2
ISSN 1693-1831
Program Studi Magister Ilmu Farmasi minat Kebijakan dan Manajemen Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
di apotek Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan Alpha untuk variabel pengetahuan sebesar 0,803, nilai
kuesioner yang diisi oleh responden. Analisis data Croanbach’s Alpha untuk variabel Sikap sebesar
menggunakan Statistical Product and Service Solution 0,906, nilai Croanbach’s Alpha untuk variabel
(SPSS). Praktik sebesar 0,921. Dari uji reliabilitas diperoleh
bahwa semua butir-butir pertanyaan dalam kuesioner
HASIL DAN PEMBAHASAN dinyatakan reliabel karena nilai koefisien alphanya
lebih besar dari 0,6 dan dinyatakan valid karena nilai
Besar Sampel. Pengambilan sampel dilaksanakan koreksi dari total pertanyaan (corected item total
mulai bulan April s/d Mei 2014. Penentuan besar correlation) menyatakan lebih dari 0,3(13).
sampel dihitung dengan rumus Taro Yamane atau Analisis Deskriptif. Dari 78 responden dibuat
Slovin(12) sebagai berikut: analisa deskriptif tentang karakteristik Apoteker
berdasarkan jenis kelamin, usia, masa praktik, sarana
N praktik dan frekuensi kehadiran.
n=
N .d 2 + 1 Dari hasil penelitian tampak bahwa jenis kelamin
responden perempuan sebesar 78,7%, sedangkan laki-
Dimana n= jumlah sampel; N= jumlah populasi; laki lebih rendah sebesar 19,2%. Mayoritas responden
d 2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat berada pada rentang usia <30 tahun sebesar 38%,
kepercayaan 95%. kemudian pada rentang 31 – 40 tahun sebesar 31%,
rentang 41-50 tahun sebesar 23% dan >50 tahun
Perhitungan : Karena N = 345; D= 0,1, maka besar sebesar 8 %. Masa praktik responden mayoritas <5
sampel adalah: tahun sebesar 42,3%, 5-10 tahun sebesar 24,3%, 11-15
tahun sebesar 23,1 % dan >15 tahun sebesar 10,3 %.
N Distribusi sarana praktik responden terlihat mayoritas
n= apoteker praktik bekerja sama dengan pemilik modal
N .d 2 + 1 perorangan 60,3%, dengan BUMN/Swasta Modern
345 11,5% sedangkan apoteker praktik mandiri 28,2 %.
n= Frekuensi kehadiran responden di apotek dalam satu
345.0,12 + 1
minggu. Mayoritas datang setiap hari 64,1%, datang
= 77,53 = 78
4-5 hari 21,8%, datang 2-3 hari 11,5% datang 1 hari
Dari hasil perhitungan rumus diatas diperoleh hasil
atau kurang 2,6%.
besar sampel adalah 78.
Diskripsi Analisis Variabel Penelitian. Dari
Uji Validitas dan Reliabilitas. Penelitian
Tabel 2. dapat diketahui bahwa distribusi pengetahuan
ini menggunakan kuesioner yang sudah lolos uji
apoteker tentang patofisiologi diabetes mellitus 67%
validitas dan reliabilitas terhadap 30 responden. Hasil
responden memiliki pengetahuan baik, 29% responden
pengujian validitas untuk pengetahuan apoteker dari
memiliki pengetahuan sedang, 4% responden
15 soal terdapat 11 soal yang valid (Tabel 1). Hasil
memiliki pengetahuan rendah. Pengetahuan apoteker
tidak valid terdapat pada soal nomor 2,3 mewakili
tentang terapi diabetes mellitus 53% responden
indikator pengetahuan patofisiolgi diabetes, soal
memiliki pengetahuan baik, 28% responden memiliki
nomor 7 mewakili indikator pengetahuan terapi
pengetahuan sedang dan 19 % respondenmemiliki
pengobatan diabetes, soal nomor 11 mewakili
pengetahuan kurang. Pengetahuan apoteker tentang
indikator pengetahuan asuhan kefarmasian. Hasil
asuhan kefarmasian 47,5% memiliki pengetahuan
tidak valid karena Corrected Item - Total Correlation
baik, 41% responden memiliki pengetahuan sedang
< 0,3. Hasil pengujian validitas untuk sikap apoteker
dan 11,5% responden memiliki pengetahuan rendah.
untuk 12 soal didapatkan semuanya valid karena
Corrected Item - Total Correlation > 0,3. Hasil Tabel 2. Distribusi frekuensi pengetahuan apoteker.
pengujian validitas untuk praktik apoteker untuk 12
soal didapatkan semuanya valid karena Corrected
Item - Total Correlation > 0,3.
Uji reliabilitas kuesioner berupa nilai Croanbach’s
Tabel 1. Hasil uji reliabilitas.
Variabel Cronbach’s Alpha Kesimpulan
Pengetahuan 0,803 Reliabel 11
Keterangan:
Sikap 0,906 Reliabel 12 Kriteria baik = skor dengan nilai > dari rata-rata + 1 SD; sedang
Praktik 0,921 Reliabel 12 = nilai rata – rata s/d rata-rata + 1 SD; rendah = 0 s/d < rata – rata.
169 SUHARTONO ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia
Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa distribusi ini didasarkan pada hasil analisa didapat p < α
sikap apoteker dalam memberikan pelayanan resep (pada α=0,001) yaitu nilai p = 0,000 dengan tingkat
diabetes diantaranya sikap apoteker saat penerimaan hubungan (correlation coefficient) kuat r = 0,527.
resep di apotek mayoritas 96% responden baik, 4% Hubungan Profesionalisme Apoteker dan
responden sedang. Sikap apoteker saat penyiapan obat
Tabel 6. Hubungan profesionalisme apoteker dengan
seluruh responden 100% bersikap baik. Sikap apoteker praktik asuhan kefarmasian.
saat penyerahan obat 75,6% responden bersikap baik, No Hubungan variabel r P value
24,4% respondenbersikap sedang. 1. Profesionalisme apoteker dengan 0,431 0,000
Dari Tabel 4. dapat diketahui bahwa Apoteker praktek asuhan kefarmasian
yang profesionalismenya baik ada 91% sedangkan
apoteker profesionalismenya sedang sebesar 9%. Praktik Asuhan Kefarmasian pada Tahap
Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa Penerimaan Resep, Penyiapan dan Penyerahan
distribusi praktik asuhan kefarmasian apoteker Obat. Pada Tabel 7. Hasil analisis rank-spearman
pada saat penerimaan resep adalah 72% responden pada tahap penerimaan resep terdapat hubungan antara
baik dan 28 % responden cukup. Praktik asuhan profesionalisme apoteker dengan praktik asuhan
kefarmasian Apoteker pada tahap penyiapan obat kefarmasian. Hal ini didasarkan pada hasil analisa
24,4% respondenbaik, 66,7% responden sedang dan didapat p<α (pada α = 0,01) yaitu nilai p = 0,000 dengan
8,9% responden rendah. Praktik Asuhan Kefarmasian tingkat hubungan (correlation coefficient) moderat r
pada saat penyerahan obat 38% responden baik, 59 % = 0,431. Hasil analisis pearson pada tahap penyiapan
responden sedang dan 3% responden rendah. obat terlihat ada hubungan antara profesionalisme
Analisis Hubungan Profesionalisme Apoteker apoteker dengan praktik asuhan kefarmasian. Hal ini
dengan Praktik Asuhan Kefarmasian. Dari data didasarkan pada hasil analisa didapat p<α (pada α =
pada Tabel 6. Hasil analisis pearson dapat dijelaskan 0,01) yaitu nilai p = 0,000 dengan tingkat hubungan
bahwa terdapat hubungan antara profesionalisme (correlation coefficient) moderat r = 0,337 Sedangkan
apoteker dengan praktik asuhan kefarmasian. Hal hasil analisis pearson pada tahap penyerahan obat
terlihat ada hubungan antara profesionalisme apoteker
Tabel 3. Distribusi frekuensi sikap apoteker.
dengan praktik asuhan kefarmasian. Hal ini didasarkan
Kriteria Sikap apoteker
Penerimaan Penyiapan Penyerahan
pada hasil analisa didapat p<α (pada α = 0,01) yaitu
resep obat obat nilai p = 0,000 dengan tingkat hubungan (correlation
f % f % f % coefficient) moderat r = 0,499.
Baik 75 96 78 100 59 75,6 Dari hasil tabulasi silang (Tabel 8) dapat
Sedang 3 4 0 0 19 24,4
Rendah 0 0 0 0 0 0
digambarkan apoteker yang profesionalisme baik
78 100 78 100 78 100 dan praktiknya baik ada 30 responden (38,56%),
Keterangan: apoteker yang profesionalisme baik dan praktiknya
Kriteria baik = skor dengan nilai > dari rata-rata + 1 SD; sedang sedang ada 39 responden (50%), apoteker yang
= nilai rata – rata s/d rata-rata + 1 SD; rendah = 0 s/d < rata – rata. profesionalisme baik dan praktiknya rendah ada 2
Tabel 4. Distribusi frekuensi profesionalisme apoteker. responden (2,5%), apoteker yang profesionalisme
Profesionalisme apoteker f % sedang dan praktiknya baik ada 1 responden (1,3 %),
Baik 71 91% apoteker yang profesionalisme sedang dan praktiknya
Sedang 7 9%
Rendah 0 0%
sedang ada 6 responden (7,7%).
Profesionalisme adalah perilaku aktif seseorang
Keterangan: dalam mendemonstrasikan ciri-ciri profesional(7).
Kriteria baik = skor dengan nilai > dari rata-rata + 1 SD; sedang
= nilai rata – rata s/d rata-rata + 1 SD; rendah = 0 s/d < rata – rata. Apoteker yang memiliki jiwa profesionalisme selalu
menunjukkan sikap profesional dalam bekerja dan
Tabel 5. Distribusi frekuensi praktik asuhan kefarmasian. dalam keseharian hidupnya(4).
Kriteria Sikap apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
Penerimaan Penyiapan Penyerahan lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
resep obat obat sumpah jabatan apoteker (15). Seorang apoteker
f % f % f %
Baik 56 72 19 24,4 30 38 Tabel 7. Hubungan profesionalisme apoteker dan praktik
Sedang 22 28 52 66,7 46 59 asuhan kefarmasian pada tahap penerimaan resep,
Rendah 0 0 7 8,9 2 3 penyiapan dan penyerahan obat.
78 100 78 100 78 100 No Hubungan variabel r P value
Keterangan: 1. Tahap penerimaan resep 0,431 0,000
Kriteria baik = skor dengan nilai > dari rata-rata + 1 SD; sedang 2. Tahap penyiapan obat 0,337 0,000
= nilai rata – rata s/d rata-rata + 1 SD; rendah = 0 s/d < rata – rata. 3. Tahap penyerahan obat 0,499 0,000
Vol 13, 2015 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 170
yang profesional dapat ditunjukkan dengan ciri- kesesuaian indikasi, efektifitas, keamanan dan
ciri: memiliki pengetahuan dan keterampilan kepatuhan pasien/klien kedalam penilaian adanya
profesi,mempunyai Komitmen untuk perbaikan diri, resiko problem terkait obat yang akan diberikan.
berorientasi pada pelayanan, bangga akan profesi, Dalam proses penerimaan resep interaksi antara
adanya hubungan ikatan dengan klien, mempunyai apoteker dengan pasien merupakan prioritas yang
kreativitas dan inovasi, memiliki hati nurani dan perlu diperhatikan apoteker untuk memenuhi
kepercayaan, akuntabilitas untuk hasil kerjanya, kebutuhan pasien terkait obat. Data menunjukkan
keputusan dan tindakan yang etis serta memiliki jiwa apoteker yang berpendapat bahwa apoteker perlu
kepemimpinan(8). bertemu dengan pasien sebanyak 60,3% responden
Apoteker yang memiliki perilaku profesionalisme dan fakta dilapangan menunjukkan 64,10% responden
menunjukkan sikap profesional bekerja dalam hadir setiap hari diapotek.
Tahap Penyiapan Obat. Didalam tahap
Tabel 8. Tabulasi silang hubungan profesionalisme apoteker penyiapan obat apoteker memulai dengan membuat
dan praktik asuhan kefarmasian pada tahap penerimaan rencana asuhan (care plan) yaitu sebuah metode kerja
resep, penyiapan dan penyerahan obat.
sama antara apoteker dengan pasien yang memiliki
Praktik Rendah Sedang Baik Jumlah
responden pemahaman, harapan, kekhawatiran, dan sistem
Profesionalisme nilai yang berbeda sehingga setuju pada tujuan
Rendah 0 0 0 0 terapi. Rencana asuhan dikembangkan terutama
Sedang 0 6 1 7 untuk membantu pasien mencapai tujuan yang telah
Baik 2 39 30 71
Keterangan: ditetapkan untuk masing-masing terapi dari kondisi
Kriteria baik = skor dengan nilai > dari rata-rata + 1 SD; sedang medis atau penyakitnya. Apoteker bersama pasien
= nilai rata – rata s/d rata-rata + 1 SD; rendah = 0 s/d < rata – rata. dapat memilih intervensi untuk mencapai tujuan terapi.
Agar tercapai kesepakatan antara apoteker dan pasien
keseharian hidupnya. Sebagai apoteker profesional dalam mencapai tujuan terapi. Hal ini membutuhkan
akan mampu memberikan jaminan terapi pengobatan intervensi untuk menyelesaikan masalah terapi obat
dan memenuhi kebutuhan pasien terkait obat (drug dan mengoptimalkan pengalaman pengobatan pasien.
related need) yang, meliputi: tepat indikasi, efektif, Membangun rencana asuhan melibatkan tiga
aman dan patuh menggunakan obat(16,17). langkah: membangun tujuan terapi, memilih intervensi
Profesionalisme apoteker dalam penelitian ini individual yang tepat, dan penjadwalan evaluasi tindak
adalah pengetahuan dan sikap apoteker sebagai tenaga lanjut berikutnya.
kesehatan yang bertanggung jawab atas keputusan Langkah pertama dan yang paling penting dalam
dan tindakan profesi yang dilakukan. Pengetahuan proses rencana asuhan untuk pasien diabetes adalah
apoteker adalah pengetahuan kognitif apoteker menetapkan tujuan terapi untuk setiap kondisi
tentang patofisiologi diabetes, terapi pengobatan medisnya. Tujuan terapi terdiri dari parameter, nilai,
diabetes dan asuhan kefarmasian, sedang sikap dan kerangka waktu. Tujuan terapi memandu semua
apoteker adalah sikap untuk mendukung proses keputusan selanjutnya, tindakan, intervensi, dan
penjaminan keterpenuhan obat diabetes pada pasien pendidikan pasien. Oleh karena itu, tujuan terapi
yaitu kemampuan afektif dalam memberikan jaminan secara eksplisit menyatakan, sesuai dengan preferensi
keterpenuhan pengobatan diabetes. Praktik asuhan pasien dan keinginan, secara klinis terdengar, dan
kefarmasian adalah adalah kegiatan apoteker dalam diamati atau diukur dalam jangka waktu lain.Tujuan
melakukan dan mengimplementasikan kegiatan terapi dipahami dan disepakati oleh Apoteker dan
asuhan kefarmasian yang diawali bertemu dengan pasien.
pasien dan melakukan review sistematis serta Rencana Asuhan berisi Intervensi yang ditujukan
pengambilan keputusan terkait resep, melakukan untuk: menyelesaikan masalah terapi obat, mencapai
rencana asuhan serta monitoring dan evaluasi. tujuan terapi yang telah ditetapkan, mencegah masalah
Ada tiga tahap pelaksanaan praktik asuhan terapi obat baru.
kefarmasian yaitu tahap penerimaan resep, tahap Tahap Penyerahan Obat. Dalam tahap
penyiapan obat dan tahap penyerahan obat. penyerahan obat apoteker mereview data-data pasien
Tahap Penerimaan Resep. Tahap penerimaan mulai dari assessment dan care plan kemudian
resep dimulai dari bertemu dengan pasien, melakukan melanjutkan proses konseling serta melakukan
pengkajian tentang resep, membuat review sistematis, evaluasi tindak lanjut.
membangun interaksi dengan pasien/klien agar Evaluasi tindak lanjut adalah langkah dalam
apoteker dapat menterjemahkan ekspresi kondisi proses ketika apoteker melihat obat dan dosis mana
pasien akan kebutuhan pemenuhan obat yang meliputi yang paling efektif atau menyebabkan kerusakan
171 SUHARTONO ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia
yang paling dalam. Dalam melakukan tindak lanjut terbaik kepada masyarakat tanpa mengurangi nilai-
evaluasi yang baik apoteker mengevaluasi respon nilai profesionalisme apoteker.
pasien terhadap terapi obat dalam hal efektivitas, Tahap penyerahan dijadikan fokus apoteker
keselamatan kepatuhan, dan dan juga menentukan karena dalam tahap ini apoteker bisa melakukan :
jika ada masalah baru yang berkembang. review data-data pasien mulai dari assessment dan
Hubungan Profesionalisme Apoteker dengan care plan kemudian dilanjutkan proses konseling dan
Praktik Asuhan Kefarmasian. Dari data pada melakukan evaluasi tindak lanjut.
Tabel 6. hubungan profesionalisme apoteker dan Proses konseling kepada pasien merupakan
praktik asuhan kefarmasian dapat diketahui bahwa perhatian apoteker, dimana dalam asuhan kefarmasian
ada hubungan antara profesionalisme apoteker dan dibutuhkan keterlibatan dan tanggung jawab apoteker
praktik asuhan kefarmasian. Hal ini didasarkan pada dalam upaya pencapaian tujuan optimal dari terapi
hasil analisa pearson didapat p<α (pada α = 0,01) yaitu obat(18). Konseling pasien bertujuan untuk menciptakan
nilai p = 0,000 dengan tingkat hubungan (correlation hubungan terapeutik apoteker dengan pasien dalam
coefficient) kuat = 0,527. membangun kepercayaan, mendorong pasien
Hubungan profesionalisme apoteker dengan mengidentifikasi beberapa masalah pengobatan
praktik asuhan kefarmasian pada tahap penerimaan seperti mencegah dan meminimalkan masalah yang
resep, penyiapan dan penyerahan obat berkaitan dengan efek samping dan ketidakpatuhan,
Tahap Penerimaan Resep. H a s i l a n a l i s i s mengembangkan pengetahuan pasien untuk mengikuti
spearman pada Tabel 7. terlihat ada hubungan antara dan memahami penggunaan obat secara benar
profesionalisme apoteker dengan praktik asuhan serta adaptasi pasien terhadap penyakitnya dan
kefarmasian. Hal ini didasarkan pada hasil analisa meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi
didapat p<α (pada α = 0,05) yaitu nilai p = 0,000 masalah yang terjadi(17).
dengan tingkat hubungan (correlation coefficient) Tahap penyerahan menjadi perhatian utama
moderat r = 0,431. apoteker dan hal ini sesuai dengan Peraturan
Tahap Penyiapan Obat. Hasil analisis pearson Pemerintah no. 51 th 2009 pasal 21 yang menyebutkan
pada tahap penyiapan obat terlihat ada hubungan bahwa penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
antara profesionalisme apoteker dengan praktik resep harus dilakukan oleh apoteker(15).
asuhan kefarmasian. Hal ini didasarkan pada hasil Tabulasi Silang Hubungan Profesionalisme
analisa didapat p<α (pada α = 0,05) yaitu nilai Apoteker dengan Praktik Asuhan Kefarmasian.
p = 0,000 dengan tingkat hubungan (correlation Pada Tabel 8. dapat dilihat bahwa mayoritas
coefficient) moderat r = 0,337. apoteker yang praktik di apotek kabupaten Sidoarjo
Tahap Penyerahan Obat. Hasil analisis pearson profesionalisme baik 91% dengan rincian 50%
pada tahap penyerahan obat terlihat ada hubungan responden prakteknya sedang. diikuti oleh 38,5%
antara profesionalisme apoteker dengan praktik responden prakteknya baik, dan 2,5% responden
Asuhan kefarmasian. Hal ini didasarkan pada hasil yang praktiknya rendah. Sedangkan responden yang
analisa didapat p<α (pada α = 0,05) yaitu nilai profesionalisme sedang ada 9% responden dengan
p = 0,000 dengan tingkat hubungan (correlation rincian apoteker yang praktiknya baik ada 1,3%
coefficient) moderat r = 0,499. responden, apoteker yang praktiknya sedang ada
Hubungan antara profesionalisme apoteker 7,7% responden.
dengan praktik asuhan kefarmasian saat peneriman Fenomena apoteker yang profesionalismenya
resep, penyiapan obat dan penyerahan resep tertinggi baik, praktik asuhan kefarmasian baik ada 38,46%
di penyerahan obat dengan r = 0,499. Hal ini bisa Responden. Hal ini menegaskan bahwa seorang
saja terjadi karena mayoritas apoteker yang praktik dengan tingkat pengetahuan baik akan memiliki sikap
di apotek Sidoarjo umumnya masih dilakukan hanya yang baik dan otomatis berperilaku praktik dengan
oleh satu apoteker. Dilihat dari aspek urgensinya baik(19).
posisi penerimaan resep adalah sangat penting karena Namun fakta di lapangan menunjukkan fenomena
terkait pengambilan keputusan dalam melayani responden memiliki profesionalisme baik, namun
pasien. Namun di posisi penyerahan obat juga tidak praktiknya sedang sejumlah 50% responden.
kalah penting karena di posisi penyerahan merupakan Fenomena ini terjadi selain faktor pengetahuan
tahap terakhir dimana apoteker harus memastikan dan sikap apoteker, ada faktor lain yang dapat
kebenaran penggunaan obat, memberikan penjelasan mempengaruhi praktik seseorang diantaranya faktor
dan informasi kepada pasien. persepsi dan motivasi(20). Data penelitian menunjukkan
Kondisi ini membuat apoteker mengambil langkah mayoritas apoteker praktek 77,8% dengan praktik
strategis untuk tetap memberikan asuhan kefarmasian masih belum mandiri (bekerja sama dengan pemilik
Vol 13, 2015 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 172