Anda di halaman 1dari 8

DIARE (CLINICAL SCIENCE - PEDIATRICS)

Sumber
1) Nelson’s Textbook of Pediatrics 20
2) Nelson’s Essentials of Pediatrics 8
3) Berkowitz’s Pediatrics : A Primary Care Approach 5
4) Signs & Symptoms in Pediatrics, 2015
5) Lange : Current Medical Diagnosis & Treatment : Pediatrics 23
6) Panduan Diagnosis dan Terapi IKA FK UNPAD Edisi 5, 2014

PENDAHULUAN
Diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di
seluruh dunia.[2] Diare, serupa dengan muntah, merupakan satu gejala yang umum terjadi pada
anak-ana, terutama selama masa bayi.[4] Kematian akibat diare jarang terjadi pada negara yang
telah terindustrialisasi, tetapi umum di wilayah lain.[2]
Orangtua sering menggunakan kata ‘diare’ untuk mendeskripsikan tinja yang cair/lunak
dan berair, buang air besar yang sangat berlebihan, atau tinja yang bervolume besar. Dari sini,
konstipasi dengan overflow incontinence bisa disalahartikan sebagai diare.[2]. Tekstur dan volum
tinja serta frekuensi buang air besar membantu mengkarakteristikkan episode dari diare yan
terjadi pada pasien.[2]

DEFINISI
Kata diare berasal dari kata berbahasa Yunani yang berarti untuk mengalir melalui (“to
flow through”) dan dikaitkan dan dikarakteristikan dengan meningkatnya volume tinja yang
lunak (dalam hal ini kandungan airnya) dan frekuensi buang air besar.[3-4]. Diare paling baik
didefinisikan sebagai hilangnya cairan dan elektrolit secara berlebihan di dalam tinja.[1] Diare
didefinisikan sebagai massa tinja yang melebihi 10 g/kg berat badan / hari pada bayi dan 200 g /
hari pada anak-anak yang lebih tua.[3] Satu definisi yang lebih pasti untuk diare adalah volume
cairan tinja harian yang berlebih (>10 ml tinja/kg berat badan/hari).[2]

DASAR FISIOLOGIS
Banyaknya frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja secara signifikan bervariasi dar
orang ke orang dan jenis diet (pola makan).[3] Volume tinja harian yang normal bervariasi
dengan ukuran sang anak. [4]Orang dewasa dan anak yang lebih tua memiliki berat tinja harian
normal hingga 250 g (terdiri dari 60 – 85% air).[4] Sementara bayi yang memiliki berat kurang
dari 10 kg bisa menghasilkan tinja sekitar 5 g/kgBB/hari.[4]. Suatu kisaran intermediet 50 – 75
g/ hari merupakan perkiraan yang tepat untuk anak usia prasekolah.[4]
Pada masa bayi, frekuensi dan kualitas tinja normal sangat bergantung pada diet.[3]
Contohnya, sebagian bayi yang disusui dan sehat memiliki frekuensi buang air besar sebanyak
sekali dalam seminggu, sedangkan yang lain mungkin buang air 7 – 10 kali sehari.[3] Tinja bayi
yang disusui kebanyakan lebih lunak dan cair ketimbang pada bayi yang diberi susu dalam
botol.[3] Selama minggu-minggu pertama kehidupan, bayi yang disusui umumnya buang air
besar sampai 8 kali mengeluarkan tinja lunak cair setiap hari, yang sewaktu-waktu mungkin
mengandung mukus.[4] Tinja ini biasanya keluar setelah makan, sebagai akibat dari refleks
gastrokolik, dan tidak mengakibatkan diare. Bayi yang mengonsumsi susu sapi atau susu formula
kedelai biasanya memiliki tinja yang lebih padat dan mungkin kurang sering buang air besar.[4]
Setelah beberapa mingu pertama kehidupan, bayi yang disusui dengan normal cenderung buang
air besar lebih jarang, ada kalanya bahkan kurang dari seminggu sekali, meskipun tinja mereka
tetap lunak.[4] Umumnya, tinja pada bayi menjadi padat ketika makanan padat atau susu sapi
diperkenalkan dalam diet mereka.[4] Normalnya, seorang bayi muda kira-kira memiliki 5
ml/kgBB/hari output tinja; volume tinja ini meningkat menjadi 200 g / 24 jam pada orang
dewasa. Volume air terbesar pada usus diserap di dalam usus halus; kolon mengkonsentrasikan
isi usus melawan suatu gradien osmotik yang tinggi.[1] Usus halus pada seorang dewasa bisa
menyerap kombinasi cluida yang diingesti dan disekresikan sebanyak 10 – 11 L/hari, sedangkan
kolon mengabsorbsi kira-kira 0.5 L.[1] Pergeraan air menyeberangi membran usus bersifat pasif
dan ditentukan oleh fluks aktif dan pasif dari solute, terutama natrium, klorida, dan glukosa.[1]

EPIDEMIOLOGI
Diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di
seluruh dunia.[2] Diare, serupa dengan muntah, merupakan satu gejala yang umum terjadi pada
anak-ana, terutama selama masa bayi.[4] Kematian akibat diare jarang terjadi pada negara yang
telah terindustrialisasi, tetapi umum di wilayah lain.[2]
Orangtua sering menggunakan kata ‘diare’ untuk mendeskripsikan tinja yang cair/lunak
dan berair, buang air besar yang sangat berlebihan, atau tinja yang bervolume besar. Dari sini,
konstipasi dengan overflow incontinence bisa disalahartikan sebagai diare.[2]. Tekstur dan volum
tinja serta frekuensi buang air besar membantu mengkarakteristikkan episode dari diare yan
terjadi pada pasien.[2]

PATOMEKANISME : PATOFISIOLOGI
Dasar dari semua diare adalah terganggunya transport solut dan absorpsi air dalam
usus.[1] Maka, diare adalah kebalikan dari status absorpsi yang normal menjadi sekresi secara
berlebihan.[3] Ini bisa diinduksi oleh 2 proses :
a) Beban osmotik berelebih yang dihasilkan dari ingesti gula yang tak dapat diabsorpsi seperti
laktulosa, atau malabsorpsi laktosa dan nutrient lainnya, yang menghasilkan tekanan osmotic
yang abnormal di dalam lumen usus dan air merembes ke dalam saluran pencernaan; dan
b) sekresi aktif oleh enterosit secara sekunder akibat kerja langsung dari produk atau toksin virus
atau bakteri dan substansi lain yang berbeda pada sel tersebut (enterosit), terutama pada area
kripta.[3]
Patogenesis dari kebanyakan episode diare bisa dielasan melalu abnormalitas sekretori,
osmotic, atau motilitas, atau kombinasi dari ketiga elemen ini. Mekanisme patofisiologis untu
diare jatuh ke dalam 4 golongan :
a) Diare osmotic, diare yang diakibatan dari sekresi atau terganggunya absorpsi elektrolit,
b) Diare eksudatif,
dan
c) diare yang diakibatkan oleh motilitas usus yang abnormal.[4]
Gangguan yang mengganggu penyerapan pada usus kecil cenderung
untuk menghasilkan diare berat dengan volume besar, sedangkan gangguan yang
mengkompromi
penyerapan kolon menghasilkan diare dengan volume rendah. Dysentery (diare dengan volume
kecil, sering mengeluarkan tinja berdarah dengan lendir, tenesmus, dan urgensi) adalah
gejala utama kolitis.[1]

KLASIFIKASI & DIAGNOSIS BANDING


Diare bisa diklasifikasikan berdasarkan:
a. Durasi
- Diare akut, didefinisikan sebagai onset mendadak terkait tinja cair sebanyak >10 ml’kgBB per
hari dan > 200 g/24 jam pada anak berusia lebih tua.[1] Diare jenis ini merupakkan masalah
ebsar utama ketika ia terjadi dengan malnutrisi atau dalam ketiadaan pelayanan medis dasar.[2]
Di Amerika Utara, kebanyakan diare jenis ini disebabkan oleh virus dan bisa sembuh sendiri,
tidak memerlukan uji diagnostic atau intervensi spesifik.[2] Agen bakterial cenderung
menyebabkan penyakit yang lebih berat dan tipikalnya terlihat pada wabah terkait makanan atau
pada daerah dengan sanitasi publik yang kurang. Enteritis bakteri sebaiknya dicurigai ketika ada
disentri (diare berdarah yang disertai demam) dan kapanpun ada gejala yang berat. Infeksi ini
bisa didiagnosis dengan kultur tinja atau pengujian lain untuk patogen spesifik.[2]
- Diare kronis (persisten), episode diare yang berlangsung lebih lama dari 14 hari.[1] Diare ini
berlangsung lebih dari 2 minggu dan memiliki kisaran kemungkinan penyebab yang luas,
meliputi kondisi serius dan jinak yang lebih sulit didiagnosis.[2] Penyebab umum kronis mencret
pada anak usia dini adalah diare fungsional, umumnya dikenal sebagai diare balita.[2] Kondisi
mereka didefinisikan oleh sering keluarnya tinja berair dalam kondisi pertumbuhan normal dan
pertambahan berat badan dan disebabkan oleh asupan cairan manis yang berlebihan yang
melebihi kapasitas penyerapan disakarida usus.[2] Diare biasanya sangat membaik ketika
asupan minuman anak dikurangi atau diubah.[2]

b. Etiologi
Agen etiologi termasuk virus, bakteri atau racunnya, bahan kimia, parasit, substansi yang
diserap, dan peradangan.[2]

c. Proses patofisiologis
1) Diare sekretorik
Diare sekretorik terjadi ketika sistem transport solute pada sel epitel usus
dalam keadaan aktif bersekresi.[1-2] Ini sering disebabkan oleh suatu secretagogue, seperti
toksin kolera, yang mengikat pada reseptor di permukaan epitel usus dan dengan demikian
merangsang akumulasi adenosin monofosfat siklik atau guanosin siklik monofosfat
intraseluler.[1-2] Beberapa asam lemak intraluminal dan garam empedu menyebabkan mukosa
kolon untuk mensekresi melalui mekanisme ini. [1-2] Diare yang tidak terkait dengan
secretagogue eksogen juga dapat memiliki komponen sekretori (penyakit inklusi microvillus
bawaan). [1-2] Diare jenis ini terjadi ketika mukosa usus secara langsung mengeluarkan fluida
dan elektrolit ke dalam tinja dan merupakan hasil dari inflamasi (misalnya, IBD, stimulus kimia).
Sekresi juga dirangsang oleh mediator inflamasi dan oleh berbagai hormon, seperti vasoaktif
peptida usus yang disekresikan oleh tumor neuroendokrin. Kolera adalah diare sekresi yang
dirangsang oleh enterotoksin Vibrio kolera, yang menyebabkan peningkatan kadar adenosin
siklik monofosfat (cAMP) dalam enterosit dan menyebabkan sekresi ke lumen usus kecil.[2]
Diare sekretorik biasanya dengan volume besar dan berlanjut bahkan dengan puasa. [1-2]
Osmolalitas tinja secara dominan diindikasikan oleh elektrolit dan ion gap sebesar 100 mOsm /
kg atau kurang. [1-2] Kesenjangan ion (ion gap) dihitung dengan mengurangkan konsentrasi
elektrolit dari total osmolalitas:

2) Diare osmotik
Diare osmotik terjadi karena konsumsi zat terlarut yang tidak terserap dengan baik. Larutan
terlarut ini mungkin salah satu yang biasanya tidak terserap dengan baik (magnesium, fosfat,
laktulosa, atau sorbitol) atau yang tidak terserap dengan baik karena gangguan usus kecil (laktosa
dengan defisiensi laktase atau glukosa dengan diare rotavirus).[1] Karbohidrat yang
termalabsorpsi adalah difermentasi dalam usus besar, dan asam lemak rantai pendek diproduksi.
[1] Meskipun asam lemak rantai pendek dapat diserap di kolon dan digunakan sebagai sumber
energi, efek bersih meningkat pada beban zat terlarut osmotik.[1]
Bentuk diare biasanya memiliki volume yang lebih rendah daripada diare sekretorik dan berhenti
dengan puasa.[1] Osmolalitas tinja tidak akan terjelaskan oleh kandungan elektrolit, karena
komponen osmotik lain hadir dan selisih anion adalah> 100 mOsm.[1] Diare osmotik terjadi
karena malabsorpsi dari substansi yang tertelan, yang "menarik" air ke dalam lumen usus.[2]
Sebuah contoh klasik adalah diare intoleransi laktosa. Diare osmotik juga dapat dihasilkan dari
maldigesti umum, seperti yang terlihat pada gangguan pankreas atau pada cedera usus. [2] Obat
pencahar tertentu yang ta dapat diserap, seperti polietilena glikol dan susu magnesia, juga
menyebabkan diare osmotik.[2] Fermentasi dari zat yang diserap (mis., laktosa) sering terjadi,
mengakibatkan gas, kram, dan tinja yang asam.[2]
(3) Diare motilitas
Gangguan motilitas dapat dikaitkan dengan transit cepat atau tertunda
dan umumnya tidak berhubungan dengan diare volume besar.[1] Lambatnya
motilitas dapat dikaitkan dengan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan diare.[1]

DIAGNOSIS
Tinja bersifat isosmotik, bahkan pada diare osmotik, karena pertukaran air yang relatif
bebas melintasi mukosa usus.[2] Osmol yang hadir dalam tinja adalah campuran elektrolit dan
zat lainnya yang terlarut secara osmotik aktif.[2] Untuk menentukan apakah diare adalah osmotik
atau sekretorik, celah osmotiknya dihitung:

Dengan mengasumsikan semua tinja isoosmotik (nilai osmolartasnya 290 mOsm/L),


kadar natrium dan potassium yang terukur pada tinja (dan anion nya) menyumbang banyak untuk
osmolalitas .[2] Diare sekretorik dikarakteristikkan dengan osmotic gap yang kurang dari 50.[2]
Angka yang secara signifikan lebih dari 50 mendefinisikan diare osmotic dan mengindiasikan
bahwa zat yang mengalami malabsorpsi selain elektrolit menyumbang untuk osmolaritas tinja.
[2] Cara lain untuk membedakan diare osmotik dan sekretori adaelah menghentikan pemberian
makan (pada pasien yang dirawat di ruma sakit dan menerima fluida intravena). Jika diare
berhenti sepenuhnya ketika anak sedang NPO (tidak menerima apapun lewat mulut), sang pasien
memiliki diare osmotic. Anak dengan diare sekretori murni akan terus mengalami output tinja
yang massif. Tidak ada metode untuk mengklasifikasikan diare yang bekerja secara sempurna,
karena kebanyakan penyakit diare merupaan campuran dari komponen sekretori dan osmotic.
Viral enteritis merusak lapisan dinding dalam usus, mengakibatkan malabsorpsi dan diare
osmotik.[2] Peradangan yang terkaitnya mengakibatkan pelepasan mediator yang menyebabkan
sekresi berlebih.[2] Seorang anak dengan enteritis oleh virus mungkin mengalami penurunan
volume tinja ketika NPO, tetapi komponen sekretori dari diare tetap ada sampai inflamasi
mereda.[2]
Anamnesis harus mencakup onset diare, jumlah dan karakter tinja, perkiraan volume
tinja, dan adanya gejala lain, seperti darah dalam tinja, demam, dan penurunan berat badan.[2]
Perjalanan dan eksposur terbaru harus didokumentasikan, faktor makanan harus diselidiki, dan
daftar obat yang baru-baru ini digunakan harus diperoleh.[2] Faktor-faktor yang tampaknya
memperburuk atau memperbaiki diare harus ditentukan. Pemeriksaan fisik seharusnya teliti dan
menyeluruh, evaluasi untuk distensi abdomen, kelembutan, kualitas suara usus, adanya darah di
tinja atau massa feses besar pada pemeriksaan dubur, dan sfingter anus anal.[2] Pengujian
laboratorium harus mencakup kultur tinja dan hitung darah lengkap jika dicurigai ada bakteri
enteritis. [2] Jika diare terjadi karena pemberian antibiotik, tes toksin Clostridium difficile harus
dipesan; jika tinja dilaporkan berminyak atau berlemak, kandungan lemak tinja atau elastase
feses untuk menguji kekurangan pankreas harus diukur.[2] Tes untuk diagnosis spesifik harus
dikirim bila perlu (misalnya, tes serum antibodi untuk penyakit celiac; kolonoskopi untuk kolitis
ulserativa yang dicurigai).[2] Percobaan pembatasan konsumsi laktosa untuk beberapa hari atau
pengujian lactose hydrogen breath testing membantu dalam evaluasi intoleransi laktosa.[2]

TATALAKSANA (untuk gastroenteritis – diare infeksi)


Tatalaksana awal pada anak dengan gastroenteritis melibatkan hidrasi oral adekuat dan
koreksi kekurangan elektrolit.[3] Cairan intravena boleh jadi diperlukan pada anak-anak yang
tidak bisa menoleransi volume cairan oeral yang adekuat.[3] Anak-anak dengan dehidrasi yang
signfiikan mungkin memerlukan perawatan di urmah sakit. [3] Anak yang tidak terlalu berat
terjangkitnya boleh ditangani sebagai paisen rawat jalan menggunakan oral rehydrating
solutions seperti Pedialyte atau Infalyte.[3] Alternatifnya, orangtua bisa disarankan untuk
membuat oral rehydrating solutions dengan menggunakan air (1 L), gula (4–8 teaspoons), dan
garam (½ teaspoon).[3]
Manipulasi diet / pola makan dalam tatalaksana diare masih diperdebatkan.[3] Secara
tradisional, anak yang terkena diare ditempatkan dalam pemberian fluida jernih selama 1 hingga
2 hari, dengan kembali secara perlahan untuk pola makan yang lebih teratur / reguler seiring
berjalannya waktu.[3] Diet BRAT (pisang, nasi atau sereal beras, saus apel, teh atau roti tawar)
sering direkomendasikan karena sifat pengikatan intrinsic dari makanan ini. Penelitian terkahir
merekomendasikan melanjutkan secara penuh untuk pola makan normal, termasuk prosuk susu,
sebagai cara untuk memastikan nutrisi yang adekuat selama penyakit akut.[3] Diet yang tinggi
lemak, rendah karbohidrat mempercepat pemulihan.[3] Diet bebas laktosa menguntungkan bagi
bayi dan anak-anak dengan diaer yang persisten.[3]
Terapi antimikrobial diindikasikan untuk infeksi dengan patogen tertentu seperti
Campylobacter, E histolytica, G lamblia, dan Shigella. [3] Agen antimicrobial digunakan untuk
mengobati infeksi Salmonella pada populasi tertentu seperti neonatus, anak-anak dengan
imunodefisiensi, dan anak-anak dengan anemia sel sabit (sickle cell anemia).[3]
Antidiarrheal agents tidak biasanya direkomendasikan dalam tatalaksana diare pada
anak-anak.[3] Diare diyakini sebagai cara tubuh untuk membuang substansi toksik yang telah
teringesti.[3] Tambahannya, diare sering berprogresi makin berat meski telah diberi obat, yang
memiliki efek pengikatan terkuatnya stelah penyakit telah mereda, mengakibatkan konstipasi.[3]
Anak-anak dengan diare kronis yang sekunder terhadap suatu kondisi spesifik sebaiknya
ditatalaksana sesuai dengan yang ditentuan untuk gangguan spesifik tersebut.[3]

PROGNOSIS
Kebanyakan kasus diare pada bayi dan anak-anak di Amerika Serikat dapat sembuh
sendiri tanpa masalah. Kasus-kasus yang lebih kronis mungkin mengakibatkan malnutrisi.[3]
Pemberian makan secara enteral atau hyperalimentation boleh digunakan untuk memastikan
hasil yang baik.[3] Sebagian anak-anak memerluan konsultasi dengan seorang spesialis
gastroenterologi anak (pediatric gastroenterologist).

Anda mungkin juga menyukai