Anda di halaman 1dari 8

OTOSKLEROSIS

A. Definisi
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami
spongiosis (pertumbuhan tulang stapes berlebih yang berbentuk spon) di daerah kaki
stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke
labirin dengan baik. 1
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga
tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan
tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya
tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya. 2

B. Epidemiologi
1. Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras
Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. dan sangat jarang
pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk
Kaukasian memiliki risiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.
2. Faktor keturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara
autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%).
Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotiklesi
pada kapsul tulang labirin.
3. Gender
Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita dibanding pria.
Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1.
Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat
terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama
kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan
peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik
selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari
peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral
kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25%. Penjelasan lain
yang mungkin akan meningkatkan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah
bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan
65%). Memiliki dua telinga yang terkena akan meningkatkan kunjungan ke klinik.
4. Riwayat penyakit keluarga
Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki
keluarga dengan riwayat sama.
5. Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertumbuhnya umur.
Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6%
individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden
ditemukannya adalah 10% pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita
berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur,
tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur
kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur
lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi
manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7
tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an. 3

C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadi otosklerosis :
1. Pendapat umumnya diturunkan secara autosom dominan
2. Bukti ilmiah yang menyatakan adanya virus measles yang mempengaruhi
otosklerosis
3. Beberapa pendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan presipitasi
pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat di temukan di osteoblas pada
lesi sklerotik. 3

D. Patofisiologi
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari
otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral
temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu : 4
1. Fase awal otospongiotic
Gambaran histologis : terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan
grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh
darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran
kemerahan pada membrab timpani. Schwartze sign berhubungan dengan
peningkatan vascular dari lesi mencapai daerah permukaan periosteal.
Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya
akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan
menghasilkan pembentukan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan
pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of
Manasse.
2. Fase akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh
osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak didefosit pada area resorpsi sebelumnya.
Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes
pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu
transmisi suara ke koklea terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli
konduktif.
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang
terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural
pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil
metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat,
hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu
menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran
basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur.
Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih
kontoversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh
Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria
untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear
otosklerosis :
a) Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ kedua telinga
b) Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
c) Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi
stapes pada salah satu telinga
d) Secara tidak biasaadanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli
sensorineural murni
e) Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi
stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
f) CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan
demineralisasi dari kapsul koklear
g) Pada timpanometri ada fenomena on-off.4

E. Tanda Gejala
Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut: 5
1. Penurunan pendengaran
Gejala ini timbul dan biasanya dimulai pada usia 20-an, tidak terasa sakit dan
progresif dengan onset yang lambat. Biasanya terjadi pada satu telinga yang
lambat laun menjalar ke telinga yang lain. Tuli konduksi terjadi pada 80% pasien.
Tuli sensorineural dan campuran terdapat apda 15% pasien. Dan tuli sensorineural
murni terdapat pada 5% pasien.
2. Paracusis wilisii
Seorang pasien otosklerotik mendengar lebih baik di keramaian dari pada di
lingkungan yang sepi. Hal ini disebabkan oleh karena orang normal akan
meningkatkan suara di lingkungan yang ramai.
3. Tidak pernah menyebabkan otalgia, othorrea, pusing berputar atau gangguan
keseimbangan.

F. Interpretasi Pemeriksaan
Anamnesis
Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi
bilateral. Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda. Setelah onset, gangguan
pendengaran akan berkembang dengan lambat. Penderita perempuan lebih banyak
dari laki-laki, umur penderita antara 11-45 tahun, tidak terdapat riwayat penyakit
telinga dan riwayat trauma kepala atau telinga sebelumnya. 5
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang tampak
promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan.
Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus
otosklerosis yang sangat vaskuler.
Pada pemeriksaan dengan garpu tala menunjukkan uji Rinne negatif. Uji
Weber sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan otosklerosis unilateral
atau pada telinga dengan ketulian konduktif yang lebih berat. Gelle’s Test negatif.
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan sampai
sedang yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada frekuensi rendah.
Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam
beberapa kasus tampak adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. hal ini berlainan
pada frekuensi yang berbeda namun maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan
Carhart’s notch (5 dB pada 500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan
5dB pad 4000 Hz) Pada otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch. 5

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaaa fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Diagnosis banding:
1. Anomali telinga tengah congenital
2. Post trauma dislokasi atau fraktur tulang ossikula
3. Proses adhesi timpanosklerosis. 5

H. Tatalaksana
1. Medikamentosa
Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium fluoride sebagai
pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun, berdasarkan keberhasilan
dalam terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini akan meningkatkan aktivitas
osteoblast dan meningkatkan volume tulang. Efeknya mungkin berbeda, pada
dosis rendah merangsang dan pada dosis tinggi menekan osteoblast. Biphosphonat
yang bekerja menginhibisi aktivitas osteoklastik dan antagonis sitokin yang dapat
menghambat resorbsi tulang mungkin bisa memberi harapan di masa depan. Saat
ini, tidak ada rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini. 5
2. Operasi
Penatalaksanaan operasi dengan stapedektomi dan stapedotomi telah
digunakan secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat meningkatkan
pendengaran pada penderita dengan gangguan pendengaran akibat otosklerosis.
a) Stapedektomi
Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang seluruh footplate.
Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis di antara inkus dan
oval window. Protesis ini dapat berupa sebuah piston teflon, piston stainless
steel, piston platinum teflon atau titanium teflon. Piston teflon, merupakan
protesis yang paling sering digunakan saat ini. 80% pasien mengalami
kemajuan pendengaran setelah dilakukan operasi dengan stapedektomi. 5
b) Stapedotomi
Pada teknik stapedotomi, dibuat lubang di footplate, dilakukan hanya
untuk tempat protesis. Sebuah lubang setahap demi setahap dibesarkan dengan
hand-held drill sampai diameter 0,6 mm. Stapes digantikan dengan protesis
yang dipilih kemudian ditempatkan pada lubang dan dilekatkan ke inkus. 5

c) Alat bantu dengar


Alat bantu dengar dapat digunakan apabila pasien menolak untuk dilakukan
operasi atau keadaan umum yang tidak memungkinan untuk dilakukan
tindakan operasi. Hal ini merupakan penatalaksanaan alternatif yang efektif. 5

I. Prognosis
Tingkat keberhasilan pasien yang menjalani operasi stapedektomi adalah 80% dan
hanya 2 % dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi mengalami penurunan
fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss. Satu dari 200 pasien
kemungkinan dapat mengalami tuli total.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J,
Restuti RD. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher, edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2. Paparella MM, Adams GL, Lebine SC, dalam Adams GL, Boies LR, Higler PA.
1997. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
3. Van Den Bogaert K, De Leenheer EMR, Chen W, Lee Y, Numberg P, Pennings
RJE, et al. A Fifth Locus for Otosclerosis, OTSC5, Maps to Chromosome 3q22-24.
J Med Genet. 2004
4. Roland PS & Samy RN. Otosclerosis. In : Bailey BJ. Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Volume two. Philadelphia: J.B Lipincott Company; 2006
5. Becker W, Nauman HH, Platz CR. 1994. Ear, Nose, and Tharoad Diseases : A
Pocket Referance. Stuttgart : Thieme Medical Publisher
6. Dhingra PL. Otosclerosis. In: Diseases of Ear,Nose and Throat. 5th Ed. New
Delhi: Elsevier; 2010

Anda mungkin juga menyukai