Anda di halaman 1dari 4

EKONOMI PANGAN

TUGAS 1

Dosen Pembimbing: Almira Sitasari, MPH

Disusun oleh:

Kartika Sari
NIM. P07131217026

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI

JURUSAN GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

2018
1. Apakah yang dimaksud dengan swasembada pangan?
Kemampuan swasembada dapat dimaknai dalam tiga aspek, yaitu: Pertama, kemampuan
menghasilkan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat dengan
faktor-faktor produksi yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh sistem produksi yang ada
pada berbagai jenjang; Kedua, kemampuan swasembada yang bersifat responsif yaitu
kemampuan melakukan pemulihan yang cepat setelah terjadinya goncangan produksi yang
menyebabkan berkurangnya produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat; dan
Ketiga, kemampuan swasembada yang bersifat antisipatif yaitu kemampuan mengantisipasi
terjadinya goncangan produksi yang menyebabkan berkurangnya produksi dan kemampuan
antisipatif dalam pengadaan stok untuk mengatasi kekurangan kebutuhan konsumsi.

Ada empat landasan yang perlu menjadi perhatian untuk penguatan kemampuan
swasembada dan kemandirian pangan, yaitu (a) adanya kecenderungan bahwa ketersedian
lahan merupakan kendala umum yang dihadapi untuk peningkatan produksi. (b) adanya
pergeseran peran wilayah dalam kontribusinya terhadap pembangunan pertanian berbasis
pangan. (c) pembangunan pertanian berbasis pangan dalam jangka panjang tidak perlu hanya
dibatasi pada sistem sawah beririgasi tetapi di arahkan untuk memanfaatkan semua potensi
yang tersedia. Lahan kering merupakan salah satu potensi yang segera perlu dipetakan
mengingat adanya peluang-peluang yang muncul dalam pengembangan teknologi, dan (d)
pembangunan pertanian berbasis pangan dalam wilayah luas hendaknya merupakan bagian
integral pembangunan pangan dan pertanian wilayah jangka panjang yang perlu disiapkan
melalui penyiapan Blue Print sebagai pegangan bagi semua pihak yang terkait dengan
pembangunan wilayah tersebut.

SWASEMBADA PANGAN - Swasembada pangan kondisi suatu negara yang mampu


untuk mengadakan sendiri /produksi sendiri kebutuhan pangan bagi masyarakatnya. -
Swasembada pangan berbeda dengan swasembada beras; pangan bukan hanya beras. -
Swasembada pangan berbeda dengan ketahanan pangan; swasembada pangan tidak
menjamin setiap individu warga negara mendapatkan asupan pangan yang memadai dan
bebas dari kelaparan.
Menurut KBBI, swasembada pangan merupakan usaha mencukupi kebutuhan sendiri
(beras dan sebagainya).

2. Jelaskan hubungan subsidi dengan swasembada pangan!

Salah satu kebijakan strategis yang digulirkan pemerintah selama puluhan tahun ini
adalah subsidi pertanian. Anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk menyubsidi
pertanian pun dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Besarnya subsidi yang
dialokasikan pemerintah, baik dalam bentuk pupuk, obat-obatan, benih, maupun yang lain,
adalah dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, utamanya tanaman pangan sehingga
Indonesia diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri (swasembada). Selain
itu, peningkatan produksi pertanian pada akhirnya juga untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani. Jika produksi pertanian melimpah, dampaknya tidak hanya pada
pencapaian swasembada dan kedaulatan pangan. Lebih dari itu, kualitas kesejahteraan
sebagian besar petani juga semestinya dengan sendirinya membaik.

Kondisi di lapangan seringkali tak sama dengan teorinya sebab melimpahnya produksi
ternyata tak selalu sebanding dengan keuntungan yang diperoleh petani dari harga jual
pascapanen. Produksi beras, jagung, atau kedelai boleh meningkat. Tetapi, karena harga jual
saat panen yang rendah, petani tak bisa banyak mengharapkan keuntungan.
Jika kondisinya demikian, kecil kemungkinan para petani produsen pangan akan meningkat
kesejahteraannya. Kebijakan subsidi pertanian yang difokuskan pada proses produksi
(prapanen) dengan demikian tak cukup efektif untuk mengangkat kesejahteraan petani.
Masalahnya menjadi sangat kompleks karena siklus produksi pangan yang tak
menguntungkan petani ini telah berlangsung lama.

Efek domino yang diakibatkan pun mengkhawatirkan. Pertama, perlahan, tapi pasti
banyak masyarakat desa yang tak lagi berminat mengelola tanahnya untuk bertani karena
dianggap kurang menguntungkan. Kedua, generasi muda juga kian kehilangan motivasi
untuk meneruskan usaha pertanian orang tuanya karena keuntungan yang diperoleh tak
sebanding dengan biaya kebutuhan hidup, terutama pendidikan dan kesehatan.
Dalam hal kecenderungan tingginya alih fungsi lahan, dampak paling mengkhawatirkan
dari kondisi tersebut adalah ketika petani berpikir instan dengan mengalihfungsikan lahan
pertaniannya untuk kepentingan nonpertanian seperti industri dan permukiman. Semakin
banyak lahan yang beralih fungsi adalah ancaman serius bagi pencapaian kedaulatan pangan.
Akibat itu, aktivitas impor komoditas pangan akan semakin mendapatkan pembenaran.
Solusi atas permasalahan pelik itu sejatinya hanya satu, yakni ada kepastian harga jual
produksi pertanian yang menguntungkan petani produsen. Untuk merealisasikan itu,
pemerintah perlu mengevaluasi kembali pengalokasian subsidi praproduksi yang terbukti
tidak memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan petani. Alokasi subsidi yang besar
itu akan lebih efektif jika dialihkan ke pascapanen.

Sumber:

Dr. Muhammad Syakir, dkk, 2015. Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. IAARD Press. Jakarta.

M. A. Chozin. KECUKUPAN PANGAN: Swasembada, Ketahanan dan Kedaulatan Pangan.


INSTITUT PERTANIAN BOGOR Rakor Pangan KADIN Jakarta, 26 Juli 2011

SINDONEWS. 2018. Subsidi, Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pada situs
https://nasional.sindonews.com/read/1172616/18/subsidi-kedaulatan-pangan-dan-
kesejahteraan-petani-1484895309/24

Anda mungkin juga menyukai