Nama : Nn. TI
Umur : 18 Tahun
Agama : ISLAM
Suku : Bugis
Pekerjaan : Mahasiswa
No.RM : 158338
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 30 agustus 2018 pada jam 09.30 WIB
Pasien datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan nyeri menelan di alami sejak 2 hari
yang lalu, disertai sulit membuka mulut, demam sejak 1 hari yang lalu, dan nafsu makan
menurun.
Alergi : Disangkal
3. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Nadi : 70 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 37,50c
STATUS GENERALIS
- Jantung
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra namun tidak
kuat angkat, thrill (-),pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
- PARU
Depan
1. Inspeksi
Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
2. Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Belakang
- ABDOMEN
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), pekak hepar (+), tidak
terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus Normotoni Normotoni
Refleks Fisiologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
STATUS LOKALIS
Tenggorok
Lidah : Simetris, Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-),
Tonsil : Membesar (+), Ukuran Tonsil T3-T1, Hiperemis (+), Detritus (+), Granulasi (-),
kripte melebar (-)
Uvula : Asimetris, Hiperemis (+), Luka (-), retraksi (+) kearah kontralateral
Kanan Kiri
Leher Anterior pembesaran tiroid (-), deviasi pembesaran tiroid (-), deviasi
trakhea (-) trakhea (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS
Darah Rutin
Resume :
Pasien datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan nyeri menelan di alami sejak 2 hari
yang lalu, disertai sulit membuka mulut, demam sejak 1 hari yang lalu, dan nafsu makan
menurun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Trismus 2 cm, Tonsil membesar (+), Ukuran
Tonsil T3-T1, Hiperemis (+), Detritus (+), Granulasi (-), Kripte melebar (-), Uvula kontra
lateral (+), Pembengkakan kelenjar parotis kanan (+).
Tonsilits Kronik
Rencana Pengelolaan
Terapi :
- Medikamentosa :
Diet Lunak
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Moxifloxacin 1 gr/ 24jam /intra vena
Methylprednisolon 125 mg/ 12 jam / intravena
Sanmol 1 gr / 8 jam / drips
Ranitidin 1 amp / 12 jam / intravena
Edukasi :
31 agustus 2018
O : Ku : Baik
Suhu : 36,5 C
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Status lokalis : Trismus (+), Tonsil T4-T1 hiperemis (+), Detritus (+).
Terapi :
Diet Lunak
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Moxifloxacin 1 gr/ 24jam /intra vena
Methylprednisolon 125 mg/ 12 jam / intravena
Sanmol 1 gr / 8 jam / drips
Ranitidin 1 amp / 12 jam / intravena
1 september 2018
O : Ku : Baik
Suhu : 36,5 C
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Status lokalis : Trismus (+) 1 jari, Tonsil T4-T1 hiperemis (+), Detritus (+).
Terapi :
Diet Lunak
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Moxifloxacin 1 gr/ 24jam /intra vena
Methylprednisolon 125 mg/ 12 jam / intravena
Sanmol 1 gr / 8 jam / drips
Ranitidin 1 amp / 12 jam / intravena
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina,
tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal (Ruiz JW, 2009).
A) Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua
sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral – muskulus konstriktor faring superior
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas
posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini,
pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ,
2005).
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris
eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri
maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan
cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil,
vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah
bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007).
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal)
dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-
kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi
adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.
Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin
berakumulasi di jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada
tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada
folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid (Wiatrak BJ, 2005).
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Hermani B, 2004).
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).
C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di
garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur
20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem
immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.
ETIOLOGI
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama
dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang
lebih tua dan dewasa muda.
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.
Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan
abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobic
PATOLOGI
Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak
diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi
peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess
formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena
itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga
tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior,
namun jarang.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi
pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat
terjadi aspirasi ke paru.
Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau
berulang (recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari
infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan) yang
hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut
berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang
sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck
mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle
inflammation).
Gambar 2. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).
TERAPI
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-
kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan ialah
penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin
3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral
incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di
lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-
gejala pasien.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion
sfenopalatum.
Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-
4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu
sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan
sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses2.
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris
berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai
kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi
dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu
kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi
menganjurkan tonsilektomi segera.
Gambar 3. tonsilektomi
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi Absolut
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
Indikasi Relatif
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik β-laktamase resisten
d) Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
PROGNOSIS
Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi., maka difunda
sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat
jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi.
TINJAUAN PUSTAKA