Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia Dini
Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia Dini
11
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi
pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam
yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai
lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi
sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir
14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki
kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi
kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
(akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-
6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1 tahun)
Toddler (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan
hidupnya.
2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada
anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya.
4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan
kemampuannya.
fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai
berikut:
1) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat
fundamental.
2) PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak
selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
3) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar,
etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
4) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka
tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni
mencapai 80% perkembangan otak.
5) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan
layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan
di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang
memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup
selanjutnya.
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam
kutipan sebagai berikut:
Komitmen Jomtien Thailand (1990)
’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
Deklarasi Dakkar (2000)
’Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York (2002)
‘Penyediaan Pendidikan yang berkualitas’
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci
utama emosi pada anak yaitu :
1. perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya
atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa
lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya,
terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang
gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di
sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-
mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya
ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba,
atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat
membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang
dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan
ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu
atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam
interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya),
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap
anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang
Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang
didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap
saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi
kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya,
potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan
perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak
masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan
merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang
kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak
ketika lahir. Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-
perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih
memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat
mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-
anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial.
Anak-anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas
dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak
memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan
imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini
memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk
memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-
anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk
dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua
dalam proses pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883). "Anak
kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan
kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh
memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa
memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi
bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan
bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas
sejatinya dijadikan referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua,
yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa
kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak
adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya
dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan
kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu
mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang
tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat
mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua
berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang
perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna
maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus
1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga
sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal
mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab
dan matang dikemudian hari.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-
fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan anak
agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu
terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan
serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan
anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak,
dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya
datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan
untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan
terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keu
0
Tambahkan komentar
Bimbingan Dan Konseling
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
DEC
11
0
Tambahkan komentar
2.
DEC
11
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang
saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan
bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil
peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa
mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi
sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-
sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat
reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan
hukum-menghukum.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini
menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan
privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk
diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat
mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong
untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru
datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang
harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor
akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar
keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan
honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun
mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung.
Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang
disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!)
menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian
dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan
toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan
kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK
dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan
segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan
semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat
dalam proses kependidikan.
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi
individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif,
pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya.
Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses
interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan
dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan
lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan
individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan
mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru
pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen,
pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6).
Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang
lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki
konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan
perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum,
undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-
tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah
peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam
memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun
manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan
diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap
perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk
seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik
tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik.
ke menu utama
Tujuan layanan bimbingan ialah agar siswa dapat :
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa
yang akan datang.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik secara optimal.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan
kerjanya.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan
tersebut
4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja
dan masyarakat.
6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Kegiatan layanan dan pendukung bimbingan dan konseling ini, kesemuanya saling terkait
dan saling menunjang baik langsung maupun tidak langsung. Saling keterkaitan dan tunjang
menunjang antara layanan dan pendukung itu menyangkut pula fungsi-fungi yang diemban oleh
masing-masing layanan/kegiatan pendukung .
Diposting 11th December 2012 oleh trisna wati
0
Tambahkan komentar
2.
DEC
11
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan
hidupnya.
2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada
anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya.
4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan
kemampuannya.
fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai
berikut:
1) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat
fundamental.
2) PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak
selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
3) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar,
etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
4) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka
tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni
mencapai 80% perkembangan otak.
5) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan
layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan
di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang
memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup
selanjutnya.
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam
kutipan sebagai berikut:
Komitmen Jomtien Thailand (1990)
’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
Deklarasi Dakkar (2000)
’Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York (2002)
‘Penyediaan Pendidikan yang berkualitas’
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci
utama emosi pada anak yaitu :
1. perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya
atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa
lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya,
terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang
gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di
sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-
mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya
ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba,
atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat
membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang
dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan
ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu
atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam
interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya),
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap
anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang
Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang
didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap
saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi
kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya,
potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan
perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak
masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan
merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang
kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak
ketika lahir. Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-
perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih
memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat
mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-
anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial.
Anak-anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas
dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak
memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan
imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini
memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk
memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-
anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk
dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua
dalam proses pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883). "Anak
kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan
kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh
memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa
memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi
bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan
bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas
sejatinya dijadikan referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua,
yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa
kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak
adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya
dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan
kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu
mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang
tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat
mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua
berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang
perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna
maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus
1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga
sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal
mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab
dan matang dikemudian hari.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-
fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan anak
agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu
terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan
serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan
anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak,
dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya
datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan
untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan
terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keu
0
Tambahkan komentar
2.
DEC
11
0
Tambahkan komentar
3.
DEC
11
pembelajaran kooperatif
Makalah Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah
dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis
dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa,
apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam
pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru
lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga
mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam
membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi
pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang
direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model
pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi
pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.
B. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa
jurusan matematika, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Lampung agar
nantinya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif yang sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa dan materi pembelajaran.
Bab II
Model Pembelajaran Kooperatif
A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat
penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh
karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran
merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model
pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang
untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan
siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan
sosial.
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan
dalam kelompoknya.
2.Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3.kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4.Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5.Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6.Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat,
saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
5. Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6.Memberikan penghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
Bab III
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim
telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang
akan diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru
yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
mengunakan presentasi Verbal atau teks.
B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.
1.Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang
akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa
dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat
berdasarkan pada :
a).Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus
diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat
prestasi seimbang.
b). Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll.
2. Penyajian Materi Pelajaran
a. Pendahuluan
Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan
menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-
konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan
menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai
persiapan untuk mengikuti tes berikutnya
b. Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di
sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan
penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih
kekonsep lain.
c. Praktek terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa
mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah
agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
3.Kegiatan kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi
dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi
bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi,
membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama
dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
4.Evaluasi
Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa
pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan
kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak
diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan
individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
5. Penghargaan kelompok
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai
perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan
penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
6.Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor
awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja
dengan teman yang lain.
C. Materi Matematika yang Relevan dengan STAD.
Materi-materi matematika yang relevan dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) adalah materi-materi yang hanya untuk memahami fakta-
fakta, konsep-konsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggidan juga hapalan,
misalnya bilangan bulat, himpunan-himpunan, bilangan jam, dll. Dengan penyajian materi
yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
BAB IV
Simpulan dan Saran
A. Simpulan
1. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil
yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda
2. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered.
3. Pada intinya konsep dari model pembelajaran tipe STAD adalah Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah
menguasai pelajaran tersebut
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Tim PPPG Matematika. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam
Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta: PPPG
Matematika.
0
Tambahkan komentar
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.