Pembahasan
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali sehari. Buang air besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Berdasarkan lama dan waktu, diare dibagi menjadi tiga yaitu diare a kut, diare persisten
dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari; diare persisten
adalah diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan
diare akut menuju diare kronik); dan diare kronik adalah diare yang berlangsung 4 minggu atau
lebih.
Berdasarkan ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua yaitu diare infektif bila
penyebabnya oleh infeksi, dan diare non infektif bila penyebabnya bukan karena infeksi. Diare
masih dibagi lagi berdasarkan organik atau fungsional. Diare organik adalah diare yang
penyebab kelainan anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik; sebaliknya disebut
diare fungsional.2,3
1|Page
Anamnesis
Anamnesis merupakan hal utama yang harus dilakukan sebelum menentukan suatu
diagnosis. Anamnesis ada dua jenis yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis
adalah anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya sedangkan alloanamnesis
adalah anamnesis yang tidak dilakukan langsung terhadapa pasiennya melainkan melalui
kerabat/saudara/orang terdekat pasien. Pada anak-anak dilakukan anamnesis secara
alloanamnesis.
Pada anamnesis disini yang perlu ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi,
serta kuantitas dan karakteristik feses. Ditanyakan juga apakah disertai muntah atau demam.
Adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya
infeksi bakteri invasif, berbagai virus enterik atau suatu patogen sitotoksik. Adanya feses yang
berdarah mengarahkan kemugkinan infeksi patogen invasif dan yang melepaskan sitotoksin.
Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri.
Selain itu untuk mengidentifikasi penyebab diare perlu juga data tambahan seperti
riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengonsumsi makanan-makanan tertentu, atau
riwayat penggunaan obat sebelumnya. Riwayat makanan yang dikonsumsi juga dapat
mengarahkan diagnosis. Konsumsi produk makanan yang tidak dipasteurisasi, daging atau ikan
mentah/setengah matang, atau sayur mayur dihubungkan dengan patogen tertentu. Pentingnya
menanyakan mengenai antibiotik yang baru saja digunakan atau obat-obat lainnya, dan riwayat
penyakit sebelumnya secara lengkap. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi penjamu yang
immunocompromise atau kemungkinan infeksi nosokomial.4
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata, serta
mukosa lidah. Namun, pemeriksaan fisik umumnya tidak khas. Pada pemeriksaan fisik perlu
dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume ekstraseluler. Selain itu juga dicari tanda-
tanda gizi buruk dan tanda-tanda peritonitis karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh
patogen enterik invasif. Dilakukann pemeriksaan pada abdomen, apakah adanya dan kualitas
bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan pada abdomen.1
Pemeriksaan Penunjang
2|Page
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mencari penyebab
diare akut, yakni pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap
(hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, serta pemeriksaan tinja dan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan test
serologic amebiasis, dan foto x-ray abdomen.
Pasien yang diarenya disebabkan oleh virus, biasanya memili jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan diare akibat bakteri terutama pada infeksi
bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan
dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri atau adanya telur cacing dan parasit dewasa. Selain
pemeriksaan laboratorium juga bisa dilakukan endoskopi (rektoskopi / sigmoidoskopi /
kolonoskopi), ini dilakukan pada pasien dengan diare berdarah.2,3
3|Page
Diare enterotoksik sering mengenai usus kecil bagian proksimal. Usus kecil berfungsi
sebagai organ untuk mensekresi carian dan enzim, serta mengabsorpsi nutrients. Gangguan
kedua proses tersebut akan menimbulkan diare berair dengan volume besar, disertai kram
perut, rasa kembung, banyak gas, dan penurunan berat badan. Demam jarang terjadi serta pada
feses tidak dijumpai adanya darah samar maupun sel radang.
Pada diare enteroinvasif sering mengenai kolon atau usus kecil bagian distal. Kolon
berfungsi sebagai organ penyimpanan. Terjadinya inflamasi pada kolon menyebabkan
frekuensi diare lebih sering, lebih teratur tapi dengan volume yang kecil, dan sering disertai
pergerakan usus yang nyeri. Demam dan fese berdarah atau mucoid juga sering terjadi. Eritrosit
dan sel radang ditemukan pada pemeriksaan tinja.2
Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin)
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan
motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare, mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sahingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.
b. Gangguan Seksresi Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
4|Page
c. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan
diare juga.5
Intoksifikasi Makanan
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin
maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi
toksin Jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan
bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui
intoksikasi adalah:7,8
Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-
positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika
5|Page
seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah
mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu
toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis). Gejala
keracunan:
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka
gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri
perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala
yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan
bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar.
Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora
tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan
botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis.
Gejala keracunan:
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan
dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat
menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat
berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah,
ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi,
seafood, dan madu.
Staphylococcus aureus
Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam
bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang
dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak
normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara
bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein,
misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan
6|Page
dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang
terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin
yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi
dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa
mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi
abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram
otot, dan perubahan tekanan darah.
Clostridium perfringen
Clostridium perfringens merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk
endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan,
daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan
enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh
bakteri di dalam usus.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam
usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat
menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai
muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat
berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Biasanya pada olahan daging serta saus yang terbuat dari kaldu seringkali disebut
bakteri dapur karena banyak kejadian luar biasa terjadi karena sisa makanan tertinggal lama
pada tempat pengolah atau suhu ruang.
Penatalakasanaannya
Salah satu komplikasi diare yang perlu diperhatikan adalah dehidrasi. Rehidrasi bukan
satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, ditetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di
rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit yaitu :9
1. Rehidrasi menggunakan oralit baru
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan karena adanya kejadian disentri, menyebabkan
7|Page
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang
lebih banyak terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus
tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu,
para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang
lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma , sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Adapun kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari
10mL/kg/jam, ileus atau intoleransi monosakarida. Pada pasien dengan temuan-temuan
ini, rehidrasi harus menggunakan cairan intravena. Pada pasien yang tidak dapat atau
tidak mau minum, larutan dapat diberikan melalui selang nasogastrik atau gastrostomi.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Pemberian zinc yang dilakukan di awal
masa diare selama 10 hari kedepan secara signifikan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari
usus.
Zinc diberikan selama 10 – 14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit.
Untk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang /
oralit. Untuk anak dibawah 6 bulan, pemberian 10mg (setengah tablet per hari). Untuk
anak diatas 6 bulan pemberian 20 mg ( satu tablet per hari).
9|Page
Gambar 1. Derjat-derajat dehidrasi
10 | P a g e
Diare tanpa Dehidrasi9
11 | P a g e
intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus menerus
BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
o Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan,
hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam ( rencana terapi B).Jika
anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan
ASI pada anaknya.
o Jika tidak terdapat tanda dehidrasi (Rencana terapi A),Jika bisa, anjurkan ibu
untuk menyusui lebih sering.Lakukan observasi setidaknya 6 jam sebelum pulang
dari RS.
o Semua anak harus mulai minum larutan oralit ( sekitar 5 ml/kgBB/jam) ketika
anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3-4 jam) untuk bayi atau
1-2 jam pada anak yang lebih besar).Hal ini memberikan basa dan kalium, yang
mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus.Ketika dehidrasi berat
berhasil diatasi, berri tablet zinc.
Tatalaksana:9
o Pada 3 jam pertama,beri anak larutan oralit dengan perkiraan sesuai berat badan
ama, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
o Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, 1 sendok the setiap
1-2 menit (untuk bayi < 2 tahun) dan pada anak yang lebih besar (menggunakan
cangkir)
o Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit, lalu diberi larutan oralit lebih lambat
(misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit)
o Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air
matang atau ASI.
o Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya.
o Jika tidak dehidrasi, ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah
Beri cairan tambahan
Beri tablet zink selama 10 hari
12 | P a g e
< 6 bln : ½ tablet (10 mg) perhari
> 6 bln : 1 tablet (20 mg) per hari
Lanjutkan pemberian makan dan minum
Kunjungan ulang jika terdapat tanda : anak tidak bisa atau malas minum
atau menusu, kondisi anak memburuk, anak demam, terdapat darah dalam
tinja.
o Jika anak tidak bisa minum oralit, berikan infus dengan cara: beri cairan intrvena
secepatnya.Berikan 70 ml/kg BB cairan RL atau RA di bagi :
Umur Pemberian 70 ml/kgbb selama
13 | P a g e
Umur < 12 bulan 1 jam* 5 jam
*ulangi kembali jika denyut nadi radial masih lemah atau tidak teraba.
Komplikasi Diare
Pada anak bila terkena diare, komplikasi utam yang harus diketahui dan diperhatikan
adalah dehidrasi. Selain dehidrasi, komplikasi lain bisa terjadinya gangguan gizi dan gangguan
14 | P a g e
sirkulasi. Pada gangguan gizi akan terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat
disebabkan oleh karena asupan makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare
atau muntah yang bertambah hebat dan makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. Dan gangguan sirkulasi sebagai akibat
diare dapat terjadi renjatan (syock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.5
Pencegahan
Higiene yang baik dan edukasi dalam mengurangi penularan gastroenteritis virus, tetapi
walaupun kebanyakan masyarakat higienis sebenarnya, kebanyakannya anak terinfeksi adalah
dikarenakan efisiensi dari virus itu sendiri terutama rotavirus.
Ada beberapa kiat pencegahan terjadinya diare antara lain :11,12
a. Pemberian AS1 eksklusif 4-6 bulan,
b. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula, bila bayi karena sesuatu
sebab tidak mendapat ASI.
a. Persiapan dan penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih (hygiene).
b. Gunakan air bersih dan matang untuk minum.
c. Kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan.
d. Membuang tinja di jamban.
e. Imunisasi.
f. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.
prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, prognosis diare
hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortilitas yang minimal.Penderita dipulangkan
apabila ibu sudah sanggup atau dapat memberikan oralit kepada anak dengan cukup, walaupun
diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah di ketahui
dan di obati
Kesimpulan
Anak laki- laki tersebut mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
15 | P a g e
Perlu dilakukan dan pemeriksaan klinis yang lebih untuk menentukan diagnosis
penyebab diare akut
Daftar Pustaka
1. Eppy. Medicinus:Probiotics.2009 November.22(3).h.91-100
16 | P a g e
2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi.Jakarta:FK UKRIDA;2012.h. 39-43
3. Sudoyo A, Setiyohadi B dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid I.Edisi ke-
5.Jakarta:Interna Publishing.2008.h.548-555
4. Unknwon. Diare pada anak.2012.Diunduh dari http://www.ichrc.org/51-anak-dengan-
diare, 17 Mei 2015
5. Muhammad F. Diare. Diunduh dari http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-
muhammadfa-453-2-babii.pdf, 17 Mei 2015
6. Unknwon.Disentri.Diunduh dari http://disentri.org/, 17 Mei 2015
7. Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM R. Keracunan pangan akibat bakteri
patogen.2014 Diunduh dari http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/Keracunan-Pangan-
Akibat-Bakteri-Patogen3.pdf, 18 Mei 2015
8. WHO. Penyakit akibat keracunan makanan.2015Diunduh dari
http://www.searo.who.int/indonesia/publications/foodborne_illnesses-
id_03272015.pdf?ua=1, 18 Mei 2015
9. IDAI. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.Jakarta:Departemen
Kesehatan RI;2008.h. 131—145
10. Medicinesia.Diare akut pada anak (pedoman tatalaksana dari WHO).2014. Diunduh
dari http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/tumbuh-kembang/diare-akut-
pada-anak-pedoman-tatalaksana-diare-akut-dari-who/, 17 Mei 2015
11. Suraatmaja S. Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung seto; 2005.h. 1-24
12. Markum A H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta Balai: Penerbit FKUI ;
1991 .h.448-6
17 | P a g e