Anda di halaman 1dari 45

REFRAT

SHOCK
Disusun untuk memenuhi sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Anestesiologi
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Aminah Alaydrus (30101407130)
Pembimbing:
dr. Dian Ayu Listiyarini, Sp.AN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

SHOCK

Disusun untuk memenuhi sebagian Tugas Kepaniteraan

Klinik

Bagian Anestesiologi

Rumah Sakit Islam Sultang Agung Semarang

Disusun oleh:

Aminah Alaydrus (30101407130)

Semarang, 15 September 2018

Telah dibimbing dan disahkan oleh:

dr. Dian Ayu Listiyarini, Sp.AN

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ....................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................... 4
BAB II PEMBAHASANError! Bookmark not
defined.
2.1 Definisi ......................................................... 7
2.2 Tahapan Syok Error! Bookmark not defined.
2.3 Syok Hipovolemic Error! Bookmark not
defined.1
2.3.1 Definisi............ ………….Error!
Bookmark not defined.1
2.3.2 Gejala dan Tanda ............. Error!
Bookmark not defined.7
2.4 Syok Distributif......................................... 22
2.4.1 Definisi................................ ….22
2.4.2 Syok Sepsis ......................... ….22
2.4.3 Syok Anafilaktik ................. ….28
2.5 Syok Kardiogenik ..................................... 35
2.6 Syok Obstruktif ......................................... 38

3
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 46

BAB I
PENDAHULUAN

Syok adalah kondisi kegagalan sirkulasi yang


mengancam nyawa. Efek dari shock pada awalnya
reversible, tetapi dengan cepat menjadi ireversibel,
menghasilkan kegagalan multiorgan dan kematian. Ketika
seorang pasien datang dengan syok yang tidak
terdiferensiasi, penting untuk dokter segera memulai
terapi sementara sembari dengan cepat mengidentifikasi
etiologi syok sehingga terapi definitif dapat diberikan
untuk meangani syok dan mencegah kegagalan
multiorgan dan kematian. Syok dapat muncul akibat
kegagalan hemostasis tubuh yang serius seperti
perdarahan massif, trauma berat atau luka bakar yang
berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli
paru (syok kardiogenik), sepsis (syok septic), atau akibat
reaksi alergi/respon imun (syok anafilaktik).

4
Syok terdiri dari 4 jenis, namun tidak menutup
kemungkinan seorang pasien memiliki kombinasi lebih
dari satu bentuk shock, jenis syok tersebut adalah
 Syok hipovolemik yang terjadi karena hemoragik
atau perdarahan (misalnya trauma) atau
kehilangan cairan nonhemoragik (misalnya
muntah).
 Syok distributif memiliki banyak penyebab,
termasuk didalamnya syok septik, respons
inflamasi sistemik sindrom (SIRS; misalnya,
pankreatitis), syok neurogenik, syok anafilaksis,
syok terkait toksin, dan shock endokrin (misalnya
krisis addisonian).
 Syok kardiogenik termasuk diantaranya
kardiomiopati (misalnya infark miokard), atau
karena aritmia (misalnya, takikardia ventrikel
berkelanjutan) atau kelainan mekanis (misalnya
ruptur katup akut).
 Syok obstruktif bisa terjadi terkait dengan
pembuluh darah paru (misalnya, emboli
pulmonal [PE]) atau karena penyebab mekanik

5
menurunnya preload (misalnya, tension
pneumothorax, pericardial tamponade).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Syok adalah kondisi kegagalan
sirkulasi tubuh yang mengancam nyawa.
Efek dari shock pada awalnya reversible,
tetapi dengan cepat bisa berubah menjadi
ireversibel, yang pada akhirnya dapat terjadi
kegagalan multiorgan hingga kematian.
Ketika seorang pasien datang dengan syok
yang tidak terdiferensiasi jenisnya, maka
sangat penting untuk dokter segera memulai
terapi sementara, sembari dengan cepat
mengidentifikasi etiologi syok sehingga
terapi definitif dapat diberikan untuk
menangani syok dan mencegah kegagalan
multiorgan serta kematian. Syok dapat
muncul akibat kegagalan hemostasis tubuh
yang serius seperti perdarahan massif, trauma

6
berat atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau
emboli paru (syok kardiogenik), sepsis (syok
septic), atau akibat reaksi alergi/respon imun
(syok anafilaktik).
Mekanisme terjadinya syok adalah
karena hipoksia seluler yang terjadi sebagai
akibat dari berkurangnya perfusi jaringan /
oksigen dan / atau peningkatan konsumsi
oksigen atau penggunaan oksigen yang tidak
memadai. Hipoksia sel nantinya akan
menyebabkan disfungsi sel pompa ion
membran, edema intraseluler, kebocoran isi
intraseluler ke dalam ruang ekstraseluler, dan
regulasi pH intraseluler yang tidak adekuat.
Proses biokimia ini jika tidak terkendali akan
berlanjut ke tingkat sistemik sehingga
mengakibatkan asidosis, dan disfungsi
endotel, serta rangsangan lebih lanjut dari
kaskade inflamasi dan anti-inflamasi.
Berbagai proses ini lebih jauh akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan

7
dari proses humoral dan mikrosirkulasi
kompleks yang merusak aliran darah
regional. Kadar laktat serum jika mengalami
peningkatan akan digunakan sebagai
pengganti hipoperfusi dan hipoksia jaringan.
Yang menjadi penentu utama
fisiologis perfusi jaringan adalah tekanan
darah sistemik [BP], cardiac output (CO) dan
resistensi vaskular sistemik (SVR)
BP = CO X SVR
CO adalah produk denyut jantung (HR) dan
volume stroke (SV):
CO = HR X SV
Volume stroke ditentukan oleh:
 Preload
 Myocardial contractility
 Afterload
SVR diatur oleh:
 Panjang pembuluh darah
 Viskositas darah
 Diameter pembuluh darah

8
Dengan demikian, proses biologis yang
mengubah salah satu parameter fisiologis
diatas ini dapat menyebabkan hipotensi dan
syok.

2.2 Tahapan Shock


Syok terjadi melalui beberapa
tahapan, yang diawali dengan fokus infeksi
(contohnya: abses) atau cedera (contohnya:
luka tembak), yang dapat berkembang
melalui beberapa tahap. Tahap awal syok
(pre-syok, syok) lebih mudah dalam prinsip
pemberian terapi dan kemungkinan besar
masih reversible, berbeda dengan shock
tahap akhir, yang berhubungan dengan
kerusakan akhir organ yang ireversibel dan
kematian.
 Pre-Shock
Tahapan pre-shock ditandai dengan
adanya kompensasi tubuh saat perfusi
ke jaringan berkurang. Sebagai contoh,
pada awal pre-shock hipovolemik

9
terjadi takikardia dan vasokonstriksi
perifer sebagai kompensasinya
sehingga memungkinkan syok menjadi
asimtomatik dan tekanan darah tetap
normal. Dengan demikian, takikardia
atau hiperlaktatemia ringan- sedang,
mungkin satu-satunya manifestasi
klinis saat tahapan pre-shock.
 Shock
Selama syok, mekanisme kompensasi
seperti pada tahapan pre-shock sudah
tidak mampu lagi mempertahankan
hemostatis tubuh, selain itu tanda dan
gejala disfungsi organ mulai muncul
termasuk diantaranya adalah
takikardia simtomatik, dyspneu,
gelisah, diaforesis, asidosis
metabolik, hipotensi, oliguria, dan
kulit dingin dan berkeringat. Tanda
dan gejala disfungsi organ biasanya
berhubungan dengan patofisiologi
pertubasi yang signifikan.

10
 Disfungsi Organ Akhir
Syok yang berlangsung progresif dapat
menyebabkan kerusakan organ yang
ireversibel, kegagalan multiorgan
hingga kematian. Selama tahapan ini,
anuria dan gagal ginjal akut semakin
berkembang, asidemia lebih lanjut
menekan CO, hipotensi menjadi parah
dan tidak responsif lagi terhadap
terapi, hiperlaktatemia semakin
memburuk, dan kegelisahan berubah
menjadi koma. Kematian sangat
mungkin terjadi pada tahap disfungsi
organ akhir ini (Gaieski & Mikkelsen,
2018)

2.3 Syok Hipovolemik


2.3.1 Definisi
Syok hipovolemik
disebabkan oleh berkurangnya
volume intravaskular (preload
yang berkurang), yang pada

11
akhirnya mengurangi cardiac
ouptut. Syok hipovolemik dapat
dibagi menjadi dua kategori:
hemoragik dan nonhemoragik.
 Hemoragik
Berkurangnya volume intravaskular
akibat kehilangan darah dapat
menyebabkan syok. Ada banyak
penyebab syok hemoragik, yang paling
umum adalah trauma tumpul atau
tembus (termasuk multiple fractur
tanpa cedera pembuluh darah) diikuti
oleh perdarahan gastrointestinal
bagian atas (misalnya, perdarahan
varises, ulkus peptik) atau perdarahan
gastrointestinal bagian bawah
(contohnya: alformasi divertikular,
arteriovenosa). Penyebab lain dari
syok hemoragik yang kurang umum
adalah perdarahan intraoperatif dan
pasca operasi, ruptur aorta abdominal
atau aneurisma ventrikel kiri,

12
pankreatitis hemoragik, iatrogenik
(contohnya: malformasi arteriovenosa
akibat biopsi, arteri putus), tumor atau
abses ke pembuluh darah besar,
postpartum hemoragik, perdarahan
uterus atau vagina (contohnya: infeksi,
tumor, laserasi), perdarahan
peritoneum spontan akibat perdarahan
diatesis, dan hematoma yang pecah
- Class I hemorrhage
Volume darah itu yang hilang
hanya sedikit sehingga tidak
menimbulkan konsekuensi
hemodinamik. Denyut jantung
tidak berubah dan tekanan
darah tidak berkurang dalam
kompensasi kehilangan
volume darah. Resusitasi
intravena tidak diperlukan jika
perdarahan terkontrol,
contohnya, perdarahan

13
terkontrol ditemui selama
prosedur bedah elektif.

- Class II hemorrhage
Tubuh mulai melakukan
kompensasi atas kehilangan
untuk mempertahankan
perfusi. Perdarahan ini
biasanya mewakili 15-30%
volume darah yang beredar.
Tekanan darah diastolic akan
meningkat akibat vasokontriksi
dan detak jantung akan
meningkat untuk menjaga
cardiac output. Resusitasi
cairan intravena atau koloid
suah diindikasikan untuk
kondisi ini. Transfusi mungkin
diperlukan jika perdarahan
berlanjut ke kelas III

- Class III hemorrhage

14
Volume kehilangan darah (30-
40% dari volume darah yang
beredar) yang secara konsisten
mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Mekanisme
kompensasi berupa
vasokonstriksi dan takikardia
tidak cukup untuk
mempertahankan perfusi dan
memenuhi tuntutan metabolik
dari tubuh. Asidosis metabolik
akan terdeteksi pada analisis
gas darah arteri. Transfusi
darah diperlukan untuk
memulihkan perfusi jaringan
dan menyediakan oksigen ke
jaringan. Pasien mungkin
sementara akan menanggapi
bolus cairan yang diberikan
sebagai respons terhadap
perdarahan, Namun, jika

15
perdarahan berlanjut maka
tekanan darah akan menurun.

- Class IV hemorrhage
Keadaan yang mengancam
jiwa pendarahan yaitu ketika
lebih dari 40% volume darah
yang beredar hilang, pasien
sudah tidak responsive dan
tekanan darah sangat turun.
Kontrol cepat perdarahan dan
resusitasi berbasis darah yang
agresif diperlukan untuk
mencegah kematian. Pasien
membutuhkan transfusi darah
massif dan kemungkinan untuk
terjadi kematian tinggi
(Butterworth, Mackey, &
Wasnick, 2018)

 Non-hemoragik

16
Berkurangnya volume intravaskular
akibat kehilangan cairan selain darah
juga dapat menyebabkan syok.
Berkurangnya volume dari kehilangan
natrium dan air dapat terjadi pada
beberapa letak anatomis tubuh
o Gastrointestinal (diare, muntah)
o Kulit (heat stroke, luka bakar,
kondisidermatologis yang parah
termasuk Stevens-Johnson
sindroma)
o Ginjal (diuresis yang diinduksi
obat atau osmotik berlebihan,
hypoaldosteronism)

2.3.2 Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda yang disebabkan
oleh syok hipovolemik akibat non-
hemoragik atau hemoragik pada dasarnya
sama meskipun terdapat sedikit perbedaan
dalam waktu timbulnya syok. Respons
fisiologis normal adalah mempertahankan

17
perfusi terhadap organ vital yaitu otak dan
jantung diikuti tetap memperbaiki volume
darah dalam sirkulasi dengan efektif. Pada
syok hipovolemik akan terjadi
peningkatan kerja saraf simpatis,
hiperventilasi, kolaps pembuluh darah
vena, pelepasan hormon stres dan juga
ekspansi besar yang bertujuan untuk
mengisi volume pembuluh darah melalui
cairan intersisial, intraselular dan
penurunan produksi urin. Tanda dan gejala
dari hipovolemi antara lain turgor kulit
yang abnormal, terdapat tanda dehidrasi,
takikardia dan penurunan dari tekanan
darah, serta tedapat hipotensi dan
takikardia ortostatik. Tanda dan gejala dari
syok hipovolemik dijelaskan pada table
dibawah

18
Morgan, 2018

19
Estimasi pemberian cairan dijelaskan pada
gambar dibawah

Morgan, 2018

Alur penanganan syok hypovolemic akibat


perdarahan pasca trauma dijelaskan pada gambar dibawah
ini

20
21
2.4 Shock Distributif
2.4.1 Definisi
Syok distributive ditandai dengan
vasodilatasi pembuluh darah perifer yang
berat atau bisa disebut syok vasodilator.
Penyebab dari syok distributive yang paling
sering adalah syok septic dan syok
anafilaktik.

2.4.2 Syok Septic


Sepsis adalah sebagai respon pada
tubuh pasien yang tidak teratur terhadap
infeksi yang dapat mengancam nyawa
karena disfungsi organ. Jenis patogen yang
menjadi penyebab sepsis bervariasi antara
lain dari golongan gram positif (contohnya:
Pneumococcus, Enterococcus) yang
merupakan patogen yang paling umum yang
menjadi penyebab dari sepsis berat dan syok
septik. Selain itu, organisme resisten
antibiotik (contohnya: staphylococcus
resisten methicillin), bakteri gram negatif

22
(contohnya: Pseudomonas, Klebsiella,
Enterobacter), dan jamur (misalnya,
Candida) lebih sering terjadi pada mereka
dengan syok dari sepsis, dibandingkan
dengan pasien yang mengalami sepsis tanpa
syok.
(SIRS: systemic inflammatory
response syndrome) adalah respon tubuh
terhadap inflamasi sistemik dimana harus
terdapat 2 atau lebih dari keadaan berikut:
 Suhu >38⁰C atau <36⁰C
 HR >90 kali/menit
 RR >20 kali/menit atau kadar
PaCO2 >32
 Kadar leukosit >12.000/mm3 atau
<4.000/mm3
Patofisiologi terjadinya syok sepsis
diakibatkan karena proses infeksi yang
yang parah atau berlarut-larut atau SIRS.
Di rumah sakit pasien syok septik paling
sering terjadi akibat infeksi bakteri gram

23
negatif baik yang berasal dari saluran
kemih ataupun dari paru-paru. Hipotensi
terjadi karena sirkulasi yang menurun
akibat volume intravaskuler yang menurun
oleh karena kebocoran kapiler. Pasien
mungkin juga mengalami depresi miokard.
Aktivasi trombosit dan koagulasi kaskade
dapat mengarah pada pembentukan fibrin-
trombosit agregat, yang selanjutnya
berkompromi dengan darah.
Managemen pengelolaan yang utama
dilakukan pada kasus syok sepsis adalah
mengamankan jalan nafas (jika ada
indikasi) serta mengoreksi dari hipoksemia,
akses intravena untuk resusitasi cairan dan
antibiotic.
Oksigenasi harus diberikan kepada
semua pasien dengan sepsis dan oksigenasi
harus dipantau terus menerus dengan pulse
oxymetri. Tindakan intubasi dan ventilasi
mekanis dapat dilakukan untuk mendukung
peningkatan kerja pernapasan yang

24
biasanya menyertai sepsis, atau untuk
perlindungan saluran nafas.
Prinsip terapi resusitasi awal adalah
pemulihan cepat dari perfusi dan pemberian
antibiotik dini. Perfusi jaringan terutama
dapat dicapai dengan pemberian guyur
loading cairan intravena, cairan yang
diberikan biasanya adalah kristaloid (ringer
laktat atau normal saline) diberikan 30 mL
/ kgBB dalam tiga jam pertama. Bolus
cairan adalah metode administrasi yang
diajurkan dan pemberian cairan diulang
sampai tekanan darah dan perfusi jaringan
kembali normal. Terapi cairan dihentikan
apabila terdapat edema paru, atau ada tidak
ada respons selama pemberian terapi.

Terapi antibiotik empirik diberikan


dalam satu jam pertama. Antibiotic yang
direkomendasikan adalah antibiotic
spektrum luas yaitu agen terapeutik dengan
spesifitas mencakup berbagai organisme

25
gram negatif dan positif. Pemilihan
antibiotik tergantung pada riwayat pasien,
komorbiditas, imunitas, klinis pasien, letak
infeksi, data pengecatan Gram, dan pola
resistensi. (Levy, Evans, & Rhodes, 2018)

26
Anamnesis singkat pemerikaan
laboratorium dan mikrobiologi serta
radiologi sering dilakukan setelah terapi
akses intravena dan jalan nafas sudah stabil.
Pemeriksaan tersebut dapat mengetahui
sumber sepsis, panduan untuk pemberian
terapi empiric sesuai jenis pathogen, serta
komplikasi dari sepsis. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan adalah
 Pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah, tes fungsi hati, dan tes koagulasi
termasuk tingkat D-dimer.
 Serum laktat – peningkatan serum laktat
(mis.>> 2 mmol / L atau diatas batas
atas laboratorium normal) dapat
mengindikasikan tingkat keparahan
sepsis dan digunakan untuk monitoring
respon terapi.
 Analisis gas darah arteri (ABG) - ABG
dapat mengetahui adanya asidosis,
hipoksemia, atau hiperkapnia.

27
 Kultur darah (kultur aerobik dan
anaerobik dari setidaknya dua lokasi
berbeda), urinalisa, dan kultur
mikrobiologis dari sumber yang
dicurigai (contohnya: sputum, urin,
kateter intravaskular, cairan tubuh)
 Radiologi dapat dilakukan pada daerah
yang dicurigai sebagai sumber infeksi (
rontgen thorax, USG abdomen)
(Schmidt & Mandel, 2018).
2.4.3 Syok Anafilaktik
Syok anafilaksis merupakan reaksi alergi berat
yang diperantarai oleh immunoglobulin-E (Ig-E).
Syok anafilaktik biasanya terjadi akibat reaksi alergi
terhadap sengatan serangga, makanan, dan obat-
obatan. Tanda cardinal dari syok anafilaksis antara
lain penurunan hemodinamik, bronkospasme, dan
peningkatan dari resistensi saluran pernapasan.
Mekanisme terjadinya syok anafilaktik dijelaskan
pada tabel dibawah ini

28
Morgan, 2018

29
Tanda dan gejala syok anafilaktik :
 Kardiovaskular : takikardia, hipotensi
 Pulmo : bronchospasme, batuk, sesak
nafas (dyspnea) edem pulmonal,
edema laring, hipoksia
 Kulit : urtikaria, angioedema pada
bibir, muka, maupun ekstremitas,
pruritus
 SSP : gelisah dan kejang

30
Penyebab tersering dari syok
anafilaktik adalah alergen (mekanisme yang
diperantarai imunologi IgE)
o Makanan : kacang, kerang,
susu, telur
o Sengatan serangga
o Obat-obatan (seperti antibiotik,
NSAID)

31
Terapi yang dilakukan untuk
penangan syok anafilaktik adalah:
 Hentikan pemberian obat (jika alergi
obat)
 Oksigenasi
 Epinefrin 0.01-0.5 mg IV atau IM
 Pertimbangkan untuk melakukan
intubasi
 Bolus cairan intravena
 Diphenhyrdamine 50-75 mg IV
 Ranitidine 150 mg IV
 Hidrokortison 200 mg IV atau
methylprednisolone 1-2 mg/kgBB
 Posisikan pasien pada posisi supine

32
33
2.5 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat jantung gagal
memompa sehingga mengakibatkan berkurangnya
cardiac output (CO). Penyebab dari kegagalan
pompa jantung beragam, namun secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga jenis berikut ini
 Kardiomiopati
Penyebab syok kardiogenik karena
kardiomiopati termasuk diantaranya adalah
infark miokard yang melibatkan > 40%

34
miokardium ventrikel kiri, infark miokard jika
disertai dengan iskemia luas yang terjadi akibat
penyakit arteri koroner, infark ventrikel kanan
yang parah, eksaserbasi akut gagal jantung pada
pasien dengan dilatasi kardiomiopati, iskemia
berkepanjangan atau cardiopulmonary bypass,
depresi miokard karena syok septik atau
neurogenik lanjut, dan miokarditis.
 Aritmia
Baik atrial maupun ventrikel takiaritmia dan
bradiaritmia dapat menginduksi terjadinya
hipotensi, dimana aritmia tersebut
berkontribusi terhadap terjadinya kondisi
syok. Namun, ketika CO sangat terganggu
oleh karena gangguan irama yang signifikan
(contohnya ventrikel takikardia dan AV blok
total), pasien daat datang dengan serangan
jantung. Jika CO tidak ada karena irama yang
mendasari (contohnya takikardia ventrikel
pulseless, ventrikel fibrilasi), pasien dapat
datang dalam keadaan serangan jantung.
 Gangguan mekanis
35
Penyebab mekanis syok kardiogenik meliputi
insufisiensi katup aorta atau katup mitral yang
berat, dan defek valvular akut karena
pecahnya otot papillary atau chordae
tendineae (cacat katup mitral) atau abses
cincin aorta. Penyebab yang lain adalah defek
septum ventrikel yang parah atau ruptur akut
septum intraventrikular, mioma atrium, dan
aneurisma dinding ventrikel bebas yang pecah.
Stenosis aorta kritis atau stenosis mitral jarang
disertai syok kardiogenik, tetapi sering
berkontribusi terhadap hipotensi dan syok dari
penyebab lain (contohnya sepsis,
hipovolemia)

Manajemen untuk pasien dengan syok


kardiogenik dijelaskan pada gambar dibawah
ini (Thiele, Ohman, Desch, Eitel, & De Waha,
2015).

36
37
2.6 Syok Obstruktif
Syok obstruktif sebagian besar disebabkan oleh
penyebab extracardiac, kegagalan pompa jantung dan
sering berhubungan dengan keluaran ventrikel kanan
yang buruk. Penyebab syok obstruktif dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu vaskular paru dan mekanik
 Vascular paru
Sebagian besar kasus syok obstruktif
disebabkan oleh karena kegagalan ventrikel
kanan karena emboli paru yang signifikan
(PE) atau hipertensi pulmonal berat (PH). Hal
ini terjadi karena ventrikel kanan tidak mampu
menghasilkan tekanan yang cukup untuk
mengatasi resistensi vaskular paru terkait
dengan PE atau PH. Pasien dengan stenosis
berat atau dengan obstruksi akut katup
pulmonal atau trikuspid juga bisa termasuk ke
dalam ini kategori. Sindrom jantung kanan
akut dikaitkan dengan infark miokard yang
terlokalisir di ventrikel kanan, kelebihan
volume, vasokonstriksi hipoksemik yang
mengakibatkan hipertensi pulmonal akut, dan

38
emboli paru. Pada pasien dengan hipertensi
pulmonal yang sudah ada dan disfungsi
ventrikel kanan, iskemia, volume berlebih,
atau hipoksemia harus dihindari karena
keadaan ini dapat menyebabkan akut-
disfungsi ventrikel kanan yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskular.
 Gangguan mekanis
Pasien dalam kategori ini datang secara klinis
sebagai syok hipovolemik karena menifestasi
klinis utama mereka adalah karena gangguan
fisiologis menurunnya preload, disbanding
manifestasi klinis kegagalan pompa
(misalnya, berkurangnya aliran balik vena ke
kanan atrium atau pengisian ventrikel kanan
yang tidak memadai). Penyebab mekanis syok
obstruktif meliputi hal-hal berikut
o Tension pneumothorax
Tension pneumothorax adalah keadaan
dimana terdapat udara di rongga
pleura. Tanda dari tension
pneumothorax adalah peningkatan

39
tekanan inspirasi puncak, tachycardia
dan hipotensi, hipoksia (atelektasis),
suara nafas yang tidak sama antara
paru kanan dan paru kiri, deviasi
trakea, dan pergeseran mediastinum.
Pada pasien multi-cedera, dokter harus
mempertahankan tingkat kecurigaan
yang tinggi untuk trauma paru yang
bisa berkembang menjadi tension
pneumotoraks ketika ventilasi mekanis
dimulai. Perhatian harus diberikan
pada inspirasi puncak tekanan dan
volume tidal di seluruh resusitasi awal.
Tension pneumothorax mungkin tidak
segera terlihat setelah pasien tiba di
rumah sakit. Pengelolaan harus
dilakukan dengan menghentikan
ventilasi mekanis dan melakukan
neddle thoracostomy (dilakukan
dengan memasukkan kateter intravena
14-gauge ke ICS 2 garis

40
midclavicular), dan kemudian oleh
penyisipan tabung torakostomi.

o Pericardial tamponade
Pericardial tamponade harus dicurigai
pada setiap pasien dengan tekanan nadi
yang sempit; pulsus paradoxus (>
penurunan 10 mm Hg sistolik saat
inspirasi); distensi vena jugularis;
suara jantung yang menjauh;
takikardia; dan hipotensi. Banyak dari
tanda-tanda ini dapat disamarkan jika
terjadi secara bersamaan dengan syok
hipovolemik.

41
o Constrictive pericarditis
o Restrictive cardiomyopathy

Rangkuman Klasifikasi Syok

42
43
44
DAFTAR PUSTAKA

Butterworth, J. F., Mackey, D. C., & Wasnick, J. D.


(2018). Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Anesthesia & Analgesia (6th ed.,
Vol. 75).
Gaieski, D. F., & Mikkelsen, M. E. (2018). Definition,
Classification, Etiology, and Pathophysiology of
Shock in Adults, 1–14.
Levy, M. M., Evans, L. E., & Rhodes, A. (2018). The
Surviving Sepsis Campaign Bundle: 2018 Update.
Critical Care Medicine, 46(6), 997–1000.
Schmidt, G. A., & Mandel, J. (2018). Evaluation and
Management of Suspected Sepsis and Septic Shock
in Adults, 17–19.
Thiele, H., Ohman, E. M., Desch, S., Eitel, I., & De
Waha, S. (2015). Management of Cardiogenic
Shock. European Heart Journal, 36(20), 1223–
1230.

45

Anda mungkin juga menyukai