Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pemerintah memiliki fungsi
memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari
pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan
lainnya. Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja yang
efektif sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian. Permasalahan
pelayanan publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal yang kompleks, mulai
dari budaya organisasi yang masih bersifat paternalistik, lingkungan kerja yang tidak
kondusif terhadap perubahan zaman, rendahya sistem reward dalam birokrasi
Indonesia, lemahnya mekanisme panishment, bagi aparat birokrasi, rendahnya
kemampuan aparat birokrasi untuk melakukan tindakan diskresi, serta kelangkaan
komitmen pimpinan daerah untuk menciptakan pelayanan publik yang responsif,
akuntabel, dan transparan. Di masa otonomi daerah yang memberi keleluasaan bagi
setiap kabupaten/kota untuk menjalankan pemerintahan atas dasar kebutuhan dan
kepentingan daerah sendiri ternyata juga belum mampu mewujudkan pelayanan publik
yang efektif.
Kegagalan birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan publik
yang menghargai hak dan martabat warga negara sebagai pengguna pelayanan tidak
hanya melemahkan legitimasi pemerintahan di mata publiknya. Namun, hal itu juga
berdampak pada hal yang lebih luas, yaitu ketidak percayaan pihak swasta dan pihak
asing untuk menanamkan investasinya di suatu daerah karena ketidakpastian dalam
pemberian pelayanan publik.
Atas dasar kondisi tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman yang
bergerak ke arah globalisasi, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat memutus
sistem yang selama ini diterapkan di Indonesia yaitu perlunya upaya reformasi dalam

1
pelayanan publik. Hal ini bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi
pelayanan yang terkesan lamban, berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah
pemerintahan yang baik (good governance).
Reformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik,
ekonomi dan sosial yang begitu cepat. Representasi organisasi yang lamban, kaku,
berbelit-belit dan terpusat, serta rantai hirarki komando sudah menjadi ciri khas
birokrasi di Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi bengkak, boros, dan tidak efektif.
Untuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk memperbaiki birokrasi sebagai organisasi
publik. Reformasi merupakan perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada
suatu masa. Upaya reformasi birokrasi yang dilakukan berhadapan langsung dengan
keterbatasan pada sumber daya manusia, dana, sarana prasarana dan berbagai persoalan
lainnya, sehingga menghasilkan kebijakan, perilaku, program dan sesuatu yang berbeda
pula.
Reformasi pelayanan publik membangun kepercayaan dari masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik seiring dengan
harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik. Reformasi merupakan upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban
setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam reformasi diperlukan norma hukum yang
memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan
menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk
dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan publik, reformasi pelayanan publik dan
kualitas pelayanan ?
2. Apa saja kendala dalam pelayanan publik ?
3. Bagaimana tindakan reformasi pelayanan yang sudah diterapkan di Indonesia?
4. Apa saja tindakan yang perlu dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik ?

2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pelayanan publik, reformasi pelayanan
publik dan kulitas pelayanan.
2. Mengetahui permasalahan ataupun kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan
publik.
3. Mengetahui tindakan yang sudah dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik di
Indonesia.
4. Mengetahui tindakan apa saja yang perlu dilakukan dalam mereformasi pelayanan
publik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelayanan Publik, Reformasi Pelayanan Publik dan Kualiatas


Pelayanan
a. Pelayanan Publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah segala bentuk jasa pelayanan,
baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan
salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping
sebagai abdi negara untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Apalagi saat ini
masyarakat semakin sadar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga
negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pelayanan publik menurut UU Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Sinambela (dalam Herbani Pasalog 2007: 128) mengatakan bahwa
pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait
pada suatu produk secara fisik. sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri
(Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bahwa pelayanan publik
adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kesepakatan dan hunbungan interpersonal tercipta kepuasan dan
keberhasilan, setiap pelayanan menghasilkan produk baik berupa barang ataupun jasa.
Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pelayanan publik sebagai pemeberian layanan atau melayani
keperluaan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai

4
kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang
ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

b. Reformasi Pelayanan Publik


Menurut Pollit dan Bouckaert (dikutip dari Manurung 2010, hal 189)
mendefinisikan reformasi pelayanan publik seperti dibawah ini :
Reformasi pelayanan publik adalah perubahan sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan agar kinerja sektor publik semakin baik. Reformasi sektor
publik mencakup bukan saja unsur organisasi dan manejemen, tetapi juga sumber
daya manusia. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya terfokus pada perubahan
kuantitas, namun juga kualitas. Suatu ketika, reformasi yang dilakukan akan
berdampak terhadap melebar dan menebalnya struktur birokrasi, tetapi di masa yang
lain menuntut birokrasi menjadi lebih ramping dan pipih. Reformasi juga dapat
menyebabkan penambahan administrator publik, namun juga dapat mengakibatkan
pengurangan administrator publik.
Menurut Islamy 1994 (dalam Sinambela 2010: 10) memaparkan beberapa
prinsip pokok yang bisa dijadikan pedoman dalam mengoptimlakan kinerja birokrasi di
tingkat lokal, yang berkaitan erat pula dengan perbaikan kondisi internal organisasi.
Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:

1) Prinsip Aksesabilitas,
artinya semua pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna
pelayanan, hal ini terkait dengan problem tempat, jarak dan prosedur pelayanan.
2) Prinsip Kontinuitas
Artinya upaya mengedepankan jenis pelayanan hatus secara terus menerus tersedia
bagi masyarakat, dngan kepastian dan kejelasan tertentu yang berlaku bagi proses
pelayanan tersebut.
3) Prinsip Teknikalitas
Prinsip ini berkaitan dengan proses pelayanan yang harus ditangani oleh aparat yang
benar-benar memahami secara tenis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan,
ketetapan, dan kemantapan sistem , prosedur dan pelayanan.

5
4) Prinsip Profitabilitas
Pelayann sebisa mungkin dapat dilaksananakan secara efektif dan efisien, serta
memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi
masyarakat luas.
5) Prinsip Akuntabilitas
Artinya proses produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada
hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan sebaik-baiknya.

c. Kualitas Pelayanan
Konsep kualitas pelayanan sangatlah bersifat relatif, karena penilaian penelaian
kulitas sangat ditentukan oleh persepektif yang digunakan. Menurut Samapara 1994
(dalam Herdiansyah 2011:35) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai standar pelayanan yang telah
dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Kualitas juga diartikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan,
dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa
(pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan ( LAN 2003:17).
Menurut Fandhy Tjiptono 1994 (dalam Herdiansyah 2011: 53) dalam bukunya
“Prinsip-Prinsip Total Quality Service,” menyebutkan bahwa terdapat lima dimensi
atau ukuran kualitas pelayanan, yang dapat menilai kepuasan pelanggan diantaranya :
1) Bukti langsung (tangibels), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi.
2) Keandalan (reliability), yakni kempuan memberika pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk memnantu para
pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5) Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Intinya pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau memuaskan apabila


pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan harapan masyarakat, dengan

6
memperhatikan kelima dimensi diatas. Sedangkan bila masyarakat tidak puas terhadap
suatu pelayanan yang disediakan maka pelayann tersebut dapat dipastikan tidak
berkualitas dan tidak efisien.

2.2 Kendala dalam Pelayanan Publik


Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas
pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang
mendukung,dan kelembagaan. Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan
pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut :
a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan
publik tersebut.
b. Belum informatif. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung
lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Biasanya aparat
pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari
masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan
sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
d. Belum responsif. Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan
publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak
dihiraukan sama sekali
e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan
lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.
f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada
umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

7
Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan
(front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak
kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam
rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit.
Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan
profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa
salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang
tepat. Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi
yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan
dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien

2.3 Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan


Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah
dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand
Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai
pedoman pelaksanaannya. Berikut ini beberapa tindakan yang sudah diterapkan dalam
upaya reformasi pelayanan publik di Indonesia, namun tindakan reformasi tersebut
belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Diantaranya:
1) Penetapan Standar Pelayanan (SPM dan SOP)
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis
pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi
dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan
biaya pelayanan.
2) Pelayanan Terpadu ( One Stop Service)
Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, H.Moh Ma’ruf, S.E.
mengeluarkan Permendagri No.24 tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaran

8
Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan
perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu perangkat pemerintah daerah yang
memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan
non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu. Pembinaan sistem ini dilakukan
secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala
Daerah sesuai dan kewenangan masing-masing.
Program PTSP sudah dilaksanakan di beberapa kantor/dinas, seperti : Kantor
Perijinan dan Penanaman Modal (BPPT) yaitu menggabungkan pelayanan dalam
bidang perijinan dan penanaman modal dalam satu tempat. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat pelayanan. Tujuan lainnya adalah menarik modal
dari para investor.
3) Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan Masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem
pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai
pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan.
Seperti adanya kotak-kotak saran/pengaduan di instansi atau kantor pelayanan,
pengaduan langsung kepada komisi ataupun lembaga pengaduan seperi : KPK
(lembaga pegaduan terhadap tindakan korupsi ), Ombudsman (lembaga pengaduan
terhadap instansi yang memberikan pelayanan buruk.
4) Pelayanan yang bersifat jemput bola (mobile)
Paradigma pemerintah saat ini memberikan pelayanan publik, termasuk pelayanan
administrasi, yang baik dan prima. Tidak harus menunggu bola, tapi jemput
bola. Pelayanan publik pemerintah harus mendekat kepada rakyat, bukan malah
menjauh dari rakyat. Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang didominasi
gunung-gunung, bertempat tingal di pedesaan yang jauh dari pusat kota dan
kantor pemerintahan, Keterbatasan sarana dan prasana membuat masyarakat
pedesaan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah terhadap akses pelayanan
publik. Untuk dapat memberikan pelayanan kepada semua masyarakat khususnya
masyrakat pedesaan pemerintah lebih gencar melakukan pendekatan kepada
masyarakat melalui program-program pelayanan yang bersifat mobile yaitu

9
penyelenggara pelayanan yang datang kepada masyarakat. Demi terciptanya good
governance.
Berikut ini contoh pelayanan pemerintah yang berisfat jemput bola:
 Pelayanan jemput bola “LARASITA” Badan Pertanahan Nasional.
 Pelayanan Samsat keliling
 Pelayanan listrik pintar dari PLN
 Pengurusan IMB di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten
Tulung Agung.
2.4 Tindakan yang perlu dilakuakan dalam mencapai Reformasi Pelayanan Publik.
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah
manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis,
menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok,
atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan
lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan.Ada
tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials
tahun 2005.
Langkah pertama, memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi
melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi.
Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan
instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu
secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka
perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
Langkah kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan
mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan,
kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus
ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus
memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin
pada level-level di bawahnya.
Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan
membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap
tim yang diberi tugas tertentu.

10
Langkah kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong
agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
Langkah keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk
mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.
Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons
permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.
Selain melakukan restrukturisasi manajemen, dalam meningkatkan reformasi
birokrasi diperlukan upaya-upaya stategis yang disebut juga dengan Strategi reformasi
birokrasi diantaranya:
a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong
Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum,
batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis
kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat,
penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja
Instansi Pemerintah.
c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality
meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan
melakukan perbaikan.

2.4.1 Solusi Masalah pelayanan publik


Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas
sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut
1) Membuat kontrak pelayanan (Citizens’ charter)
Kontrak pelayanan adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai pusat perhatian. Kontrak
pelayanan diperlukan karena beberapa hal : 1) untuk memberikan kepastian
pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan. 2)
memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan, penyedia

11
layanan, dan stakeholder lainnya dalam keseluruhan proses penyelenggara
pelayanan, 3) mempermudah pengguna layanan, warga, dan stakeholder lainnya
dalam mengontrol praktik penyelenggara pelayanan, 4) untuk mempermudah
manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggara pelayanan 5)
membantu manajemen pelayanan mengidenrifikasi kebutuhan, harapan, dan
aspirasi pengguna layanan.
2) Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme
penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan
pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia
pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei
kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik.
3) Penerapan E-goverment dalam manajemen pelayanan pubik
Dalam hal ini lembaga-lembaga pemerintah makin didorong untuk
mengembangkan model-model transaksi dan berkomunikasi yang sepenuhnya
memanfaatkan jaringan internet untuk mengurangi biaya dan mentransformasikan
penyelenggara pelayanan kepada masyarakat dengan mengurangi tatap muka yang
sebenarnya merupakan sumber korupsi.
Berikut ini keuntungan yang diperoleh dari implementasi e-government di
kab/kota antara lain :
 Peningkatan kualitas pelayanan: layanan publik 24 jam, dapat dikases
dimana saja (berkat adanya teknologi internet)
 Dengan menggunakan teknologi on-line, banyak proses yang dapat
dilakukan dalam format digital, hal ini akan banyak mengurangi
penggunaan kertas (paperwork), sehingga proses akan menjadi lebih efisien
dan hemat
 Database dan proses terintegrasi: akurasi data lebih tinggi, mengurangi
kesalahan identitas dan lain-lain.
 Semua proses transparan karena semua berjalan secara online
 Mengurangi tindakan KKN (karena terbatasnya pelayanan yang besifat
tatap muka)

12
4) Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pelayanan (Total Quality Management/ TQM)
TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara
berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi.
TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : berfokus pada
pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang,
kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan
(Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa mutu
pelayananharus memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan,
kesopanan dan keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat
pelayanan.
5) Kemitraan Pemerintah dan Swasta.
Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata kelola
pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran dan kerjasama
antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong
pemerintah untuk berbagi peran dengan unsur-unsur non pemerintah. Pemerintah
tidak mungkin lagi mengerjakan semua urusan karena keterbatasan dana dan
sumber daya manusia, sehingga kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain
harus dilakukan agar kualitas pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Berbagai bentuk kerjasama sebenarnya telah dipraktikan
sejak lama, antara lain dalam bentuk privatisasi, contracting out, build operation
transfer, build own operates, dan model public and private partnership (PPP).

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk Mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan
lamban, berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik (good
governance) diperlukan keseriusan dan upaya konkrit dari pemerintah untuk melakukan
reformasi dalam bidang pelayanan publik. Reformasi Pelayanan Publik adalah
perubahan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan agar kinerja sektor
publik semakin baik. Reformasi sektor publik bukan saja mencakup unsur
organisasi dan manejemen, tetapi juga sumber daya manusia.
Dalam melaksanakan reformasi pelayanan publik kendala yang sering dihadapi
adalah kurangnya SDM penyelenggara pelayanan, pemberian pelayanan masih bersifat
lama, dan mahal, pemberian pelayanan masih bersifat diskriminatif, tidak adanya
kepastian dari penyelenggara pelayanan terkait teknis pelayanan, pola pikir para
aparatur masih menginginkan dilayani bukan untuk dilayani, dan masih banyak
dijumpai tindakan/praktek KKN dalam proses penyelengaraan pelayanan publik.

3.2 Saran
Diharapkan kepada pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dapat
mencerminkan lima dimensi kualitas pelayanan menurut Thjiptono yaitu Tangibel
(bukti fisik), Reliability (kemampuan), Responsiviness (ketanggapan), Assurance
(Jaminan), Empathy (empati).
Untuk memperbaiki pola penyelenggaran dapat dilakukan dengan menetapkan
standar pelayanan, membuat kontrak pelayanan yang menguntungkan semua pihak
yang terlibat di dalamnya, mengembangkan survei kepuasan pelanggan, pengelolaan
sistem pengaduan masyarakat, dan penerapan E-government dalam manajemen
pelayanan yang bertujuan memudahkan proses pelayanan, menjalin kerjasama dengan
swasta dan menerapan sistem manajemen mutu pelayanan.
Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik,
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa,
serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sinambela, Lijan Poltak. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarka: Gava Media
Azizy A. Qodri. 2007. Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Purwanto, Erwan Agus dkk. 2005. Birokrasi Publik dalam Sistem Politik Semi Parlementer.
Yogyakarta: Gava Media
Larasati, Endang. (2013). Jurnal Reformasi Pelayanan Publik (Public Service Reform) dan
Partisipasi masyarakat.
Dalamhttp://eprints.undip.ac.id/41101/1/ARTIKEL_REFORMASI_PELAYANAN_
PUBLIK__PUBLIC_SERVICES_REFORM__DAN_PARTISIPASI_PUBLIK.pdf
diunduh pada tanggal 26 Desember 2014 pukul 20:30
Reformasi Birokrasi. (2012) Dalam http://rushdyms.blogspot.com/2012/03/reformasi-
birokrasi.html diunduh pada tanggal 26 Desember 2014 pukul 20.00

15

Anda mungkin juga menyukai