yang dibersihkan
sampai secara visual dan taktil bebas dari semua yang deposit supragingiva. Jika bulky blade
dapat diinsersikan ke dalam jaringan sekitar maka sickle dapat digunakan untuk
membersihkan kalkulus di bawah free margin gingiva. Jika tindakan ini dilakukan, biasanya
diikuti dengan final scaling dan root planing dengan menggunakan kuret (Carranza, 2015).

Teknik scaling kalkulus subgingiva

Teknik ini lebih kompleks dan sulit dibandingkan dengan supragingiva karena kalkulus
berkonsistensi lebih keras daripada kalkulus supragingiva, kalkulus serta deposit lain
terperangkat di bagian dalam dan sulit dijangkau, terutama pada akar gigi dengan morfologi
irreguler, serta dinding pocket lebih terbatas namun kalkulus yang lebih dalam masih ada.
Scaling ini menggunakan alat sickle, hoe, file, dan alat ultrasonik namun tidak dianjurkan
untuk root planing. Meskipun beberapa file dapat menghancurkan deposit yang keras tetapi
file, hoe, dan alat ultrasonik yang besar dan sulit diinsersikan ke dalam pocket yang dalam.
Hoe dan file tidak bisa digunakan untuk mendapatkan permukaan yang halus seperti kuret,
kuret sangat baik digunakan untuk menghilangkan kalkulus pada sementum subgingiva
(Carranza, 2015).

Scaling subgingiva dan root planing dilakukan dengan baik dengan kuret universal.
Cutting edge dapat diadaptasikan dengan ringan pada gigi dan lower shank dibuat sejajar
dengan permukaan gigi. Lower shank digerakkan menghadap ke gigi sehingga dengan
demikian bagian depan dari blade berada dekat dengan permukaan gigi. Blade instrument
diinsersikan dengan bagian bawah gingiva sampai dasar pocket, angulasi 45° dan 90°, dan
kalkulus dapat dihilangkan dengan gerakan yang terkontrol, gerak pendek, dan bertenaga
(Carranza, 2015).

Ketika stroke scaling digunakan untuk menghilangkan kalkulus, kekuatan bisa


dimaksimalkan dengan memusatkan tekanan lateral ke sepertiga bagian bawah blade. Di
bagian ini, beberapa mm dari ujung blade diposisikan sedikit ke apikal ke tepi lateral

23 | P a g e
kalkulus, dan stroke vertikal atau miring digunakan untuk membagi kalkulus dari permukaan
gigi. Tanpa menarik instrument dari sulkus, blade maju ke lateral untuk mengenai bagian
berikutnya dari kalkulus yang tersisa. Stroke vertikal/miring dibuat overlapping dengan
stroke sebelumnya dan proses ini diulang sampai kalkulus hilang (Carranza, 2015).

Scaling, root planing, dan curettage instruments

Alat ini dipakai untuk menghilangkan plak dan deposit terkalsifikasi dari mahkota dan
akar gigi, penghilangan sementum yang berubah dari permukaan akar subgingival,
debridement dari lapisan jaringan lunak pocket. Instrumen scaling and kuretase
diklasifikasikan seperti dibawah ini :

a. Sickle scalers
Sickle bisa digunakan untuk mengambil kalkulus supragingiva (Carranza, 2015).

b. Curettes

24 | P a g e
Biasanya digunakan untuk mengambil kalkulus subgingiva, menghaluskan permukaan
akar jaringan nekrotik, dan mengkuret jaringan lunak nekrotik (Carranza, 2015).

c. Hoe, chisel, and file scalers


Berfungsiuntuk menghilangkan kalkulus subgingival yang sukar dibersihkan dan
sementum yang berubah.penggunaanya terbatas dibanding kuret (Carranza, 2015).

d. Ultrasonic
Digunakanuntuk scaling
danpembersihanpermukaangigidankuretasedindingjaringanlunakdaripocketperiodontal
(Carranza,2015).

25 | P a g e
e. Cleansing and polishing instruments

Cleansing and polishing instruments seperti rubber cups, brushes, dan dental tape,
dipakai untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi (Carranza, 2015).

f. Periodontal endoscope

Berfungsi untuk memvisualisasikan secara dalam ke pocket subgingiva dan untuk


mendeteksi deposit pada akar gigi yang furkasi (Carranza, 2015).

Aktivasi instrumen

26 | P a g e
1. Adaptasi
Adaptasi adalah cara menempatkan cutting edge instrumen periodontal pada
permukaan gigi. Tujuan adaptasi yaitu agar cutting edge instrument tepat pada kontur
permukaan gigi, mencegah trauma pada jaringan lunak dan permukaan akar dan
mendapatkan keefektifan penggunaan alat (Carranza, 2015).

2. Angulasi
Angulasi adalah sudut antara permukaan blade instrument dengan permukaan
gigi. Angulasi yang tepat sangat dibutuhkan agar pekerjaan scaling efektif. Insersi
subgingiva dari blade instrument seperti kuret, angulasi sedapat mungkin mendekati
00. Ujung instrument dapat diinsersikan dengan lebih mudah pada dasar pocket
dengan muka blade menghadap gigi (Carranza, 2015).

3. Gerak
Terdapat tiga gerakan dasar dalam menggunakan instrumen, yaitu:
a. Exploratory stroke
Adalah gerakan yang ringan dengan perasaan (feeling) digunakan pada
probe atau sonde untuk memeriksa dimensi pocket, kalkulus, dan ketidakteraturan
permukaan gigi. Instrument dipegang dengan ringan dan diadaptasikan dengan
tekanan yang ringan terhadap gigi untuk mendapatkan sensitivitas taktil yang
maksimum (Carranza, 2015).

b. Scaling stroke
Adalah gerakan yang pendek, disertai tarikan dengan kekuatan penuh,
menggunakan blade instrumen untuk menghilangkan baik supragingival maupun
subgingival kalkulus. Otot–otot jari maupun tangan digerakkan untuk
mendapatkan pegangan dengan tekanan lateral yang kuat terhadap permukaan
gigi. Ujung pemotong isntrument dikaitkan pada batas apikal kalkulus dan
menariknya ke arah koronal dengan gerakan yang kuat (Carranza,2015).
c. Root planing stroke
Adalah gerakan menarik yang bersifat sedang sampai ringan, digunakan
pada tahap akhir, yaitu menghaluskan permukaan akar. Untuk keperluan ini
instrument yang paling sering digunakan adalah kuret. Desain kuret
memungkinkan untuk lebih mudah beradaptasi dengan kontur subgingiva gigi,
sehingga kuret cocok untuk root planing pada pasien – pasien yang memiliki

27 | P a g e
pocket yang dalam dan telah melibatkan daerah furkasi. Kuret dipegang secara
sedang – kuat, dengan diadaptasikan ke gigi, bahkan dapat memberikan tekanan
lateral. Dengan gerakan panjang kontinyu, gerakan seperti mencukur kuret
diaktifkan. Bila permukaan gigi telah halus,berangsur – angsur tekanan lateral
dikurangi (Carranza, 2015).

Penggantian atau Koreksi Restorasi yang Buruk

Hubungan antara kesehatan periodontal dan pemulihangigi adalah satu kesatuan dan
tidak dapat dipisahkan. Agar restorasi bertahan lamaistilah, periodonsium harus tetap sehat
sehingga gigiterawat. Agar periodonsium tetap sehat, restorasiharus dikelola secara kritis di
beberapa wilayah agar selarasdengan jaringan periodontal sekitarnya. Untuk
mempertahankan atau meningkatkanpenampilan estetika pasien, antarmuka gigi-jaringan
harusmenyajikan penampilan alami yang sehat, dengan framing jaringan gingivagigi yang
direstorasi dengan cara yang harmonis. Manajemen restoratif yang diperlukan untuk
mengoptimalkan periodontalkesehatan, dengan fokus pada estetika dan fungsi restorasi
(Carranza, 2018).
Pedoman Margin Placement

Ketika menentukan tempat untuk menempatkan margin restoratif relatif


terhadapperlekatan periodontal, dianjurkan bahwa pasien adakedalaman sulcular digunakan
sebagai pedoman dalam menilai lebar biologis persyaratan untuk pasien itu. Dasar sulkus
dapat dilihat sebagai bagian atas lampiran, dan karena itu akun dokter untuk variasi
ketinggian lampiran dengan memastikan bahwa margin ditempatkan pada sulkus dan bukan
pada lampiran. Variasi dalamkedalaman probing sulcular kemudian digunakan untuk
memprediksi seberapa dalam margindapat dengan aman ditempatkan di bawah lambang
gingiva. Dengan penyelidikan yang dangkal kedalaman (1 hingga 1,5 mm), memperpanjang
persiapan lebih dari 0,5 mm risiko subgingiva melanggar lampiran. Ini mengasumsikan
bahwa Probe periodontal akan menembus ke perlekatan epitel junctional di gingiva sehat
rata-rata 0,5 mm. Dengan penyelidikan yang dangkal kedalaman, resesi masa depan tidak
mungkin karena margin gingiva gratis terletak dekat dengan bagian atas lampiran.
Pemeriksaan sulkus yang lebih dalam kedalaman memberikan lebih banyak kebebasan dalam
menemukan margin restorasi lebih jauh di bawah jambul gingiva. Namun dalam banyak
situasi, hal yang lebih dalam sulkus gingiva, semakin besar risiko resesi gingiva. Menemukan
batas restorasi dalam subgingiva harus dihindari, karena meningkatkan kesulitan dalam

28 | P a g e
membuat kesan yang akurat, menghasut margin restorasi, dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya inlamasi dan resesi(Carranza, 2018).
Restorasi Sementara
Tiga bidang penting harus dikelola secara efektif untuk menghasilkan yang
menguntungkan respons biologis terhadap restorasi sementara. Marginal gigi, kontur
mahkota, dan finishing permukaan dari restorasi interim harus sesuai untuk menjaga
kesehatan dan posisi gingiva jaringan selama interval sampai restorasi inal dikirim. Restorasi
sementara yang tidak diadaptasi dengan baik di pinggiran, itu overcontoured atau
undercontoured, dan yang kasar atau berpori permukaan dapat menyebabkan radang,
pertumbuhan berlebih, atau resesi gingiva jaringan. Hasilnya bisa tidak dapat diprediksi, dan
perubahan yang tidak menguntungkan dalam arsitektur jaringan dapat membahayakan
keberhasilan dari inal restorasi(Carranza, 2018).
Marginal Fit
Marginal itu jelas telah terlibat dalam menghasilkan suatu peradangan respon dalam
periodonsium. Telah ditunjukkan bahwa level peradangan gingiva dapat meningkat sesuai
dengan tingkat pembukaan marjinal. Margin yang terbuka secara signifikan (beberapa
persepuluh satu milimeter) mampu menampung sejumlah besar bakteri dan mungkin
bertanggung jawab atas respons yang diremehkan yang terlihat. Namun, kualitas marginal
inish dan lokasi margin relatif terhadap lampiran jauh lebih penting untuk periodonsium
daripada perbedaan antara 20-μm dan 100 μm(Carranza, 2018).
Kontur Mahkota
Kontur restorasi telah digambarkan sebagai sangat penting untukpemeliharaan
kesehatan periodontal. Kontur ideal menyediakan akses untuk kebersihan, memiliki
kepenuhan untuk menciptakan gingiva yang diinginkan bentuk, dan memiliki kontur gigi
visual yang menyenangkan di bidang estetika. Bukti dari penelitian manusia dan hewan jelas
menunjukkan hubungan antara overcontouring dan gingival inlammation, sedangkan
undercontouring tidak menghasilkan efek periodontal yang merugikan. Penyebab paling
sering dari restorasi overcontoured tidak memadai persiapan gigi oleh dokter gigi, yang
memaksa teknisi untuk memproduksi restorasi besar untuk menyediakan ruang untuk bahan
restoratif. Di daerah mulut di mana pertimbangan estetika tidak kritis, kontur yang terakhir
selalu diterima(Carranza, 2018).

29 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perawatan periodontal fase 1 : merupakan perawatan RM dengan
menghilangkan etiologi (scalling dan root planning), untuk menghilangkan pula
faktor predisposisi dan tidak dilakukan bedah periodontal. Perawatan periodontal
fase 1 meliputi scaling dan root planing, Dental Health Education,

30 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Andajani, T. 1993. Penanggulangan Kerusakan Gigi yang Parah dengan Gigi Tiruan
Tumpang. Volume 2. Hal 571-580. Jakarta: Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Usakti.

Barclay, C.W; Walmsley, A.D. 1998. Fixed and Removable Prosthodontics.


Birmingham: Churcill Livingstone, hal 115
Dykema, E.W, Cunningham, D.M, and Johnston, J.F. 1978. Modern practice in removable
partial prosthodontics. Philadelphia- London- Toronto: W.B Saunders Company.

Ewing JE. Fixed Partial Prosthesis. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febinger, 1959:169-77.

Herman, W. 1980. Majalah Kedokteran Gigi. Volume 1. Bandung: Yabina.

Lindahl, R.L. 1964. Removable Denture Prosthetis. 4th ed. Hal: 271-285. McGraw-Hill Book
Company Inc.

MMcCracken’s. 1995. Removable Partial Prosthodontics. 9th ed. St. Louis: C.V. Mosby
Company.

Nallaswamy, Deepak. 2003. Textbook of Prostodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers.

Prajitno, H.R. 1994. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan: Pengetahuan Dasar dan
Rancangan Pembuatan. Jakarta : EGC

31 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai