Anda di halaman 1dari 29

V.

INTERPRETASI DAN ANALISIS

5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien

Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat

akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena itu, untuk memberikan

keyakinan dalam melakukan interpretasi dibutuhkan informasi geologi daerah

tersebut dan metode-metode / teknik yang dapat membantu dalam interpretasi,

salah satunya adalah teknik gradient.

Pada penelitian ini dibahas teknik gradient ; First Horizontal Derivative,

Second Horizontal Derivative, dan Second Vertical Deriative. Untuk

mengetahui respon teknik gradient bekerja terhadap adanya suatu struktur

geologi bawah permukaan, maka terlebih dahulu dilakukan simulasi

penggunaan teknik ini pada data sintetik.

5.1.1. Simulasi model sintetik

Untuk mengetahui karakteristik gradient anomali gayaberat dilakukan

pembuatan model sintetik struktur patahan / sesar sederhana menggunakan

software Grav2DC. Model sintetik struktur patahan dibuat dua jenis, yaitu

sesar naik dan sesar normal / turun. Model terdiri dari dua lapisan dengan

densitas masing-masing 1,8 gr/cc untuk lapisan atas dan 2,2 gr/cc untuk

lapisan bawah.
48

Respon anomali gayaberat model sintetik tidak secara langsung

menggambarkan letak batas kontak bidang sesar. Pada simulasi selanjutnya

akan ditunjukkan penggunaan teknik horizontal gradient dalam penentuan

letak batas kontak bidang sesar dari model sintetik.

Gambar 26. Respon anomali gayaberat model struktur sesar naik

Gambar 27. Respon anomali gayaberat model struktur sesar turun


49

5.1.2. Karakterisrik metode horisontal gradien

Setelah didapatkan kurva respon anomali gayaberat dari model sintetik,

kemudian dihitung First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Horizontal

Gradient (SHD) menggunakan rumus sebagai berikut :

2
 g   g 
2

FHD      
 x   y 

Karena model sintetik dalam bentuk penampang hanya dalam arah x,

sehingga rumus FHD menjadi lebih praktis, yaitu :

 g 
2

FHD   
 x 

dan SHD :

 2g 
SHD   2 
 x

g
dimana adalah turunan horizontal gayaberat pada arah x.
x

5.1.3. Karakteristik metode second vertical derivative

Metode second vertikal derivative (SVD) digunakan untuk menentukan jenis

sesar berdasarkan data respon gayaberat model sintetik. Nilai perhitungan SVD

secara praktis bisa didapatkan dengan nilai negatif dari SHD.

 2g 
SVD   SHD   2 
 x
50

Gambar 28. Kurva sesar naik respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD
51

Gambar 29. Kurva sesar turun respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD
52

Dari Gambar 28 dan 29 tampak bahwa bidang kontak sesar pada kurva FHD

berada pada nilai puncak maksimum atau minimum, sedangkan pada kurva

SVD berada pada nilai nol. Dengan demikian terlihat bahwa teknik FHD

dan SVD sangat membantu dalam menentukan batas-batas terjadinya

perubahan benda, sehingga dapat memudahkan dalam interpretasi sturktur

bawah permukaan dan mengurangi ambiguitas hasil interpretasi.

Hasil perhitungan SVD terlihat bahwa karakteristik sesar naik memiliki nilai

mutlak SVD maksimum lebih kecil dari nilai mutlak SVD minimum,

sedangkan karakteristik sesar turun berlaku sebaliknya.

Dari sub Bab 5.1.2 dan 5.1.3 dapat dibuat karakteristik FHD, SHD, dan

SVD respon anomali gayaberat model sintetik dalam bentuk tabel sebagai

berikut:

Tabel 2.Tabel karakteristik hasil aplikasi teknik gradient

5.2.Penentuan arah (dip) sesar dengan metode gradien

Untuk penentuan arah (dip) sesar dapat dilihat dari kurva-kurva Anomali Gaya

Berat, FHD, dan SHD. Arah (dip) sesar tersebut akan mengikuti dari

kemiringan arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD. Jika arah kurva

Anomali Gaya berat dan kurva SVD menurun ke arah kiri, maka sesar pun

arahnya akan menurun ke arah kiri bawah, begitu juga sebaliknya. Jika arah

kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD menurun ke arah kanan, maka sesar

pun arahnya akan menurun ke arah kanan bawah.


53

Gambar 30. Pemodelan arah sesar ke arah kanan

Pada Gambar 30 terlihat bahwa kurva dari Anomali gayaberat memiliki pola

dari nilai gayaberat yang besar lalu mengecil ke kanan bawah. Kurva FHD

sendiri berpola dari besar ke kecil pula, namun arahnya berkebalikan dari

kurva anomali gaya berat dan pada nilai minimum menunjukkan perubahan

nilai yang sangat besar. Dan dari kurva SVD, terlihat seperti sinyal

gelombang yang naik turun. Dari ketiga kurva tersenut kita dapat menentukan

bidang kontak sesar dan arah sesar pada geologi bawah permukaan, yaitu

berarah ke kanan bawah, mengikuti seperti pola kurva anomali gayaberat.


54

Gambar 31. Pemodelan arah sesar ke arah kiri

Pada Gambar 31, kurva dari Anomali gayaberat memiliki pola dari nilai

gayaberat yang kecil lalu besar ke kanan atas. Kurva FHD sendiri berpola dari

kecil ke besar kemudian mengecil lagi, dan pada nilai maksimum

menunjukkan perubahan nilai yang sangat besar. Dan dari kurva SVD,

terlihat seperti sinyal gelombang yang naik turun. Dari ketiga kurva tersenut

kita dapat menentukan bidang kontak sesar dan arah sesar pada geologi

bawah permukaan, yaitu berarah ke kiri bawah, mengikuti seperti pola kurva

anomali gayaberat.
55

Gambar 32. Pemodelan dengan kombinasi dua arah sesar

Pada Gambar 32, kurva anomali gayaberat, FHD dan SVD terlihat naik turun,

menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu bidang kontak sesar. Pada kurva

anomali gayaberat terdapat pola dua gunungan di kedua tepinya. Pada kurva

FHD terlihat dua puncak nilai maksimum dan minimum yang perubahannya

sangat besar. Dan pada kurva SVD terlihat pola seperti cekungan pada tengah

kurva. Dari kurva-kurva tersebut dapat ditentukan bidang kontak sesar berada
56

pada dua titik yang memiliki perubahan nilai yang cukup besar, seerta untuk

arah kemiringan sesarpun masih sama, yaiut akan mengikuti kurva anomali

gayaberat tersebut.

Dari ketiga model diatas, dapat diketahui bahwa arah dari kemiringan (dip)

sesar akan mengikuti dari kurva anomali gayaberat yang didapatkan. Untuk

besarnya kemiringan dari sesar tersebut ditunjukkan pada besar nilai puncak

maksimum dan minimum dari kurva SVD. Nilai puncak maksimum dan

minimum dari kurva SVD akan semakin mengecil jika kemiringan sesar

semakin besar. Sedangkan untuk letak bidang kontak dapat diketahui pada

kurva FHD yang terletak pada kurva yang bermilai maksimum atau minimum,

serta pada kurva SVD terletak pada kurva yang tepat bernilai nol.

5.3.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Second Vertical Derivative

Metode second vertikal derivative (SVD) digunakan untuk menentukan jenis

sesar berdasarkan data respon gayaberat model sintetik. Nilai perhitungan

SVD secara praktis bisa didapatkan dengan nilai negatif dari SHD. Hasil

perhitungan SVD terlihat bahwa karakteristik sesar naik memiliki nilai

mutlak SVD maksimum lebih kecil dari nilai mutlak SVD minimum,

sedangkan karakteristik sesar turun berlaku sebaliknya.


57

Gambar 33. Peta anomali residual yang dilakukan teknik gradient

Pada Gambar 33 di atas terlihat empat garis yang akan dilakukan teknik

gradient untuk mengetahui bidang kontak sesar, jenis sesar serta arah

kemiringan sesar tersebut. Keempat garis tersebut terletak tersebar

mengelilingi rim structure yang mengontrol sistem panasbumi di lapangan

Kamojang, masing-masing adalah garis A – A’ yang terletak pada sebelah

Barat Laut dan membentang dengan arah NW – SE, garis B – B’ terletak

pada sebelah Timur Laut dan membentang dengan arah NE – SW, garis C

– C’ terletak pada sebelah Tenggara dan membentang dengan arah NW –


58

SE, dan garis D – D’ yang terletak di sebelah Barat Daya terbentang

dengan arah NE – SW.

Gambar 34. Respon kurva SVD garis A – A’

Pada Gambar 34 terlihat ada tiga kurva, yaitu kurva anomali gaya berat, FHD

dan SVD dengan tiga garis merah yang memotong ketiga kurva. Pada garis

merah yang pertama nilai kurva maksimum lebih besar dari nilai kurva

minimum, ini menunjukan bahwa pada garis tersebut terdapat sesar turun.

Pada garis merah kedua, dimana nilai kurva minimum memiliki nilai yang
59

lebih besar dari nilai kurva maksimum, yang artinya pada daerah tersebut

juga terdapat sesar naik. Garis ketiga sama dengan garis kedua, yang

diinterpretasikan sebagai sesar naik. Antara bidang kontak kedua dan ketiga

terlihat pada kurva SVD terdapat kurva bernilai nol, namun tidak dapat

dikatakan sebagai bidang kontak sesar karena jika ditarik garis lurus, kurva

FHD tidak tepat pada puncak. Ketiga bidang kontak tersebut memiliki arah

sesar yang sama, yaitu ke arah kanan bawah.

Gambar 35. Respon kurva SVD garis B – B’


60

Pada Gambar 35 diatas, garis B – B’ didapat respon kurva SVD yang

menghasilkan satu bidang kontak yang mengindikasikan adanya sesar. Dari

titik tersebut, hasil respon yang ditunjukkan yaitu nilai kurva maksimum

lebih besar dibandingkan dengan nilai kurva minimumnya. Hal ini berarti

bahwa sesar pada titik tersebut adalah sesar turun. Pada kurva SVD

sebenarnya terlihat 2 bidang kontak yang bernilai nol, namun pada kurva

FHD tidak tepat pada nilai puncak maksimum atau minimum, jadi belom

bisa dikatakan sebagai adanya sesar. Arah kemiringan sesar dari bidang

kontak yang ditampilkan pada Gambar 35 ke arah kiri bawah dilihat dari

kurva SVD dan anomali gayaberatnya.

Gambar 36. Respon kurva SVD garis C – C’


61

Pada Gambar 36, terdapat dua bidang kontak yang diperlihatkan dengan

garis merah yang memotong ketiga kurva, anomali gayaberat, FHD dan

SVD. Kedua bidang kontak tersebut memiliki nilai puncak maksimum

lebih besar dari nilai puncak minimum, yang artinya adalah sesar normal.

Pada bidang kontak pertama, arah kemiringan sesar ke arah kiri bawah,

dan bidang kontak kedua kemiringan sesar ke arah kanan bawah, hal ini

dilihat dari kurva anomali gayaberat dan kurva SVD.

Gambar 37. Respon kurva SVD garis D – D’


62

Dari garis D – D’ pada Gambar 37, didapat respon kurva yang

menghasilkan empat titik yang mengindikasikan adanya sesar. Namun

dari keempat titik tersebut hanya dua yang merupakan bidang kontak

sesar, yaitu pada titik kedua dan ketiga yang ditandai garis merah, karena

hanya kedua titik tersebutlah yang memenuhi syarat dapat dikatakan

sebagai sesar. Pada bidang kontak pertama nilai maksimum lebih besar

daripada nilai minimum, yang artinya pada bidang kontak tersebut

merupakan sesar turun. Sedangkan untuk arah kemiringan sesar bidang

kontak pertama ke arah kanan bawah mengikuti kurva anomali gayaberat

dan kurva SVD. Pada bidang kontak kedua nilai maksimum lebih kecil

dari nilai minimum, artinya pada bidang kontak tersebut merupakan sesar

naik. Sedangkan arah kemiringan sesar berarah ke kiri bawah, mengikuti

kurva anomali gayaberat dan kurva SVD.

5.4.Analisis Kuantitatif Bouguer

5.3.1 Pemodelan inversi 3D

Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan pemodelan

inversi 3D anomali Bouguer. Pemodelan 3D pada peta topografi merupakan

proses pembuatan model distribusi densitas bawah permukaan dengan

menampilkan surface topografinya, sehingga tampilan model lebih mendekati

keadaan sebenarnya. Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah

permukaan dengan menampilkan harga densitas pada model 3D berdasarkan

anomali Bouguer lengkap yang ditunjukkan dengan kontras warna dari

rendah ke tinggi ditunjukkan dengan spektrum warna biru dan merah

(Gambar 38).
63

Gambar 38. Model inversi 3D anomali Bouguer lengkap

Dari model distribusi densitas bawah permukaan dapat dilihat bahwa

struktur geologi bawah pemukaaan terdapat adanya pola lapisan (Gambar

39) yang ditandai dengan perubahan pola warna antara merah, kuning dan

biru yang mengindikasikan perlapisan batuan, lapisan kedua (berwarna

hijau) dan lapisan ketiga (berwarna merah) yang memiliki densitas tinggi.

Pada lapisan pertama yang berwarna biru dimana mengindikasikan nilai

densitas rendah, terlihat dua model seperti cekungan.

Gambar 39. Model inversi 3D anomali Bouguer lengkap dengan pola


perlapisan
64

Pada Gambar 40 merupakan model reservoir panas bumi hasil inversi 3D

dengan hanya menampilkan densitas total 2,5 gr/cm3 sampai dengan 2,7

gr/cm3, dapat dilihat bahwa reservoir panas bumi berada pada kedalaman

antara 1500 m sampai dengan 500 m DBMTS, dan berdasarkan hasil

analisis kedalaman anomali residual dengan menggunakan metode numeri

dan dicocokan dengan model 3D anomali residual diperkirakan reservoir

berada pada kedalaman 700 m. Di dalam area produksi, satuan batuan

penyusun terdiri dari produk G. Cakra di sebelah Timur menyebar ke Utara,

andesit lava Pasir Jawa di sebelah Barat menyebar ke Utara dan piroksin

andesit G. Cibatuipis menempati sebelah Tenggara. Pola distribusi batuan

dan formasi agaknya mengikuti pola distribusi struktur geologi regional

Area Kamojang. Pada Gambar 40 tersebut ditampilkan terdapat dua blok

reservoir yang berada pada bagian Utara dan Selatan daerah penelitian.

Reservoir sebelah selatan lebih besar menyebar dibagian selatan daerah

penelitian.
65

Gambar 40. Model reservoir panas bumi daerah penelitian

Gambar 41. Model inversi 3D distribusi densitas bawah permukaan


yang menunjukkan letak heat source.
66

Nilai densitas tinggi yang ditunjukkan Gambar 41, densitasnya total

berkisar 2,8 gr/cm3 diduga merupakan batuan sumber panas (heat source)

yang berada pada kedalaman 4000 m DBMTS, berada tepat di bawah

permukaan dan menyebar disebagian besar daerah penelitian tersebut.

5.5.Analisis Kualitatif Bouguer

1. Peta topografi

Daerah penelitian pada umumnya merupakan daerah perbukitan yang

memiliki ketinggian dari 1060 - 1660 m. Peta kontur topografi daerah

penelitian ditunjukkan pada Gambar 42.

Gambar 42. Peta topografi pada daerah penelitian

Pada peta topografi diatas menunjukkan elevasi rendah 1060 m pada bagian

Barat laut dan Tenggara daerah penelitian, di bagian tengah daerah

penelitian memiliki ketinggian yang puncak mencapai 1660 m.


67

2. Gayaberat observasi

Gayaberat observasi merupakan nilai gayaberat hasil pengukuran yang telah

dikoreksi tide dan drift yang kemudian diikatkan pada suatu titik yang sudah

diketahui nilai gayaberatnya.

Gambar 43. Peta gayaberat observasi

Gayaberat observasi berbanding terbalik dengan topografi, yaitu apabila

suatu titik pengukuran pada peta topografi yang tinggi maka nilai gayaberat

observasi akan semakin kecil. Peta gayaberat observasi daerah penelitian

ditunjukkan pada Gambar 43. Gayaberat observasi pada daerah penelitian

mempunyai nilai antara 977800 mGal sampai dengan 977920 mGal.

Gayaberat observasi rendah terletak di bagian tengah dan tinggi di bagian

Barat laut dan Tenggara daerah penelitian.


68

3. Anomali Bouguer

Anomali Bouguer pada dasarnya merupakan besarnya simpangan nilai

Bouguer tereduksi dengan nilai Bouguer teoritis. Nilai Bouguer tereduksi

adalah nilai anomali Bouguer yang sudah direduksi ke bidang acuan

pengukuran. Reduksi Bouguer pengukuran dilakukan dengan memberikan

beberapa koreksi berupa koreksi pasang surut, koreksi apungan, koreksi

lintang, koreksi udara bebas, koreksi medan dan koreksi Bouguer.

Gambar 44. Peta anomali Bouguer lengkap

Nilai anomali pada peta anomali Bouguer daerah panas bumi Kamojang

(Gambar 44) bervariasi antara 19 – 27,5 mGal. Pola kontur anomali yang

rapat terdapat pada tengah dengan nilai anomali berkisar 24 - 26,5 mGal,
69

sedangkan peta kontur anomali tertinggi mencapai 26,5 – 27,5 mGal

terdapat di bagian tengah daerah penelitian dibagian lebih dalam dari kontur

anomali rapat.

4. Analisa spektrum untuk menentukan struktur kedalaman anomali


regional dan residual

Data anomali gayaberat merupakan gabungan dari data anomali regional,

residual dan noise, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara anomali

regional dan residual serta menghilangkan noise. Pemisahan anomali

regional dan residual dilakukan untuk mendapatkan peta anomali regional

dan residual. Adapun metode yang digunakan dalam pemisahan anomali

regional dan residual adalah dengan menggunakan metode moving average.

Gambar 45. Grid Peta Kontur Anomali Bouguer dengan Spasi 500 m
70

Sebelum dilakukan proses pemisahan anomali regional-residual dengan

metode ini, terlebih dahulu dibuat grid yang beraturan pada peta kontur

anomali Bouguer. Spasi grid yang digunakan adalah 500 m (Gambar 45).

Untuk menentukan lebar jendela, dibuat dua lintasan dari peta anomali

Bouguer. Dari setiap lintasan dilakukan transformasi Fourier lalu dari hasil

transformasi Fourier dibuat grafik antara bilangan gelombang (k) dan Ln

amplitudo (Ln A).

Dari grafik (Gambar 46) dan (Grafik 47) ini dapat ditentukan nilai bilangan

gelombang yang merupakan batas regional dan residual.

16
14
12
y = -4463x + 12.524 reg
10
8 res
6 y = -767.19x + 6.0607 Linear (reg)
4 Linear (res)
2 K = 0,0017
0
-0.001 3.4E-17 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005

Gambar 46. Grafik hasil analisa spektrum terhadap anomali Bouguer pada
lintasan A – A’

16
14
12
y = -4678.1x + 12.402
10
8
y = -716.2x + 6.5685
6
4
2 reg
0 res
K = 0,0016
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 Linear (reg)
Linear (res)

Gambar 47. Grafik hasil analisa spektrum terhadap anomali Bouguer pada
lintasan B – B’
71

Berdasarkan grafik hasil analisa spektrum diatas pada lintasan A–A’

didapatkan anomali regional berada pada kedalaman 4463 m, anomali

residual berada pada kedalaman 767 m. Pada grafik lintasan B–B’ diperoleh

anomali regional berada pada kedalaman 4678 m, anomali residual berada

pada kedalaman 716 m.

Dari kedua grafik lintasan A-A’ dan B-B’ diatas sumber anomali regional

berada pada kedalaman rata-rata ±4570 meter, sumber anomali residual

berada pada kedalaman rata-rata ±741 meter.

Dan dari grafik A–A’ didapat nilai k dan memasukkan kedalam persamaan

33 dengan nilai k = 0.0017 maka didapat nilai λ = 4188.79 m, dengan spasi

grid 200 m2 maka didapatkan lebar jendela 7 x 7, dan pada grafik B-B’

didapat nilai k dan memasukkan kedalam persamaan dengan nilai k =

0.0015 maka didapat nilai λ = 4188.79 m, dengan spasi grid 200 m2 maka

didapatkan lebar jendela 7 x 7.

Untuk pemisahan anomali regional menggunakan metode moving average

dengan rata-ratakan anomali Bouguer. Untuk memudahkan pengolahan

data, maka digunakan operator moving average yang terdapat pada software

Surfer 10.

5. Anomali regional

Anomali regional didapat dari hasil moving average dari anomali Bouguer.

Adapun Peta kontur anomali regional yang ditunjukkan Gambar 48.

Anomali regional digunakan untuk menunjukkan struktur-struktur geologi

yang dalam yaitu pola kemiringan batuan dasar di daerah ini. Kemiringan
72

batuan dasar diperkirakan semakin dalam ke arah Selatan dan Timur daerah

penelitian.

Gambar 48. Peta anomali Bouguer regional.

Pola kontur anomali yang tinggi berada pada daerah Timur Laut dan bagian

Tengah dengan nilai anomali mencapai 25 mGal dan semakin menurun ke

Selatan dan Barat dengan nilai anomali rendah 19,4 mGal.

6. Anomali residual

Setelah didapat anomali regional kemudian dilakukan pengurangan antara

anomali Bouguer dengan anomali regional maka didapat anomali residual

seperti ditunjukkan pada Gambar 49.


73

Anomali residual digunakan untuk mengetahui struktur-struktur dangkal.

Pola konturnya mempunyai nilai anomali positif dan negatif serta

membentuk kelompok-kelompok tersendiri.

Gambar 49. Peta anomali Bouguer residual

7. Peta anomali second vertical derivative (SVD) dari data residual

Peta SVD anomali residual ini merupakan salah satu teknik filtering

menggunakan operator Elkin yang dapat menghasilkan anomali efek

dangkal. Adanya struktur sesar di suatu daerah dapat diketahui dengan baik

menggunakan teknik ini (Gambar 49).

Pada daerah penelitian, nilai kontur anomali second vertical derivative dari

data residual yang rendah sampai ke tinggi ditunjukkan oleh skala warna

ungu sampai merah dengan nilai anomali dari -2,5 sampai dengan 1,8 mGal.
74

Nilai kontur second vertical derivative yang benilai 0 (nol) mengindikasikan

bahwa di daerah tersebut adanya struktur sesar. Adapun cara penentuan pola

struktur sesar dari peta SVD yaitu dengan menarik garis tegak lurus

terhadap anomali yang bernilai 0 seperti yang ditunjukkan pada gambar

yaitu garis hitam.

Gambar 50. Kontur anomali hasil Second Vertical Derivative


dari data Residual.

Dari pola kontur anomali second vertikal derivative dari data residual yang

akan diamati adalah pola kontur yang bernilai 0 (nol), karena kontur

anomali second vertikal derivative yang bernilai 0 (nol) ini mengindikasikan


75

bahwa di daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki struktur sesar

atau graben. Struktur sesar ini berkaitan dengan struktur sesar bawah

permukaan yang dangkal di daerah ini, dan pola struktur sesar yang

ditunjukkan dengan garis hitam tegak ini memiliki kesamaan pada posisi

dan arah pola struktur sesar pada peta geologi.

Dari pola struktur sesar diatas, antara pola struktur sesar yang dihasilkan

oleh SVD dari data residual dan pola sesar pada peta geologi ada yang tidak

memiliki kesamaan pada posisi dan arah sesarnya di karenakan pola struktur

sesar yang dihasilkan oleh SVD dari data residual didapat berdasarkan data

gayaberat, sedangkan pola sesar yang terdapat pada peta geologi ini

berdasarkan geologi daerah penelitian atau kenampakan geologi di atas

permukaan.

Anda mungkin juga menyukai