Anda di halaman 1dari 79

0

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK :


KUNCI DIAGNOSIS
KOLABORASI DOKTER MUDA DENGAN dr. SRI MARWANTA, Sp.PD-M.Kes
(EDISI I )

KONSULTAN :
dr. Sri Marwanta, Sp.PD-M.Kes
TIM PENYUSUN :
Shofura Azizah Farkhan Kuncoro
Astrid Astari Aulia Prathita Nityasewaka
Shinta Retno Wulandari Immanuel Billy B.
Ika Mar’atul Kumala Kenny Adhitya
Debby Davina Saraswati Michael Sophian Putra
Denalia Aurika
EDITOR :
Ika Mar’atul Kumala
ILUSTRASI SAMPUL :
Pratiwi Indah Palupi

Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret


Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD DR.MOEWARDI
2017

1
DAFTAR ISI

ANAMNESIS ............................................................................................................ 4
PEMERIKSAAN FISIK UMUM ........................................................................ 10
Keadaan Umum ............................................................................................... 10
Kesadaran .......................................................................................................... 11
Tanda – tanda Vital ........................................................................................ 14
Kulit ...................................................................................................................... 18
Kepala dan Wajah ........................................................................................... 26
Leher .................................................................................................................... 29
Payudara ............................................................................................................ 30
Punggung dan Pinggang .............................................................................. 33
Ekstremitas ....................................................................................................... 34
PEMERIKSAAN PARU ........................................................................................ 41
Manifestasi Klinis Kelainan Paru dan Dada ........................................ 41
Teknik Pemeriksaan ..................................................................................... 45
PEMERIKSAAN JANTUNG ............................................................................... 53
PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN GENITALIA ........................................ 60
Pemeriksaan Abdomen ................................................................................ 61
Pemeriksaan Inguinal ................................................................................... 72
Pemeriksaan Anorektal ............................................................................... 72
Pemeriksaan Genitalia Laki-laki ............................................................... 74
Pemeriksaan Genitalia Perempuan ........................................................ 76

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang atas karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan buku
“Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik : Kunci Diagnosis” ini.
Buku ini merupakan pembelajaran bagi tim penyusun untuk
memperdalam pengetahuan tentang cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik dan benar. Selanjutnya kami berharap
buku ini dapat menjadi salah satu referensi bagi para Dokter Muda
maupun Mahasiswa Kedokteran dalam memenuhi kompetensi dasar
wajib seorang dokter, yakni anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Marwanta, Sp.PD-
M.Kes yang telah berkenan meluangkan waktunya membimbing
kami dalam penyusunan buku ini, serta untuk dukungan dan
motivasi yang diberikan selama kami menjalani Pendidikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam FK UNS.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada berbagai pihak yang
telah banyak membantu dalam penyusunan buku ini. Kami
menyadari buku ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami berharap adanya masukan dan perbaikan di masa yang akan
datang.

Surakarta, 1 April 2017


Tim Penyusun

3
ANAMNESIS

1. IDENTITAS
- Nama lengkap pasien
- Umur atau tanggal lahir
- Jenis kelamin
- Nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab
- Alamat
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Suku bangsa dan agama

2. KELUHAN UTAMA (CHIEF COMPLAINT)


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga
membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan.
Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
Contoh: Buang air besar encer seperti cucian beras sejak 5 jam
yang lalu.

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum sakit sampai pasien datang berobat.
 Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa
Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan oleh

4
pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi
melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien.
 Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kata tanya apa,
mengapa, bagaimana, bilamana, bukan pertanyaan tertutup,
kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas.
 Pasien harus dibiarkan bercerita sendiri dan jangan terlalu
banyak disela pembicaraannya.
 Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan
mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan; misalnya mendadak,
perlahan-lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung
bertambah berat atau berkurang dan sebagainya
3. Lokasi dan penyebarannya; menetap, menjalar,
berpindah-pindah
4. Hubungannya dengan waktu; misalnya pagi lebih sakit
dari pada siang dan sore, atau sebaliknya, atau terus
menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktivitas; misalnya bertambah
berat bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan
bila beristirahat
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan; misalnya
keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan
lainyang bersamaan dengan serangan
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang
kali

5
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-
faktor yang memperberat atau meringankan serangan
9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang
menderita keluhan yang sama
10. Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk
penyakit tertentu
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa,
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya,
jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga
tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang saat ini diderita.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakitnya sekarang
- Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan,
menderita penyakit yang berat dan menjalani perawatan di
rumah sakit, operasi tertentu, riwayat alergi obat dan
makanan, lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau
tidak
- Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan, termasuk steroid dan kontrasepsi. Riwayat
transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi juga perlu
ditanyakan. Bila pasien pemah melakukan berbagai
pemeriksaan, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk
6
hasilnya, misalnya gastroskopi, Papanicolaou's smeoar,
mamografi, foto parudan sebagainya.

5. RIWAYAT OBSTETRI
Anamnesis terhadap riwayat obstetri harus ditanyakan pada
setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan
menarce, apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai
rasa nyeri atau tidak. Juga harus ditanyakan riwayat kehamilan,
persalinan dan keguguran.

6. ANAMNESIS SISTEM ORGAN (SWTEMS REVIEW)


 Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis
 Mata : visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi
 Telinga : pendengaran, tinitus, sekret, nyeri
 Hidung : pilek, obstruksi, epistaksis, bersin,
 Mulut : geligi, stomatitis, salivasi
 Tenggorok: nyeri menelan, susah menelan, tonsilitis,
kelainan suara
 Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
 Jantung : sesak napas, ortopneu, palpitasi, hipertensi
 Paru : batuk, dahah, hemoptisis, asma
 Gastrointestinal : nafsu makan, defekasi, mual, muntah,
diare, konstipasi, hematemesis, melena, hematoskezia,
hemoroid
 Saluran kemih : nokturia, disuria, polakisuria, oliguria,
poliuria, retensi urin, anuria, hematuria,

7
 Alat kelamin : fungsi seksual, menstruasi, kelainan
ginekologik
 Payudara : perdarahan, discharge, benjolan
 Neurologis : kesadaran, gangguan saraf otak, paralisis,
kejang, anestesi, parestesi, ataksia, gangguan fungsi luhur
 Psikologis : perangai, orientasi, ansietas, depresi, psikosis
 Kulit gatal, ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
 Endokrin : struma, tremor, diabetes, akromegali, kelemahan
umum
 Muskuloskeletal : nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot,
kejang otot, kelemahan otot, nyeri tulang, riwayat gout

7. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter;
familial atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat
kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat kehamilan dan
kelahiran.

8. RIWAYAT PRIBADI
 Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan
kebiasaan
 Pada anak-anak perlu dilakukan anamnesis gizi yang
seksama, meliputi jenis makanan, kuantitas, dan kualitasnya
 Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan
dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan,
pekerjaan dan sebagainya.

8
 Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah
kebiasan merokok, minum alkohol, termasuk
penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba)
 Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan
seksualnya juga harus ditanyakan
 Perlu juga ditanyakan mengenai lingkungan tempat tinggal,
termasuk keadaan rumah, sanitasi, sumber air minum,
ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya
 Pada pasien-pasien dengan kecenderungan ansietas dan
depresi, harus dilakukan anamnesis psikologik secara
khusus.

9
PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Secara umum, pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,


perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara
runtut mulai dari keadaan umum hingga pemeriksaan ekstremitas.

 KEADAAN UMUM
 Tampak sakit ringan, sedang, atau berat  dapat menilai
apakah pasien dalam keadaan darurat medis atau tidak
 Status umum kesehatan
- Struktur dan postur tubuh
- Perkembangan seksual
- Aktivitas motorik dan gaya berjalan
- Berpakaian, berias, dan kebersihan diri
- Adanya bau tubuh atau napas
- Ekspresi wajah dan perilaku, afek, dan reaksi terhadap
orang lain serta benda di lingkungannya
- Cara pasien berbicara
- Status kewaspadaan atau tingkat kesadaran.
 Keadaan gizi
- Habitus atletikus  berat badan dan bentuk badan ideal
- Habitus astenikus  kurus
- Habitus piknikus  gemuk
Keadaan gizi pasien juga dinilai : kurang, cukup atau
berlebih.
Keadaan gizi dapat dinilai dengan menghitung indeks massa
tubuh (IMT) atau dengan mengukur lingkar perut pasien.
10
Menghitung lMT
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑘𝑔)
𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑚)2
 Jika IMT > 25, atau berat badannya lebih besar daripada
batas atas nilai berat yang dianjurkan menurut tinggi
badan, perlu dilakukan pengkajian gizi.
 Jika IMT < 17, atau jika berat badannya kurang dari batas
bawah kisaran nilai berat terhadap tinggi badan, Anda
harus mewaspadai kemungkinan anoreksia nervosa,
bulimia, atau keadaan medis lainnya.
 Bila BMI ≤ 35, ukur lingkar pinggang tepat di atas tulang
panggul. Pasien mungkin memiliki kelebihan lemak tubuh
bila ukuran pinggangnya ≥ 87,5 cm untuk wanita atau ≥
100 cm untuk pria.
Mengukur Lingkar Perut
Sebaiknya pasien dalam posisi berdiri. Ukurlah perutnya di
daerah pinggang di atas tulang panggul. Pasien dianggap
memiliki lemak tubuh yang berlebihan jika lingkar perutnya
berukuran >80 cm bagi wanita dan >90 cm bagi pria.

 KESADARAN
Tingkat kesadaran :
1) Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap
dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat
menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
2) Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh
tak acuh terhadap lingkungannya.

11
3) Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan
motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien
tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
4) Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan
mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
5) Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat,
misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang
baik.
6) Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang
tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan
tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea,
pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak
adekuat.
7) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak
ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri.
Skala koma Glasgow merupakan ukuran perkembangan tingkat
kesadaran yang menilai 3 komponen, yaitu membuka mata, respons
verbal (bicara) dan respons motorik (gerakan).

12
Gambar 4. Skala Koma Glasgow

13
 TANDA-TANDA VITAL
1) Tekanan Darah
Cara mengukur tekanan darah :
a. Lingkarkan manset pada lengan 1,5 cm di atas fossa
kubiti anterior
b. Tekanan tensimeter dinaikkan sambil meraba denyut A.
Radialis sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan
sistolik
c. Tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan
stetoskop pada fossa kubiti anterior di atas A. Brakialis
atau sambil melakukan palpasi pada A. Brakialis atau A.
Radialis.
Dengan cara palpasi, hanya akan didapatkan tekanan sistolik
saja. Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut
nadi Korotkov, yaitu :
 Korotkov l, suara denyut mulai terdengar, tapi masih
lemah dan akan mengeras setelah tekanan diturunkan 10-
15 mmHg; fase ini sesuai dengan tekanan sistolik.
 Korotkov ll, suara terdengar seperti bising jantung
(murmur) selama 15-20 mmHg berikutnya.
 Korotkov lll, suara menjadi kecil kualitasnya dan menjadi
lebih jelas dan lebih keras selama 5-7 mmHg berikutnya.
 Korotkov lV, suara akan meredup sampai kemudian
menghilang setelah 5-6 mmHg berikutnya.
 Korotkov V titik di mana suara menghilang; fase ini sesuai
dengan tekanan diastolik.

14
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah :
- Lebar manset
- Posisi pasien
- Emosi pasien
- Adanya kelainan jantung atau pembuluh darah  harus
diukur pada lengan kanan dan lengan kiri, bahkan bila
perlu tekanan darah tungkai.
Dalam keadaan normal, tekanan sistolik akan turun
sampai 10 mmHg pada waktu inspirasi. Pada tamponade
perikordial atau asma berat, penurunan tekanan sistolik
selama inspirasi akan lebih dari 10 mmHg.

Klasifikasi Tekanan Darah (pada orang dewasa)


Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Hipertensi
- Stadium 3 (berat) ≥180 ≥110
- Stadium 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
- Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Normal <130 <85
Optimal <120 <80
*) Ketika tinggi tekanan sistolik dan diastolik menunjukkan
kategori yang berbeda, gunakan kategori yang lebih tinggi.
*) Isolated systolic hypertension = tekanan sistolik ≥140
mmHg dan diastolic <90 mmHg.

15
2) Nadi
Dengan palpasi di A. Radialis. A. Brakialis di fossa kubiti, A
Femoralis di fossa inguinalis, A. Poplitea di fossa poplitea,
atau A. Dorsalis pedis di dorsum pedis.
Yang dinilai :
Frekuensi nadi
- Normal  60 – 100 x/menit
- Takikardia (pulsus frequent)  >100 x/menit
- Bradikardia (pulsus rarus)  <60 x/menit
Bila terjadi demam, maka frekuensi nadi akan meningkat,
kecuali pada demam tifoid, frekuensi nadi justru menurun
dan disebut bradikardia relatif.
Irama denyut nadi
- Regular (teratur)
- Ireguler (tidak teratur)
Dalam keadaan normal, denyut nadi lebih lambat pada saat
ekspirasi dibandingkan saat inspirasi (sinus aritmia)
 Fibrilasi atrium  denyut nadi sangat ireguler;
frekuensinya lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi
denyut jantung (pulsus defisit)
 Demam, misalnya demam tifoid  nadi dengan 2 puncak
(dicrotic pulse/bisferiens)
 Stenosis aorta  puncak nadi yang rendah dan tumpul
(anacrotic pulse)
 Kelainan jantung koroner  denyut nadi yang kuat dan
lemah terjadi secara bergantian (pulsus alternans)

16
Isi nadi
- Isi nadi cukup
- Isi nadi kecil (pulsus parvus)  perdarahan, infark
miokardial, efusi pericardial, stenosis aorta
- Isi nadi besar (pulsus magnus)  demam, aktivitas berat
Selain itu, juga harus dinilai apakah pengisian selalu sama
(ekual) atau tidak sama (anekual).
- Pulsus paradoksus  deyut nadi lebih lemah dibanding
saat ekspirasi
- Pulsus paradoksus dinomikus  denyut nadi melemah
hanya saat inspirasi dalam dan kembali normal saat akhir
inspirasi
- Pulsus paradoksus mekanikus  denyut nadi melemah di
seluruh fase inspirasi dan normal saat awal ekspirasi
(misal pada perikarditits konstriktif)
Kualitas nadi
Pulsus celer (abrupt pulse)  pengisian dan pengosongan
nadi berlangsung mendadak karena tekanan nadi besar
Pulsus tordus (plateau pulse)  pengisian dan pengosongan
berlangsung lambat, misal pada stenosis aorta
Kualitas dinding arteri
Pada keadaan aterosklerosis dan arteritis temporalis,
biasanya dinding arteri akan mengeras
3) Frekuensi Napas
Normal  16-24 x/menit
Bradipneu  < 16 x/menit
Takipneu  > 24 x/menit
17
4) Suhu
Normal  36-37°C (pagi hari mendekati 36°C dan pada sore
hari mendekati 37°C).
Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan termometer
demam. Tempat pengukuran suhu meliputi rektum (2-5
menit), mulut (10 menit) dan aksila (15 menit). Pengukuran
per rektal lebih tinggi 0,5-1°C dibandingkan suhu oral, dan
pengukuran per oral 0,5°C lebih tinggi dibandingkan suhu
aksila.

 KULIT
1) Kualitas Kulit
Kelembaban kulit
- Hiperhidrosis  Hipertiroidisme, setelah serangan malaria,
tuberkulosis (keringat malam), atau efek obat-obatan
(salisilat)
- Hipohidrosis  Miksedema, lepra (anhidroisb lokal, tanda
Gunawan) dan obat-obatan (atropin)
Elastisitas kulit (turgor)
Diperiksa pada kulit dinding perut di kulit lengan atau kulit
punggung tangan, yaitu dengan cara mencubitnya. Turgor
yang menurun didapatkan pada keadaan dehidrasi, kaheksia
atau senilitas.
Atrofi kulit
Merupakan penipisan kulit karena berkurangnya satu lapisan
kulit atau lebih, sehingga kulit tampak pucat, turgor menurun
dan dalam keadaan yang berat, kulit teraba seperti kertas.
18
Hipertrofi kulit
Merupakan penebalan kulit karena bertambahnya jumlah sel
atau ukuran sel pada satu lapisan kulit atau lebih.
- Likenifikasi  Penebalan kulit disertai dengan relief kulit
yang bertambah jelas, misalnya pada neurodermatitis
- Hipereratosis  Penebalan terjadi pada lapisan korneum
- Akantosis  Penebalan terjadi pada lapisan spinosum

Likenifikasi Hiperkeratosis Akantosis

2) Warna Kulit
 Melanosis : Kelainan warna kulit akibat berkurang atau
bertambahnya pembentukan pigmen melanin pada kulit.
Hipermelanosis  pigmen bertambah
Hipomelanosis (leukoderma)  pigmen berkurang

Hipomelanosis Hipermelanosis

19
 Albinisme (akromia kongenital) : Tidak adanya pigmen
melanin di kulit, rambut dan mata. dapat bersifat parsial
atau generalisata. Pasien biasanya sensitif terhadap cahaya.

 Vitiligo : Hipomelanosis yang berbatas jelas, biasanya


disertai tepi yang hiperpigmentasi.

 Piebaldisme (albinisme partial) : Bercak kulit yang tidak


mengandung -pigmen yang ditemukan sejak lahir dan
menetap seumur hidup.

20
 Palor : Warna kulit kepucatan, yang dapat terjadi karena
gangguan vaskularisasi (sinkop, syok) atau akibat
vasospasme.
 Ikterus : Warna kekuningan; mudah dilihat di sclera
- Kuning kemerahan  ikterus hemolitik, anemia
pernisiosa
- Kuning kehijauan  ikterus obstruktif
- Kuning kekuningan  sirosis hepatis

Ikterus
 Pseudoikterus (karotenosis) : Kulit bewarna kekuningan
tetapi sklera tetap normal; disebabkan oleh
hiperkarotenemia, misalnya banyak makan wortel atau
pepaya. Gejala ini akan hilang sendiri dengan memperbaiki
dietnya.
 Klorosil : Warna kulit hijau kekuningan, biasanya terdapat
pada orang yang tidak pernah terpapar sinar matahari
(green sickness). Pada perempuan juga sering diakibatkan
dilatasi pembuluh darah (chlorosis cum rubra).
 Eritema : Warna kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi
kapiler. Bila ditekan, warna merah akan hilang (diaskopi

21
positif). Didapatkan pada berbagai infeksi sistemik,
penyakit kulit dan alergi.
 Sianosis : Warna biru pada kulit, karena darah kekurangan
oksigen
 Kulit coklat : Disebabkan peningkatan pigmen dalam kulit,
misalnya pada penyakit Addison. Pada intoksikasi Arsen
(melanosis Arsen) atau intoksikasi perak (argirosis), kulit
akan bewarna coklat keabu-abuan.
 Melasma (kloasma) : Pigmentasi kulit yang tak berbatas
tegas, umumnya pada muka dan simetrik, disertai
hiperpigmentasi areola payudara dan genitalia eksterna.
Dapat bersifat idiopatik atau akibat kehamilan (kloasma
grovidarum).

3) Efloresensi (Ruam)
 Efloresensi Primer
 Makula  Vesikel
 Papula  Bula
 Nodul  Kista
 Urtika

22
 Efloresensi Sekunder
 Skuama  Ulkus
 Krusta  Fisura (rhagade)
 Erosi  Sikatriks
 Ekskoriasi  Keloid

4) Lesi Lain pada Kulit


 Edema

 Emfisema subkutis : akumulasi udara atau gas pada


jaringan kulit.
 Purpura : Ekstravasasi darah ke dalam kulit atau mukosa,
sehingga bila ditekan maka warna kemerahannya tidak
akan hilang (diaskopi negatif).

23
 Xanthoma : Deposit lipid yang sirkumskripta dengan
ukuran 1 mm-2 cm dengan warna merah kekuningan.

 Komedon : Gumpalan bahan sebasea dan keratin yang


bewarna putih kehitaman yang menyumbat folikel.
 Miliaria : Kelainan kulit akibat retensi keringat ditandai
adanya vesikel milier, berukuran 1-2 mm pada bagian
badan yang banyak berkeringat.
 Angioma : Tumor yang berasal dari sistem pembuluh darah
(hemangioma) atau dari pembuluh limfe (limfangioma).
 Teleangiektasis : pelebaran pembuluh darah kapiler yang
menetap di kulit
 Nevus pigmentosus : Daerah hiperpigmentasi yang
menetap, kadang-kadang disertai pertumbuhan rambut,
nyeri dan ulserasi.

24
 Spider naevi : Arteriol yang menonjol dan kemerahan serta
bercabang-cabang dengan diameter 3-l0 mm. Bila
pusatnya ditekan dengan ujung yang runcing, maka
cabang-cabangnya akan menghilang

 Striae : Garis putih kemerahan dari daerah kulit yang


atrofik yang dikelilingi oleh kulit yang normal.

 Eksantema : Kelainan kulit yang timbul dalam waktu yang


singkat yang biasanya didahului oleh demam, misalnya
morbili.
 Gumma : Infitrat lunak, berbatas tegas, kronik dan
destruktif yang dikemudian hari dapat mengalami ulserasi
dan membentuk ulkus, gummosum. Kelainan ini hanya
terdapat pada penyakit kulit, sifilis, frambusia tropika,
tuberkulosis kulit, dan mikosis dalam.

25
 KEPALA DAN WAJAH
Kepala
1. Pasien disuruh duduk dihadapan pemeriksa dengan mata
pasien sama tinggi dengan mata pemeriksa
2. Perhatikan bentuk dan ukuran (doliksefalus, brakisefalus,
hidrosefalus, mikrosefalus)
3. Perhatikan kondisi permukaan kulit kepala : distribusi
rambut, benjolan di kepala (hematom, kista, tumor, dll)

Pemeriksaan Kepala Alopecia

Wajah
1. Perhatikan warna kulit wajah pucat (anemia, dehidrasi, dll),
ikterus (penyakit hati, kelainan darah, dll), sianosis (penyakit
jantung, gangguan respirasi, gagal nafas), malar rash pada SLE
2. Ekspresi wajah juga sering kali menunjukkan tanda yang khas
seperti mulut yang menganga dan dagu sedikit ke belakang
pada pembesaran kelenjar adenoid, muka topeng pada
Parkinson, facies leonina pada lepra, sindrom down, wajah
yang asimetri miasl pada Bell's Palsy
3. Sensibiltas wajah juga harus diperiksa untuk mengetahui
fungsi sensorik N.VII, N.V

26
Down syndrome Ikterik Facies leonina

Mata
1. Dimulai dari inspeksi bagian luar mata, yakni alis, bulu mata
dan regio palpebra
2. Periksa konjungtiva, sklera dan sekresi air mata
3. Kemudian lakukan pemeriksaan bola mata dimulai dari yang
paling depan yakni, kornea, pupil, iris, lensa dan retina dengan
menggunakan funduskopi
4. Lakukan pemeriksaan lapang pandang dan visus

Krusta pada conj.bakterial Katarak

Telinga
1. Perhatikan keadaan daun telinga, apakah ada tanda-tanda
inflamasi, sikatriks

27
2. Periksa keadaan liang telinga dari luar ke dalam, perhatikan
apakah ada sekret yang keluar dari liang telinga,kemudian
menggunakan alat bantu otoskop dan spekulum telinga untuk
melihat keadaan dinding liang telinga hingga keadaan
membrana tympani
3. Lakukan pemeriksaan fungsi pendengran (tes berbisik,tes
penala, dll)

Otitis externa Membrana timpani bulging

Hidung
1. Perhatikan bentuk hidung, lihat apakah ada deviasi dari os.
nasa., kelainan bentuk hidung seperti flat nasal bridge pada
Down syndrome
2. Periksa keaddan lubang hidung dari luar hingga kedalam,
perhatikan adanya sekret yang keluar dari lubang hidung,
kemudian menggunakan alat bantu spekulum hidung untuk
melihat kondisi intra nasal (mukosa, keadaan konka, deviasi
tulang, dll)
3. Lakukan pemeriksaan fungsi penghidung
4. Periksa keadaan sinus-sinus paranasal, cek apakah ada
nyeri tekan

28
Deviasi os.nasal Epistaxis Spekulum hidung

Mulut
1. Perhatikan bibir dan mukosa mulut,warna bibir (sianosis,
pucat, kemerahan), bibir retak-retak, luka pada sudut mulut
2. Periksa gigi geligi, lidah, palatum dan mukosa intraoral
3. Bau nafas yang khas juga dapat ditemukan pada beberapa
penyakit seperti nafasbau keton, bau busuk, fetor, dll

Bibir sianosis Candidiasis oral Caries dental

 LEHER
1. Perhatikan bentuk leher, otot-otot leher
2. Lakukan palpasi pada leher untuk menilai kondisi kelenjar
getah bening, kelenjar tiroid, trakea dan arteri karotis
3. Lakukan pemeriksaan tekanan vena juguler

29
Difusse goiter Limfadenopati TB Pengukuran JVP

 PAYUDARA
Pemeriksaan payudara harus dilakukan secara baik dan halus,
tidak boleh keras dan kasar, apalagi bila ada dugaan keganasan
karena kemungkinan akan menyebabkan penyebaran.
1. Inspeksi
- Pasien duduk di muka pemeriksa dengan posisi sama tinggi
dengan pemeriksa
- Posisi pemeriksaan : tangan pasien bebas di samping
tubuhnya; tangan pasien diangkat ke atas kepala; dan
tangan pasien di pinggang
- Perhatikan simetri payudara kiri dan kanan, kelainan puting
susu, letak dan bentuk puting susu, adakah retraksi puting
susu, kelainan kulit, tanda-tanda radang, dan gambaran
seperti kulit jeruk (peau d'oranges)
2. Palpasi
- Posisi pasien berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh
merata di atas bidang dada, bila perlu bahu atau punggung
dapat diganjal dengan bantal kecil

30
- Palpasi dilakukan dengan falang distal dan falang tengah
jari 11,111 dan IV pemeriksa dan dilakukan secara
sistematis mulai dari iga II sampai ke inferior di iga VI atau
secara sentrifugal dari tepi ke sentral
- Periksa puting susu dengan memegang puting susu diantara
ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa, perhatikan adakah
cairan yang keluar dari puting susu (nipple discharge).
Normal  perempuan pada masa laktasi, perempuan hamil
atau perempuan yang lama menggunakan pil kontrasepsi.
Curiga ganas  Bila cairan yang keluar dari puting susu
berdarah
3. Pemeriksaan massa pada payudara
Bila ditemukan massa pada payudara, perhatikan :
- Letak
- Ukuran
- Bentuk
- Konsistensi
- Nyeri tekan
- Bebas atau terfiksir baik pada kulit maupun pada dasar
4. Kelenjar getah bening (KGB) regional
Adapun yang dinilai meliputi jumlah kelenjar, ukuran,
konsistensi, terfiksir atrau tidak, adakah nyeri tekan atau
tidak. KGB regional yang berhubungan dengan payudara :
a. KGB aksila
Posisi pasien duduk. Lengan pasien pada sisi aksila
yang akan diperiksa diletakkan pada lengan pemeriksa
sisi yang sama, kemudian pemeriksa melakukan palpasi
31
aksila tersebut dengan tangan kontralateral. Terdiri
dari :
- KGB mamaria eksterna  terletak pada tepi lateral
m. pektoralis mayor sepanjang tepi medial aksila
- KGB scapula  terletak sepanjang vena
subskapularis dan torakoddorsalis
- KGB sentral  terletak di dalam jaringan lemak di
pusat aksila
- KGB interpektoral  terletak diantara m. pektoralis
mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis
v.torakoakromialis
- KGB v.aksilaris bagian lateral  mulai dari tendon
m.latisimus dorsi ke arah medial sampai
percabangan v. aksilaris menjadi v. torakoakromialis
- KGB subklavikula  terletak sepanjang v. aksilaris
b. KGB prepektoral
Kelenjar tunggal yang terletak di bawah kulit atau di
dalam jaringan payudara, di atas fasia pektoralis pada
payudara kwadran lateral
c. KGB mamaria interna
Tersebar di sepanjang trunkus limfatikus mamaria
interna, kira-kira 3 cm dari tepi sternum, di dalam
lemak di atas fasia endotorasika pada sela iga
d. KGB supra dan infraklavikula
5. Ginekomastia
Yakni pembesaran payudara pada laki-laki, biasanya
berhubungan dengan hipogonadisme, sirosis hati, obat-obatan
32
(spironolakton, digoksin, estrogen), tirotoksikosis, keganasan
(bronkogenik, adrenal, testes). Pada palpasi, ginekomastia
teraba sebagai massa jaringan di bawah puting dan areola
payudara.

 PUNGGUNG DAN PINGGANG


Pemeriksaan ini dilakukan bila ditemukan adanya nyeri
radikuler, deformitas tengkuk, punggung dan pinggang, nyeri di
sekitar vertebra, gangguan miksi dan defekasi, serta kelemahan
lengan dan tungkai.
1. Inspeksi
Perhatikan sikap pasien, cara berjalan, posisi bahu,
punggung, pinggang, lipatan gluteal dan lengkung vertebra.
2. Palpasi
Rabalah otot-otot paraspinal, prosesus spinosus, sudut ileo-
lumbal, sendi sakro-iliakal dan cekungan pangkal paha.
Pada pasien dengan dugaan peradangan ginjal dilakukan
pemeriksaan nyeri ketok kostovertebral
3. Gerakan dan Refleks Ekstremitas
Kemudian lakukan gerak aktif dan pasif tulang belakang
yang meliputi fleksi ke anterior, ekstensi dan laterofleksi.

33
* Tes Schober (menilai kekakuan tulang belakang) :
Tentukan 2 titik yang berjarak 10 cm pada pinggang pasien
di garis tengah (di atas vertebra lumbal), kemudian pasien
disuruh membungkuk semaksimal mungkin, dalam keadaan
normal kedua titik tersebut akan menjauh 5 cm sehingga
jaraknya menjadi 15 cm.
Positif  Pasien tidak dapat membungkuk secara maksimal
dan jarak kedua titik tersebut tidak akan mencapai
perpanjangan 5 cm

 EKSTREMITAS
 Ekstremitas Atas
1. Regio Shoulder
a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada anterior, lateral, dan
posterior dari regio shoulder.
 Lakukan identifikasi pada musculus deltoideus,
musculus trapezius, musculus supraspinatus,
musculus infraspinatus, musculus lattisimus dorsi,
sternoclavicular joint, acromioclavicular joint, os
clavicula dan scapula.
b. Palpasi
 Pembengkakan, bony prominence, nyeri tekan, suhu
c. Pemeriksaan range of motion articulatio humeri
 Abduksi
 Adduksi
 Protraksi (fleksi, anterversi)
34
 Retraksi (ekstensi, retroversi)
 Rotasiintrernal
 Rotasieksternal

2. Regio Elbow
a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada anterior dan posterior dari
regio elbow
 Identifikasi musculus biceps brachii, musculus
coracobrachialis, musculus brachialis, dan musculus
triceps brachii
b. Palpasi
 Pembengkakan, bony prominence, nyeri tekan, suhu
c. Pemeriksaan range of motion aktif dan pasif pada
articulatio cubiti (articulatio humeroulnaris,
humeroradialis, dan radioulnaris proximalis)
 Fleksi
 Ekstensi
 Pronasi
 Supinasi

35
3. Regio Wrist & Hand
a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada bagian dorsal dan palmar
dari region wrist & hand
 Lakukan identifikasi otot-otot eminentia thenaris
b. Palpasi
 Pembengkakan, bony prominence, nyeri tekan,
suhu

c. Pemeriksaan range of motion aktif dan pasif pada


pergelangan tangan (articulatio radio carpalis dan
mediocarpalis), sendi karpometakarpal, sendi
metakarpofalangea, sendi interfalangea
- Fleksi
- Ekstensi
- Deviasi radial et ulnar

36
 Ekstremitas Bawah
1. Regio panggul
a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada anterior, lateral, dan
posterior (pasien diminta berdiri, berjalan, dan
posisi supinasi)
 Cara berjalan pasien (Gait)
 Lakukan identifikasi pada musculus
b. Palpasi
 Origo musculus adductor longus dan trochanter
minor
 Ukur true leg length dan apparent leg length
 Pembengkakan, bony prominence, nyeri tekan,
suhu

37
c. Pemeriksaan range of motion
 Fleksi
 Ekstensi
 Abduksi
 Adduksi
 Rotasi internal
 Rotasi eksternal

2. Regio Lutut
a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada anterior, lateral, dan
posterior (bandingkan kanan dan kiri)
 Identifikasi adakah muscle wasting
b. Palpasi
 Pembengkakan, bony prominence, nyeri tekan, suhu
 Ukur lingkar paha
 Solomon’s test
 Patella tap test
 Drawer test
c. Pemeriksaan range of motion
 Fleksi

38
 Ekstensi
 Rotasi internal
 Rotasi eksternal

3. Regio foot dan ankle


a. Inspeksi
 Lakukan inspeksi pada anterior, lateral, dan
posterior (pasien berdiri, berjalan, supinasi)
 Identifikasi adanya talipes cavus, valgus, varus,
cavovarus, equinus, equinovalgus, equinovarus,
calcaneus, calcaneovalus, maupun calcaneocavus
 Lakukan identifikasi muscle wasting

39
b. Palpasi
 Pembengkakan, bony prominence (malleolus
medialis dan lateralis), nyeri tekan, suhu

c. Pemeriksaan range of motion


 Supinasi (inversi)
 Pronasi (eversi)
 Dorso fleksi
 Plantar fleksi

40
PEMERIKSAAN FISIK PARU

MANIFESTASI KELAINAN PADA PARU


BATUK
Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau
abnormal.
 Batuk ringan yang bersifat non-explosive disertai dengan
suara parau  pasien dengan kelemahan otot-otot
pernapasan, kanker paru dan aneurisma aorta torakalis
 Batuk berkepanjangan disertai napas berbunyi  Pasien
dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma dan PPOK)
 Batuk yang bersifat keras, membentak dan nyeri, dapat
disertai dengan suara parau dan stridor  akibat inflamasi,
infeksi dan tumor pada laring
 Batuk yang disertai dengan dahak yang banyak namun sulit
untuk dikeluarkan  bronkiektasis.
 Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada
seorang perokok  bronkitis kronik.
 Batuk kering (non-produktif) disertai nyeri dada daerah
sternum  trakeitis.
 Batuk malam hari menyebabkan gangguan tidur  asma.
 Batuk yang timbul pada saat dan setelah menelan cairan 
adanya gangguan neuromuskular orofaring.
SPUTUM (DAHAK)
 Serous
o Jernih dan encer; pada edema paru akut.
o Berbusa, kemerahan, pada alveolar cell cancer.
41
 Mukoid
o Jernih keabu-abuan, pada bronkitis kronik.
o Putih kental, pada asma.
 Purulen
o Kuning, pada pneumonia,
o Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.
 Rusty (Blood-stained):
o Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat
pada Pneumococcal pneumonia dan edema paru.
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum :
1. Jumlah
2. Warna
3. Bau Sputum
4. Solid Material
BATUK DARAH (HEMOPTISIS)
 Hemoptisis dengan sputum purulen  bronkiektasis
terinfeksi.
 Batuk darah masif yang potensial fatal  bronkiektasis,
tuberkulosis, dan kanker paru.
SAKIT DADA
1. Nyeri Pleura
 Nyeri pleura  bersifat tajam, menusuk, dan semakin
berat bila menarik napas atau batuk.
 Iritasi pleura parietal pada daerah 6 iga bagian atas 
nyeri terlokalisir

42
 Iritasi pada pleura parietal yang meliputi diafragma yang
dipersarafi oleh nervus prenikus  nyeri yang menjalar
ke leher atau puncak bahu.
2. Nyeri Dinding Dada
 Nyeri yang timbul mendadak dan terlokalisir setelah
mengalami batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung
 injury pada otot-otot interkostal ataupun fraktur iga.
 Nyeri dada pada daerah yang sesuai dengan distribusi
dermatom  Herpes zoster, kompresi pada radiks nervus
interkostalis
 Nyeri dada tumpul, iritatif, tidak berhubungan dengan
pernapasan dan semakin memberat secara progresif 
kanker paru, mesotelioma dan metastase pada tulang
3. Nyeri Mediastinum
 Nyeri mediastinum  bersifat sentral atau retrostrenal
serta tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk.
 Nyeri yang berasal dari trakea dan bronkus akibat infeksi
maupun iritasi oleh debu iritan dapat dirasakan sebagai
rasa panas pada daerah retrosternal, yang semakin berat
bila pasien batuk.
 Nyeri tumpul yang bersifat progresif sehingga
mengganggu tidur dapat terjadi akibat adanya keganasan
pada kelenjar getah bening mediastinum atau akibat
timoma.
 Tromboemboli paru masif yang menyebabkan
peningkatan tekanan ventrikel kanan  nyeri sentral
menyerupai iskemik miokard.
43
SESAK NAPAS
 Sesak napas akibat gangguan psikis  mendadak, dimana
pasien mengeluh tidak dapat menghirup cukup udara,
sehingga harus menarik napas dalam. Keluhan dapat disertai
dengan pusing, kesemutan pada jari-jari dan sekitar mulut,
dada rasa penuh dan walaupun jarang dapat disertai sinkop.
 Sesak saat berbaring (ortopnea)  pada pasien dengan gagal
jantung kiri dan pasien dengan kelelahan otot-otot
pernapasan akibat keterlibatan diafragma; dapat juga terjadi
pada semua peyakit paru yang berat.
 Sesak yang menyebabkan pasien terbangun pada malam hari
 gejala khas asma dan gagal jantung kiri. Pasien asma
umumnya terbangun di antara jam 03.00-05.00 dan disertai
dengan mengi.
 Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan atau
pada saat hari libur  kemungkinan asma akibat kerja.
NAPAS BERBUNYI (WHEEZING/MENGI)
 Wheezing: bunyi siulan yang bernada tinggi yang terjadi
akibat aliran udara yang melalui saluran napas yang sempit.
 Umumnya wheezing terjadi pada saat ekspirasi, namun pada
keadaan yang berat dapat terdengar baik pada ekspirasi
maupun inspirasi.
 Wheezing yang timbul pada saat melakukan aktivitas 
asma dan PPOK.
 Wheezing yang menyebabkan pasien terbangun pada malam
hari asma.
 Wheezing yang timbul pada saat bangun pagi  PPOK.
44
TEKNIK PEMERIKSAAN
 Posisi pasien : Pemeriksaan bagian depan dilakukan dengan
posisi pasien berbaring terlentang, sedangkan bagian
belakang dengan posisi duduk dengan kedua lengan
menyilang pada bahu.
 Amati apakah ada suara abnormal yang langsung terdengar,
seperti :
- Suara mengi (wheezing)
- Stridor : suara seperti mendengkur secara teratur. Terjadi
karena adanya penyumbatan daerah laring.
- Suara serak (hoarseness) : terjadi karena kelumpuhan
pada saraf laring atau peradangan pita suara.
 Inspeksi
1. Kelainan dinding dada
- Jaringan parut bekas operasi
- Pelebaran vena-vena superfisial
- Spider naevi
- Ginekomastia tumor
- Luka operasi
- Retraksi otot-otot interkostal, dan lain-lain

45
2. Kelainan bentuk dada
- Dada paralitikum  dada kecil, diameter sagital
pendek, sela iga sempit, angulus costae < 90°, pada
pasien malnutrisi
- Dada emfisema (Barrel-shape)  dada mengembang,
diameter anteroposterior lebih besar dari diameter
latero-lateral, angulus costae > 90°, pada pasien
bronkitis kronis dan PPOK
- Pectus excavatum  dada dengan tulang sternum
yang mencekung ke dalam
- Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) 
dada dengan tulang sternum menonjol ke depan
- Kifosis
- Skoliosis

Pectus excavatum dan carinatum Kifosis dan skoliosis


3. Frekuensi pernafasan
- Normal (14-20x/menit)
- Bradipneu (< 14x/menit)  pemakaian obat narkotik;
kelainan cerebral
- Takipneu (> 20x/menit)  pneumonia; anxietas;
asidosis

46
4. Jenis pernafasan
- Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen,
peritonitis umum
- Abdominal, misalnya pasien PPOK lanjut
- Kombinasi (paling banyak)
Torakoabdominal  dominan torakal, umumnya pada
perempuan sehat
Abdominotorakal  dominan abdominal, pada laki-
laki sehat
5. Pola pernafasan
- Pernapasan normal: Fase inspirasi dan ekspirasi
bergantian
- Takipnea: napas cepat dan dangkal
- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam
- Bradipnea: napas yang lambat
- Pernapasan Cheyne Stokes: adanya periode apnea
kemudian disusul periode hiperpnea. Siklus ini terjadi
berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan
kerusakan otak, hipoksia kronik.
- Pernapasan Biot (Ataxic breathing) : frekuensi dan
amplitudo pernapasan tidak teratur. Terdapat pada
cedera otak.
 Palpasi
1. Palpasi dalam keadaan statis
Untuk mengetahui kelainan dinding dada misalnya tumor,
nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema
subkutis, dan lain-lain.
47
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
a. Pemeriksaan ekspansi paru
Dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari
secara simetris pada masing-masing tepi iga,
sedangkan jari-jari lainnya menjulur sepanjang sisi
lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling
berdekatan atau hampir bertemu di garis tengah dan
sedikit diangkat ke atas sehingga dapat bergerak bebas
saat bernapas. Pada saat pasien menarik napas dalam
kedua ibu jari akan bergerak secara simetris.

b. Pemeriksaan vokal fremitus


Dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada
permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran
suara akan lebih jelas.
Hasil pemeriksaan fremitus :
- Normal
- Melemah  empiema, hidrothoraks, atelektasis
- Mengeras  infiltrat pada parenkim misal pada TB
dan pneumonia

48
 Perkusi
Dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada
dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri
tersebut ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada
daerah yang akan diperkusi. Bagian tengah falang medial
tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan
menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan
sendi pergelangan tangan sebagai penggerak.

Adapun bunyi ketukan pada paru:


- Sonor  pada paru yang normal
- Hipersonor  banyak udara dalam paru, misal pada
emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,
pneumotoraks, dan bula besar

49
- Redup  bila bagian padat lebih banyak daripada udara
misal adanya infiltrat/ konsolidasi akibat pneumonia,
efusi pleura sedang
- Pekak  tidak ada udara, misal pada tumor paru, efusi
pleura massif

Selain itu, dilakukan perkusi untuk menentukan batas paru


dengan organ lain, di antaranya :
- Batas paru-hati
Perkusi sepanjang garis midklavikula kanan dari sela
iga ke-2 ke arah kaudal sampai didapatkan adanya
perubahan bunyi dari sonor menjadi redup. Umumnya
batas paru-hati didapatkan setinggi sela iga ke-6.
- Batas paru-lambung
Perkusi sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai
didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani.
Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8.
 Auskultasi
1. Suara napas pokok yang normal terdiri dari :
- Vesikular  frekuensi rendah, fase inspirasi
langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa

50
diselingi jeda, dengan perbandingan 3: 1. Dapat
didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
- Bronkovesikular  intensitas dan frekuensi
sedang, fase ekspirasi lebih panjang sehingga
hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya
kadang - kadang dapat diselingi jeda. Normal
didapatkan pada dinding anterior setinggi sela iga
l- dan 2 serta daerah interskapula.
- Bronkial  keras dan berfrekuensi tinggi, fase
ekspirasi lebih panjang dari fase inspirasi dan
diantaranya diselingi jeda. Normal dapat didengar
pada daerah manubrium sterni.
- Trakheal  sangat keras dan kasar, dapat
didengarkan pada daerah trakea.

Skema nafas vesikuler (merah) dan bronchial (hijau)


2. Suara napas tambahan terdiri dari :
- Ronki basah  Suara napas yang terputus-putus,
terdengar saat inspirasi akibat udara yang
melewati cairan dalam saluran napas.
- Ronki kering  Suara napas kontinyu, dengan
frekuensi relatif rendah, terjadi karena udara

51
mengalir melalui saluran napas yang menyempit.
Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya
tinggi dan panjang
- Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub) 
Terjadi karena pleura parietal dan viseral yang
meradang saling bergesekan, terdengar pada akhir
inspirasi dan awal ekspirasi.
- Hippocrates succession  suara cairan pada
rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang-
goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien
dengan hidropneumotoraks.
- Pneumothorax click  Bunyi yang bersifat ritmik
dan sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi
bila ada udara di antara lapisan pleura yang
menyelimuti jantung.
- Amforik  Bila terdapat kavitas besar yang
letaknya perifer, terdengar seperti tiupan dalam
botol kosong

52
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Posisi, pasien telentang (supinasi) dengan bagian atas tubuh


dinaikkan 30 derajat; left lateral decubitus; dan duduk menjorok ke
depan.

1. Inspeksi
Perhatikan lokasi apeks jantung atau point of maximal impulse.
Posisi apeks normal adalah sekitar 1 cm medial linea
midklavikularis SIC 5 kiri

2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan ujung-ujung jari atau telapak tangan.
Pemeriksaan palpasi meliputi:
a. Iktus kordis
Merupakan pulsasi di apeks. Posisi denyut apeks jantung
dapat bergeser dari normal jika terjadi pembesaran jantung,
penyakit paru, aneurisma aorta, atau kelainan tulang. Luas
daerah iktus kordis biasanya sebesar koin.
Cara palpasi:
- Posisikan pasien supinasi atau LLD (left lateral
decubitus)
- Gunakan ujung jari di daerah dada SIC 5 linea
midklavikularis.
- Jika tidak teraba, pindahkan tangan pemeriksa ke daerah
apeks jantung. Biasanya sekitar 10 cm di garis
midsternal dan diameternya tidak lebih dari 2-3 cm.
53
b. Thrill
Sensasi getaran superfisial yang dirasakan di kulit sekitar
area turbulensi. Paling baik dirasakan menggunakan kepala
tulang metakarpal dibandingkan ujung jari. Thrill terjadi
karena murmur yang minimal derajat 3.
Thrill sistolik  bersamaan dengan denyutan apeks jantung
Thrill diastolik  tidak bersamaan dengan denyutan apeks.
c. Heaves
Merupakan denyut apeks jantung yang penuh tenaga dan
menetap. Heaves terjadi karena overload ventrikel kiri.
Biasanya ditemukan pada pasien hipertensi, stenosis aorta,
insufisiensi mitral.
d. Lifts
Dorongan terhadap tangan pemeriksa yang terjadi karena
adanya peningkatan tekanan di ventrikel, seperti pada
stenosis mitral.

3. Perkusi
Letakkan jari tengah tangan kiri di dinding dada pasien paralel
dengan ruangan di antara iga, sedangkan telapak dan jari lain
diangkat. Jari yang digunakan untuk mengetuk adalah jari
tengah kanan dengan menggunakan ujungnya.
Perkusi jantung dilakukan di SIC 3, 4, 5 dari linea aksilaris
anterior kiri ke arah medial.
Secara normal, akan terjadi perubahan nada dari sonor ke redup
di sekitar 6 cm lateral sisi kiri sternum. Nada redup ini

54
menandakan daerah jantung. Dalam menentukan kardiomegali
nada redup lebih dari 10,5 cm SIC 5.

4. Auskultasi
Pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang tenang. Auskultasi
dilakukan untuk mengidentifikasi BJ 1, BJ 2, suara tambahan
pada sistol dan diastol, serta murmur sistolik dan diastolik.
Lokasi titik auskultasi adalah:
a. Apeks, disebut juga area mitral, untuk mendengar bunyi
jantung dari katup mitral.
b. SIC 4-5 parasternal kiri dan kanan, disebut juga area
trikuspid/left lower sternal border.
c. SIC 3 kiri untuk mendengarkan bunyi patologis dari septal
jika ada kelainan VSD atau ASD.
d. SIC 2 kiri di samping sternum, disebut juga area pulmonal
atau left base.
e. SIC 2 kanan di samping sternum, disebut juga area aorta
atau right base.

Titik auskultasi

55
Bell stetoskop  efektif untuk mendengarkan suara
berfrekuensi rendah, seperti murmur diastolik atau gallop.
Diafragma stetoskop  efektif untuk suara berfrekuensi tinggi
seperti murmur sistolik atau BJ 4.
Bunyi jantung normal
 BJ 1  dari penutupan katup mitral dan trikuspid;
terdengar di area apeks dan tricuspid; sinkron dengan
pulsasi arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis;
frekuensi lebih rendah dari BJ 2 dideskripsikan dengan
suara “lub”
 BJ 2  dari penutupan katup aorta dan pulmonal, terdengar
di area basal (pulmonal dan aorta)
Bunyi jantung tambahan
a. Split
Splitting BJ 1 bisa terdengar di batas kiri bawah sternum
ketika penutupan katup trikuspid tertunda karena RBBB.
Splitting BJ 2:
- Splitting fisiologis
Terdengar saat inspirasi, ketika aliran venous return ke
ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup
pulmonal melambat.
- Wide physiologic splitting
Terjadi selama inspirasi dan ekspirasi meskipun interval
Aortal dan Pulmonal bertambah lebar saat inspirasi.
- Wide fixed splitting
Terjadi selama inspirasi dan ekspirasi namun interval
Aortal dan Pulmonal tetap konstan.
56
- Paradoxical splitting
Terjadi saat ekspirasi dan menghilang saat inspirasi.
b. BJ 3
 Terdengar saat fase awal diastolik setelah BJ 2 di apeks
atau left lower sternal border.
 Memiliki nada rendah dan tumpul atau halus
 Dihasilkan dari pengisian darah di ventrikel kiri dari
atrium kiri yang berlangsung cepat dan mendadak
berhenti pada fase awal diastolik
 Dianggap fisiologi jika ditemukan pada anak dan dewasa
muda
 Penyebab terjadinya BJ 3 patologis : penurunan
kontraktilitas miokardium, CHF, dan overload volume
ventrikel
c. BJ 4
 Terdengar sesaat sebelum BJ 1, pada fase akhir diastolik
di apeks
 Akibat kontraksi atrium yang lebih kuat dari biasanya
untuk memompakan darah ke ventrikel yang mengalami
peningkatan resistensi, seperti pada hipertensi, stenosis
aorta, kardiomiopati hipertrofi
d. Opening snap
 Bunyi patologis yang keras, snapping, pendek, bernada
tinggi pada fase awal diastolik, di lower left sternal border
 Akibat terbukanya katup mitral yang kaku dengan
mendadak
 Biasanya ditemukan pada kasus stenosis mitral
57
e. Aorctic click
 Dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara
cepat pada stenosis aorta.
f. Pericardial rub
 Pada perikarditis konstriktiva akibat gesekan antara
perikardium visceralis dan parietalis
 Bunyinya kasar dan dapat didengar di area trikuspid.
g. Bising jantung/murmur
 Waktu
- Murmur sistolik  terjadi kapanpun dari BJ 1 – BJ 2
- Murmur diastolik  terjadi kapanpun dari BJ 2 – BJ 1
- Murmur kontinyu  terjadi mulai saat sistol namun
memanjang hingga melewati diastol, seperti pada PDA

Murmur Sistolik Murmur Diastolik


 Bentuk

58
 Intensitas
- Derajat 1 (intensitas paling rendah) : terdengar samar-
samar. Tidak disertai thrill.
- Derajat 2 (intensitas rendah) : terdengar halus. Tidak
disertai thrill.
- Derajat 3 (intensitas medium) : terdengar agak keras.
Tidak disertai thrill.
- Derajat 4 (intensitas medium) : terdengar keras.
Biasanya disertai thrill.
- Derajat 5 (intensitas keras) : terdengar sangat keras.
Dapat terdengar dengan stetoskop sebagian dilepas
dari dada. Biasanya disertai thrill.
- Derajat 6 (intensitas paling keras) : terdengar sangat
keras, meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding
dada. Disertai thrill.

59
PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN GENITALIA

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Regio dibagi menjadi :


kuadran kanan atas (RUQ), kuadran kiri atas (LUQ), kuadran kanan
bawah (RLQ) dan kuadran kiri bawah (LLQ)
Struktur normal yang dapat teraba :
- Sigmoid  teraba keras, seperti tabung yang sempit pada LLQ
- Caecum dan colon asenden  lebih lunak dan lebih lebar
dibandingkan sigmoid, terdapat pada RLQ
- Hepar  meskipun terkadang dapat memanjang sampai ke
bawah perbatasan kosta kanan namun sering kali sulit untuk
dirasakan karena konsistensinya yang lunak. Bagian yang paling
sering dapat di palpasi adalah pada batas bawah hepar
- Renal dekstra dapat teraba pada RUQ terutama pada orang
kurus dengan otot abdominal yang relaksasi. Renal sendiri
merupakan organ yang bagian atasnya dilindungi oleh iga.
Costovertebral angle merupakan sudut yang dibentuk antara
batas bawah iga ke-12 dan prosesus transversus di vertebra
lumbal atas.

60
- Pulsasi pembuluh darah  aorta abdominalis sering kali teraba
pulsasinya di kuadran abdomen atas sedangkan arteri iliaka
dapat teraba di kuadran bawah.
- Vesica urinaria  dapat teraba di atas simfisis pubis
- Uterus  jika terjadi pembesaran seperti pada kehamilan
ataupun terbentuk jaringan fibroid maka dapat teraba di
kuadran bawah.

PEMERIKSAAN FISIK
Persiapan
- Vesica urinaria pasien harus dikosongkan terlebih dahulu
- Mencari posisi yang nyaman bagi pasien saat berbaring
- Sebelum mulai tanyakan di mana letak area yang sakit

Inspeksi
Berdiri di sebelah kanan pasien, yang diperhatikan :
- Kulit  skar, striae, dilatasi vena
- Umbilicus perhatikan tanda-tanda inflamasi atau hernia
- Kontur abdomen  apakah bentuknya bulat, datar, apakah
abdomennya simetris, apakah terdapat organ atau masa yang
terlihat
- Peristatik lakukan observasi selama beberapa menit terutama
pada pasien dengan intestinal obstruction
- Pulsasi pulsasi normal aorta akan terlihat di epigastrium

Auskultasi
- Pemeriksaaan dilakukan di satu titik saja
61
- Bunyi bising usus yang normal adalah suara seperti bunyi “klik”
dan gemuruh dengan frekuensi 5-34 kali permenit. Terkadang
dapat didengar borborigmus yang merupakan bunyi gemuruh
yang lama karena terjadi hiperperistaltik.
- Jika pasien memiliki hipertensi  dengarkan di daerah
epigastrium dan masing-masing kuadran atas untuk adanya
bruit.

Perkusi
- Untuk mengukur kadar dan distribusi gas dalam abdomen dan
mengidentifikasi apakah suatu massa berupa zat padat atu
cairan di dalamnya.
- Perkusi di keempat kuadran untuk mengetahui distribusi dari
suara timpani atau “dullness”. Umumnya suara timpani akan
lebih dominan karena gas di saluran GI, namun di beberapa
tempat dapat ditemukan bunyi “dullness” karena adanya cairan
atau feses.

a. Hepar
Ukurlah panjang vertical dari “dullness” hepar pada garis
midklavikularis kanan, dimulai dari 1 level di bawah
umbilicus (di area yang timpani belum “dull”), lalu perkusi
perlahan ke arah hepar. Setelah itu tentukan batas bawah
hepar.
Kemudian tentukan batas atas hepar dengan melakukan
perkusi dari paru kea rah “dullness” hepar tadi  setelah itu

62
tentukan jarak antara kedua batas atas dan batas bawah pada
garis midklavikularis dan midsternalis.
Jarak normal antara batas atas dan bawah pada garis
midklavikularis kanan adalah 6-12 cm sedangkan di
midsternalis adalah sebesar 4-8 cm. Umumnya pada laki-laki
ukurannya akan lebih besar daripada wanita.

b. Lien
Ketika terjadi pembesaran lien maka lien akan membesar ke
anterior, ke bawah dan ke medial sehingga akan
menghilangkan bunyi timpani dari gaster dan kolon di daerah
tersebut.
Cara : Lakukan perkusi di daerah traube’s space  daerah
yang berbentuk bulan sabit yang batasannya adalah tulang iga
VI kiri, linea aksilaris anterior dan perbatasan kosta sebelah
kiri. Jika didapatkan bunyi timpani terutama di lateralnya
umumnya tidak terjadi splenomegaly, namun jika sebaliknya
maka diduga terdapat splenomegaly.

Area Traub

63
Palpasi
Palpasi ringan/light palpation

Palpasi ringan
Yang dicari  nyeri tekan, resistensi muscular, organ serta
massa yang superfisial.
Jika didapatkan adanya resistensi, bedakan antara guarding
secara volunteer dengan spasme otot involunter. Caranya:
- Rasakan adanya relaksasi otot abdominal yang normalnya
didapatkan bersamaan dengan exhalasi
- Minta pasien untuk bernapas dengan menggunakan mulut
dengan rahang yang terbuka, umumnya guarding secara
volunteer akan berkurang dengan cara ini.

Palpasi dalam/deep palpation

Palpasi dalam

64
Deskripsikan apakah ada massa atau tidak, lokasi, ukuran
bentuk, konsistensi, nyeri tekan, pulsasi dan dapat digerakkan
atau tidak.
Pemeriksaan untuk inflamasi peritoneal  adanya nyeri tekan
dan nyeri pada abdomen terutama yang disertai dengan spasme
otot menunjukkan kemungkinan terjadinya inflamasi di
peritoneum parietalis.
Hal yang harus dilakukan adalah :
- Tentukan lokasi sebelum dilakukan palpasi, mintalah
pasien untuk batuk dan menentukan di mana batuk akan
menyebabkan nyeri
- Setelah itu lakukan palpasi secara halus menggunakan 1 jari
di daerah yang nyeri tadi.
- Nyeri yang dihasilkan akibat perkusi ringan juga
memberikan hasil yang sama.
- Lihat apakah ada nyeri lepas atau rebound tenderness,
tekan dengan menggunakan jari-jari secara halus dan
perlahan kemudian dengan cepat angkat tangan tersebut
dan tanyakan  apakah lebih sakit saat ditekan atau dilepas
tiba-tiba, jika lebih sakit saat dilepas maka ditemukan nyeri
lepas. Selain itu juga mintalah pasien untuk menentukan
lokasinya di mana yang sakit  jika ternyata daerah yang
sakit bukan di tempat dilakukan penekanan maka
kemungkinan daerah yang sakit itulah yang merupakan
masalah utamanya.

65
Hepar

Palpasi hepar
Cara :
- Letakkan tangan kiri di belakang pasien dan tangan kanan
di depan
- Gerakkan tangan kiri ke depan secara perlahan maka hepar
dapat lebih mudah dirasakan oleh tangan kanan
- Mintalah pasien untuk menarik napas dalam lalu rasakan
ujung hepar dan perlahan rasakan permukaan anterior
hepar. Pada inspirasi, hepar dapat dipalpasi 3 cm di bawah
batas bawah kosta kanan di linea midklavikularis
- Mintalah pasien untuk bernapas dengan menggunakan
abdomennya bukan dengan dadanya  agar lebih mudah
untuk meraba hepar, renal dan lien.
Perhatikan  apakah ada nyeri tekan, lalu jika dapat dipalpasi
apakah batas ujungnya lunak, tajam dan apakah permukaannya
rata.
Pada orang obese, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara :
- Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien dan meletakkan
kedua tangannya berdampingan pada abdomen kanan di
bawah perbatasan “dullness” dari hepar.

66
- Tekan jari kita ke arah atas atau ke arah kosta.
- Mintalah menarik napas dalam, maka batas hepar dapat
dirasakan

Palpasi hepar teknik hook

Lien
Cara  letakkan tangan kiri di belakang pasien dan tekan kea
rah depan. Sedangkan tangan kanan diletakkan di batas kosta
kiri sambil menekan ke dalam. Untuk membantu agar dapat
lebih di palpasi adalah dengan cara meminta pasien untuk
menarik napas.

67
Palpasi lien

Setelah itu ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada


sisi kanannya. Hal ini akan menyebabkan lien terdorong ke
depan dan jatuh kearah kanan ke tempat yang dapat di palpasi.

Renal
- Pada palpasi renal kiri maka letakkan tangan kanan di
belakang, di mana ujung jari tangan kanan menyentuh CVA
dan tangan kiri di LUQ
- Minta pasien untuk tarik napas dalam dan pada saat puncak
inspirasi tekanan tangan kiri ke dalam. Jika dapat teraba
maka nilai ukuran, kontur dan apakah ada nyeri tekan.
- Sedangkan pada palpasi renal kanan, tangan kiri di letakkan
di belakang dan tangan kanan digunakan untuk menkenan
di LUQ. Renal kanan normalnya dapat dipalpasi terutama
pada wanita kurus.

68
Palpasi renal

Nyeri pada CVA


Umumnya dengan melakukan penekanan dengan ujung jari
sudah dapat ditemukan nyeri namun jika tidak, dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu tangan dan tangan lainnya
memukul tangan tersebut.

Perkusi renal

Aorta
Caranya adalah dengan melakukan penekanan ke dalam
abdomen bagian atas dan sedikit ke arah kiri dari garis tengah
untuk dapat merasakan pulsasi aorta.

69
Pemeriksaan pulsasi aorta abdominalis

Pemeriksaan untuk Ascites


Cara :
- Shifting dullness
Awalnya cari dulu yang mana yang merupakan batas
timpani dan “dullness” dengan perkusi dari tengah
abdomen ke lateral. Setelah mendapatkan batas tersebut
maka mintalah pasien untuk berbaring ke satu sisi. Perkusi
kembali pasien dan tandai lagi yang mana area yang timpani
dan “dullness”. Pada orang tanpa ascites batas antara
timpani dan “dullness” relative konstan.

Pemeriksaan ascites pekak alih

70
- Pemeriksaan untuk gelombang cairan (undulasi)
Mintalah pada pasien atau asisten untuk menekan daerah
midline dari abdomen dengan menggunakan kedua tangan,
dan pemeriksa menekan salah satu sisi abdomen dengan
ujung jari. Tangan pemeriksa yang satu lagi merasakan
apakah adanya impuls yang ditransmisikan melalui cairan.

Pemeriksaan undulasi

Massa di dinding abdomen


Membedakan antara masa yang terdapat pada dinding abdomen
atau di dalam kavum abdomen adalah dengan cara meminta
pasien untuk berbaring kemudian mengangkat kepala dan bahu
atau meminta pasien untuk mengedan sehingga akan
menyebabkan kontraksi dari otot abdominal. Hal ini akan
menyebabkan massa pada dinding abdomen tetap teraba
sedangkan massa intra-abdominal tidak akan teraba karena
tertutup oleh kontraksi otot abdominal.

71
PEMERIKSAAN INGUINAL
 Pemeriksaan kemungkinan adanya hernia inguinalis dengan
inspeksi dan palpasi daerah inguinal  adakah bising usus pada
benjolan.
 Benjolan yang bisa menghilang atau mengecil dengan posisi
pasien yang terlentang, kemudianmembesar dengan posisi
berdiri dan/atau mengedanhernia reponibilis.
 Adanya benjolan yang menetap dengan perubahan posisi harus
dicurigai hernia irreponibilis,jika disertai nyeri maka  hernia
inkarserata.
 Pemeriksaan kelenjar limfe sepanjang inguinal harus dilakukan
jika identifikasi jumlah, ukuran, konsistensi, dapat
digerakkan atau ada perlekatan, nyeri tekan dan tanda radang
yang lain.

Palpasi Inguinal

PEMERIKSAAN ANOREKTAL
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada berbagai posisi pasien seperti
knee chest position, berbaring miring ke kiri dengan fleksi pada
persendian panggul dan lutut, atau posisi litotomi terutama pada
wanita.
72
Inspeksi daerah sacrococcigeal dan perianal
 Diawali dengan pemeriksaan daerah sacrococcigeal dan perianal
 diperiksa adakah kelainan kulit,jaringan parut, dan bengkak,
nyeri tekan. Waspadai adanya kelainan seperti manifestasi
jamur, cacing, abses perianal maupun fistula/ fisura perianal.
 Pemeriksaan dilanjutkan ke daerah anus, dengan cara membuka
celah di antara kedua pantat pasien, lalu dicari adanya fistula,
fisura, prolaps rekti, hemoroid eksterna ataupun hemoroid
interna yang sudah keluar.

Palpasi Prostat Rectal Toucher


 Pemeriksaan dalam dilakukan dengan jari telunjuk (bersarung
tangan) yang sudah diberikan lubrikan/pelicin Pasien diminta
untuk rileks, kemudian jari pemeriksa masuk ke anus.
Pasien diminta untuk mengkontraksikan sfingter anal eksterna,

73
sehingga bisa dinilai tonusnya  Selanjutnya dinilai mukosa
anus, adakah nyeri, benjolan yang teraba atau
feses yang tertahan, dan harus didiskripsikan ukuran dan
lokasinya  Palpasi dinding mukosa anterior dapat sekaligus
menilai kelenjar prostat (pada laki-laki), baik ukuran,
konturmobilisasi dan konsistensinya, juga adakah pembesaran
atau nyeri tekan di lokasi tertentu. Prostat yang normal
berdiameter lebih kurang 4 cm dengan konsistensi yang kenyal,
halus, dan bisa sedikit digerakkan. Terdapat celah (sulcus) yang
memisahkan kedua lobus yang simetris. Pembesaran prostat
pertama kali bisa dideteksi dengan hilangnya celah ini, baik yang
bersifat jinak maupun maligna. Pada pembesaran yang jinak
biasanya konsistensi masih lunak, sedangkan konsitensi yang
lebih keras bisa didapatkan pada keganasan, prostatic calculi
ataupun fibrosis kronik.Sedangkan konsistensi yang lunak
dengan fluktuasi harus dicurigai adanya abses prostat.
 Terakhir saat mengeluarkan jari (selesai pemeriksaan), feses
yang menempel dijari pemeriksa dinilai warna dan konsistensi
feses, dan apakah disertai darah.

PEMERIKSAAN GENITALIA LAKI-LAKI


 Pemeriksaan inspeksi dan palpasi dilakukan mulai dari rambut
pubis, dengan distribusi dan kelainan lainnya.
 Selanjutnya pemeriksaan penis mulai dari pangkal, batang dan
glans penis, untuk mendapatkan tanda-tanda radang, ulkus atau
nyeri tekan. Pada pasien yang tidak dilakukan sirkumsisi,
diusahakan membuka preputium untuk mengevaluasi glans
74
penis (inflamasi/balanitis, atau ulkus), serta adatidaknya
smegma.

Inspeksi Penis Palpasi Penis


 Selanjutnya diperhatikan meatusuretra eksterna dan mukosanya,
adakah stenosis, ulkus, dan adakah dischorge Uika perlu lakukan
penekanan di glans penis).
 Pemeriksaan skrotum dimulai dari inspeksi dan palpasi kulit dan
kelenjar sebaseus, serta rambut pubis. Dicari adakah
pembengkakan, dan tanda radang yang lain termasuk nyeri
tekan. Testis bisa diraba dengan menggunakan ibu jari dan dua
jari lain kiri dan kanan, sehingga bisa merasakan bentuk dan
ukuran testis, serta ada tidaknya pembengkakan dan nyeri tekan.
Pembengkakan di skrotum selain testis dapat dibedakan dengan
pemeriksaan transiluminasi, yaitu menyorotkan sinar dari
flashlight dari belakang skrotum, pada ruangan yang gelap. Sinar
kemerahan yang terlihat dari depan dianggap sebagai
transiluminasi positif yang berarti adanya cairan serosa seperti
hidrokel. Sedangkan pada jaringan padat seperti testis yang
normal, tumor ataupun hernia, dan juga adanya cairan berupa
darah akan memberikan hasil transiluminasi negatif.

75
 Kemungkinan adanya hernia diperiksa dengan cara inspeksi
adakah benjolan di daerah kanalis inguinalis jika pasien berdiri
dan diminta mengedan. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan
dengan palpasi jari yang dimasukkan lewat skrotum ke arah
lateral atast menuju kanalis inguinalis. Pasien diminta mengedan
atau batuk, jika terdapat hernia indirek maka ujung jari
pemeriksa akan menyentuh jaringan yang viskus. Jika jaringan
viskus tersebut dirasakan di sisi medialjari, maka kemungkinan
terdapat hernia inguinalis direk. Jika hernia yang timbul adalah
hernia skrotalis maka pembesaran di salah satu/ kedua ruang
skrotum akan nyata pada inspeksi.

PEMERIKSAAN GENITALIA PEREMPUAN


 Indikasi pemeriksaan : gangguan menstruasi (amenorea,
perdarahan berlebihan atau dismenorea, nyeri perut yang sulit
dijelaskan, vaginal discharge).
 Pemeriksaan eksterna, meliputi inspeksi dan palpasi mons pubis,
labia mayora dan labia minora, vestibule, introitus vagina dan
saluran uretra, serta kelenjar parauretral (Skene's) dan kelenjar
Bartholini. Beberapa kelainan yang dapat ditemukan seperti
edema, ekskoriasi, maupun tanda peradangan terutama di
kelenjar-kelenjar. Discharge dari introitus vagina maupun
saluran uretra eksterna mungkin bisa ditemukan.

76
Palpasi Kelenjar Bartholini
 Pemeriksaan organ genitalia internal bisa dilakukan dengan jari
maupun dengan bantuan spekulum. Pemeriksaan dengan jari
telunjuk dan jari tengah yang dimasukkan ke vagina, dan tangan
yang lain di dinding abdomen, disebut juga sebagai pemeriksaan
bimanual. Pada teknik ini dapat dilakukan pemeriksaan palpasi
dinding vagina, serviks, porsio, maupun uterus (bimanual) dan
ovarium, berupa bentuk dan ukuran, maupun adanya nyeri atau
benjolan/ massa yang dapat teraba. Pada pemeriksaan dengan
spekulum, kita dapat melihat dinding vagina, serviks serta portio,
sekaligus dapat melakukan pengambilan sampel untuk berbagai
pemeriksaan termasuk sitologi seperti pada pemeriksaan
papaniculou smear.

Pemeriksaan Spekulum Pemeriksaan Bimanual

77
DAFTAR PUSTAKA

Bates, B., Bickley, L., Hoekelman, R. Bates Guide to Physical


Examination and History Taking. Edisi ke-10. Lippincot
Williams & Wilkins. USA. 2009
Bickley. L.S., 2013. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan Bates. Ed. 5. Jakarta: EGC.
DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination.
McGrawHill.USA.
Epstein O et al. Clinial Examination second edition. 1997,
Barecelona Spain: Times Mirror International Publishers
Limited.
Goldberg C.2001.Examination of Abdomen A Practical Guide to
Clinical Medicine. University of Colorado.
Rathe R. 2000. Examination of the Abdomen. University of
Florida.
Setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam
FA. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakarta: InternaPublishing,

78

Anda mungkin juga menyukai