Anda di halaman 1dari 19

Gelombang Sinus Arus Bolak-Balik, Average dan RMS

Belajar elektronika daya maupun elektrikal pada umumnya, tidak bisa lepas dari
berhubungan dangan gelombang sinus (sine curve / sinusoid ). Terutama pada sistem
daya, bentuk gelombang ini yang paling umum ditemui. Baik untuk pembangkitan,
transimisi maupun distribusi. Umumnya penyaluran energi listrik dengan arus bolak-
balik (alternating current, A.C.) menggunakan bentuk ini. Karena itu pengenalan bentuk
gelombang ini sangat penting.

Karena itu sebagai kelanjutan dari upaya untuk mencoba belajar dengan sistematis,
yang dimulai dengan penggunaan sakelar sebagai dasar untuk analaogi komponen
yang lebih kompleks. Lalu dilanjutkan dengan pengenalan diode sebagai kelanjutan dari
sakelar elektronik (yang tidak bisa dikendalikan). Maka kali ini akan coba diperkenalkan
gelombang bolak-balik sebelum dilanjutkan dengan trafo berbeban resistor lalu
penyearah setengah gelombang (half-wave rectifier), lalu penyearah gelombang penuh
(full-wave rectifier).

Biasanya alur yang lebih sistematis adalah dengan melakukan simulasi terlebih dahulu
dengan perangkat lunak (software) untuk simulasi rangkaian seperti SPICE( PSPICE,
LTspice, Multisim, ProSPICE pada Proteus) untuk kemudian diwujudkan dengan
komponen sebenarnya (hardware). Tapi untuk memudahkan alur penjelasan, pada
tulisan ini arahnya dibalik. Kita akan terlebih dahulu melihat fenomena “aslinya” yang
diwujudkan dengan trafo (transformer). Baru kemudian melihat bagaimana hasil
simulasi dengan LTspice, apakah bersesuaian dengan kenyataan dengan
menggunakan perangkat keras (hardware).
[Untuk memudahkan proses membaca, disarankan untuk membuka halaman ini dalam
dua tab atau dua window(jendela). Supaya mudah untuk membaca keterangan dan
membandingkan dengan / mengamati gambar. Agar tidak bolak-balik melakukan
scroll.]
Gambar 1. Bentuk gelombang sinus tegangan A.C. memperlihatkan bentuk kurva yang
tidak ideal.

Pada Gambar 1, terlihat hasil pengukuran dengan DSO (digital storage oscilloscope).
Gambar tersebut adalah hasil capture dengan zoom untuk dapat lebih memperlihatkan
bahwa pada kenyataan praktik sehari-hari, gelombang A.C. jarang yang memiliki bentuk
sempurna seperti hasil perhitungan matematis maupun hasil simulasi yang tidak
memasukkan unsur ketidakidealan. Gampang ditebak hasil pengukuran numeris
(berupa angka), juga akan sangat mungkin berbeda dengan hasil perhitungan atau
simulasi.
Gambar 2. Bentuk gelombang sinus tegangan A.C. dengan jumlah siklus yang lebih
banyak.

Pada gambar di atas, lebih banyak siklus tegangan bolak-balik yang ditampilkan. Ini
untuk menunjukkan bahwa tegangan A.C. (bisa juga arus A.C. pada kesempatan lain)
adalah gelombang periodik yang (sepanjang tidak ada gangguan) akan terus berulang-
ulang tanpa henti. Satu periode akan sama dengan periode lainnya, dalam sistem
sumber ideal. Pengecualian tentu saja untuk sumber, beban, atau sistem yang berubah
bahkan tidak stabil.
Gambar 3. Semua pengukuran numeris ditampilkan pada DSO.

Pada Gambar 3, kita bisa melihat adanya fasilitas pada rata-rata DSO modern yang
memungkinkan kita untuk pada satu saat bisa melihat semua parameter yang bisa
diukur dari sinyal yang sedang diukur.
Gambar 4. Panduan untuk memahami definisi parameter pada Gambar 3.
Gambar 5. Hasil simulasi dengan LTspice, Vp=52 Volt AC, frekuensi=50Hz.

Gambar 5, menunjukkan bahwa dengan simulator rangkaian seperti LTspice kita bisa
membandingkan antara perhtiungan komputer (dengan simulasi) dengan perilaku
tegangan/arus A.C.. Di sebelah kiri, bisa dilihat bagaimana pengaturan simulasi
dilakukan. Bisa dilihat dimulasikan tanpa beban, artinya pada rangkaian terbuka (open
circuit). Begitu juga pada pengujian sebenarnya dengan hardware berupa trafo, kita
pada artikel ini hanya menggunakan trafo tanpa beban.

Gambar 6. Fasilitas di LTspice yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui nilai


rata-rata dan r.m.s.

Gambar 6, menunjukkan bahwa di LTspice kita bisa mengetahui nilai rata-rata


(average) dan nilai R.M.S (root mean square) dari suatu gelombang yang
disimulasikan.

Mari memulai untuk mempelajari gelombang A.C. dengan data percobaan dan simulasi
yang kita miliki. Kita mulai dari Gambar 5, dari gambar itu kita bisa mengetahui bahwa
frekuensi dari gelombang tegangan A.C. adalah 50 Hz. Dengan persamaan f= (1/T),
dengan T adalah periode, kita bisa mengetahui untuk gelambang dengan frekuensi 50
Hz, periodenya adalah 20 mS. Dengan demikian pada Gambar 5, terdapat dua sikus
gelombang penuh, 2*20 mS = 40 mS. Dengan cara yang sama untuk satu detik (1 S)
terdapat 50 siklus penuh gelombang sinus (kembali, frekuensi 50 Hz).

Dari Gambar 5, kita juga bisa melihat adalah kesimetrisan pada dua siklus penuh
gelombang sinus itu (dua puncak dan dua lembah). Jika antara titik puncak (tertinggi,
bernilai paling positif) dengan garis horizontal 0 (nol) dapat dibayangkan sebagai
daerah di bawah kurva, maka sama halnya dengan daerah antara lembah (titik
terendah, paling negatif) dengan garis 0 dapat juga disebut sebagai daerah di bawah
kurva. Jika daerah positif ditambahkan dengan satu daerah negatif pada satu siklus,
maka gampang dilihat akan menghasilkan nilai nol. Daerah positif sama nilai absolutnya
dengan daerah negatif. Seperti 5+(-5) = 0 atau seperti memiliki tabungan sejuta rupiah
tetapi memiliki hutang sejuta rupiah juga.

Cara memahami dengan intuitif, melihat gambar kurva gelombang dapat dilengkapi
dengan melihat hasil simulasi pada LTspice (atau perangkat lunak lainnya). Pada
Gambar 6, panah nomor satu, kita bisa membaca berapa nilai rata-rata (average) suatu
gelombang penuh sinus (dalam simulasi ini dua siklus). Ordenya nano (nV) tentu
sangat kecil bila dibandingkan dengan tegangan puncak (Vpeak) yang sebesar 52 V.
Pada Gambar 3, kita bisa melihat tegangan rata-rata yang terukur oleh DSO sebesar -
800 mV, juga merupakan suatu nilai yang kecil bila dibandingkan dengan tegangan
puncaknya. Kita bisa menganggapnya sebagai penyimpangan dan ketidaksempurnaan,
kita untuk banyak keperluan praktis menganggapnya sama dengan nol volt pada
gelombang sinus ideal.

Sebagai pelengkap dari pengukuran real dengan DSO dan simulasi dengan LTspice,
serta pemahaman berdasar pengamatan dan nalar sederhana, kita bisa kembali
dengan memahami dasar perhitungan matematisnya. Memang, tidak praktis untuk
banyak keperluan sehari-hari tetapi cukup penting dalam fase belajar memahami dasar-
dasar suatu bidang ilmu.
Gambar 7. Dasar perhitungan nilai rata-rata gelombang sinus ideal.

Pada Gambar 7, tercantum urutan penurunan persamaan yang membuktikan bahwa


menurut perhitungan matematis, satu gelombang sinus ideal, nilai rata-ratanya akan
sama dengan nol. Ini berlaku juga pada gelombang sinus untuk tegangan atau arus
A.C., dengan catatan gelombangnya ideal. Dan karena sinus ideal sulit didapatkan
maka biasanya nilai rata-ratanya tidak tepat nol, melainkan mendekati, dengan nilai
yang kecil. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 3, dan Gambar 6.

Di Gambar 7, bisa kita lihat rentang perhitungan luasan di bawah kurva dimulai dari 0
sampai 2*pi (dalam radian). Nilai hasil perhitungan integral berhingga itu dikalikan
dengan nilai Vp (Vpeak, nilai tegangan puncak). Kemudian untuk memperoleh rata-rata
maka dibagi dengan rentang satu siklus penuh gelombang, yaitu 2*pi. Hasilnya, lagi,
sama dengan nol volt.

Karena nilai rata-rata (average atau mean) dari suatu gelombang sinus satu siklus
penuh sama dengan nol, maka kita mengambil nilai separuhnya. Artinya rentang
pengukuran luas hanya dari 0 sampai pi, dan pembagian untuk memperoleh nilai rata-
rata juga dipergunakan pi (bukan; 2*pi). Dengan kata lain kita benar-benar hanya
mengambil separuh gelombang sinus sebagai nilai rata-rata.

Gambar 8. Perhitungan untuk memperoleh nilai rata-rata setengah gelombang yang


mewakili satu gelombang penuh.

Biasanya kita memperoleh nilai rata-rata tegangan atau arus A.C. (hanya setengah
gelombang) sebagai 0.637 * Vpeak di banyak sumber acuan maupun bacaan. Dapat
dilihat pada Gambar 8, nilai tersebut adalah pembulatan dari perkalian dengan hasil
perhitungan nilai integrasi.

Mungkin sampai di sini tampaknya persoalan kita untuk memperoleh suatu nilai
pengukuran dari gelombang sinus (teganan atau arus) A.C. sudah selesai. Sebenarnya
tidak, masih ada persoalan lain yang berhubungan dengan upaya untuk memperoleh
nilai dari tegangan dan arus A.C. Misalnya, persamaan pada Gambar 8, dibangun di
atas asumsi bawa bentuk gelombang sinus (sine) dari tegangan atau arus A.C.
berbentuk ideal. Kalau bentuk gelombang sinus-nya berbeda jauh dari bentuk idealnya,
maka nilainya juga akan meleset jauh. Ini bisa berbahaya. Misalnya jika kita
mengetahui nilai puncak maka kita bisa menghitung nilai average-nya untuk hanya
setengah gelombang dengan menggunakan 0.637 * Vpeak , tetapi jika bentuk
gelombangnya (sebagai perwujudan dari nilai pengukuran tiap selang waktu tertentu)
tidak ideal maka hasilnya akan berbeda dari kenyataannya.Perhitungan akan
menghasilkan “pengukuran” yang salah.

Misalnya hal lain lagi, kita berkepentingan dengan energi dan laju energi itu
dipergunakan. Kita ingin mengetahui daya. Pada sistem/rangkaian arus searah (D.C.)
kita dapat relatif mudah mengukur laju penggunaan energi (yaitu daya). Bentuk yang
paling mudah diperhatikan dan diukur sejak dahulu kala adalah bentuk panas. Dengan
nilai tegangan listrik D.C. tertentu dan nilai tahanan tertentu kita akan mendapatkan
aliran listrik dengan nilai tertentu pula (hukum Ohm). Nah kalau perkalian dari tegangan
dan arus ini cukup besar (daya) maka kita akan mendapatkan laju penggunaan energi
yang besar pula (nilai daya besar). Efeknya pada resistor atau komponen yang sifat
resistifnya dominan, akan menimbulkan panas. Nilai besaran panas ini bisa kemudian
diukur untuk diperbandingkan. Berapa daya yang diperlukan untuk menhasilkan panas
yang sama, dalam keadaan semua faktor lain dibuat sama.
Dengan begitu sesungguhnya kita bisa membandingkan dua sistem sumber daya
(sumber tegangan atau arus) berdsarkan efek panas yang dihasilkan pada resistor
yang dipakai sebagai beban. Kita “tidak perlu” lagi mengetahui bentuk gelombang
masukan (input) tegangan atau arus, dari sudut pandang ini. Kita hanya perlu
membandingkan efek panas yang dihasilkan. Jika sistem, sebut saja, A diketahui
dengan pasti parameter tegangan, arus dan dayanya sedangkan sistem B tidak kita
ketahui, tetapi efek panas yang dihasilkan sama maka keduanya dapat kita katakan
sama. Sistem B sama dengan sistem A, dari sudut pandang transfer energi. Cara
pembandingan ini memudahkan kita jika gelombang periodik sistem B, katakanlah,
tidak mudah untuk diukur.

Dihubungkan dengan pembahasan tentang nilai rata-rata gelombang sinus pada


beberapa paragraf sebelumnya, kita bisa membayangkan suatu skenario. Jika
gelombang periodik A.C. ternyata tidak berupa sinus murni, maka kita akan mengalami
kesulitan pengukuran. Dengan alasan-alasan ini kita memerlukan parameter lain selain
rata-rata (average atau mean). Parameter lain itu disebut R.M.S. (root-mean-square).
Tinjauan fisi dari RMS sudah diungkapkan di beberapa paragraf sebelum paragraf ini,
kita membandingkan efek panas yang dihasilkan.

Tinjauan matematis dari RMS (rms) juga didasarkan dari perhitungan terhadap luasan
(daerah) di bawah kurva, dilakukan dengan menggunakan integral (integrasi). Secara
sederhana sesungguhnya proses perhitungan mengikuti urutan penamaan; root-mean-
square, akar dari rata-rata dari suatu nilai yang dikuadratkan.
Gambar 9. Penyelesaian perhitungan integrasi untuk mendapatkan nilai RMS dari
gelombang sinus satu siklus.

Gambar 9 memberikan gambaran bagaimana suatu perhitungan matematis yang lebih


formal dilakukan untuk memperoleh suatu nilai rms dari tegangan A.C. dengan bentuk
gelombang sinus, satu siklus penuh. Dapat dilihat, sama dengan Gambar 7, rentang
pengukuran satu siklus penuh yaitu dari 0 sampai 2*pi.
Gambar 10. Persamaan dan perhitungan RMS gelombang sinus satu siklus.

Gambar 10 merupakan ringkasan yang mempermudah untuk melihat dari mana asal
datangnya nilai 0.707 yang terkenal itu :-). Dari gambar ini kita bisa melihat penurunan
persamaan bahwa
Vrms = 0.707 * Vpeak

Di penggunaan sehari-hari, untuk banyak pekerjaan dan keperluan biasanya kita jarang
mempergunakan persamaan integral untuk mencari nilai rms dari suatu tegangan A.C.
:-). Sedikit perkecualian, mungkin untuk analisis sinyal.
Gambar 11. Nilai RMS dengan contoh tegangan simulasi 1 V, normalisasi.

Tidak ada yang baru pada Gambar 11, gambar ini sengaja dibuat untuk menunjukkan
normalisasi. Jika input sama dengan satu, maka nilai lainnya dibandingkan dengannya.
Dalam hal ini nilai 0.707 (707 mV) dapat lebih mudah terlihat. Nah karena masih
menggunakan perhitungan integral dengan masukkan tegangan puncak (V peak) maka
perhitungan inipun masih rentan terhadap kesalahan jika gelombang bukan gelombang
sinus ideal. Perhitungan Vrms = 0.707 * Vpeak, akan menghasilkan kesalahan, sama
dengan perhitungan rata-rata. Tetapi kita mendapatkan suatu konsep yang baik yaitu
RMS. Kita bisa mengukur berdasarkan efek panas yang dihasilkan, dan
membandingkannya dengan sumber DC rata.

Dengan menggunakan DSO yang memiliki frekuensi cuplik yang tinggi dan memadai
untuk tiap keperluan, kita bisa melakukan pengukuran gelombang dengan akurat. Kita
bisa merekonstruksi bentuk gelombang yang diukur dengan tepat, sama dengan
aslinya. Tetapi pada DMM murah yang banyak dijual, kita tidak seberuntung itu. Nilai
tegangan A.C. yang ditampilkan adalah nilai pendekatan dengan mengasumsikan
bahwa tegangan A.C. yang diukur adalah tegangan A.C. dengan bentuk gelombang
sinus yang ideal. Sekali nilai tertinggi diperoleh, maka nilainya akan dikalikan dengan
0.707 untuk memperoleh nilai rms. Tentu saja seperti yang telah kita lihat pada gambar-
gambar hasil pengukuran di artikel ini. Nilai itu bisa sangat mungkin salah, tidak
menggambarkan kondisi sesungguhnya.
Alat ukur multimeter yang lebih baik sering disebut sebagai TrueRMS DMM. Sesuai
dengan namanya, DMM (digital multi meter) jenis ini tidak menggunakan pendekatan
dalam melakukan perhitungan. Melainkan mengukur nilai rms sesungguhnya, baik
dengan menggunakan konversi panas, maupun dengan mendayagunakan frekuensi
pencacahan yang tinggi. Hanya saja DMM dengan kemampuan True RMS ini
harganya, biasanya, masih sangat mahal. Sampai saat tulisan ini dibuat, banyak yang
dibuat oleh produsen dengan reputasi baik berharga lebih mahal dari DSO 100 MHz (1
GSa/s) :-D.

Baiklah, dengan demikian kita sudah bisa memahami darimana persamaan:

Vaverage = 0.637 * Vpeak

dan

Vrms = 0.707 * Vpeak

berasal :-). Kita juga sudah memahami makna dari masing-masing cara pengukuran
tersebut. Penting untuk mengingat bahwa Vaverage di sini adalah nilai untuk setengah
gelombang dari 0 sampai pi (180 derajat). Sedangkan Vrms di persamaan di atas adalah
nilai untuk gelombang penuh 2*pi (360 derajat).

Jadi saat membaca bahwa tegangan listrik PLN satu fase adalah 220 V, kita bisa
segera mengingat bahwa itu adalah nilai tegangan RMS. Nilai tegangan puncaknya
bisa bernilai sekitar 220*sqrt(2) atau kurang lebih sebanding dengan 311.127 VAC.

Update:
Gambar 12. Contoh perhitungan pembuktian dengan kalkulator Algeo.

Pada Gambar 12, perhitungan bisa dilakukan di sistem murah meriah, Android, yang
dimiliki oleh banyak orang. Salah satu aplikasi yang telah dicoba mampu
menyelesaikan perhitungan semacam ini adalah aplikasi Algeo.
Gambar 13. Perhitungan nilai rata-rata untuk setengah gelombang dengan kalkulator
biasa.

Jika memiliki kalkulator elektronik fisik seperti ini, kita bisa memanfaatkannya untuk
membuktikan perhitungan nilai rata-rata maupun nilai RMS.
Gambar 14. Perhitungan untuk nilai RMS gelombang sinus dengan hasil fraction.
Gambar 15. Perhitungan nilai RMS untuk gelombang sinus dengan hasil desimal.

Anda mungkin juga menyukai