Anda di halaman 1dari 7

KOMPLIKASI HIV

Infeksi HIV dilaporkan sedikit berpengaruh pada hasil kehamilan atau komplikasi di
Indonesia DAN negara berkembang lain. Seringkali sulit untuk menentukan kontribusi yang
relatif dari infeksi HIV, penggunaan narkoba dan perawatan antenatal yang tidak memadai
terhadap hasil buruk pada wanita. Namun, hasil kehamilan yang buruk telah dilaporkan
lebih sering terjadi pada sejumlah pasien hasil dari studi di Afrikatermasuk komplikasi
kehamilan dini dan akhir.(Unaids, 2010)

HIV dapat menjadi penyebab langsung atau penanda interaksi kompleks antara
medis dan sosial terkaitkondisi yang mempengaruhi kehamilan. Penelitian lainnyatelah
menunjukkan tidak ada hubungan. Tingkat komplikasi bervariasi di seluruh penelitian dan
mungkin mencerminkan tingkat epidemi dan sifat penyakit terkait HIV di komunitas yang
berbeda. (Unaids, 2010)

Komplikasi persalinan preterm telah dikaitkandengan infeksi HIV dalam beberapa


penelitian. Infeksi HIV-1 dan HIV-2 di Afrika telah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi
terjadinya aborsi spontan. Wanita seropositif HIV 1,47 kali lebih mungkin untuk terjadi
aborsi spontan sebelumnya, dan meningkat 1,81 kali pada wanita di Uganda yang seropositif
untuk HIV dan sifilis. Sebuah studi menunjukkan peningkatan tiga kali lipat di awal
terjadinya aborsi spontan dalam studi tindak lanjut prospektif. (Unaids, 2010)

Tingkat kehamilan ektopik yang lebih tinggi telah dilaporkan pada perempuan HIV-
positif dibandingkan dengan yang tidak terinfeksiwanita, yang mungkin terkait dengan
efekpenyakit menular seksual lainnya.Infeksi saluran genital sepertiNeisseria
gonore,Chlamydia trachomatis,Candida albicansdanTrichomonas vaginalis telah dilaporkan
lebih banyak pada perempuan dengan HIV. Sifilis lebih sering terjadi pada perempuan HIV-
positif dalam penelitian di Afrika. Bersamaan dengan infeksi sifilis ditunjukkan pada 33%
wanita hamil positif HIV di Afrika Selatan tigakali lebih tinggi dari angka pada wanita
seronegatif HIV. Tingkat sifilis yang tinggi ini mungkinmengacaukan penelitian tentang hasil
kehamilan kecuali jika bias potensial dipertimbangkan dalam analisis. (Unaids, 2010)
Pneumonia, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya lebih sering terjadikehamilan
pada wanita seropositif HIV. Selain infeksi ini, infeksi oportunistik terkait HIV dapat
ditemukan selama kehamilan.Tuberkulosis adalah infeksi oportunistik yang paling umum
dan terkait dengan HIV dalam pengembangandunia, dan perhatian khusus harus diberikan
padadiagnosisnya pada wanita hamil HIV-positif.Herpes zoster biasa terjadi pada
perempuan HIV-positif muda, meskipun jarang terjadi pada kelompok usia muda dengan
tidak adanya infeksi HIV. (Unaids, 2010)

Persalinan preterm mungkin lebih umum terjadi pada perempuan HIV-positif,


dengan tingkat kematian dua kali lipat dibandingkan dengan wanita yang tidak terinfeksi
dalam beberapa laporan. (Unaids, 2010)

Wanita dengan HIV positif yang menjadi lemah mendadak pada masa kehamilannya,
harus segera dievaluasi oleh tim multidisiplin (dokter obstetrik, pediatrik dan penyakit
dalam) untuk mencegah kegagalan diagnostik. Komplikasi yang berhubungan dengan HIV
sebaiknya dianggap sebagai penyebab dari penyakit akut pada ibu hamil dengan status HIV
tidak diketahui. Pada keadaan ini, tes diagnostik HIV harus segera dikerjakan.(Valerian,
Kemara and Megadhana, 2011)

HAART dapat meningkatkan resiko lahir prematur. Oleh sebab itu, pemilihan dan
penggunaan terapi ARV yang tepat berperan penting dalam hal ini. Wanita yang terancam
lahir prematur baik dengan atau tanpa PROM harus melakukan skrining infeksi, khususnya
infeksi genital sebelum persalinan. Bayi prematur <32 minggu tidak dapat mentoleransi
medikasi oral, sehingga pemberian terapi ARV pada ibu sesudah dan saat persalinan akan
memberikan profilaksis pada janinnya. Apabila bayi lahir prematur dengan PROM terjadi
pada umur kehamilan >34 minggu, persalinan harus dipercepat. Augmentation dapat
dipertimbangkan jika viral load <50 kopi/mL dan tidak ada kontraindikasi obstetrik.
Pertimbangan tersebut termasuk pemberian antibiotik intravena spektrum luas, jika pasien
terbukti ada infeksi genital atau korioamnionitis. Lain halnya pada umur kehamilan <34
minggu, penatalaksanaannya sama tetapi obat antibiotik oral yang diberikan adalah
eritromisin. Semua ibu hamil, baik yang terinfeksi HIV maupun tidak sangat memungkinkan
untuk menderita anemia. Untuk itu pemeriksaan darah lengkap wajib dikerjakan. (Valerian,
Kemara and Megadhana, 2011)
Dalam penelitian kohort selama10 tahun dari 142 kehamilan dengan kontrol yang
baik, kami menemukan tingkat koinfeksi yang rendahdan komorbiditas yang serius, skrining
genetik abnormaltes, dan komplikasi kehamilan.(Yudin et al., 2016)

Sebagian besar penelitian awal menunjukkan adanya peningkatan risikokelahiran


prematur di antara wanita yang mengkonsumsi ART berasal dari Eropa, dengan tingkat
kelahiran prematur hingga tiga kali lebih tinggipada wanita yang memakai obat ini. (Yudin et
al., 2016)

Presentase terjadinya diabetes gestasional dan hipertensi apapun didapatkan hasil


rendah dalam penelitian kohort (masing-masing 5%). Efek antiretroviralpada metabolisme
glukosa dan resistensi insulin di kalangan ibu hamil masih kurang dipahami, dan ada hasil
yang bertentangan dalam literatur dengansehubungan dengan risiko diabetes gestasional
pada wanita HIV-positif. Gestational diabetes mempersulit 2% sampai 5%kehamilan di
kalangan wanita di Amerika Utara. (Yudin et al., 2016)

Ada insiden rendah kelainan ultrasonografi janin dalam penelitian kohort ini, dan
tidak ada anomali janin yang serius terjadi. Obat antiretroviral tidak dipercaya bersifat
teratogenik. Sebuah meta-analisis terbaru dari 21 penelitian yang menunjukkan perbedaan
kemungkinan cacat lahir di antara bayilahir dari ibu berbasis efavirenz dan tidak diberi
vaksin regimen.Pertumbuhan janin terhambat juga jarang terjadistudi saat ini. Risiko
kelainan pertumbuhan janinnyatidak dilaporkan secara konsisten, dengan beberapa
penelitian melaporkanpeningkatan risiko dan lainnya tidak menunjukkan adanya
peningkatan risiko dan tidak ada asosiasi. Dalam sebuah studi kohort yang cocok di
Kanada,tidak ada perbedaan dalam risiko pembatasan pertumbuhanantara perempuan HIV-
positif dan HIV-negatif kelompok kontrol yang sesuai. Dalam sebuah AmerikaStudi
observasional, tingkat keparahan HIV dikaitkan denganpeningkatan risiko kelainan
pertumbuhan janin setelah disesuaikanuntuk variabel sosiodemografi, penggunaan obat
dan penyakitkerasnya. (Yudin et al., 2016)
Ko-infeksi Hepatitis

Rekomendasi terkini untuk melakukan terapi terhadap perempuan dengan ko-infeksi HIV
dan hepatitis B adalah dengan memberikan tenofovir, lamivudine, telbivudine atau
emtricitabine. Keempatnya memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis B. Sebuah meta
analisis menemukan penggunaan lamivudine efektif mencegah transmisi ibu ke anak,
bahkan pada wanita hamil dengan tingkat infeksi HBV derajat tinggi pada akhir kehamilan.
Wanita yang mendapatkan terapi harus dilakukan pemeriksaan toksisitas liver dan
pemeriksaan follow up rutin level transaminase. Bayi harus mendapatkan imunoglobulin
hepatitis B dan memulai tiga dosis vaksin hepatitis b dalam 12 jam pertama kehidupan.
Kehamilan tidak tampak mempengaruhi infeksi hepatitis C, meski demikian ko-infeksi
dengan HIV meningkatkan resiko transmisi virus hepatitis C. Terapi tiga jenis obat antiviral
dibutuhkan tanpa memperhitungkan viral load.Pada ko-infeksi hepatitis B harus dilakukan
pemeriksaan gejala toksisitas liver dan transaminase harus diperiksa berdasarkan guideline.
Pada HIV ketuban pecah berkepanjangan dapat meningkatkan transmisi hepatitis C
perinatal. Rekomendasi persalinan didasarkan pada status HIV. Bayi dievaluasi dan diperiksa
RNA virus hepatitis C pada usia 2 dan 6 bulan atau antibodi hepatitis C setelah usia 15 bulan.

Profilaksis dan Hasil Luaran Bayi

Antiretroviral pregnancy registry dimana klinisi harus melaporkan paparan terapi antiviral
pada kehamilan berisi kurang lebih 18,000 kasus dan tercatat tidak ada peningkatan risiko
malformasi kongenital bahkan pada trimester pertama, kecuali didanosine dan nelfinavir.
Pemberian efavirenz trimester pertama pernah dilaporkan berkaitan dengan defek neural
tube, namun meta analisis yang ada dan WHO terus merekomendasikan efavirenz sebagai
alternatif di fasilitas yang kurang sumber dana. ART dapat meningkatkan insidens outcome
kehamilan. Beberapa studi menunjukkan bahwa monoterapi zidovudine tidak memiliki efek
negatif terhadap kehamilan.

Meskipun data awal dari sebuah studi cohort di amerika tidak menunjukkan adanya
peningkatan risiko persalinan prematur dengan terapi kombinasi, sebuah studi kolaboratif di
eropah telah menunjukkan adanya risiko persalinan prematur pada perempuan yang
terinfeksi HIV dan mengkonsumsi terapi retroviral kombinasi, dengan odd ratio persalinan
prematur 1,8 untuk terapi kombinasi tanpa inhibitor protease dan 2,6 untuk terapi
kombinasi yang menngandung inhibitor protease. Sebuah trial The Promoting Maternal And
Infant Survival Everywhere (PROMISE) yang dipublikasikan pada tahun 2016 yang
merupakan sebuah RCT pada 3490 perempuan Afrika melaporkan pemberian ART pada
kehamilan cenderung melahirkan bayi prematur (kurang dari 37 minggu usia gestasi)
dengan berat badan bayi kurang dari 2500 gram dibandingkan dengan perempuan yang
mendapatkan monoterapi nonsupresif dengan zidovudine.

Pada studi di Amerika, perempuan hamil terinfeksi HIV rata – rata menunjukkan hasil luaran
kehamilan yang kurang baik termasuk : prematuritas , berat badan rendah, KJDR , APGAR
score abnormal, sama dengan perempuan yang mendapatkan terapi antiretroviral pada
kehamilan dan yang tidak hamil. Pada 2123 perempuan dalam studi, 1590 mendapatkan
monoterapi, 396 mendapatkan terapi kombinasi tanpa inhibitor protease, dan 137
mendapatkan terapi kombinasi dengan inhibitor protease; 1143 tidak mendapatkan terapi
antiretroviral.

Tingkat prematuritas dan sangat prematur tidak berbeda secara signifikan terhadap regimen
antiretroviral meskipun risiko berat badan bayi lahir rendah dan sangat rendah lebih besar
pada mereka yang mendapatkan inhibitor protease, dengan hasil tidak signifikan secara
statistik. Hal ini dimungkinkan karena refleksi viral load yang lebih tinggi dan penyakit lanjut
dibanding dengan paparan inhibitor protease. Pada sebuah studi retrospektif terbaru (2004
– 2012) yang mengevaluasi pola pertumbuhan bayi di Amerika pada kehidupan tahun
pertama mereka yang lahir dari infeksi HIV perinatal dan non perinatal bayi dengan infeksi
HIV perinatal memiliki rata – rata z score panjang per usia rendah berkaitan dengan panjang
bayi lahir. Parameter antropometri kecil usia kehamilan termasuk berat badan lahir dan z
score berat per usia. Investigstor melaporkan hubungan antara level RNA HIV persalinan
dibawah 400 copy/ml meningkatkan z score berat per usia dan berat per panjang. Sebuah
studi meta analisis besar yang melibatkan artikel dari berbagai negara antara tahun 1998
dan 2006 menunjukkan terapi antiretroviral aktif tidak meningkatkan risiko prematur
namun regimen inhibitor protease meningkatkan sedikit. Ada hubungan yang mungkin
antara HAART dan preeklampsia. Perkembangan intoleransi glukosa sering terjadi pada
wanita hamil dengan HIV (Panel, 2017)
Komplikasi Vaskuloplasental

Penyakit yang berkaitan dengan kehamilan disebut juga vaskuloplasental (disebut juga
penyakit plasental iskemik) seperti preeklampsi, eklampsi dan IUGR merupakan morbiditas
dan mortalitas utama baik pada ibu dan fetus. Beberapa studi menyarankan infeksi HIV
maternal berkaitan dengan kondisi – kondisi tersebut tanpa melihat apakah pasien
mendapatkan terapi ARV. Data dari berbagai literatur tidak sama, beberapa melaporkan
adanya kaitan dengan peningkatan risiko komplikasi vaskuloplasental. Sebaliknya beberapa
memberikan efek protektif dan tidak menunjukkan adanya hubungan. Beberapa sulit
diinterpretasikan terutama karena kurangnya informasi mengenai derajat dan beratnya
infeksi HIV, tatalaksananya dan faktor seperti geografi, penggunaan obat dan merokok. Obat
ARV terbaru dan perubahan guideline serta praktik untuk terapi ini juga tidak sama
merasakan obat – obat ini pada kehamilan trimester 2 lebih direkomendasikan bahkan jika
ibu tidak memiliki indikasi untuk dilakukan terapi. Studi yang dilakukan Geoffroy dkk
menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap insidens komplikasi
vaskuloplasental antara dengan dan tanpa infeksi HIV. (Canlorbe G et al, 2015)

Pada sebuah studi yang mereview komplikasi antenatal dan luaran persalinan pada
perempuan dengn HIV positif selama 10 tahun menunjukkan hasil adanya ko-infeksi positif
antara HIV dengan infeksi sifilis, hepatitis B, hepatitis C, gonore, dan rubella dengan hasil
persentase rubella yang paling tinggi sedangkan penyakit komorbid yang umum adalah TB,
asma, hipertensi, malaria, anemia, dan pielonefritis dengan TB menduduki posisi pertama.
Studi ini mengatakan bahwa hasil luaran yang baik berkaitan perempuan hamil HIV positif
dengan tatalaksana dengan akses yang baik pelayanan prenatal dan HIV. Perempuan dengan
HIV positif harus mendapatkan pelayanan optimal selama kehamilan untuk mendapatkan
hasil luaran kehamilan yang maksimal juga. (Yudin M, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Unaids, W. H. O. (2010) ‘Hiv in Pregnancy : a Review’, The health babies, 23, p. 11. Available
at: http://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/jc151-hiv-in-
pregnancy_en_1.pdf.

Valerian, C. M., Kemara, K. P. and Megadhana, I. W. (2011) ‘Tatalaksana infeksi hiv dalam
kehamilan’, pp. 1–14. doi: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4873.

Yudin, M. H. et al. (2016) ‘A Ten-Year Review of Antenatal Complications and Pregnancy


Outcomes Among HIV-Positive Pregnant Women’, Journal of Obstetrics and Gynaecology
Canada. Elsevier Inc, 38(1), pp. 35–40. doi: 10.1016/j.jogc.2015.10.013.

Canlorbe, Geoffroy, et al. "Vasculoplacental complications in pregnant women with HIV infection: a
case-control study." American journal of obstetrics and gynecology 213.2 (2015): 241-e1.

Panel on Treatment of HIV-Infected Pregnant Women and Prevention of Perinatal Transmission.


Recommendations for Use of Antiretroviral Drugs in Pregnant HIV-1 Infected Women for Maternal
Health and Interventions to Reduce Perinatal HIV Transmission in the United States. National
Institutes of Health. Available at https://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/perinatalgl.pdf.
Accessed: September 5, 2017.

Anda mungkin juga menyukai