Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya orang tua anak-anak dan pendidik din tingkat sekolah dasar
dan tingkat menengah pertama tidak mengetahui adanya suatu gangguan yang
mengakibatkan anak-anak sulit belajar karena keadaan disleksia (dyslexia).
Kesulitan belajar ini meliputi antara lain kesulitan membaca, menulis, mengeja,
bicara, berhitung. Disleksia bersifat terus menerus hingga dewasa dan tua. Karena
ketidaktahuan orang tua dan pendidiknya, dirumah mereka sering diperlakukan
sebagai anak cacat mental sedangkan disekolah diperlakukan sebagai anak bodoh.
Oleh karena itu, perlu adanya penyebaran informasi mengenai disleksia sehingga
orang tua anak dan pendidiknya memperlakukan mereka secara tepat (Powel S,
Komunikasi Pribadi, 2004).

Pada tingkat awal sekolah, guru akan dihadapkan pada permasalahan


membaca siswa. Setiap siswa adalah individu yang berbeda, begitupun
dengan kemampuan membaca yang dimiliki setiap anak juga akan berbeda-
beda. Siswa yang tidak mengalami masalah dengan membaca akan
melanjutkan kehidupan normalnya di sekolah. Akan tetapi bagi siswa yang
bahkan dalam tahun pertamanya masih mendapatkan masalah dengan membaca
akan mengalami kesulitan dalam menjalani harinya di sekolah. Kesulitan
membaca yang dialami siswa juga akan berdampak pada kesulitan dalam hal
menulis. Kondisi ini sering disebut dengan dyslexia. Menurut Child
Development Institue, (2008:1) (Martini Jamaris, 2014: 139) bahwa kasus
dyslexia ditemui antara 3-6% dari jumlah penduduk. Namun, kasus yang
berkaitan dengan kesulitan membaca yang tidak digolongkan ke dalam
dyslexia ditemui lebih dari 50% dari jumlah penduduk.

Jaman dahulu, anak tak bisa membaca adalah anak bodoh. Plain stupid.
Jaman dulu anak yang suka berhayal adalah anak ngawur. Hari ini manusia kian
pandai memilah mana yang bodoh karena tak belajar, atau pintar tapi tak bisa
mengungkapkan secara verbal ataupun lisan.

1
2

Namun ada kalanya kita menemukan gejala “disleksia”, istilah dari


ketidakmampuan membaca, dalam diri anak. Misal Anak tersebut sering
“membaca” buku dalam waktu lama, tapi tidak membaca huruf. Hanya detail
gambar hingga proses kerja dari setiap aktor di gambar itu. Ia membaca “b”
menjadi “d”, angka “2″ menjadi “5″ jika diurut bersama. Ia juga suka bingung
antara kiri dan kanan. Ia bisa mengeja semua huruf, tapi harus melihat posisi
lidah, gigi dan bibir saya kita mengucap suku kata seperti “ba” atau “da”.
Sementara itu, daya rekam atas semua detail peristiwa dan pengetahuan anak
sangatlah tinggi. (Citra,2013)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian disleksia?
2. Apakah gejala dari disleksia?
3. Bagaimana cara menangani disleksia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan latar belakang terjadinya kesulitan belajar
khususnya disleksia
2. Mengetahui gejala pada disleksia
3. Mengetahui cara penanganan disleksia
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Gangguan yang menyebabkan masalah dalam berbicara, mendengarkan,


membaca, menulis atau kemampuan matematika, juga gangguan perkembangan
spesifik. Kesulitan belajar adalah gangguan dalam kemampuan belajar termasuk
dalam hal berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, atau kemampuan
matematika. Anak yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari kemampuan
akademiknya satu atau dua tahun dibawah dari anak seusianya dengan intelegensi
normal. Sering kali kesulitan belajar ini tampak bersamaan dengan kesulitan lain
seperti ADHD (Attention Deficit/hyperactivity disorder) yang disebabkan oleh
ketidakteraturan fungsi dari bagian tertentu pada otak. Hal ini disebabkan oleh
faktor keturunan. (Citra, 2013)

Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu (Greek) “dys” yang berarti kesulitan
dan “leksia” yang berarti kata-kata (Philips, 2006). Disleksia ialah suatu kondisi
kesulitan, perlu kerja keras, bahkan sering mengalami kegagalan dalam kegiatan
membaca. Entah mengalami kegagalan dalam hal fonologi (atau bunyi suatu
susunan huruf), semantik (atau proses pemaknaan kata), maupun dalam hal
mengenali huruf, dan mengeja. Semua kegagalan ini disebabkan oleh adanya
gangguan fungsi minimal syaraf otak secara biologis. Maksudnya, adanya
gangguan fungsi syaraf pada bagian tertentu saja, dan gangguan tersebut difaktori
oleh faktor biologis, seperti faktor genetik, ketidak seimbangan biokimia tubuh,
kelainan nutrisi pada otak, ataupun pengaruh obat-obatan. (Citra, 2013)

Disleksia sebagai kesulitan belajar spesifik dalam masalah belajar tertentu, bukan
belajar umum yang mengalami kesulitan dalam seluruh spektrum belajar. Gejala yang
spesifik berupa kesulitan dalam membaca, mengeja, dan bahasa tulisan. Gejala penyerta
lain dapat berupa kesulitan menghitung (dyscalculia), menulis angka (notational
skills/music), fungsi koordinasi/ keterampilan motorik (dispraksi). (Munawaroh)

3
4

B. Tanda dan Gejala


Karakteristik anak disleksia amat bervariasi tergantung masalahnya. (Sodiq, 1996: 5,
dalam Citra, 2006)) memberikan karakteristik anak disleksia sebagai berikut:
1. Membaca lamban, turun naik intonasinya, dan kata demi kata;
2. Sering membalikan huruf-huruf dan kata-kata;
3. Mengubah huruf pada kata;
4. Kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya
misalnya: bau, buah, batu, buta; dan
5. Sering menebak dan mengulangi kata-kata dan frasa .
Pada anak disleksia kesalahan-kesalahan membaca oral tersebut sering
disertai oleh kelainan bicara, yaitu:
1. gangguan artikulasi,
2. gagap, dan
3. pembalikan konsep waktu dan ruang misalnya kacau terhadap konsep
belakang dan muka,atas bawah, kemarin dan besok. Selain itu pada anak
disleksia sering juga ditandai adanya bentuk kesalahan mengeja dan
kesalahan tulis, misalnya jika didiktekan kata pagar maka ditulis papar.

Berkaitan dengan berbagai bentuk kesalahan dan problem yang dimiliki oleh
anak disleksia tersebut, Gearheart (1984) menyatakan disleksia merupakan
kesulitan membaca berat yang disertai oleh gangguan persepsi visual dan
problem-problem dalam menulis misalnya perbalikan dan tulisan cermin (mirror
writing).

Menurut Ekwall & Shanker 1988 (dalam M.Sodia, A, 1996:6) ada beberapa
gejala berkaitan dengan kasus kesulitan belajar membaca berat (disleksia):
1. Pembalikan huruf dan kata,misalnya membalikan huruf b dengan d; p
dengan a, u dengan n; kata kuda dengan daku palu dengan lupa; tali
dengan ilat; satu dengan utas.
2. Pengingatan pada kata mengalami kesulitan atau tidak menentu (eratik)
3. Membaca ulang oral (secara lisan) tak bertambah baik setelah menyusul
4. Membaca tanpa suara (dalam hati) atau membaca oral (secara lisan) yang
pertama
5

5. Ketidak sanggupan menyimpan informasi dalam memori sampai waktu


diperlukan
6. Kesulitan dalam konsentrasi
7. Koordinasi motorik tangan-mata lemah
8. Kesulitan pada pengurutan
9. Ketaksanggupan bekerja secara tepat
10. Penghilangan tentang kata-kata dan prasa
11. Kekacauan berkaitan dengan membaca secara lisan (oral) misalnya tak
mampu membedakan antara d dan p
12. Diskriminasi auditori lemah
13. Miskin dalam sintaksis (ilmu tata bahasa), gagap, dan bicara terputus-
putus
14. Prestasi belajar dalam berhitung tinggi dari pada dalam membaca dan
mengeja
15. Hyperaktivitas.

C. Masalah yang dihadapi Disleksia


Secara lebih khusus, anak disleksia biasanya mengalami masalah masalah
berikut:
1. Masalah fonologi
Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik
antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan
membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata
kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan
”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun
berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak disleksia mempunyai level intelegensi normal
atau di atas normal namun mereka mempunyai kesulitan mengingat
perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan
memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau
“temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu
6

cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang


sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial
Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara
berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu
atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas
yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah
pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat
latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan
mungkin sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga
mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu.
Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini:
”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8
pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk
meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan
uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup
untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek
Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang
panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak
untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan
tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi
jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya ya”, maka kemungkinan
besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan
sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks
Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami
tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka
menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang
berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya
apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama.
Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan Diterangkan–
7

Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal


susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag).

D. Klasifikasi Dislaksia
Sidiarto (2007) menjelaskan klasifikasi disleksia sebagai berikut.
1. Disleksia dan Gangguan Visual
Disleksia jenis ini disebut disleksia diseidetis atau disleksia visual (Helmer
Myklebust). Kelainan ini jarang, hanya didapat pada 5% kasus disleksia (Gobin, 1980
yang dikutip Njikoktjien, 1986). Gangguan fungsi otak bagian belakang dapat
menimbulkan gangguan dalam persepsi visual (pengenalan visual tidak optimal,
membuat kesalahan dalam membaca dan mengeja visual), dan defisit dalam memori
visual. Adannya rotasi dalam bentukhuruf-huruf atau angka yang hampir mirip
bentuknya, bayangan cermin (b-d, p-q, 5-2, 3-E,) atau huruf , angka terbalik
(inversion) seperti m-w, n-u, 6-9. Hal ini terlihat nyata pada tulisannya.
2. Disleksia dan Gangguan Bahasa
Disleksia ini disebut disleksia verbal atau linguistik.Beberapa penulis
menyebutkan prevalensi yang cukup besar yaitu 50-80%. Lima puluh persen dari
jenis ini mengalami keterlambatan berbicara (disfasia perkembangan) pada masa
balita atau prasekolah (Njikoktjien, 1986). Legien dan Bouma (1987) menyebutkan
kelainan ini didapatkan pada sekitar 4% dari semua anak laki-laki dan 1% pada anak
perempuan. Gejala berupa kesulitan dalam diskriminasi atau persepsi auditoris
(disleksia disfonemmis) seperti p-t, b-g, t-d, t-k; kesulitan mengeja secara auditoris,
kesulitan menyebut atau menemukan kata atau kalimat, urutan auditoris yang kacau
(sekolah→sekolha). Hal ini berdampak pada imla atau membuat karangan.
Disleksia ini disebut sebagai disleksia auditoris (Myklebust). Ada gangguan pada
kondisi visualauditoris (grafem-fonem), anak membaca lambat. Dalam hal ini bahasa
verbal dan persepsi visualnya baik. Apa yang dilihat tidak dapat dinyatakan dalam
bunyi bahasa. Terdapat gangguan dalam “crossmodal (visual-auditory) memory
retrieval”. Bakker, et al., (1987) membagi disleksia menjadi dua tripologi, yaitu
sebagai berikut :
a. L-Type dyslexia (linguistic)
Anak membaca relatif cepat namun dengan membuat kesalahan seperti
penghilangan (omission), penambahan (addition), atau penggantian huruf
(subtitution), dan kesalahan multi-kata lainnya.
8

b. P-Type Dyslexia (perspective)


Anak cenderung membaca lambat dan membuat kesalahan seperti fragmentasi
(membaca terputusputus) dan mengulang-ulamg (repetisi). Dari dua tripologi di
atas dapat dismipulkan bahwa jarang terdapat hanya satu jenis disleksia yang
murni, kebanyakan gabungan dari berbagai jenis disleksia, dimana terdapat
gangguan dalam masalah wicara bahasa, membaca, dan bahasa tulis.

E. Faktor Penyebab Disleksia


Disleksia dengan Diskoneksi Visual-Auditoris Banyak penelitian yang
mengungkapkan berbagai teori penyebab terjadiya disleksia, diantaranya adalah teori
‘phonological deficit’, teori ‘rapid auditory processing’, teori ‘visual perceptual deficit’,
teori ‘cerebellar deficit’ dan yang terakhir adalah teori ‘genetika’. Berbagai penelitian
melaporkan bahwa faktor genetik berperan sangat signifikan pada kejadian disleksia.
Seorang ayah yang disleksia mempunyai potensi menurunkan disleksia nya sebesar 40%
kepada anak laki-lakinya. Orang tua yang penyandang disleksia, dilaporkan sekitar 50%
anak-anaknya juga menyandang disleksia, dan jika salah satu anak adalah penyandang
disleksia dilaporkan 50% saudara kandungnya juga menyandang disleksia. Banyak
penelitian genetika yang menunjukkan adanya ‘gen disleksia’ yang kebanyakan
ditemukan di kromosom 6 yang merupakan kromosom yang banyak bertanggungjawab
atas terjadinya penyakit-penyakit autoimun. (Dewi, kristiani)

Menurut Sidiarto (2007) menunjukkan bahwa penyebab anak mengalami


keterlambatan atau kesulitan perkembangan membaca adalah:
1. Anak yang lahir prematur dengan berat lahir rendah dapat mengalami kerusakan
otak sehingga mengalami kesulitan belajar atau gangguan pemusatan perhatian.
2. Anak dengan kelainan fisik seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran
atau anak dengan cerebral palsy (c.p.) akan mengalami kesulitan belajar
membaca.
3. Anak kurang memahami perintah karena lingkungan yang menggunakan
beberapa bahasa (bi- atau multilingual).
4. Anak yang sering pindah sekolah.
5. Anak yang sering absen karena sakit atau ada masalah dalam keluarga.
6. Anak yang pandai dan berbakat yang tidak tertarik dengan pembelajaran bahasa
sehingga kurang konsentrasi dan banyak membuat kesalahan.
9

F. Penanganan Disleksia
Di Amerika Serikat (AS), telah dikembangkan suatu metode untuk membantu
penyandnag disleksia yang dikembangkan oleh Dore Achivement Centers. Metode ini
didassarkan pada asumsi bahwa anak disleksia memiliki kekurangan aktivitas pada otak
di bagian kanan yang dinamakan cerebelum, yang hanya mengandung 50% saraf otak.
Dengan metode ini, anak di stimuli di bagian otak tersebut, dengan sejumlah
pembelajaran.
Pelatihan dapat diberikan kepada anak disleksia, dengan cara menyisihkan waktu
untuk mengajarinya membaca. Tetapi, pelatihan ini tidak boleh dipaksakan apabila anak
sedang dalam kondisi tidak sehat sehingga rentan terhadap emosi negatif. Pelatihan ini
dilakukan secara bertahap, yakni hendaknya bersikap positif dan memberikan apesiasi
ketika anak bisa membaca dengan benar. Kemudian, diajarkan membaca kepada anak dan
membantunya unuk mengahayati setiap pelafalan kata dari mulutnya. Dalam pelatihan ini
dapat digunakan buku cerita dan mulai dibaca terlebih dahulu dengan suara keras untuk
menarik minat anak.
Anak dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan
pengobatan untuk disleksia sering melibatkan program pendidikan multisensor.
Dukungan moril dari orang tua juga menjadi bagian yang penting.

1. instruksi langsung,
yang menggabungkan pendekatan multisensorik. Jenis pengobatan
ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya
terpisah dan (jika memungkinkan) merupakan bagian dari program
membaca.
2. Instruksi tidak langsung
Juga bisa diterapkan. Biasanya terdiri dari pelatihan untuk
mengucapkan kata atau pemahaman membaca. Anak diajari bagaimana
caranya untuk mengolah bunyi dengan mencampur bunyi untuk
membentuk kata, dengan memisahkan kata ke dalam huruf dan dengan
mengenali posisi bunyi dalam kata. (misalnya dalam mengenali bagian-
bagian atau pola dan membedakan berbagai jenis suara) atau masalah
dengan ingatan, percakapan, pemikiran serta pendengaran. (Citra, 2013)
10

3. Sensory Integration
Adalah membantu memudahkan tubuh anak untuk merespon dan
otak untuk mengatur jalannya pemrosesan sensori, sehingga anak lebih
mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya dan juga mampu
merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks yang bisa
meningkatkan kapasitas untuk belajar sang anak. Terapi ini untuk
menangani autisme, Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD),
Attention Deficit Disorder (ADD), Learning Disabilities (LD), gangguan
emosi, keseimbangan (gravitational insecurity), gangguan koordinasi
gerakan, gangguan konsentrasi dan gangguan perabaan (tactile
defensiveness).
Dengan metode ini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya
berdasarkan apa yang didengarnnya lalu diucapkan kembali, tetapi juga
memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil
(sentuhan). Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi
antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah
otak bekerja menginggat kembali huruf-huruf.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Disleksia merupakan kesulitan belajar membaca yang terjadi pada anak.
Disleksia terjadi karena kesulitan yang di alaminya terletak pada fungsi otak
(pusat-pusat susunan saraf) yang bersifat psikologis (kejiwaan) dalam memproses
informasi yang di dapatkan melalui alat-alat indra yang selanjutnya menjadi
pengetahuan. Anak yang mengalami disleksia dapat diidentifikasi dari klasifikasi
disleksia yang ada, yaitu disleksia visual, disleksia linguistic, dandisleksia visual-
auditoris.Ada beberapa factor penyebab disleksia secara umum karena factor lahir
premature, fisik, lingkungan, dan motivasi belajar bahasa. Hal inidapat di
bandingkan dengan anak yang tumbuh kembangnya normal dalam artian tidak
mengalami kesulitan dalam pengenalan bahasa sesuai usianya baik itu dalam hal
membaca, menulis, mengeja, dan angka.

B. Saran

Dari berbagai faktor penyebab disleksia atau kesulitan membaca dorongan


dan dukungan orang tua serta orang-orang terdekat sangat mendukung dan
dimungkinkan mampu mengatasi kesulitan belajar yang terjadi pada penderita
disleksia. Penderita disleksia sendiri bukan orang yang bodoh namun hanya
mengalami kesulitan membaca.Sebagai orang terdekat kita seharusnya mampu
member motivasi supaya sipenderita tidak merasa rendah diri dengan teman-
temannya dan bahkan bias lebih dari yang normal. Karena anak penderita
disleksia rata-rata mereka adalah anakdengan IQ normal atau bahkan diatas rata-
rata normal.

11
12

Daftar Pustaka
Lidwina, soesniwati. 2012. Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca
dan Menulis : Stie Semarang
Munawaroh, madinatul. 2013. Mengenali Tanda-Tanda Disleksia pada Anak Usia
Dini : Universitas Negeri Yogyakarta
Majzub, rohaty. 2005. Simptom Disleksia kanak-kanak Prasekolah :

Anda mungkin juga menyukai