Anda di halaman 1dari 17

DENGUE VIRUS (Virology) & DENGUE FEVER (BRIEF CLINICAL

SCIENCE)
Source:
1. Jawetz’ Medical Microbiology 27
2. Murray’s Medical Microbiology 8 
3. Sherris’ Medical Microbiology 6 
4. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic
Fever (Expanded and Revised Edition - WHO South East Asia Region, 2011)
5. Dengue : Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, WHO, 2009
6. CDC Yellow Book 2018

A. DEFINISI
 Dengue (breakbone fever) adalah sebuah infeksi yang mosquito-borne yang disebabkan oleh
sebuah flavivirus yang dikarakteristikkan oleh demam, nyeri kepala berat, nyeri otot dan sendi
(joint), mual dan muntah, sakit mata, dan rash.
 Bentuk berat dari penyakit ini, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome
(DSS), principally affect children.

B. EPIDEMIOLOGI
 Dengue virus (Flavivirus) memliki 4 related serotypes (DEN 1-4), any of which boleh jadi exist
concurrently dalam satu area endemis tertentu.
 Virus-virus dengue terdistribusi luas di seluruh dunia di daerah-daerah (region) tropis.
Kebanyaan daerah-daerah (regions) tropis dan subtropics di sekeliling dunia di mana vektor-
vektor Aedes ada (exist) adalah area-area endemis.
o Dalam past 20 years, dengue epidemis telah muncul sebagai masalah di Benua Amerika.
o Pada 1995, lebih dari 200.000 kasus dengue dan lebih dari 5500 kasus dengue hemorrhagic
fever terjadi di Benua Amerika Tengah dan Selatan.
o Pola penyakit yang berubah mungkin terkait dengan pertumbuhan populasi urban yang
cepat, overcrowding, dan kurang ketatnya usaha kontrol nyamuk.
o Pada tahun 2008, dengue adalah penyakit viral yang mosquito-borne yang paling penting
yang menjangkit/mempengaruhi manusia. Ada sekitar (terestimasi) 50 juta atau lebih kasus
dengue setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan 400,000 kasus dengue hemorrhagic fever.
The latter adalah penyebab utama kematian di masa kanak-kanak pada beberapa (several)
negara-negara di Asia.
 Dengue endemis pada lebih dari 100 negara.
 Ada lebih dari 100 negara di mana dengue telah menjadi endemis.
 Dengue virus merupakan 1 masalah utama seluruh dunia dengan minimal 100 juta kasus dengue
fever dan 300,000 kasus dengue hemorrhagic fever (DHF) terjadi setiap tahun.
 Virus ini dan vektornya hadir di Amerika Selatan bagian tengah dan Utara, dan kasus-kasus telah
terjadi di Puerto Rico, Texas, dan Florida.
 Agen-agen viral ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama Afrika, benua Amerika,
Mediterranean Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, Timur Tengah, Africa, the Far East, dan
Kepulauan Karibia. Mereka pernah menginvasi Amerika Serikat di masa lalu.
 Insidensi DHF yang lebih serius telah berlipat ganda empat kali lipat (quadrupled) sejak 1985.
 Pada tahun 1981 di Kuba, dengue-2 virus menginfeksi satu populasi yang sebelumnya terpapar
dengue-1 virus antara 1977 dan 1980, mengakibatkan sebuah epidemic lebih dari 100,000 kasus
DHF/DSS dan 168 kematian.
 Resiko sindroma demam berdarah (hemorrhagic fever syndrome) sekitar 0.2% selama infeksi
dengue pertama tetapi minimal 10x lebih tinggi selama infeksi dengan satu serotype virus
dengue kedua. The fatality rate dengan demam berdarah dengue bisa mencapai 15% tetapi bisa
dikurangi menjadi kurang dari 1 persen dengan treatment yang layak (proper).
 Rasio infeksi yang tidak tampak (inapparent) terhadap yang tampak (apparent) bervariasi, tidak
tetap, tetapi boleh jadi sekitar 15 terhadap 1 untuk infeksi primer ; rasionya lebih rendah pada
infeksi sekunder.
 Diperkirakan sekitar 100 juta orang terinfeksi oleh dengue virus setiap tahunnya secara global.
 Pada komunitas urban, dengue epidemics bersifat eksplosif dan melibatkan porsi yang besar
(appreciable) dari populasi. Mereka sering dimulai selama musim hujan (rainy season), ketika
sang nyamuk vektor, Aedes aegypti (A aegypti), sedang ada dalam jumlah banyak (is abundant).
Nyamuk ini berkembang biak (breeds) pada iklim tropis atau semitropis pada penampungan air
(water-holding receptacles atau dalam tanaman yang dekat dengan tempat tinggal manusia.
 Vektor :
o A aegypti, adalah nyamuk vektor utama untuk dengue di Hemisfer Barat bumi. Nyamuk
betina memperoleh (acquires) virus dengue dengan makan dari satu manusia yang viremis
(di dalam darahnya ada virus (feeding upon a viremic human). Setelah satu periode 8-14
hari, nyamuk-nyamuk ini menjadi bersifat infektif dan mungkin tetap demikian seumur hidup
mereka (1-3 bulan). Pada daerah dan iklim tropis, perkembangbiakan nyamuk sepanjang
tahun memelihara keberadaan (maintains) penyakit ini (dengue).
o Aedes albopictus, satu nyamuk yang berasal dari Asia, ditemukan di Texas pada tahun 1985 ;
by 1989 nyamuk ini telah menyebar ke seluruh Amerika Serikat bagian Tenggara, di mana A
aegypti, principal vector untuk dengue virus, prevalen. Kontras terhadap A aegypti, yang
tidak bisa overwinter (hidup bertahan melalui sepanjang musim dingin) di daerah-daerah
Utara (northern states), A albopictus bisa bertahan hidup melalui sepanjang musim dingin
jauh di Utara (farther north), meningkatkan resiko dari epidemic dengue di Amerika Serikat.
 Perang Dunia II bertanggung jawab untuk penyebaran dengue dari Asia Tengara throughout the
Pacific region. Hanya dengue tipe 2 yang hadir di Benua Amerika selama bertahun-tahun.
Kemudian, pada 1977, satu virus dengue tipe 1 terdeteksi untuk pertama kali di Hemisphere
Barat. Pada 1981, dengue tipe 4 pertama kali dikenali (recognized) di Hemisphere Barat diikuti
dengan pada 1994 dengan dengue tipe 3. Virus-virus ini sekarang tersebar di seluruh
(throughout) Amerika Tengah dan Selatan, dan demam berdarah dengue bersifat endemis di
banyak negara.
 Endemic dengue di the Carribean (Karibia) dan Mexico adalah sebuah ancaman konstan untuk
Amerika Serikat, di mana nyamuk-nyamuk A aegypti prevalen pada bulan-bulan musim panas.
Concurrent dengan meningkatnya aktivitas epidemis dengue di area tropis, telah ada
peningkatan dalam jumlah kasus yang diimpor ke dalam Amerika Serikat. By 2010, dengue
merupakan penyebab utama febrile illness di antara para penjelajah (travelers) yang kembali
dari Karibia, Amerika Latin, dan Asia. Kasus demam berdarah dengue pertama yang didapat
secara lokal di Amerika Serikat terjadi di Texas Selatan pada tahun 2005. Dari 2009 hingga 2010
28 kasus dengue yang didapat seara lokal terjadi di Key West, Florida.
C. INFECTIOUS AGENT
 Dengue merupakan suatu penyakit demam akut (acute febrile illness) yang disebabkan oleh
salah satu yang manapun dari 4 related positive-sense, single stranded RNA viruses of the genus
Flavivirus, dengue viruses 1, 2, 3, or 4.[6]

D. VIROLOGI
 Virus dengue (Dengue viruses) adalah anggota dari genus Flavivirus dan family Flaviviridae.
 Virus-virus yang kecil ini (50 nm) mengandung single-strand RNA (positif) sebagai genome.
 Virion dari virus ini terdiri dari satu nucleocapsid dengan cubic symmetry yang enclosed dalam
sebuah lipoprotein envelope.
 Genome virus ini sebesar 11.644 nucleotides panjangnya, dan terdiri dari 3 structural protein
genes encoding the nucleocapsid or core protein (C), a membrane-associated protein (M), and
envelope protein (E), and 7 non structural (NS) protein genes. Di antara protein-protein non
struktural, envelope glycoprotein, NS1, memiliki kepentingan diagnostic dan pathological. NS1
berukuran 45 kDa dan terkait dengan aktivitas hemaglutinasi dan neutralisasi oleh virus.
 Partikel virus dengue yang dewasa/matur berbentuk spherical dengan diameter 50 nm
mengandun multiple copies of 3 structural proteins, satu host-derived membrane bilayer dan
sebuah single copy of a positive-sense, single-stranded RNA genome. Genome ini kemudian is
cleaved oleh host dan viral proteases menjadi 3 protein struktural (capsid, C, prM, prekursor dari
membr M, protein dan envelope, E) dan 7 protein non struktural (NS).
 Virus-virus dengue membentuk sebuah kompleks khas dalam genus Flavivirus berdasarkan pada
karakteristik antigenic dan biologis. Ada 4 serotipe virus yang berbeda tetapi berhubungan erat,
yang designated sebagai DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Infeksi dengan satu serotype
manapun akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotype virus tersebut.
Meskipun seluruh 4 serotipe serupa secara antigenic, mereka cuku berbeda untuk memicu
cross-protection hanya untuk beberapa bulan setelah infeksi oleh salah satu yang manapun di
antara mereka. Infeksi sekunder dengan serotype lain atau multiple infections dengan serotypes
yang berbeda mengakibatkan bentuk berat dari dengue (DHF/DSS)
 There exists considerable genetic variation dalam seterotipe dalam bentuk “sub-types” atau
“genotypes” yang khas secara filogenetik (phylogenetically distinct).
 Saat ini, 3 subtipe bisa diidentifikasi untuk DENV-1, 6 untuk DENV-2 (salah satunya ditemukan
pada primate non manusia), 4 untuk DENV-3, dan 4 untuk DENV-4, dengan 1 subtipe DENV-4
yang lain eksklusif untuk primate non manusia.
 Genotypes yang khas atau lineages (virus-virus yang berkerabat erat dalam nucleotide sequence)
telah teridentifikasi dalam setiap serotype, highlighting variabilitas genetic yang ekstensif dari
dengue serotypes. Purifying selection tampak menjadi satu tema yang dominan dalam evolusi
virus dengue, namun, seperti demikian hanya virus-virus yang “fit” untuk manusia maupun
vektor yang dijaga (maintained). Di antara mereka, “Asian” genotypes of DEN-2 and DEN-3
sering dikaitkan dengan penyakit berat mengiringi (accompanying) infeksi dengue sekunder.
 Intra-host viral diversity (quasispecies) juga telah dideskripsikan dalam human hosts.
 Dengue viruses dari seluruh 4 serotypes telah dikaitkan dengan epidemi demam dengue (dengue
fever), dengan atau tanpa DHF, dengan berbagai derajat keparahan.
 Vektor nyamuknya (A aegypti) sama seperti domestic vector dari yellow fever.
 Siklus transmisi yang diketahui adalah manusia – nyamuk – manusia, meski sebuah sylvatic cycle
yang melibatkan monyet boleh jadi ada.
 Periode inkubasinya 4 hingga 10 hari.

D. VEKTOR (Vectors of Dengue)


1) Jenis Vektor
Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. Aegypti) da Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae. Albopictus) adalah 2
vektor dengue yang paling penting. Berbagai serotype virus dengue ditransmisikan ke manusia
melalui gigitan nyamuk-nyamuk Aedes yang terinfeksi, principally Ae. Aegypti.
 Aedes (Stegomyia) aegypti
 Nyamuk ini adalah satu spesies tropis dan subtropics yang secara luas terdistribusi di
sekeliling dunia, kebanyakan di antara latitudes (garis lintang) 35°N dan 35°S. Batas-batas
geografis ini berkorespondensi diperkirakan terhadap sebuah winter isotherm of 10°C.
 Ae. aegypti telah ditemukan di daerah sejauh ke Utara di Lintang 45°N, tetapi invasi
seperti demikian telah terjadi selama bulan-bulan yang lebih hangat dan nyamuk-nyamuk
belum pernah survived pada musim dingin.
 Juga, karena temperature yang lebih rendah, Ae. Aegypti secara relative tidak umum di
daerah ketinggian di atas 1000 meter.
 Tahap-tahap imatur ditemukan pada habitat-habitat yang terisi air, kebanyakan pada
container buatan yang berhubungan dekat dengan tempat tinggal manusia dan sering
ditempatkan indoors.
 Penelitian menegaskan bahwa kebanyakan nyamuk Ae. Aegypti betina mungkin
menghabiskan hidup mereka di dalam atau di sekeliling rumah-rumah ketika mereka
emerge sebagai dewasa. Ini berarti bahwa orang, ketimbang nyamuk, secara cepat
memindahkan virus di dalam dan di antara komunitas-komunitas.
 Nyamuk ini aslinya berasal dari Afrika, di mana ia hadir sebagai satu spesies feral yang
berkembang biak di hutan-hutan (forests) yang tidak dihuni (independent of) manusia.
Pada later stage, spesies ini beradaptasi dengan lingkungan peridomestic dengan
berkembang biak di wadah-wadah penampungan/penyimpanan air di daerah Afrika.
Perdagangan budak dan commerce dengan rest of the world pada abad ke 17 hingga 19
menyediakan mekanisme untuk spesies ini untuk diperkenalkan ke “New World” dan Asia
Tenggara.
 By 1800, spesies ini telah entrenched dirinya sendiri dalam banyak kota-kota pantai tropis
besar di sekeliling dunia.
 Perang Dunia II telah menyediakan kesempatan lain bagi spesies ini untuk penetrasi ke
arearea inland melalui peningkatan navigasi ke dalam hinterland melalui country boats
pada sistem sungai. Meningkatnya pengangkutan, kontak manusia, urbanisasi, dan
proliferasi skema supply air minum akhirnya engakibatkan spesies ini getting entrenched
pada area urban maupun rural di rural areas pada hampir seluruh bagian dunia.
 On account of tingginya derajat domestikasi spesies ini dan kuatnya afinitas spesies ini
terhadap darah manusia, ia mencapai kapasitas vektorial yang tinggi untuk transmisi
DF/DHF di seluruh area di mana ia prevailed. As per the distribution related records, Ae.
Aegypti sekarang bertahan/membandel di kebanyakan negara-negara, dan bahkan di
negara-negara dari mana ia telah dihapuskan.
 Hari ini, Ae. Aegypti adalah satu spesies cosmotropical antara lintang 45°N dan 35°S.
 Wabah dengue juga telah dikaitkan dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies dari kompleks Aedes scutellaris. Setiap dari spesies-spesies ini memiliki ekologi, perilaku,
dan distribusi geografis tertentu.
 Aedes (Stegomyia) albopictus
 Berasal dari (belongs to) grup scutellaris dari subgenus Stegomyia.
 Ini merupakan spesies dari Asia yang asli (indigenous) menghuni Asia Tenggara dan
pulau-pulau di Pasifik Barat dan Samudera Hindia. Namun, selama beberapa decade
terakhir spesies ini telah menyebar ke Afrika, Asia Barat, Eropa, dan Benua Amerika
(Utara dan Selatan) setelah memperpanjang jangkauannya ke Timur ke pulau-pulau
Pasifik selama abad 20 awal.
 Mayoritas pengenalan nyamuk ini bersifat pasif karena transportasi telur-telur yang
dormant melalui international shipments of used tyres.
 Pada negara-negara yang baru diinfestasi dan mereka yang terancam dengan
introduksi, telah ada kekhawatiran yang considerable bahwa Ae. Albopictus akan
menyebabkan wabah serius untuk penyakit arboviral karena Ae. Albopictus adalah
satu vektor yang kompeten untuk minimal 22 arboviruses,notably denuge (semua
keempat serotype), yang lebih umumnya disebarkan oleh Ae. Aegypti.
 Dalam abad-abad belakangan ini Aedes albopictus telah menyebar dari Asia ke Afrika,
benua Amerika dan Eropa, terutama dibantu oleh perdagangan internasional dalam
ban-ban yang dipakai di mana telur-telur nyamuk are deposited ketika mereka
menampung air hujan. Telur-telur tersebut bisa tetap viable untuk selama beberapa
bulan dalam ketiadaan air.
2) Vectorial Competency dan Vectorial Capacity
Kedua terminology ini telah digunakan secara bergantian dalam literature. Namun, baru-baru ini
telah didefinisikan
 Vectorial competency
o Mendenotasikan
 Kerentanan yang tinggi terhadap virus yang menginfeksi
 Kemampuan untuk mereplikasi virus
 Kemampuan untuk mentransmisikan virus ke host yang lain.
o Baik Ae. Aegypti maupun Ae. Albopictus membawa kompetensi vektorial yang tinggi untuk
dengue viruses.
 Vectorial capacity
Diperintah oleh karakteristik environmental dan biologis dari spesies, dan sehingga kedua
spesies berbeda dalam vectorial capacity mereka.
 Ae. Aegypti adalah seekor pemakan (feeder) yang sangat (highly) domesticated, sangat
(strongly) anthropophilic dan nervous (e., ia menggigit lebih dari 1 host untuk
melengkapi 1 blood meal) dan merupakan 1 spesies yang discordant (misalnyak ia
membutuhkan lebih dari 1 feed untuk memenuhi/melengkapi gonotropic cycle-nya).
Kebiasaan ini secara epidemiologis menghasilkan generasi multiple cases dan clustering
kasus-kasus dengue di kota-kota
 On contrary, Ae. Albopictus masih menjaga feral moorings dan partly invades area
peripheral dari kota-kota urban, dan maka makan (feeds) dari mania maupun hewan. Ia
adalah feeder yang agresif dan sebuah spesies yang concordant (misalnya, spesiesw ini
bisa melengkapi blood meal nya dalam one go pada 1 orang dan juga tidak
membutuhkan sebuah blood meal kedua untuk melengkapi gonotropic cycle. Maka, Ae.
Albopictus membawa vectorial capacity yang kurang dalam sebuah siklus epidemis
urban.

E. HOST
Virus-virus dengue, telah berevolusi dari nyamuk, beradaptasi terhadap primate non manusia dan
kemudian kepada manusia dalam sebuah proses evolusi. Viraemia di antara manusia-manusia
membangun titer yang tinggi 2 hari sebelum onset demam (non-febrile) dan berlangsung selama 5-7
hari setelah onset demam (febrile.) Hanya selama 2 periode ini spesies vektor memperoleh infeksi.
Maka, manusia menjadi dead-ends untuk transmisi. Penyebaran infeksi terjadi melalui gerakan host
(manusia) karena pergerakan vektor sangat terbatas.
Kerentanan manusia tergantung pada status imun dan predisposisi genetic. Baik kera dan
manusia merupakan amplifying hosts dan virus dengue is maintained oleh nyamuk-nyamuk secara
transovarial melalui telur-telur.

Setelah 1 periode inkubasi selama 4-10 hari, infeksi oleh salah satu yang manapun dari 4
serotipe virus dengue bisa menghasilkan a wide spectrum of illness, meskipun kebanyakan infeksi
bersifat asimptomatik (tidak bergejala) atau subklinis (Chapter 2). Infeksi primer diduga/dipikir
menginduksi kekebalan protektif seumur hidup terhadap serotype yang menginfeksi (46). Individu
yang menderita infeksi terlindung/terproteksi dari penyakit klinis dengan 1 serotipe yang berbeda
dalam 2-3 bulan of the/dari infeksi primer tetapi tanpa cross-protective immunity jangka panjang.
Faktor risiko individual menentukan tingkat keparahan penyakit dan meliputi infeksi sekunder, usia,
etnisitas, dan possibly chronic diseases (bronchial asthma, sickle cell anaemia dan diabetes mellitus).
Anak-anak kecil terutama boleh jadi kurang bisa ketimbang dewasa untuk mengompensasi bocor
kapiler dan konsekuensinya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami dengue shock.
Studi seroepidemiological di Kuba dan Thailand secara konsisten mendukung peran infeksi
heterotypic sekunder sebagai satu faktor risiko untuk dengue berat, meski ada sedikit lporan kasus-
kasus berat terkait dengan infeksi primer (47–50). Interval waktu antara infeksi-infeksi dan the
particular viral sequence of infections may also be of importance. Misalnya, a higher case fatality
rate teramati di Kuba ketika infeksi DEN-2 mengikuti/terjadi setelah DEN-1 setelah satu interval 20
tahun dibandingkan dengan interval 4 tahun.. Dengue berat juga teramati secara teratur/regular
Selma infeksi primer pada infants yang lahir dari ibu-ibu yang kebal terhadap dengue.
Antibody-dependent enhancement (ADE) of infection telah dihipotesiskan (51,52) sebagai
sebuah mekanisme untuk menjelaskan dengue berat alam perjalanan suatu infeksi sekunder dan
pada infants dengan infeksi primer. Dalam model ini, non-neutralizing, cross-reactive antibodies
yang muncul selama sebuah infeksi primer, atau diperoleh secara pasif saat kelahiran, berikatan
kepada epitopes pada permukaan sebuah heterologous infecting virus dan memfasilitasi masuknya
virus ke dalam Fc-receptor-bearing cells. Jumlah sel-sel terinfeksi yang meningkat diprediksi untuk
mengakibatkan satu higher viral burden dan induksi respon imun yang sangat kuat (robust) yang
meliputi inflammatory cytokines and mediators, sebagian dari mereka (inflammatory cytokines and
mediators) mungkin berkontribusi terhadap kebocoran kapiler. Selama sebuah infeksi sekunder,
cross-reactive memory T cells are juga secara cepat diaktivasi, berproliferasi, mengekspresikan
cytokines dan mati melalui apoptosis in a manner yang generally berkorelasi dengan keparahan
penyakit secara keseluruhan. Host genetic determinants mungkin mempengaruhi clinical outcome
dari infeksi (53,54), meski kebanyakan penelitian telah belum mampu adequately address this issue.
Studies in the American region show the rates of severe dengue lebih rendah pada individu
keturunan Afrika ketimbang mereka dari kelompok etnis lain. (54)
Virus dengue masuk melalui kulit ketika seekor nyamuk yang terinfeksi meminum darah.
SElama fase akut dari penyakit denuge, virus ini (virus dengue) ada di dalam darah dan
pembersihanny dari kompartemen ini umumnya coincides with defervescence. Respon-respon imun
humoral dan cellular dianggap (are considered to) berkontribusi terhadap virus clearance via the
generation of neutralizing antibodies dan aktivasi limfosit T CD4+ dan CD8+. Tambahannya, innate
host defence mungkin membatasi infeksi oleh virus isni. Setelah infeksi, , serotype specific and cross-
reactive antibodies and CD4+ and CD8 + T cells tetap bisa diukur sampai bertahun-tahun.
Kebocorn plasma, haemoconcentration dan abnormalitas dalam homeostasis
mengkarakteristikkan dengue berat. Mekanisme-mekanisme yang mengakibatkn penyakit berat tak
terdefinisikan dengan baik tetapi respon imun, latar belakang genetic individu dan karakteristik virus
yang menyerang mungkin semuany berkontribusi terhadap dengue berat.
Data baru-baru ini (sekitar 2009) mensugestikan bahwa aktivasi sel-sel endothelial bisa
mediate kebocoran plasma (55,56). Kebocoran plasma diduga/dipikr terkait/terasosiasi dengna efek
fungsional ketimbang efek destruktif pada sel-sel endothelial. Aktivasi monosit dean sel-sel T yang
terinfeksi, sistem komplemen dan produksi mediators, monokines, cytokines dan soluble receptors
boleh jadi juga terlibat dalam endothelial cell dysfunction. Thrombocytopenia boleh jadi terasosiasi
dengan perubahan/ alterations dalam megakaryocytopoieses oleh infeksi pada sel-sel
haematopoietic manusia dan terganggunya pertumbuhan sel progenitor, mengakibatkan platelet
dysfunction (aktivasi dan agregasi platelet), meningkatnya penghancuran atau consumption
(peripheral sequestration and consumption). Haemorrhage boleh jadi sebuah konsekuensi dari
the thrombocytopenia and associated platelet dysfunction or disseminated intravascular
coagulation. Ringkasnya, sebuah ketidakseimbangan yang sementara dan dapat dibalikkan
(reversible) pada mediator inflamasi, cytokines dan chemokines terjadi selama dengue berat,
mungkin didorong oleh a high early viral burden, dan mengakibatkan dysfunction of vascular
endothelial cells, derangement of the haemocoagulation system kemudian menuju kebocoran
plasma, shock dan perdarahan (bleeding).

F. IMUNITAS DAN PATOGENESIS


 4 serotipe dari virus dengue ada (exist) yang bisa dibedakan dengan molecular-based assays dan
melalui uji neutralization.
 Infeeksi memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotype tersebut (yang menyerang),
tetapi cross-protection antara serotypes berjangka waktu pendek.
 Proteksi setelah recovery bersifat serotype specific. Orang yang pulih/recover dari infeksi
oleh satu serotype terproteksi seumur hidup terhadap serotype yang sama. Ada beberapa
imunitas cross-reactive terhadap serotypes lain, yang hanya sementara (dalam jangka
pendek) dan partial (incomplete).
 Reinfeksi dengan sebuah virus dengan satu serotype yang berbeda setelah serangan primer lebih
cenderung untuk menghasilkan penyakit yang berat (dengue hemorrhagic fever – demam
berdarah dengue).
 Patogenesis dari severe syndrome terebut melibatkan preexisting dengue antibody (antibodi
terhadap dengue yang sudah ada sebelumnya. Dipostulasikan bahwa virus-antibody complexes
dibentuk dalam beberapa (a few) hari dari infeksi dengue kedua dan antibodi yang non-
neutralizing dan justru enhancing mempromosikan infeks terhadap lebih banyak sel-sel
mononuclear diikuti dengan pelepasan cytokines, vasoactive mediators, dan procoagulants,
mengakibatkan koagulasi intravascular yang terdisseminasi (disseminated intravascular
coagulation – DIC) yang terlihat pada sindroma demam berdarah (hemorrhagic fever syndrome).
Respon imun seluler yang cross-reactive (Cross-reactive cellular immune responses) terhadap
dengue virus boleh jadi juga terlibat.

F. TRANSMISI[6]
 Transmission terjadi melalui gigitan nyamuk-nyamuk Aedes yang terinfeksi, utamanya Aedes aegypti
dan Ae. albopictus. [6]
 Oleh karena viremia yang diperkirakan selama 7 hari pada manusia transmisi melalui darah
(bloodborne) dimungkinkan melalui pajanan/paparan terhadap darah yang terinfeksi, organ-organ
tubuh yang terinfeksi, atau jaringan lain (seperti sumsum tulang) yang terinfeksi.[6]
 Tambahannya, transmisi penyakit ini secara perinatal terjadi ketika ibu terinfeksi menjelang/di dekat
waktu melahirkan, di mana infeksi terjadi melalui mikrotransfusi ketika plasenta terlepas (is detached)
atau melalui kontak mukosal dengan darah ibu selama kelahiran.[6]
 Transmisi congenital belum didokumentasikan.[6]
 Dengue mungkin juga ditularkan melalui air susu ibu.[6]
 Tidak ada bukti transmisi melalui kontak seksual.[6]

TRANSMISI VIRUS DENGUE (WHO)


Humans are the main amplifying host of the virus. Dengue virus yng bersirkulasi di dalam darah
manusia yang viraemic diingesti oleh nyamuk betina selama merka makan. Virus tersebut kemudian
menginfeksi mid-gut nyamuk tersebut dan subsequently menyebar secara sistemik over a period of
8-12 hari. Setelah periode inkubasi ekstrinsik ini, virus dengue bisa ditransmisikan ke manusia lain
selama subsequent probing or feeding. Periode inkubasi ekstrinsik dipengaruhi sebagian oleh kondisi
lingkungan, terutama ambient temperature. Thereafter the mosquito tetap infektif seumur
hidupnya. Ae. aegypti adalah salah satu dari vektor-vektor yang paling efisien untuk arboviruses
karena ia sangat anthropophilic, sering mengigit beberapa (several) kali sebelum melengkapi
oogenesis, dan hidup (thrives) sangat dekat dengan manusia. Transmisi vertical (transovarial
transmission) virus dengue telah didemonstrasikan di laboratorium tetapi jarang di lapangna.
Signifikansi transmisi vertical untuk pemeliharaan virus tersebut belum diphami dengan baik.
Sylvatic dengue strains di beberapa bagian Afrika dan Asia mungkin jug mengakibatkan infeksi pada
manusia, menyebabkan penyakit ringan. Beberapa (several) faktor bisa mempengaruhi dinamika
transmisi virus – meliputi faktor lingkungan dan iklim, interaksi host-patogen dan population
immunological factors. Iklim secara langsung mempengaruhi biologi vektor dan sehingga
memepengaruhi their abundance dan distribusi mereka; it is consequently merupakan 1 determinan
yang penting untuk vector-borne disease epidemics.
 Terjadi dalam 3 siklus
 Siklus enzootic
Satu siklus sylvatic primitive dijaga dengan siklus kera – Aedes – Kera seperti yang dilaporkan
dari Asia Selatan dan Afrika. Virus-virus di sini tidak patogen terhadap kera dan viraemia
berlangsung 2-3 hari. Seluruh 4 serotipe dengue (DENV-1 hingga -4) telah terisolasi dari
monyet-monyet
 Siklus epizootic
Virus dengue crosses over ke primate non manusia dari siklus epidemic manusia yang
adjoining dengan vektor jembatan. Di Sri Lanka, siklus epizootic teramati di antar monyet-
monyet toque (Touqe macaques) (Macaca sinica) selama 1986-1987 dalam satu area
penelitian pada sebuah basis serological. Dalam area penelitian (3 kilometer), 94% macaques
ditemukan terinfeksi (affected)
 Siklus epidemic
Siklus epidemis dijaga oleh siklus human – Aedes aegypti – human dengan epidemis
periodic/siklik. Biasanya, seluruh serotype bersirkulasi dan memunculkan hyperendemicitiy.
Ae. Aegypti memiliki biasanya kerentanan yang rendah terhadap infeksi oral tetapi
anthrophily nya yang kuat dengan perilaku multiple feeding dan habitatnya yang highly
domesticated membuatnya menjadi 1 vektor yang efisien. Persistensi virus dengue, maka,
bergantung pada pengembangan viral titres yang tinggi pada human host untuk menjamin
(ensure) transmisi dalam nyamuk.

 TRANSMISI DF/DHF
Untuk terjadinya transmisi nyamuk Ae. aegypti betina harus menggigit seorang manusia yang
terinfeksi selama fase viraemik dari penyakit dengue yang bermanifestasi 2 hari sebelum onset
demam dan berlangsung 4-5 hari setelah onset demam. Setelah ingesti makanan dari darah yang
terinfeksi, virus dengue berreplikasi di dalam lapisan sel epithel pada the midgut dan kabur ke dalam
haemocoele untuk menginfeksi kelenjar saliva dan akhirnya memasuki/masuk ke dalam the saliva
menyebabkan infeksi selama probing. The genital track juga terinfeksi dan virus mungkin untuk
memasuki telur-telur yang sudah berkembang secara penuh pada waktu oviposition. Periode
inkubasi ekstrinsik berlangsung dari 8 higga 12 hari dan nyamuk tersebut (the mosquito) tetap
terinfeksi seumur hidupnya. Periode inkubasi intrinsic covers/mencakup 5 hingga 7 hari. 22

 Seasonality and intensity of transmission


Transmisi Dengue biasanya terjadi selama musim hujan ketika temperature dan kelembaban
udara kondusif untuk membangun perkembangbiakan populasi vektor dalam habitat sekunder
demikian juga untuk mosquito survival yang lebih lama. In arid zones where rainfall is scanty during
the dry season, populasi vektor yang tinggi membangun di wadah penyimpanan buatan manusia.
Ambient temperature, selain mempercepat (hastening) siklus hidup Ae. aegypti dan menghasilkan
produksi nyamuk-nyamuk berukuran kecil, juga mengurangi periode inkubasi ekstrintik untuk virus
ini (dengue). Nyamuk-nyamuk betina berukuran kecil dipksa untuk mengambil makan lebih banyak
darah untuk memperoleh protein yang dibutuhkan untuk produksi telur . Ini memiliki efek
mmeningkatkan jumlah individu yang terinfeksi dan mempercepat pembangunan epidemik selama
musim kemarau (kering).
Sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap inisiasi dan pemeliharaan sebuah epidemic
meliputi: (i) the strain of the virus, yang mungkin mempengaruhi magnitude dan durasi viraemia
pada manusia; (ii) the density (kepadatan), perilaku dan kapasitas vectorial pada populasi vektor; (iii)
kerentanan (susceptibility) populasi manusia (keduanya, baik faktor genetic dan pre-existing immune
profile); dan (iv) the introduction of the virus into a receptive community. 21

I. Features of dengue viral infection in the community


a. DF/DHF syndrome
DF/DHF dikarakteristikkan dengan fenomena “gunung es” atau piramida. Di dasar piramida tersebut,
kebanyakan kasus-kasus tidak bergejala (symptomless), diikuti oleh DF, DHF dan DSS. Clusters of
cases telah dilaporkan di rumah tangga atau lingkungan tertentu karena feeding behaviour of the
vector. 23
b. Affected population
The population affected bervariasi dari 1 wabah ke yang lain. Estimasi actual bisa dibuat dengn
memperoleh clinical/subclinical ratios selama epidemics. In a well-defined epidemic study in
North Queensland, Australia, with primary infection, 20% to 50% of the population was found
affected. 24
c. Severity of the disease
Serotipe yang menghasilkan infeksi sekunder dan, terutama, urutan serotype yang menyerang (the
serotype sequence) penting untuk memstikan keparahan penyakit ( ascertain the severity of the
disease). Semua dari keempat serotype mampu menghasilkan kasus DHF. Namun, selama sequential
infections, hanya 2% to 4% dari individu yang mengembangkan penyakit berat.25
Studi di Thailand telah mengungkatpakn bahwa the DENV-1/DENV-2 sequence of infection
terasosiasi dengan risiko 500 kali lipat untuk terkena DHF dibandingkan dengan infeksi primer. Untuk
the DENV-3/DENV-2 sequence resikonya sebesar 150 kali lipat, dan a DENV-4/DENV-2 sequence
memiliki 50-kali lipat resiko untuk terkena DHF. 26 Tidak ada batas waktu untuk sensitization setelah
sebuah infeksi primer (primary infection). The 1997 Santiago de Cuba
epidemic secara jelas mendemonstrasikan bahwa dengan introduction of DENV-2, DHF telah terjadi
16–20 tahun setelah infeksi primer dengan DENV-1. 27
d. Transmission sites
Karena terbatasnya jangkauan terbang nyamuk Ae. aegypti, 13 penyebaran DF/DHF disebabkan oleh
pergerakan manusia. Receptivity (tingginya potensi perkembangbiakan untuk Ae. aegypti) dan
vulnerability (tingginya potensi untuk importation of virus) perlu dipetakan. Any congregation at
receptive areas akan menghasilkan transmisi dari nyamuk terinfeksi ke manusia atau dari manusia
yang viraemic human ke nyamuk yang belum terinfeksi. Rumah sakit, sekolah, institusi keagamaan,
dan pusat hiburan di mana orang-orng berkumpul menjadi the foci of transmission on account of
high receptivity and vulnerability for DF/DHF. Pergerakan manusia yang lebih jauh menyebarkan
infeksi ke bagian-bagian yang lebih besar dalam kota.28

G. Perubahan Iklim dan Pengaruhnya pada dengue disease burden


Perubahan iklim secara global merujuk pada perubahan skala besar dalam pola iklim over the years,
termasuk fluktuasi dalam efek rumah kaca terkait curah hujan (rainfall) dan temperatur (termasuk
emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan metana dari pertanian (paddy fields)
dan peternakan (livestock)), whereby radiasi matahari terjebak di bawah atmosfer. Pemanasan
global diprediksi mengakibatkan 1 kenaikan sebesar 2.0 °C–4.5 °C dalam temperatur global rata- by
the year 2100,29 dan ini bisa memiliki sebuah perceptible impact pada vector-borne diseases. 30
Pengaruh (impact) maksimum dari perubahan iklim pada transmisi is likely to be observed at the
extreme end of the temperature range di mana transmisi terjadi. The temperature range untuk
dengue fever terletak antara 14 °C dan 18 °C pada batas bawah dan 35 °C dan 40 °C pada batas atas.
Meskipun the vector species, being a domestic breeder, bersifat endophagic dan endophilic, it
largely remains insulated by fitting into human ecological requirements. Namun, dengan 1
peningkatan sebesar 2 °C pd temperature, periode inkubasi ekstrinsik untuk DENV akan jadi
diperpendek dan lebih banyak nyamuk-nyamuk yag terinfeksi akan tersedia untuk periode waktu
yang lebih lama. 31 Di samping itu, nyamuk akan menggigit dengan lebih sering karena dehidrasi dan
semakin jauh meningkatkan kontak manusia-nyamuk.

H. Faktor lain untuk meningkatnya resiko vector breeding


Faktor-faktor lain yang memfasilitasi peningkatan transmisi are briefly outlined below:
 Urbanisasi
As per United Nations reports, 40% dari populasi di negara-negara berkembang sekarang
tinggal di daerah urban (urban areas), which is projected to rise to 56% by 2030e terutama
karena migrasi rural–urban. Migrasi seperti demikian dari daerah rural ke daerah urban
karena faktor-faktor“dorongan”(seeking better earning avenues) dan “tarikan” (seeking
better amenities such as education, health care, etc.). Kegagalan pemerintah lokal pada
derah organ untuk menyediakan matching civic amenities and infrastructure untuk
mengakomodasi the influx menghasilkan tempat tinggal tak terencana (generates unplanned
settlements) dengan kurangnya air yang potable water, kurangnya sanitsi termasuk
pembuangan sampah padat, dan infastruktur kesehatan masyarakat yang kurang baik.
Semua ini meningkatkan potensi perkembangbiakan Ae. aegypti ke satu tingkat yang tinggi
dan membuat lingkungn untuk transmisi menjadi kondusif.
 Peningkatan global travel
Dengan expanding travel dan sebuah peningkatan exponential dalam pariwisata dan
perdagangan, ada kemungkinan tinggi untuk introduction of new DENV serotypes/genotypes
melalui orang-orang viraemic yang sehat, sehingga membantu the build-up of a high
transmission potential.

I. Penyebaran Geografis vektor dengue


Ae. albopictus telah menyebar jauh ke Utara dibandingkan dengan Ae. aegypti (Figures 4a and 4b).
Telur-telurnya are somewhat resistant terhadap sub-freezing temperatures. 32 Ini meningkatkan
kemungkinan/peluang bahwa Ae. Albopictus bisa mediate a re-emergence of dengue di AMerika
Serikat atau di Eropa. Spesies ini mampu bertahan hidup (survive) dalam musim dingin yang
ekstreme di Italia dan belakangan ini terimplikasi dalam sebuah wabah chikungunya di Italia. 34

J. PATOFISIOLOGI & MANIFESTASI KLINIS


 Dengue fever juga dikenal sebagai breakbone fever; gejala dan tandanya meliputi demam tinggi,
sakit kepala, ruam, dan nyeri pada punggung dan tulang yang berlangsung 6 hingga 7 hari. Pada
rechallenge dengan another of four related strains, dengue juga bisa menyebabkan DHF dan
dengue shock syndrome (DSS). Nonneutralizing antibody meningkatkan uptakes of the virus ke
dalam makrofag, yang menyebabkan memory T cells untuk menjadi teraktivasi, melepaskan
cytokines, dan mengawali reaksi inflammatory. Reaksi ini dan virus dengue mengakibatkan
pelemahan dan rupture pada vaskulatur, internal bleeding, dan kehilangan plasma,
mengakibatkan gejala-gejala shock dan internal bleeding.
 Gejalanya berlangsung selama 2 hingga 7 hari. The characteristic clinical illness biasanya
mengakibatkan demam tinggi, sebuah erythematous rash, dan nyeri berat pada punggung,
kepala, mata (di belakang mata), otot, tulang, dan sendi-sendi. Kadang ada juga manifestasi
perdarahan ringan seperti perdarahan hidung atau gusi, petechiae, atau memar. Terutama pada
the Far East (Filipina, Thailand, dan India), dengue telah secara periodis assumed sebuah bentuk
berat yang dikarakteristikkan oleh shock, pleural effusion, nyeri abdominal dan muntah yang
berat (parah), dan hemorrhage sering diikuti oleh kematian.
 Penyakit klinis dimulai 4-7 hari (range, 3-14 hari) setelah sebuah gigitan nyamuk yang infektif.
o Onset demam boleh jadi tiba-tiba ada boleh jadi ada gejal-gala prodromal berupa malaise,
chills, dan sakit kepala.
o Nyeri segera berkembang, terutama pada punggung, sendi, otot, dan bola mata.
o Demam berlangsung 2-7 hari, corresponding to peak viral load.
o Temperatur boleh jadi subside pada sekitar hari ketiga dan meningkat lagi sekitar 5-8 hari
setelah onset (“saddleback” form).
o Myalgia dan deep bone pain (breakbone fever) bersifat karakteristik.
o Sebuah rash mungkin muncul pada hari ke-tiga atau keempat dan berlangsung selama 1-5
hari.
o Lymph nodes sering membesar.
o Classic dengue fever adalah sebuah penyakit yang self-limited. Convalescence boleh jadi
memakan waktu berminggu-minggu, meski komplikasi dan kematian jng terjadi.
o Terutama pada anak-anak kecil, dengue boleh jadi sebuah penyakit febrile ringan yang
berlangsung dalam satu jangka waktu yang pendek.
o Sebuah sindroma berat – dengue hemorrhagic fever (demam berdarah dengue) atau dengue
shock syndrome – mungkin terjadi pada individu (biasanya anak-anak) dengan passively
acquired (sebagai maternal antibody) or preexisting nonneutralizing heterologous dengue
antibody yang disebabkan oleh satu infeksi sebelumnya oleh 1 serotype dari virus tersebut
yang berbeda. Meski gejala-gejala awalnya simulate normal dengue, kondisi pasien
memburuk. Fitur patologis kunci dari demam berdarah dengue adalah meningkatnya
permeabilitas vaskular dengan kebocoran plasma ke interstitial spaces terakit dengan
meningkatnya kadar vasoactive cytokines. Ini bisa mengakibatkan shock yang mengancam
nyawa pada beberapa pasien.
 Keparahan penyakit dengue lebih banyak terlihat pada anak-anak.

CLINICAL PRESENTATION (CDC Yellow Book)


 Diperkirakan 75% dari infeksi tidak menimbulkan gejala (bersifat asimptomatik).
 Infeksi simptomatik (dengue) paling umum presents sebagai suatu mild to moderate, nonspecific,
acute, febrile illness. Namun, sebanyak 5% dari semua pasien-pasien dengue mengembangkan penyakit
(disease) yang berat dan mengancam nyawa.
 Temuan klinis awal bersifat non spesifik tetapi memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi, karena
mengenali tanda-tanda awal syok dan segera memulai terapi suportif secara intensif bisa mengurangi
resiko kematian di antara pasien-pasien dengan dengue berat dari 10% menjadi 1%.
 See Box 3-1 for information regarding the World Health Organization guidelines for classifying
dengue.
 Dengue dimulai secara mendadak setelah periode inkubasi selama 5 – 7 hari (kisarannya 3 – 10 hari),
dan perjalanan penyakit ini mengikuti 3 fase : febrile, kritis, dan convalescent. Demam biasanya
berlangsung selama 2 – 7 hari dan bisa jadi bifasik.
 Tanda dan gejala lain mungkin meliputi sakit kepala berat, nyeri pada wilayah retroorbital; nyeri pada
otot, sendi, dan tulang ; ruam macular atau makulopapular; dan manifestasi hemoragik minor, meliputi
petechiae, ecchymosis, purpura, epistaxis, gusi berdarah, hematuria, atau hasil tes tourniquet yang
positif. Sebagian pasien memiliki gejala injected oropharynx dan facial erythema dalam 24 – 48 jam
pertama setelah onset.
 Tanda-tanda peringatan terkait progresi ke dengue berat terjadi pada fase febrile lanjut (late febrile
phase) around the time of defervescence dan meliputi muntah terus menerus, nyeri abdomen berat,
perdarahan mukosa, sulit bernapas, tanda-tanda syok hipovolemik, dan penurunan secara cepat dalam
hitungan jumlah platelet dengan peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi).
 Fase kritis dari dengue dimulai pada saat defervescence dan biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam.
Kebanyakan pasien secara klinis membaik selama fase ini, tetapi mereka dengan kebocoran plasma
substantial mengembangkan penyakit dengue yang berat sebagai akibat dari peningkatan tajam dalam
permeabilitas vaskular. Awalnya, mekanisme kompensasi fisiologis menjaga sirkulasi yang adekuat,
yang menyempitkan pulse pressure seiring meningkatnya tekanan darah diastolik.
 Pasien-pasien dengan kebocoran plasma yang berat memiliki efusi pleura atau ascites,
hypoproteinemia, dan hemoconcentration.
 Pasien mungkin tampak sehat meskipun sudah ada tanda-tanda wal syok. Namun, sekali hipotensi
berkembang, tekanan darah sistemik secara cepat menurun, dan syok ireversibel dan kematian mungkin
mengintai meskipun sudah dilakukan resusitasi. Pasien juga bisa mengembangkan manifestasi
hemoragik yang berat, meliputi hematemesis, tinja berdarah, melena, atau menorrhagia, terutama jika
mereka memiliki/mengalami syok yang berkepanjangan. Manifestasi yang tak umum meliputi
hepatitis, myocarditis, pancreatitis, dan ensefalitis.
 Seiring kebocoran plasma mereda, pasien memasuki fase convalescent dan mulai menyerap kembali
cairan intravena yang terekstravasasi dan efusi pleura dan abdominal. Seiring membaiknya well-being
pasien, status hemodinamik pun berstabilisasi (meskipun sang pasien mungkin bermanifestasi
bradikardia), dan diuresis ensues.
 Hematokrit pasien menjadi stabil atau mungkin jatuh karena efek dilusi dari cairan yang diserap
kembali, dan angka jumlah sel darah putih biasanya mulai meningkat, diikuti oleh pemulihan jumlah
platelet. Ruam pada fase convalescent mungkin mengelupas (desquamate) dan gatal.
 Temuan laboratorium biasanya meliputi leukopenia, trombositopenia, hyponatremia, peningkatan kadar
aspartate aminotransferase dan alanine aminotransferase, dan erythrocyte sedimentation rate yang
normal.
 Data terkait health outcomes of dengue dalam kehamilan dan efek infeksi maternal pada fetus yang
berkembang ada secara terbatas.
 Transmisi perinatal bisa terjadi, dan peripartum maternal infection mungkin meningkatkan
kecenderungan/kemungkinan infeksi simptomatik pada neonatus.
 Dari 41 kasus-kasus transmisi perinatal yang dideskripsikan di dalam literature, semuanya
mengembangkan trombositopenia, kebanyakan memilik bukti kebocoran plasma yang dibuktikan
dengan ascites atau efusi pleura, dan demam tidak ada hanya pada 2 kasus.
 Hampir 40% memiliki manifestasi hemoragik, dan seperempat memiliki hipertensi.
 Gejala-gejala pada neonatus yang terinfeksi secara perinatal tipikalnya hadir selama minggu pertama
kehidupan. Transfer IgG ibu terhadap dengue virus (dari infeksi ibu sebelumnya) melalui plasenta
mungkin meningkatkan risiko dengue berat di antara bayi-bayi yang terinfeksi pada usia 6 – 12 bulan,
ketia efek protektif dari antibodi ini berkurang.

DIAGNOSIS
 Dokter harus mempertimbangkan demam berdarah pada pasien yang berada di daerah
endemik dalam 2 minggu sebelum onset gejala. Karena demam berdarah adalah penyakit
yang dapat diketahui secara nasional, semua kasus yang dicurigai harus dilaporkan ke
departemen kesehatan setempat.
 Konfirmasi dari pemeriksaan laboratorium dapat dibuat dari spesimen serum fase akut
tunggal yang diperoleh secara dini (≤5 hari setelah onset demam) pada penyakit dengan
mendeteksi urutan genomik virus dengan RT-PCR atau antigen dengue nonstruktural protein
1 (NS1) oleh immunoassay. Kemudian pada penyakit (≥4 hari setelah onset demam), IgM
terhadap virus dengue dapat dideteksi dengan ELISA.
 Untuk pasien yang datang selama minggu pertama setelah demam, tes diagnostik harus
mencakup tes untuk virus dengue (PCR atau NS1) dan IgM. Untuk pasien yang datang> 1
minggu setelah onset demam, IgM paling berguna, meskipun NS1 telah dilaporkan positif
hingga 12 hari setelah onset demam (Gambar 3-1).
 Di Amerika Serikat, baik IgM ELISA dan RT-PCR real-time disetujui sebagai tes diagnostik in
vitro.
 Keberadaan virus melalui RT-PCR atau NS1 antigen dalam spesimen diagnostik tunggal
dianggap sebagai konfirmasi laboratorium demam berdarah pada pasien dengan riwayat
klinis dan perjalanan yang kompatibel.
 IgM dalam sampel serum tunggal menunjukkan kemungkinan infeksi dengue baru-baru ini
dan harus dianggap diagnostik untuk dengue jika infeksi kemungkinan besar terjadi di
tempat di mana flavivirus lain yang berpotensi reaktif silang (seperti Zika, West Nile, demam
kuning, dan ensefalitis Jepang). virus) bukan risiko.
 Jika infeksi kemungkinan terjadi di tempat di mana flavivirus lain yang berpotensi reaktif
silangn bersirkulasi, baik tes diagnostik molekuler dan serologis harus dilakukan untuk
mendeteksi bukti infeksi dengue dan flvivirus lainnya.
 IgG oleh ELISA dalam sampel serum tunggal tidak berguna untuk pengujian diagnostik
karena masih dapat terdeteksi seumur hidup setelah infeksi dengue. Selain itu, orang yang
terinfeksi atau divaksinasi flavivirus lain (seperti demam kuning atau Japanese encephalitis)
dapat menghasilkan antibodi-antibodi cross-reaktif, menghasilkan hasil tes diagnostik
dengue serologik positif palsu.
 Pengujian diagnostic untuk dengue (molekuler dan serologis) tersedia dari beberapa laboratorium
diagnostik referensi komersial, laboratorium kesehatan publik negara bagian, dan CDC
(www.cdc.gov/Dengue/ clinicalLab/index.html). Konsultasi tentang pengujian diagnostik dengue
dapat diperoleh dari CDC di787-706-2399.

K. DIAGNOSIS LABORATORIUM
 Metode berbasis reverse transcriptase PCR (RT-PCR) tersedia untuk identifikasi cepat (rapid) dan
serotyping of dengue virus pada serum fase akut, roughly selama periode demam.
 Isolasi virus penyebabnya sulit. Pendekatan yang lebih disukai saat ini adalah inokulasi sebuah
sel lini nyamuk dengan serum pasien yang coupled dengan nucleic acid assays untuk identifikasi
sebuah virus yang recovered.
 Diagnosis serologis terkomplikasi dengan cross-reactivity pada antibodi IgG terhadap antigen
flavivirus yang heterologous.
 Satu rangkaian beragam metode tersedia ; metode yang paling umum dipakai adalah
envelope/membrane viral protein-specific capture IgM or IgG ELISA dan the HI test. IgM
antibodies berkembang dalam beberapa (a few) hari penyakit. Antibodi-antibodi yang
menetralisir dan menghambat hemaglutinasi muncul dalam semiggu setelah onset dari dengue
fever. Analisis dari sera akut dan convalescent yang dipasangkan (paired) untuk menunjukkan
kenaikan yang signifikan dalam antibody titer merupakan bukti yang paling reliable dari sebuah
infeksi dengue yang aktif.

L. TREATMENT
 Treatment penyakit ini adalah bersifat supportif dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk
proteksi.
 Tidak ada terapi obat antiviral
 Dengue hemorrhagic fever (demam berdarah dengue) bisa diobati (treated) dengan terapi
penggantian cairan (fluid replacement therapy).
 Tidak ada vaksin, tetapi vaksin-vaksin kandidat sedang dalam pengembangan. Pengembangan
vaksin untuk dengue sulit karena sebuah vaksin harus menyediakan proteksi terhadap semua 4
serotipe virus dengue.
 Antibodi terapeutik yang bisa menetralisir multiple genotypes of dengue juga sedang dalam
pengembangan.
 Tidak ada agen antivirus khusus untuk demam berdarah.
 Pasien harus disarankan untuk tetap terhidrasi dengan baik dan untuk menghindari aspirin
(asam asetilsalisilat), obat yang mengandung aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya
(seperti ibuprofen) karena sifat antikoagulan mereka.
 Demam harus dikontrol dengan acetaminophen dan mandi spons hangat.
 Pasien demam harus menghindari gigitan nyamuk untuk mengurangi risiko penularan lebih
lanjut.
 Bagi mereka yang mengembangkan dengue berat, observasi yang ketat dan seringnya
pemantauan dalam pengaturan unit perawatan intensif mungkin diperlukan.
 Transfusi trombosit profilaksis pada pasien dengue tidak menguntungkan dan dapat
berkontribusi untuk kelebihan beban cairan.
 Demikian pula, pemberian kortikosteroid tidak menunjukkan manfaat dan berpotensi
membahayakan pasien; kortikosteroid tidak boleh digunakan kecuali dalam kasus komplikasi
yang berhubungan dengan autoimun (seperti lymphohistiocytosis hemofagositik atau purpura
trombositopenia imun).
M. PENCEGAHAN
 Menghindari gigitan nyamuk adalah prosedur pencegahan terbaik.

N. KONTROL
 Tergantung pada prosedur antinyamuk, meliputi
o eliminasi tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (breeding places), dan
o penggunaan insektisida.
 Screened windows and doors (jendela dan pintu yang dipasangi kawat dengan rancangan seperti
jala untuk mencegah masuknya nyamuk) bisa mengurangi paparan terhadap vektor.
 Menanam tumbuhan pengusir nyamuk (geranium, zodia, serai, jeruk, dll)

O. KOMPLIKASI
 Yang lebih penting, subsequent infections dengan serotypes yang lain meningkatkan resiko
untuk mengembangkan severe dengue disease (meningkatkan keparahan dari dengue disease),
most likely oleh antibody-dependent enhancement (enhancing antibodies) yang tidak
menetralisir virus tetapi malah enhance viral entry ke dalam sel-sel host.

Anda mungkin juga menyukai