Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) merupakan penyakit perdarahan yang
terjadi pada hari-hari pertama kehidupan akibat kekurangan vitamin K yang ditandai dengan
menurunnya faktor II, VII, IX dan X sedangkan faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan
jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K.1
The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 memberi batasan HDN
sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang
disebabkan kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin, prokonvertin
dan juga faktor-faktor lain. Batasan awal ini telah berubah menjadi vitamin K dependent
bleeding (VKDB)/ perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK).1
Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K profilksis di berbagai
negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian HDN
lebih sering didapatkan pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan
dengan yang mendapat susu formula.1
Di Amerika Serikat, frekuensi HDN yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%.
Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi di daerah-daerah yang tidak memberikan
profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir. Survey di Jepang menemukan pada
kasus ini pada 1: 4500 bayi, 81% diantaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial.
Angka kejadian ini juga menurun setelah diperkenalkan pemberian profilaksis vitamin K
pada semua bayi baru lahir. Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat
defisiensi vitamin K1 berkisar 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat
turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi
baru lahir. Data PDVK secara nasional di Indonesia belum tersedia.1

1.2.Tujuan
Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu mengetahui, memahami, dan
menjelaskan tentang definisi, patofisiologi, klasifikasi dan manifestasi, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan prognosis HDN.

1
1.3.Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai HDN.

b. Bagi institute pendidikan


Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang
ada kaitanntya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan HDN.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) merupakan penyakit perdarahan yang
terjadi pada hari-hari pertama kehidupan akibat kekurangan vitamin K yang ditandai dengan
menurunnya faktor II, VII, IX dan X sedangkan faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan
jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K.1

2.2. Epidemiologi
Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap 200 sampai 1 tiap 400 kelahiran pada
bayi-bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi HDN
yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%. Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi
di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru
lahir. Survey di Jepang menemukan pada kasus ini pada 1: 4500 bayi, 81% diantaranya
ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial. Angka kejadian ini juga menurun setelah
diperkenalkan pemberian profilaksis vitamin K pada semua bayi baru lahir. Di Thailand
angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K1 berkisar 1:1200 sampai
1:1400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup
dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara nasional di
Indonesia belum tersedia.1,2

2.3. Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya PDVK adalah obat-obatan yang
mengganggu metabolisme vitamin K yang diminum Ibu selama kehamilan, terutama
golongan antikoagulan oral (warfarin), antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin),
obat antituberkulostatika (INH, rifampisin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus
(pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis),
kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, juga dapat
disebabkan oleh sindrom malabsorpsi dan diare kronik.1,3
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor-faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K dapat kita lihat pada tabel 1.

3
Tabel 1. Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K
Neonatus normal Sampai umur 3 bulan
Prematuritas Responsif terhadap vitamin K
Nonresponsif terhadap vitamin K
Diit Susu sapi : 6 ug/L
ASI :1,5 ug/L
Perubahan kolonisasi bakteri Muntah, diare hebat, sindrom malabsorpsi, penyakit seliak,
penyakit fibrosis kistik, atresia biliaris,obstruksi saluran cerna ,
anitibiotik
Penyakit hati Akut : sindrom reye, hepatitis akut
Kronik : sirosis, penyakit wilson
Obat Kumarin
Dikutip dari Lanzkowsky, 1995

2.4. Patofisiologi
Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis mengalami
penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X)
sekitar 50%, kadar faktor-faktor tersebut secara beransur akan kembali normal dalam usia 7-
10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya vitamin K ibu,
prematuritas, bayi yang baru lahir dari ibu yang mendapat pengobatan luminal, hidantion,
salisilat, kumarin, rifampisin dan isoniazid. Faktor lain yang berhubungan dengan defisiensi
vitamin K adalah terhambatnya pemberian diet, ASI eksklusif, diare hebat, pemberian
antibiotik terutama jangka lama.4,5
Vitamin K sangat sedikit yang dapat melewati sawar plasenta, dimana kadar pada
plasma ibu 1-2 𝜇g/l sedangkan kadar pada tali pusat kurang dari 0,05 𝜇g/l. kadar vitamin K
pada ASI 1,5-2,1 𝜇g/l, kolostrum 𝜇g/l sedang pada susu formula 6 𝜇g/l. Kombinasi berbagai
keadaan ini menimbulkan gangguan hemostasis pada bayi baru lahir yang menyebabkan
HDN.6,7
Pengetahuan tentang hemostasis neonatus dan peran vitamin K dalam proses pembekuan,
proses koagulasi sangat penting dalam memahami mekanisme terjadinya HDN.
2.4.1. Hemostasis pada Neonatus
Mekanisme hemostasis pada neonatus tidak sama dengan pada orang dewasa atau
pada anak yang lebih besar. Hal ini secara fisiologis sistem hemostasis pada bayi belum

4
matur. Maturitas sistem ini terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan. Perbedaan tersebut
diantaranya adalah :
 Beberapa protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin dan fibrinolisis jumlahnya
sedikit dibandingkan dengan anak yang lebih besar.
 Pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor
pembekuan termasuk faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX, X)
faktor XII, XI dan fibrinogen: juga High Molecular Weigh Kininogen (HMWK), protein
C, protein S dan anti trombin III (AT III) rendah. Secara umum, tingkat aktivitas
koagulan dan inhibitor ini proporsional terhadap kadar protein.
 Plasma neonatus resisten terhadap aktivator plasminogen eksogen (streptokinase).
 Dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena
kurangnya kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor.1,5,6,
Di antara beberapa perbedaan ini, fase plasma dari mekanisme hemostasis neonatus
dan anak yang lebih besar belum begitu dapat dipahami. Kadar faktor pembekuan yang
tergantung vitamin K yang lebih rendah menjadi perhatian karena bisa menyebabkan
perdarahan hebat dan berakibat fatal tetapi dapat dicegah dengan pemberian vitamin K
profilaksis. 1,5,6,8

2.4.2. Peran Vitamin K dalam Fisiologi Pembekuan


Brinkhous dkk., membuktikan bahwa HDN ditandai dengan hipoprotombinemia.
Pemberian vitamin K dapat mengoreksi menurunnya aktivitas protrombin pada neonatus
yang mengalami keadaan ini, hal ini menunjukkan peranan vitamin K dalam sintesa
protrombin (faktor II).9,10
Vitamin K diperlukan untuk sintesis enam faktor pembekuan yaitu: protrombin, faktor
VII, IX, X, protein C dan S. Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X disintesis dalam sel
hati dan disimpan dalam bentuk prekusor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai
descarboxy proteins ini disebut PIVKA (Proteins Induced by Vitamin K Absence). Vitamin K
dibutuhkan untuk konversi prekusor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.9,10
Proses konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal karboksil dengan
vitamin K sebagai katalis akan menempel pada residu asam glutamat dari prekursor molekul
untuk membentuk carboxyglutamic acid yang mampu mengikat Ca2+. Faktor pembekuan
(faktor II, VII, IX, X) yang memiliki kemampuan mengikat Ca2+ memegang peranan dalam
mekanisme hemostasis fase plasma.11

5
Gambar 1. Proses karboksilasi protein pembekuan yang tergantung vitamin K

2.4.3. Proses Koagulasi


Proses koagulasi atau kskade pembekuan darah terdiri dari jalur instrinsik dan jalur
ekstrinsik. Jalur instrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan
jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue faktor (faktor III) pada tempat terjadinya
luka.2,12,13
Jalur pembekuan darah instrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu
dengan protein prekalikrein, High Molekular Weight Kininogen (HMWK), ion kalsium dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan XII
bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase
kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein yang mnegaktifkan
faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi
faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan seperti pada gambar 2. 2,12,13

6
Gambar 2. Kaskade pembekuan darah
Aktivasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,
faktor VIIIa, IXa dan X yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada
proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktivasi faktor VIII
menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar
trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif. 2,12,13
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor
(TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak
dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor
VIIa akan mempercepat aktivasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur
instrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa
dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara
jalur ekstrinsik dan instrinsik. 2,12,13
Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin
(faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monometer dengan bantuan
kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa.
Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan komplek protrombinase. Seperti faktor
VIII, faktor V teraktivasi menjadi faktor Va yang dipicu oleh adanya troombin. Selain itu
trombin juga mengubaah faktor XIII menjadi xiiia yang akan membantu pembentukan cross
linked fibrin polymer yang lebih kuat. 2,12,13

7
2.5. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat, hepatomegali
ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma lahir seperti hematoma sefal,
pada kebanyakan kasus perdarahan banyak terjadi dikulit sering berupa purpura, ekimosis
atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat perdarahan yang lain yaitu
umbilikus, sirkumsisi. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-
100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan
gejala peningkatan tekanan intrakranial bahkan kadang tidak menunjukkan gejala atau tanda.
Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng,
ubun-ubun besar menonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau
umum. Gejala lain yang ditemukan dapat berupa fotofobia, edema papil, penurunan
kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.
Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan meliputi 3 bentuk, yaitu bentuk dini, klasik
dan lambat.1,4,14
1. HDN Dini
Perdrahan pada HDN bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24 jam. Kelainan ini
jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat mengganggu metabolisme vitamin K, misalnya bayi yang lahir dari ibu yang epilepsi
yang mendapat pengobatan fenitoin atau fenobarbital, atau dalam bentuk yang jarang terjadi
pada bayi dari ibu yang mendapat tuberkulostika, seperti isoniazid atau rifampisisn,
perdarahan pada bentuk ini bervariasi dari bentuk yang sedang pada kulit dan umbilikus
sampai pada bentuk yang fatal seperti perdarahan intratorakal, intraabdominal atau
intrakranial. 1,4,14

2. HDN Klasik
Pada HDN bentuk klasik perdarahan pada bayi berusia diatas 24 jam biasanya antara
hari kedua dan ketujuh dan lebih sering pada bayi yang kondisinya tidak optimal saat lahir
atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan (bayi dengan ASI eklusif) dan tidak
mendapat vitamin K saat lahir. Perdarahan dapat bersifat setempat, seperti hematoma sefal,
perdarahan saluran cerna atau berbentuk ekimosis menyeluruh. Perdarahan yang paling
sering berasal dari saluran cerna atau hematemesis, kemudian dari hidung, kulit kepala, tali
pusat atau bekas sirkumsisi. Pada bentuk yang berat (jarang terjadi) perdarahan dapat
mengenai susunan saraf pusat. 1,4,14

8
3. HDN Lambat
Bentuk HDN lambat dapat terjadi setelah neonatus, menurut Stoll (2000) terjadi pada
umur 1-6 bulan, menurut Goorin & Cloherty (1998) umur 4-12 minggu dan menurut Andrew
& Brooker (1998) umur 2-8 minggu. Sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan.
Bentuk lambat yang sering bermanifestasi sebagai perdarahan susunan saraf pusat (30-50%)
dan ekimosis yang dalam dan luas, sedangkan perdarahan dari saluran cerna lebih jarang.
Bentuk perdarahan yang lambat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit seperti
fibrosis kistik, atresia biliaris, defisiensi alfa 1 antitripsin, hapatitis, penyakit selik dan diare
kronik. 1,4,14
Tabel 2. Bentuk klinis HDN
UMUR HDN dini HDN klasik HDN lambat
<24 Jam 2-7 hari 0,5-6 bulan
Penyebab/ risiko Obat selama hamil : Asupan vitamin yang Malabsorbsi vitamin K,
anti konvulsan, kurang fibrosis kistik, diare,
antikoagulan, antibiotik Pemberian ASI hepatitis, defisiensi alfa
1-AT, penyakit seliak
Lokasi yang sering Intrakranial, GIT Intrakranial, GIT, Intrakranial, GIT, kulit,
umbilikus, umbilikus, daerah daerah THT, tempat
intraabdominal, THT, tempat suntik, suntik, sirkumsisi
hematoma sefal sirkumsisi
Insidensi Sangat jarang 1,5-1 : 10.000 4-10 : 10.000
Profilaksis Hindari obat Berisiko, Beri vitamin K Beri vitamin K
profilaksis vit. K pada adekuat: vitamin K adekuat: vitamin K IM,
ibu peroral, susu formula susu formula
Dikutip dari Andrew & Brooker, 1998

2.6. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya defisiensi vitamin K
meliputi uji skrining hemostasis meliputi pemeriksaan waktu pembekuan, PT (Prothtombine
Time), APTT (Activated Partial Thromboplastin Time), PTT Subsitution test, TT (Thrombine
Time), assay faktor pembekuan. Pemeriksaaan vitamin K langsung tidak diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan atas indikasi seperti pemeriksaaan USG, CT-scan,
MRI.1,2,15

9
Bagan dibawah ini memperlihatkan alur pemeriksaan laboratorium pada penderita dengan
defisiensi faktor pembekuan.

Gambar 3. Uji pembekuan dan interpretasinya

2.7. Diagnosis
Sebagaimana diagnosis pada umumnya, pendekatan diagnosis HDN juga melalui
tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis difokuskan terhadap
awitan perdarahan, lokasi perdarahan, pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum
obat-obatan antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk menyingkirkan
kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada
tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung,
kulit kepala, tali pusat atau bekas sirkumsisi. 1,2
Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik
ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah maka harus dibedakan apakah itu darah
ibu tertelan saat persalinan atau memegang perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya
dengan dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi sedangkan
warna kuning menunjukkan darah ibu.1,2
Diagnosis laboratorium dari HDN yang diperlukan untuk mendeteksi defisiensi
vitamin K termasuk skrining perdarahan, pemeriksaan faktor pembekuan tergantung vitamin
K (faktor II, VII, IX, dan X), pemeriksaan kadar vitamin K, dan pemeriksaan PIVKA II
(proteins induced by vitamin K antagonism or absence). Pada skrining dijumpai Protrombin
Time (PT) dan Partial Thromboplasin Time (PTT) memanjang bervariasi dengan kadar
trombosit dan fibrinogen normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokram normositik.
Pemeriksaan vitamin K dalam plasma dengan teknik Fluorometric Detection dimana kadar

10
normal pada orang dewasa 0,55 𝜇g/l. Pemeriksaan status vitamin K total juga dapat dilakukan
dengan pemeriksaan metabolit aglicone dalam urin dengan teknik HPLC (High Performance
Liquid Chromatography).1,2,15
Beberapa literatur mengemukakan bahwa pemeriksaan vitamin K secara langsung
tidak bermanfaat dalam menentukan diagnosis HDN karena karena kadar vitamin K plasma
pada bayi baru lahir normal rendah, disamping pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang
lama dan biaya yang mahal.7,10
Pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahui defisiensi vitamin K adalah kadar
PIVKA II meningkat pada HDN. Pemeriksaan ini dikatakan sensitif serta mendeteksi
defisiensi vitamin K bahkan setelah terapi vitamin K dan adanya perbaikan masa protrombin.
adanya respon baik setelah pemberian vitamin K serta perbaikan nilai PT dapat dijadikan
konfirmasi diagnosa.
Perdarahan intrakranial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-scan, atau
MRI. Pemeriksaaan ini selain diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis. 7,10

2.8. Diagnosis Banding


HDN merupakan salah satu penyakit gngguan hemostasis yang didapat, sehingga
harus dibedakan dengan penyakit gangguan Hemostasis lainnya dan juga dengan yang
bersifat kongenital. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan timbulnya perdarahan. akibat
ketidakmampuan hati dalam mensintesa faktor-faktor pembekun sedangkan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) merupakan gangguan perdarahan yang didapat akibat
koagulopati konsumtif. Tabel dibawah ini memperlihatkan gambaran laboratorium dari
ketiga kelainan tersebut.1,15
Tabel 3. Gambaran laboratoriun HDN, Penyakit Hati dan DIC
Komponen HDN Penyakit Hati DIC
Morfologi eritrosit Normal Sel target Sel target, sel burr,
fregmentosit, sferosit
PTT Memanjang Memanjang Memanjang
PT Memanjang Memanjang Memanjang
Fibrin Split Product Normal Normal/naik sedikit Naik
Trombosit Normal Normal Menurun
Faktor yang menurun II, VII, IX, X I, II, V, VII, IX, X I, II, V, VIII, XIII
Dikutip dari Lanzkowsky, 1995

11
2.9. Penatalaksanaan
Secara garis besar pengelolaan HDN dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk
mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi lahir untuk mencegah dan
mengobati bila terjadi perdarahan.
1. Pemberian Vitamin K Profilaksis
Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah terjadinya HDN
bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama efektif, lebih murah dan lebih aman
daripada pemberian secra intramuskular (IM), namun untuk mencegah HDN bentuk lambat
pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan
pemberian berulang 3 kali dibandingkan dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan
dalam dosis tunggal dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg daripada 1 mg.
Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektifnya dengan
profilaksis vitamin K IM.4
AAP tahun 2003 merekomendasikan bahwa vitamin K harus diberikan pada semua
bayi baru lahir 0,5-1mg IM, dosis tunggal. AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang efikasi dan keamanan, bioavaibilitas dan dosis optimal vitamin K oral
sediaan baru untuk mencegah HDN/PDVK lambat. Cara pemberian oral merupakan
alternatif pada kasus-kasus bila orang tua pasien menolak cara pemberian IM untuk
melindungi bayi mereka karena injeksi. Disamping itu, untuk keamanan, bayi yang ditolong
oleh dukun bayi sebaiknya diberikan secara oral. Cara pemberian vitamin K secara IM lebih
disukai dengan alasan sebagai berikut:
 Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama bayi diare
 Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu, sebagai
konsekuensinya tingkat kepatuhan orang tua pasien dapat merupakan masalah
 Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya
atau adanya regurgitasi
 Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.
Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui, yaitu:
 Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau
 Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteroides fragilis
dan beberapa strain E.coli.
 Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan
kepada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.

12
Gambar 4. Struktur kimia vitamin K
Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K
dengan insiden kanker pada anak di kemudian hari.1,4
Health Technology Assesment (HTA) Departemen Kesehatan RI (2003) mengajukan
rekomendasi sebagai berikut :
1. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1
2. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1
3. Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral
4. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah
 IM, 1 mg dosis tunggal atau
 oral, 3 kali @ 2mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, pada saat
bayi berumur 1-2 tahun
5. Untuk bayi lahir yang ditolong oleh dukun bayi maka diwajibkan pemberian
profilaksis vitamin K1 secara oral.
6. Kebijakan ini harus dikoordinasi bersama direktorat pelayanan farmasi dan peralatan
dalam penyediaan vitamin K1 dosis injeksis 2 mg/ml/ampul, vitamin K1 dosis
2mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannnya.
7. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program nasional.
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat vitamin K
profilaksis 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24 jam sebelum melahirkan diberikan

13
vitamin K 10 mg IM. Kemudian kepada bayinya diberikan vitamin K1 mg IM dan diulang 24
jam kemudian.16
2. Pengobatan Defesiensi Vitamin K
Bayi-bayi yang dicugai mengalami HDN berdasarkan konfirmsi laboratorium, harus
segera mendapat pengobatan vitamin K. Vitamin K tidak boleh diberikan secara IM karena
dari tempat suntikan akan membentuk hematoma yang besar. Sebaiknya diberikan suntikan
secara subkutan karena absorpsinya cepat, dan efeknya hanya sedikit lebih lambat dibanding
pemberian sistemik. Pemberian secara intravena dapat juga dilakukan, tetapi harus hati-hati.1
Komplikasi pemberian vitamin K antara reaksi anafilaksis (bila diberikan secara
intravena), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi
suntikan. Selain pemberian vitamin K, bayi yang menglami HDN dengan perdarahan yang
luas juga harus mendapat plasma. Menurut Goorin (1998) plasma yang diberikan adalah fresh
frozen plasma dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat terjadi dalam waktu 4-6 jam,
ditandai denga terhentinya perdarahan dan membaiknya mekanisme pembekuan. Pada bayi
cukup bulan, jika faktor kompleks protrombin tidak membaik dalam 24 jam dan perdarahan
berlanjut, maka harus dipikirkan diagnosis lain, misalnya penyakit hati.1,2,8

2.10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada HDN ini adalah perdarahan intrakranial dan komplikasi
pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis bila diberikan secara IV, anemia
hemolitik, hiperbilirubinemia dalam dosis tinggi dan hematoma pada lokasi suntikan. 1,17

2.11.Prognosis
HDN ringan prognosanya baik, biasanya sembuh sendiri atau mendapat vitamin K1
dalam waktu lebih kurang 24 jam. HDN dengan manifestai perdarahan intrakranial,
intratorakal dan intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan manifestasi
1,2,15
perdarahan intrakranial meninggal.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
 No Rekam Medis : 455260
 Nama : By. MA
 Usia : 9 Hari
 Tanggal Lahir : 01 Oktober 2016
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tanggal Dirawat : 10 Oktober 2016

Identitas Orang Tua


 Nama : Ayah : Tn. ATR
Ibu : Ny.RA
 Umur :Ayah : 23 Tahun
Ibu : 20 Tahun
 Pendidikan Terakhir :Ayah : SMA
Ibu : SMK
 Pekerjaan : Ayah : Wiraswasta
Ibu : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Jl. Surau Gadang Batu Taba

Alloanamnesa diberikan oleh ibu kandung


Keluhan utama :
Bayi laki-laki usia 9 hari masuk ke IGD RSAM dengan keluhan keluar darah dari tali pusat
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang:


 Bayi laki-laki masuk ke IGD RSAM dengan keluhan keluar darah dari tali pusat sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit, darah keluar dari tali pusat bagian pangkal, mula-mula
keluar darah hanya sedikit dalam 2 hari dan semakin banyak 1 hari ini, darah berwarna
merah segar. Jumlah darah tidak dapat diperkirakan oleh orang tua. Orang tua diketahui
mengganti kain bendong sebanyak 3 kali

15
 Sehari sebelum masuk rumah sakit, Bayi dibawa ke bidan dengan keterangan perdarahan
yang normal karena tali pusat mau lepas. Tidak ada terapi yang diberikan.
 Riwayat tali pusat berbau dan kemerahan sekitar tali pusat tidak ada
 Injeksi vitamin k saat lahir tidak diberikan
 Riwayat penurunan berat badan ada. Berat badan diketahui telah turun dari 3200 gram
saat lahir menjadi 3100 gram saat masuk rumah sakit
 Bayi masih dapat menyusu, ASI diberikan on demand
 Riwayat trauma lahir tidak ada
 Riwayat perdarahan bawah kulit saat lahir tidak ada
 Riwayat demam, kejang, sesak napas, kuning, kebiruan, muntah tidak ada.
 Buang air kecil jumlah dan warna biasa
 Buang air besar jumlah, warna dan konsistensinya biasa.
 Riwayat keluar darah sulit berhenti dalam keluarga ayah dan ibu tidak ada

Riwayat obstetri :
 G1P0A0H0
 Presentasi bayi : kepala
 Pemeriksaan kehamilan : rutin setiap bulan di dokter ahli kebidanan dan bidan.
 HPHT : 11/01/2016
TP : 18/20/2016
 Penyakit selama kehamilan : anemia (-), diabetes melitus (-), hepatitis (-), hipertiroid
(-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), tuberkulosis (-), TORCH (-), keputihan (-),
nyeri BAK (-) demam (-), kejang (-).
 Pemeriksaan terakhir waktu hamil:
Tekanan Darah :120/80 Mmhg
Suhu : 36,7oc
 Kebiasaan ibu selama kehamilan : tidak merokok/minum alkohol/jamu-jamuan/obat-
obatan (antikonvulsan, anti koagulan, tuberkulostatika)

Riwayat Persalinan
 Berat Badan Ibu: 64 Kg
 Tinggi Badan Ibu : 151 Cm
 Persalinan di : Rumah Bersalin

16
 Jenis pesalinan : spontan
 Dipimpin oleh bidan
 Ketuban : warna keruh
 Bayi menangis kuat

Keadaan Saat Lahir


Lahir tanggal : 01/10/2016 Pukul 16.55
Jenis kelamin : laki-laki
Berat badan : 3200 gr
Panjang badan : 50 cm
Kondisi saat lahir : hidup

Pemeriksaan fisik
Suhu : 37,2oC
Nadi : 160x/menit
Napas : 44x/menit
BB : 3100 gr
TB : 50 cm
Anemia : tidak ada
Ikterik : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kepala : bulat, tidak membonjol
UUB :1,5 x 1,5 cm datar; UUK : 0,5 x 0,5
Jejas persalinan tidak ada
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah
Leher : tidak ditemukan kelainan, tidak ada pembesaran KGB
Thorak bentuk : normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Jantung: irama jantung teratur, bising tidak ada
Paru : bronchovesikular, tidak ada rhonki dan wheezing

17
Abdomen : permukaan : datar
Kondisi: lemas
Hepar : teraba 1/4x1/4 pinggir tajam permukan rata, konsistensi kenyal
Lien So
tali pusat pada bagian pangkal keluar darah
Umbilikus : hiperemis (-)
Genitalia : tidak ada kelainan, testis sudah turun
Ekstremits atas : akral hangat, CRT<2”
Bawah: akral hangat, CRT<2”
Kulit : teraba hangat
Reflek neonatal: moro, rooting , isap, pegang ada
Ukuran
 Lingkar kepala : 33 cm
 Lingkar dada : 31 cm
 Lingkar perut : 32 cm
 Simpisis kaki : 24 cm
 Panjang lengan : 19 cm
 Panjang kaki : 21 cm
 Kepala simpisis : 26 cm

18
GDS : 84
Diagnosis kerja : Hemorrhage disease of newborn
Tatalaksana
ASI On Demand
Neo K 1x2 mg IV (3 hari)
epinefrin dengan kapas
cek DL, IT Ratio, PT APTT, crossmatch
rawat tali pusat
observasi perdarahan

19
11/10/16
S/ Tali pusat sudah lepas, tidak berdarah dan tidak berbau
Kuning ada sampai dada
Demam, sesak napas, kejang, kebiruan, muntah tidak ada
Menyusu ada
BAK dan BAB ada warna dan konsistensi biasa
O/
Keadaan umum : cukup aktif
Suhu : 36,7o C
Nadi : 140x/menit
Napas : 42x/menit
BB : 3000 gr
Anemia : tidak ada
Ikterik : grade II
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kepala : Tidak membonjol
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah
Leher : tidak ditemukan kelainan, KGB tidak membesar
Thorak bentuk : normochest, simetris, retraksi tidak ada
Jantung: irama jantung teratur, bising tidak ada
Paru : bronchovesikular, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : permukaan : datar
Kondisi: lemas
Hepar : teraba 1/4x1/4 pinggir tajam permukan rata, konsistensi kenyal
Lien So
tali pusat sudah lepas
Umbilikus : tidak hiperemis
Ekstremits atas : akral hangat, CRT<2”
Bawah: akral hangat, CRT<2”
Kulit : ikterik grade II

20
BAK : 258 cc ,diuresis : 3,58 cc/kgbb/jam
Reflek neonatal: moro, rooting , isap, pegang ada
 Hemoglobin : 14,6g/dl
 Hematokrit : 41,4%
 Leukosit : 16.300/mm3
 Trombosit : 211.000/mm3
 PT : 15,5s
 APTT : 50,1 s
 INR : 1,50
A/ HDN
Ikterus Neonatorum Grade II
P/ ASI On Demand 8-12 kali/hari
Neo K 1 x 2 mg IV
Rawat Pusat
Fototerapi
12/10/16
S/ Pusat tidak berdarah dan berbau
Kuning ada sampai dada
Demam, sesak napas, kejang, muntah, biru tidak ada
Menyusu ada
BAK dan BAB ada warna dan konsistensi biasa
O/
Keadaan Umum: cukup aktif
Suhu : 36,7 oC
Nadi : 140x/menit
Napas : 42 x/menit
BB : 3040 gr
Anemia : tidak ada
Ikterik : Grade II
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kepala : tidak membonjol
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

21
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Mulut : sinosis sirkumoral tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah
Leher : tidak ditemukan kelainan, KGB tidak membesar
Thorak bentuk : normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada
Jantung: irama jantung teratur, bising tidak ada
Paru : bronchovesikular, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : permukaan : datar
Kondisi: lemas
Hepar : teraba 1/4x1/4 pinggir tajam permukan rata, konsistensi kenyal
Lien So
Umbilikus : tidak hiperemis
Ekstremits atas : akral hangat, CRT<2”
Bawah: akral hangat, CRT<2”
Kulit : teraba hangat
BAK : 360 cc, diuresis : 4,93 cc/kgbb/jam
Reflek neonatal: moro, rooting , isap, pegang ada
 Bilirubin Total: 12,04mg/dl,
 Bilirubin Direct : 9,45 mg/dl
A/ HDN
Hiperbilirubinemia ec kolestasis
P/ ASI On Demand 8-12 kali/hari
Neo K 1x2 mg IV
Rawat tali pusat
urdafalk 3x30 mg
periksa faal hepar
13/10/16
S/ Pusat berdarah dan berbau tidak ada
Kuning sampai dada
Demam, sesak napas, kejang, muntah tidak ada
Menyusu ada
BAK jumlah dan warna biasa
BAB konsistensi biasa, warna kuning pucat

22
O/
keadaan : cukup aktif
Suhu : 36,9 oC
Nadi :142x/menit
Napas : 50x/menit
BB : 3000 gr
Anemia : tidak ada
Ikterik : Grade II
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kepala : tidak membonjol
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah
Leher : tidak ditemukan kelainan, KGB tidak membesar
Thorak bentuk: normochest, simetris, retraksi tidak ada
Jantung: irama jantung teratur, bising tidak terdengab
Paru : bronchovesikular, tidak ada rhonki dan wheezing
Abdomen : permukaan : datar
Kondisi: lemas
Hepar : teraba 1/4x1/4 pinggir tajam permukan rata, konsistensi kenyal
Lien So
Umbilikus : tidak hiperemis
Ekstremits atas : akral hangat, CRT<2”
bawah : akral hangat, CRT<2”
Kulit : teraba hangat
BAK : 419 cc, diuresis : 5,8 cc/kgbb/jam
Reflek neonatal : moro, rooting , isap, pegang ada
pemeriksaan penunjang pada
 PT : 15,5s
 APTT : 50,1 s
 AST-GOT : 379 U//L

23
 ALT-GPT : 184 U/L
 Gamma GT : 375 U/L
A/ HDN
Hiperbilirubinemia ec kolestasis
O/
Tatalaksana
ASI on Demand 8-12 kali/hari
Neo K 1x2 mg IM
Rawat tali pusat
urdafalk 3x30 mg
Rencana :
 Cek bilirubun direk dan bilirubin total
 USG abdomen dan saluran empedu

24
BAB IV
DISKUSI

Seorang bayi laki-laki usia 9 hari masuk ruang perinatologi RSUD Achmad Mochtar
pada tanggal 10 oktober 2016 dengan diagnosa Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN).
Pasien dibawa karena keluar darah dari tali pusat bagian pangkal, berwarna merah segar,
banyaknya tidak dapat diperkirakan serta sulit berbenti. Pasien memiliki riwayat menyusu
ASI dan tidak mendapat injeksi vitamin K setelah lahir. Manifestasi klinis dari HDN adalah
perdarahan; yaitu perdarahan kulit, perdarahan melalui bekas tusukan jarum, umbilikus,
sirkumsisi atau intrakranial. Tidak adanya pemberian vitamin K pada bayi baru lahir dan bayi
yang mendapat ASI merupakan faktor risiko terjadinya HDN. ASI memiliki kadar vitamin K
yang lebih rendah dibandingkan susu formula. Sedangkan maturitas sistem hemostasis terjadi
pada 6 bulan pertama kehidupan.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan protombin time (PT) dan activated partial
tromboplastin time (APTT) memanjang sedangkan kadar trombosit dan leukosit dalam batas
normal. Hal ini terjadi akibat defesiensi vitamin K yang menyebabkan penurunan aktivitas
faktor pembekuan II, VII, IX dan X.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan, dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ditegakkan diagnosa hemorrhagic disease of the newborn klasik. HDN klasik adalah
perdarahan yang terjadi setelah bayi berusia 24 jam biasanya antara hari kedua dan ketujuh.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan sesuai penatalaksanaan pada HDN dengan
pemberian vitamin K1 dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari subcutan atau intravena.
Pemberian ASI dilanjutkan 8-12 kali/hari dan dilakukan perawatan tali pusat untuk mencegah
terjadinya infeksi.

25

Anda mungkin juga menyukai