Anda di halaman 1dari 57

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kerja Praktek Dengan Judul:

“QUALITY CONTROL PADA PENGOLAHAN BAHAN BAKU KARET”

yang dipersiapkan dan disusun oleh:

IBRAHIM
NIM. 0907114173

Program Studi S1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau,


telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Kerja Praktek,

Dedy Masnur ST., M. Eng.


NIP. 19761207 200312 1 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Mesin Ketua Program Studi Sarjana Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Riau Fakultas Teknik Universitas Riau

Nazaruddin, ST.,MT. Dodi Sofyan Arief, ST.,MT


NIP. 19720421 199903 1002 NIP. 19781202 200801 1007
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek (KP) dan menyusun
laporan kerja praktek ini dengan judul “QUALITY CONTROL PADA
PENGOLAHAN BAHAN BAKU KARET”. Laporan ini disusun sebagai hasil
dari kerja praktek yang telah dilaksanakan di PT. Riau Crumb Rubber Factory
(RICRY), Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru, selama satu setengah bulan
terhitung mulai 17 Oktober 2013 sampai dengan 25 Januari 2014.
Laporan ini juga memaparkan sekilas mengenai profil PT. Riau Crumb
Rubber Factory (RICRY), Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru. Isi laporan ini
meliputi permasalahan dalam perusahaan saat dilapangan serta penyelesaiannya
sebagai hasil penelitian, yang dikumpulkan selama melaksanakan kerja praktek.
Dengan rasa rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua penulis atas dukungan dan doa yang tak pernah putus.
2. Bapak Nazaruddin, ST., MT sebagai ketua jurusan Teknik Mesin
Universitas Riau
3. Bapak Dodi Sofyan Arif, ST., MT sebagai ketua program studi S1
Teknik Mesin Universitas Riau
4. Bapak Dedy Masnur ST., M. Eng. sebagai dosen pembimbing Kerja
Praktek
5. Bapak Amril Nasution sebagai Personalia Riau Crumb Rubber Factory
(RICRY)
6. Bapak Reno sebagai ketua bidang mesin produksi di PT. Riau Crumb
Rubber Factory (RICRY) yang membantu dalam mencarikan
pembimbing lapangan.
7. Bapak Ibrahim sebagai Teknisi pabrik serta sebagai Pembimbing
Lapangan saat Kerja Praktek.

i
8. Seluruh teman-teman Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau yang
sudi memberikan berupa masukan yang bermanfaat.

Serta semua Pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan pembuatan laporan kerja praktek ini. Semoga
laporan yang dibuat dan disusun ini bisa digunakan sebagai referensi bagi
kawan-kawan nantinya sehingga dapat membantu dalam mempermudah
menyelesaikan berbagai kasus dan permasalahan berkaitan dengan topik yang
penulis angkat.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat lebih
menyempurnakan laporan ini sangat penulis harapkan.

Pekanbaru, 2013

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06 – 2047 – 2002) .................................................. 8


Tabel 2. 2 Skema Standard Indonesia Rubber (SIR).............................................................. 23

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Standar mutu sangat diperlukan dalam pengolahan karet sehingga sesuai
dengan permintaan pasar dan bisa bernilai jual tinggi, karena kualitas dari suatu
produk, selain dari bahan baku, proses pengerjaan juga sangat menentukan
kualitas dari produk. Begitu juga produk olahan karet menjadi produk setengah
jadi, juga sangat ditentukan oleh bagaimana proses pengolahan karet tersebut.
Kualitas dari produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan ditentukan
berdasarkan ukuran-ukuran dan karakteristik tertentu. Suatu produk dikatakan
berkualitas baik apabila dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atau
dapat diterima oleh pelanggan sebagai batas spesifikasi, dan proses yang baik
yang diberikan oleh produsen sebagai batas kontrol. Salah satu aktifitas dalam
menciptakan kualitas agar sesuai standar adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian kualitas yang tepat, mempunyai tujuan dan tahapan yang jelas, serta
memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan penyelesaian masalah-
masalah yang dihadapi perusahaan. Kegiatan pengendalian kualitas dapat
membantu perusahaan mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya.
PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) merupakan pabrik pengolahan
karet menjadi bahan setengah jadi. Pengolahan karet bahan baku mentah menjadi
bahan setengah jadi ini melalui dua proses yaitu proses basah dan proses kering.
Proses awal yang dilakukan adalah proses basah, kemudian dilanjutkan dengan
proses kering. Proses yang dilakukan harus memperhatikan pengontrolan kualitas
pada pengolahan Crumb Rubber.
Tinjauan mengenai pentingnya Kontrol Kualitas pada pengolahan Bahan
Olah Karet menjadi Crumb Rubber terhadap kualitas produk yang dihasilkan dan
beberapa dampak positif sehingga mendorong penulis untuk mengangkat topik
mengenai “Quality Control Pada Pengolahan Bahan Baku Karet”.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari Kerja Praktek (KP) adalah :
1) Mengetahui proses pengolahan karet dari bahan mentah hingga bahan
setengah jadi.
2) Mengenal system Quality Control pada pengolahan karet di PT. Riau
Crumb Rubber Factory (RICRY).
3) Menganalisis kontrol kualitas yang diterapkan di pabrik dengan standar
nasional.

1.3 Manfaat
Manfaat dari Kerja Praktek (KP) ini adalah:
1) Meningkatkan kualitas dan daya saing bagi penulis di dunia kerja.
2) Memberikan solusi berupa penyelesaian permasalahan yang terjadi
dalam industri pengolahan karet.
3) Memberikan arahan dan tambahan referensi bagi kalangan akademisi
untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya mengenai topik
permasalahan yang sama.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT.Riau Crumb Rubber Factory (RICRY)
Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru. Kerja Praktek ini dilaksanakan 3 hari
dalam 1 minggu selama 2 bulan hari Kerja Praktek, yang di mulai dari tanggal
17 oktober 2013 sampai dengan tanggal 25 januari 2014.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet

Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat


penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Karet alam bukan hanya
merupakan sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar
perkebunan karet, komoditi ini juga memberikan kontribusi yang signifikan
sebagai sumber devisa negara, mengingat 84% produksi karet alam Indonesia
diekspor dalam bentuk karet mentah sementara konsumsi karet domestik baru
mencapai 16%. Karet bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua
komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan, dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir karet menyumbang devisa 25% hingga 40%
terhadap total ekspor produk perkebunan.
Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia
setelah Thailand, dimana pada tahun 2012 produksi karet alam Indonesia
mencapai 3,27 juta ton dan bersama Thailand masing-masing menguasai ± 27%
dan ± 30% kebutuhan karet alam dunia. Saat ini produk karet Indonesia hampir
100% berupa produk industri hulu setengah jadi seperti karet sit RSS (Ribbed
Smoked Sheet), karet remah SIR (Standard Indonesian Rubber), Sit angin, Latex
pekat. Sedangkan produk industri hilirnya masih sangat terbatas jumlah
produsennya, antara lain PT. Industri Karet Nusantara yang merupakan anak
usaha PT. Perkebunan Nusantara III Medan, Sumatera Utara
(http://balittri.litbang.deptan.go.id).
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea brasiliensis.
Total luas perkebunan karet di Indonesia hingga saat ini berkisar 3 juta hektar
lebih, terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama
Indonesia memiliki luas lahan yang jauh dibawah jumlah tersebut. Lahan karet
yang luas di Indonesia tidak diimbangi dengan pengelolaan yang memadai. Hanya
beberapa perkebunan besar milik Negara dan beberapa perkebunan swasta saja

3
yang pengelolaannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan perkebunan karet
milik rakyat dikelola seadanya, bahkan ada yang tidak dirawat dan hanya
mengandalkan pertumbuhan alami. Sehingga produktivitas karet menjadi rendah.
Bahkan, produksi karet alam Indonesia per tahunnya berada dibawah Malaysia
dan Thailand yang memiliki luas lahan jauh lebih sedikit (Gountra, 1976).
Tanaman karet apabila digores atau disayat pada kulit batangnya akan
mengeluarkan cairan pekat berwarna putih yang disebut lateks. Lateks adalah
cairan koloidal berwarna putih susu dengan pertikel-partikel karet terdispersi air.
Lateks mengandung protein (zat putih telur) yang dapat terurai akibat aktivitas
bakteri.

2.2 Bahan Olah Karet


Berdasarkan standart SNI 06- 2047- 2002, terdapat beberapa klasifikasi
bahan olah karet yaitu lateks kebun, dan Koagulumnya dalam bentuk Sit, Lump
dan Slab.
2.2.1 Lateks Kebun
Lateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet
(Hevea Brasiliensis M.), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks
kebun hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20-35%,
serta bersifat kurang mantap sehingga harus segera diolah secepat mungkin. Cara
penyadapan dan penanganan lateks kebun sangat berpengaruh kepada sifat bekuan
sekaligus tingkat kebersihannya.
Lateks kebun yang baik dapat diperoleh melalui langkah-langkah berikut:
1. Mengumpulkan lateks kebun yang masih segar 3-5 jam setelah
penyadapan. Sebagai wadah, sebaiknya menggunakan sejenis mangkok,
ember dan wadah lain yang bersih dan kering untuk menampung lateks
kebun agar mutu terjaga baik.
2. Menghindarkan prakoagulasi dengan menambahkan larutan amonia encer
(10%) sebanyak 100-200 ml (1/2 - 1 gelas) ke dalam 10 liter (1 ember)
lateks kebun

4
3. Koagulum (bekuan karet) yang terjadi dalam ember harus segera
dipisahkan dari lateks agar lateks kebun tidak mengalami penggumpalan
seluruhnya.
4. Lateks kebun jangan dicampur dengan benda lain seperti kayu dan kotoran
lain dan jangan diencerkan.

2.2.2 Sit Angin


Sit angin adalah lembaran tipis yang berasal dari gumpalan lateks kebun
dengan menggunakan penggumpalan asam semut, dikempa airnya dengan cara
penggilingan dan dikeringkan dengan cara dianginkan. Pengolahan sit angin yang
baik adalah sebagai berikut (Badan Standarisasi Nasional, SNI 06- 2047- 2002):
1. Pengenceran latek
Lateks kebun yang belum mengalami prakoagulasi (penggumpalan dini)
diencerkan dengan air bersih hingga KKK menjadi sekitar 15% atau 1
ember lateks kebun ditambah dengan 3/4 (tiga perempat) ember air.
2. Penyaringan
Lateks kebun yang telah diencerkan disaring melalui saringan lateks 20
mesh.
3. Penggumpalan
Lateks yang telah disaring dibubuhi larutan asam semut 10%. Larutan
asam semut 10% dibuat dengan mengencerkan asam semut 90% dengan
air bersih dalam perbandingan 1 : 10. Dosis yang digunakan
menggumpalkan lateks adalah 10 ml (1 sendok makan) larutan asam semut
encer per liter lateks yang telah diencerkan. Penambahan larutan asam
semut ke dalam lateks disertai pengadukan secara merata kemudian lateks
dibiarkan menggumpal selama 2-3 jam sampai terbentuk koagulum siap
untuk digiling.
4. Penggilingan
Koagulum dikeluarkan dari bak dan dipipihkan. Lembaran koagulum
digiling menggunakan gilingan tangan polos sebanyak 4 kali, setiap kali
menggiling jarak rol diatur agar setelah penggilingan ketiga tebal

5
lembaran karet ± 5 mm. Setelah itu lembaran karet digiling menggunakan
gilingan beralur 1 kali sehingga tebal sit sekitar 3mm. Lembaran sit dicuci
dengan air bersih untuk menghilangkan asam semut yang tertinggal.
5. Pengeringan
Lembaran sit yang diperoleh digantung di atas rak untuk dikering-
anginkan di udara terbuka kira-kira 10 hari, dan diusahakan agar tidak
terkena sinar matahari langsung.

2.2.3 Lump dan Slab


Lump merupakan koagulum yang terbentuk pada mangkok penampung
lateks kebun beberapa saat setelah penyadapan. Menurut Standar Mutu yang kini
berlaku, proses penggumpalan harus terjadi secara alami atau dengan koagulan
yang baik. Mutu I diberlakukan untuk ketebalan tidak lebih dari 50 mm, mutu II
diatas 50 sampai 100 mm, mutu III lebih dari 100 hingga 150 mm, ketebalan di
atas 150 mm digolongkan sebagai mutu IV.
Slab adalah gumpalan (koagulum) yang berasal dari lateks kebun yang
sengaja digumpalkan dengan asam semut dan dari lump mangkok segar yang
direkatkan dengan atau tanpa lateks. Slab tipis tidak boleh dikotori oleh tatal
sadap, kayu, daun, pasir dan benda asing lain. Jenis-jenis kontaminan tersebut
merupakan bentuk utama dari limbah padat yang dihasilkan di pabrik Crumb
Rubber.
Agar dapat dihasilkan slab tipis yang baik, cara pengolahan yang dilakukan
sebagai berikut:
1. Lump segar harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dalam kotak
kayu atau bak pembekuan lain dengan tebal tidak lebih dari 50mm.
2. Lateks kebun langsung ditambahkan larutan asam semut 10% sebanyak 10
ml per liter lateks, kemudian segera dituangkan secara merata ke dalam
bak pembekuan yang telah berisi lum segar, sehingga terbungkus oleh
lapisan lateks.

6
3. Koagulum yang diperoleh berbentuk slab tipis dengan ketebalan kurang
dari 50mm. Slab ini selanjutnya dapat dipipihkan dengan tangan atau
benda lain (kayu) di atas alas yang bersih.

Slab tipis ditiriskan dan didinginkan di atas rak atau digantung seperti
meng-gantung Sit angin di udara terbuka selama 1 - 2 minggu dan tidak boleh
terkena sinar matahari langsung. Slab tipis yang telah dikering-anginkan disimpan
dalam bangsal penyimpanan.

2.3 Syarat Mutu


2.3.1 Persyaratan Kualitatif
2.3.1.1 Lateks Kebun
a) Tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks.
b) Tidak boleh dimasuki dengan benda- benda lain seperti kayu ataupun kotoran
lain.
c) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.
d) Berwarna putih dan bau segar.

2.3.1.2 Sit Angin


a) Digumpalkan dengan asam semut atau bahan pengumpal lain atau gumpalan
alami lateks kebun di dalam wadah sadap.
b) Tidak boleh dicampur dengan gumpalan yang tidak segar.
c) Gumpalan dapat digiling atau dikempa untuk mengeluarkan serumnya.
d) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.
e) Selama penyimpanan tidak boleh direndam di dalam air atau terkena sinar
matahari langsung

2.3.2 Persyaratan Kuantitatif


Persyaratan kuantitatif ketebalan (T) dan kebersihan (B) dengan spesifikasi
seperti pada Table 2.1

7
Tabel 2. 1 Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06 – 2047 – 2002)

2.4 Pengambilan Contoh


Berdasarkan standar SNI 06 – 2047 – 2002 mengenai Bahan Olah Karet,
maka tata cara pengambilan contoh dilakukan seperti berikut:
2.4.1 Jenis Lateks Kebun
Tiap 20 liter lateks kebun petani setelah diaduk diambil contoh sebanyak
100 mililiter, lalu ditimbang dan hasil penimbangan dicatat (Wt).

2.4.2 Jenis Sit Angin


Cara pengambilan contoh pada bahan olah karet berbentuk Sit Angin meliputi:
a) Tiap tumpukan (maksimum 1 ton) diambil minimum 5 (lima) lembar
secara acak.
b) Lakukan pemotongan contoh pada bagian ujung dan tengah setiap
lembaran sit angin dengan berat maksimum ± 0,5 kg.
c) Potongan contoh yang diambil, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
diberi tanda.

8
d) Selanjutnya dilakukan penimbangan contoh. Setelah penimbangan, contoh
harus secepat mungkin dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk
membatasi kehilangan air. Seluruh isi dalam kantong plastik (karet
maupun kotoran yang terpisah) harus ditimbang bersama. Hasil
penimbangan dicatat (wt).

2.5 Penyiapan Contoh Uji


2.5.1 Lateks Kebun
Contoh bahan olah karet yang telah diambil, selanjutnya dilakukan proses
persiapan seperti terlihat berikut:
a) Lateks kebun digumpalkan dengan menambahkan asam semut 2%
sebanyak 10 mililiter, diaduk kemudian dibiarkan beberapa saat sehingga
menggumpalkan danserumnya jernih.
b) Gumpalan digiling dengan gilingan tanga sehingga diperolehlembaran
setebal kira-kira 2 milimeter.
c) Lembaran dikeringkan, kemudian ditimbang. Hasil penimbangan dicatat
(w).

2.5.2 Sit Angin dan Slab


Sit angin dan Slab yang telah diambil, selanjutnya disiapkan untuk
dilakukan proses pengujian, adapun tahap penyiapan bahan uji meliputi:
a) Dilakukan pencatatan identitas dari tiap-tiap contoh yang diambil (berat,
ciri, kenampakan).
b) Pengelompokan contoh yang sejenis, dalam hal ini agar dihindarkan
penggabungan (dengan/tanpa sengaja) contoh tidak sejenis.
c) Dilakukan penggilingan contoh. Tiap contoh digiling menjadi suatu
lembaran krep tipis. Penggilingan dilakukan dengan pencucian berulang
kali sampai krep m erata, bersih dan tipis (ketebalan ±2 mm). Selama
penggilingan dihindarkan kehilanganbutiran/remahan karet dalam air
cucian. Butiran/remahan yang jatuh harusdikembalikan ke dalam gilingan.

9
d) Setelah digiling, lembaran basah diseka dengan kain kering atau ditiriskan
kemudian ditimbang. Hasil penimbangan dicatat (w).

2.6 Cara Pengujian


2.6.1 Penentuan kadar karet kering lateks kebun (K)
Kadar karet kering (K) adalah jumlah karet yang dikandung dalam bahan
olah karet, dinyatakan dalam persen. Penentuan kandungan dalam bahan olah
karet dengan cara penggilingan, pencucian, dan pengeringan.
Peralatan yang digunakan pada pengujian ini
a) Gilingan krep (creper).
b) Timbangan halus (ketelitian 1 g).
c) Alat pengering/oven.

Cara kerja
1. Pengujian contoh
Contoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti
dimaksud dalam butir 2.6.2.
2. Hasil penimbangan contoh adalah W.
3. Penentuan kadar karet kering (K) contoh.

W
K  100
Wt ............................... ............................................................ (2.1)
dengan pengertian:
K adalah kadar karet kering contoh;
Wt adalah berat lateks kebun contoh;
W adalah berat krep hasil penggumpalan lateks kebun .

4. Sedangkan kadar karet kering dari beberapa contoh merupakan rata - rata
dari K masing-masing contoh.

10
K 2  K3 K1  ....  K n
K rata rata 
n ......................................................... (2.2)
K1….Kn = kadar karet kering setiap contoh

2.6.2 Penentuan Ketebalan


Ketebalan BOKAR dimaksudkan sebagai jarak terjauh antara permukaan
satu dengan permukaan yang lain secara vertikal dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm).
Prinsip metoda
Ukuran melintang bahan olah karet.
Peralatan
- Meteran atau kaliper.
- Kotak dengan lebar celah 30 mm, 50 mm, 100 mm.
- Pisau.
Cara kerja
Adapun cara pengujian yang dilakukan terhadap contoh yang akan diuji meliputi:
a. Sit angin dan slab (cara pengukuran)
- Penyiapan contoh
Contoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti
dimaksud dalam butir 2.4.
- Diukur jarak tegak lurus antara dua permukaan yang berhadapan.
Lakukan pengukuran pada 3 (tiga) tempat berbeda.
- Pernyataan hasil
Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan millimeter (mm) sebagai rata-
rata dari 3 (tiga) pengukuran.

b. Slab (cara praktis)


- Penyiapan contoh
Contoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti
dimaksud dalam butir 2.4.

11
- Contoh uji dimasukkan kotak dengan lebar celah 30,50 atau 100 mm
sesuai dengan ketebalan BOKAR yang akan diuji. Lakukan ulangan
sebanyak 3 (tiga) kali ulangan.
- Pernyataan hasil
Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan millimeter (mm) sebagai rata-
rata dari 3 (tiga) pengukuran.

2.6.3 Penentuan kebersihan


Kebersihan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengotoran bahan olah
karet dari bahan bukan karet seperti pasir, tanah, batu, ranting, daun, tatal sadap
dan sebagainya.

Prinsip metode
Pengamatan dilakukan secara visual, ada/tidaknya kotoran di dalam bahan
olah karet dengan cara membandingkan antara contoh uji dengan photo baku
yang te lah dipersiapkan.
Peralatan
- Pisau.
Cara kerja
Pengujian yang dilakukan meliputi beberapa tahap berikut:
- Penyiapan contoh
Contoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh pada
butir 4.2.
- Diamati ada tidaknya kotoran secara visual atau dengan cara
membandingkan contoh uji dengan photo b aku yang telah dipersiapkan.
- Apabila perlu, bahan olah karet dapat dipotong/dibelah untuk melihat
kotoran yang ada di dalamnya.
Pernyataan hasil
Pernyataan dari hasil pengujian berupa
- Terdapat kotoran dinyatakan terlihat nyata.
- Tidak terdapat kotoran dinyatakan tidak terlihat nyata.

12
2.7 Perkembangan Mutu Bahan Baku Crumb Rubber
Sesuai dengan pola bisnis pada umumnya yang ingin mendapatkan margin
sebesar-besarnya dari hasil penjualan produk, maka di dalam perdagangan bahan
baku karet (bokar) senantiasa muncul upaya untuk memanipulasi berat dengan
cara menambahkan zat-zat pengotor. Manipulasi berat bahan baku Crumb Rubber
relatif mudah dilakukan dibanding terhadap lateks pekat dan sit asap, berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut.
a. Lateks pekat dan karet lembaran (sit asap dan krep) berbahan baku langsung
dari lateks kebun yang masih segar, sehingga penambahan zat pengotor
akan langsung terlihat dengan kasat mata, serta pengaruh buruknya terjadi
secara langsung pula terhadap produk lateks pekat maupun sit asap/krep
yang dihasilkannya.
b. Pengusahaan Lateks pekat dan karet lembaran secara umum dilakukan oleh
perusahaan BUMN dan Swasta Besar, yang memiliki organisasi dan
manejemen produksi yang sangat baik, sehingga meminimalkan
kemungkinan terjadinya kontaminasi di dalam bahan baku yang akan
diproses di pabriknya.
c. Perusahaan lateks pekat dan sit asap/krep umumnya memiliki lahan sendiri
yang telah terintegrasi dengan pabrik pengolahannya.
Karet sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet
remah, karena dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain
penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan
dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3
mm), sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran
agar beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu
yang tinggi akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket.
Industri Crumb Rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri
pencucian dan pengeringan secara singkat. Berbeda dengan karet sit asap atau
krep, karet remah dapat dibuat dari lateks yang telah menggumpal (koagulum)
baik yang segar maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk

13
dan ukuran, sehingga. membuka peluang kesengajaan memasukkan kotoran agar
beratnya meningkat. Sejak terlahir pada tahun 1968, industri Crumb Rubber telah
mengalami perkembangan teknologi untuk menyesuaikan terhadap kapasitas dan
kondisi bahan baku yang tersedia.
a. Periode 1968-1971 : dalam kurun waktu ini belum terjadi masalah
kontaminasi karena bahan baku langsung dari leteks dan pembekuannya
dilaksanakan di pabrik dengan sarana yang bersih, kemudian bekuan
diremahkan dengan bantuan minyak jarak langsung di dalam kreper. Crumb
Rubber yang dihasilkan baru jenis SIR 3 dan 5. Nilai 3 (atau 5) tersebut,
menunjukkan kadar maksimum kotoran tidak lebih dari 0,03 (atau 0,05%).
b. Periode 1972-1980 : pabrik-pabrik Crumb Rubber mulai bermunculan, yang
asalnya kurang dari 60 pabrik meningkat menjadi 85 pabrik pada awal tahun
1972, menyebabkan persaingan sangat ketat untuk pengadaan bahan baku.
Awal tahun 1972, peremahan dengan minyak jarak menggunakan kreper
mulai ditinggalkan karena dinilai lambat, dan sebagai gantinya mulai
digunakan Granulator. Pengembangan alat ini bersama-sama dengan
hammer-mill ternyata mampu meremahkan karet dalam bentuk Lump.
Kondisi ini berdampak petani karet mulai memproduksi lump mangkok
yang relatip cepat pembuatannya dibanding menyiapkan lateks tetap segar.
Periode ini mulai diproduksi SIR 10. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
kotoran mulai meningkat. SIR 10 berkadar kotoran maks. 0,1, sedangkan
SIR 3 hanya 0,03%.
c. Periode 1980-sekarang : Jumlah pabrik meningkat menjadi 106 dan kini
115, seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap crumb rubber.
Tahun 1975 produksi karet alam Indonesia masih sekitar 780 ribu ton, tahun
1980 naik tajam menjadi 1020 ribu ton. Agar kapasitas pabrik dapat
ditingkatkan, maka proses peremahan di dalam Granulator/Hammer-Mil
juga perlu ditingkatkan, caranya adalah dengan memasang Pre-Breaker
sebelum Granulator/Hammer-Mill. Alat ini semula dirancang sebagai mesin
peremah kasar dengan input tetap Lump. Namun ternyata alat tersebut dapat
dikembangkan untuk bahan baku yang lebih besar dibanding Lump. Kondisi

14
ini menjadi pemicu petani untuk menjual berbagai jenis bahan baku, selain
lump juga sleb, ojol, sit angin, scrap tanah dan scrap pohon. Peralatan
pabrik pun sudah sedemikian lengkap, mulai dari pre-breaker, hammer-mill,
granulator, ekstruder, bak-bak makro-blending, kamar gantung angin, dan
shredder.

Dari uraian di atas tampak bahwa terdapat kaitan atau sebab akibat yang
sangat erat antara peningkatan konsumsi dunia untuk Crumb Rubber, daya pasok
bokar, kapasitas pabrik, teknologi pengolahan, dan karakteristik bahan baku.
Peningkatan konsumsi dunia menyebabkan peningkatan kapasitas produksi
pabrik. Kondisi ini berdampak persaingan memperebutkan bahan olah semakin
tajam, sehingga aspek mutu mulai diabaikan, memicu petani untuk berlomba-
lomba menyediakan bahan baku dengan sasaran utamanya adalah kuantitas.
Pengawasan mutu yang lemah dan tidak adanya insentif harga terhadap
mutu, merupakan faktor utama yang mendorong upaya memanipulasi berat bokar
dengan cara membubuhkan bahan-bahan non-karet, agar berat bokar dapat
ditingkatkan dengan harapan harganyapun dapat dinaikkan.
Pemerintah sejak tahun 1984 telah membakukan bokar melalui SPI-BUN
02/02/1984 untuk memperbaiki mutu bokar dan memperkecil keragaman jenis
bokar. Sejalan dengan Revisi Skema SIR pada tahun 1988, SPI Bokar tersebut
disempurnakan menjadi SPI-BUN 02/02/1988. Pada tahun 1990 SPI Bokar
diangkat oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) menjadi Standar Nasional
Indonesia SNI 06 - 2047 - 1990 Bokar.
Adanya SNI Bokar SNI 06-2047-1990 seharusnya sangat membantu
perbaikan mutu, namun disayangkan bahwa standar ini sulit diaplikasikan di
lapangan. Selain itu SNI Bokar bersifat sukarela (voluntary), berbeda dengan SNI
untuk Crumb Rubber dan RSS yang bersifat wajib (mandatory).
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional telah merevisi SNI Bokar
menjadi SNI 06-2047-1998 berdasarkan Surat Keputusan No. 102/BSN-
I/KH/05/98 tanggal 26 Mei 1998 untuk mengeliminir kendala tersebut. Penerapan

15
SNI bersifat wajib (mandatory) yang diharapkan berdampak lanjut sampai ke
tingkat petani untuk menghasilkan bokar bermutu baik.
Sekalipun SNI 06-2047-1998, bersifat mandatory, namun penerapannya
mengalami kesulitan, antara lain disebabkan kurangnya tenaga pelaksana
pengawasan penerapan standar mutu. Selain itu Kapasitas terpasang pabrik telah
melampaui kemampuan pasok bahan olah menyebabkan pabrik kurang tertarik
untuk menyeleksi bahan olah, selama target produksi belum terpenuhi.
Belum terlaksananya penerapan standar mutu bokar secara efektif
menyebabkan kondisi bokar belum mengalami peningkatan berarti. Hal ini
menyebabkan permasalahan konsistensi mutu masih belum terpecahkan
sepenuhnya secara mendasar. Pihak pabrik masih mengandal-kan cara-cara lama
untuk memenuhi permintaan konsumen, yakni dengan cara mencampur berbagai
jenis bahan olah dengan harapan kualitas produk memenuhi kisaran permintaan
yang dipersyaratkan konsumen. Selain itu, terkadang pabrik juga melakukan
pengujian total seluruh bandela karet yang dihasilkan dan mengeluarkan produk
yang tidak memenuhi persyaratan permintaan konsumen. Selama ini praktek
tersebut mampu memenuhi tuntutan konsumen, namun membutuhkan suatu usaha
tertentu berupa pencampuran bahan olah yang intensif dan seratus persen
pengecekan terhadap hasil Crumb Rubber Guna meningkatkan kemudahan
implementasi SNI Bokar, pemerintah kembali merevisi SNI bokar menjadi SNI
06-2047-2002 (Tabel 2.1) yang lebih memberi keleluasaan untuk persyaratan
tebal dan metode koagulasi. Efektifitas pemberlakuan SNI bokar yang baru
tersebut saat ini masih belum dapat teridentifikasi, diperlukan waktu yang cukup
untuk memasyarakannya.

2.7.1 Hasil Pengamatan Masalah Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet


2.7.1.1 Pengertian Kontaminan
Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku Crumb Rubber
sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung
bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik.

16
Didalam Lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga
berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai
antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet.
Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid Lateks juga
berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan
barang jadi karet. Masuknya kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-
bahan alami tersebut (Archer, et al., 1983).
Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran.
Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena
berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat
busuk, merusak tekstur, warna, rasa dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula
untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi,
memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari
vulkanisatnya.
Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap
sebagai kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat
sebagai pro-oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan
berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah
sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut,
asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya,
bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera
keluar dari koagulum.
Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku Crumb Rubber adalah
sering masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak
disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan
serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik
dan waktu proses. Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh
langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya ekstra untuk
membersihkannya.

17
2.7.1.2 Jenis-Jenis Kontaminan Di Dalam Bokar
Kontaminasi Crumb Rubber dapat berupa kontaminasi oleh pasir, tanah liat,
tatal, potongan ranting, bahan penggumpal yang tidak disarankan (gadung dan
pupuk), potongan kayu dari palet. Kontaminasi lain yang belakangan ini terjadi
dan yang paling ditakuti oleh industri ban adalah kontaminasi oleh serat
polipropilen, kompon lateks dan vulkanisat.
Bahan-bahan kontaminan tersebut masuk ke dalam karet pada saat
penyiapan dan penanganan bokar. Pada dasarnya, lateks yang keluar dari pohon
karet adalah suatu bahan yang bersih (bebas dari kontaminan tersebut). Masuknya
kontaminan ke dalam bokar dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau akibat
prosedur penggumpalannya tidak dilakukan secara hati-hati.

a. Bahan-bahan kontaminan masuk ke dalam lateks atau karet, secara tidak


sengaja akibat praktik penanganan dan pengolahan bahan olah yang kurang
tepat, seperti penggumpalan lateks dalam lubang pada tanah, penyimpanan
koagulum dalam semak berlumpur dan penggunaan bahan penggumpal dari
parutan gadung dan umbi-umbian lain
b. Kontaminasi yang terjadi sebagai ekses ikutan akibat penambahan bahan-
bahan tertentu secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan lebih dari
penambahan bobot bokar. Penambahan tatal, penggunaan pupuk sebagai
penggumpal, dan bahkan kaolin ke dalam lateks sehingga diperoleh bobot
tambahan masih dipraktekkan, sekalipun hal ini dilarang menurut standar
bokar
c. Kontaminan yang paling ditakuti adalah kontaminan berupa serpihan serat
polipropilen. Kontaminan ini berasal dari karung yang digunakan sebagai
alat pengangkut bokar. Bagian karung yang rusak lengket pada lum atau
ojol yang diangkut dan terbawa ke pabrik pengolahan karet. Pada saat
pemecahan bahan olah dengan prebreaker dan hammer mill, serat plastik ini
pecah menjadi serpihan kecil bercampur dengan potongan karet.
Kontaminan ini sulit dipisahkan karena mengapung di air terbawa aliran

18
bahan olah karet bila tidak terditeksi oleh petugas. Hal inilah yang sangat
dikawatirkan oleh pihak prosesor crumb rubber.
d. Selain serat polipropilen, akhir-akhir ini ditemukan pula kontaminan berupa
limbah kompon dan limbah vulkanisat yang berasal dari barang jadi lateks
seperti sisa-sisa (reject) karet busa, sarung tangan, balon putih dan
vulkanisat barang jadi lateks lainnya. Kontaminan yang bersifat kimiawi ini
sepintas menyerupai tampilan bokar sehingga sulit terdeteksi secara kasat
mata.

Kontaminan-kontaminan kelompok (a) dan (b) di atas sudah lama terjadi


dan secara umum didapatkan di dalam bokar dari perkebunan rakyat. Kontaminan
seperti pasir, kerikil, ranting, daun-daunan relatip mudah dihilangkan dengan
peralatan pengolahan crumb rubber, walupun dengan konsekuensi diperlukan
energi listrik dan air yang relatip banyak serta berakibat buruk terhadap limbah
cairnya.
Untuk kontaminan jenis (c) dan (d) tersebut di atas sulit bersatu dengan karet dan
akan merupakan titik lemah. Pada produk ban, adanya titik lemah tersebut dapat
menyebabkan ban sopek bahkan pecah/meletus pada saat digunakan. Hal ini
sangat berbahaya bagi keselamatan penumpang, sekaligus berdampak buruk
terhadap citra kualitas ban. Oleh karena itu, industri ban sangat khawatir terhadap
adanya kontaminan ini.

2.7.1.3 Penanggulangan Kontaminan

Pabrik crumb rubber yang mengalami masalah kontaminan, untuk


sementara ini telah melakukan beberapa cara penanggulangan, walaupun hasilnya
belum optimal.

a. Kontaminan tatal, pasir, tanah atau lumpur, secara teknis sudah bisa
dipisahkan dengan peralatan-peralatan pabrik seperti pre-breaker, lump
crusher, bak makroblending, dan hammer-mill atau granulator.

19
b. Kontaminan vulkanisat umumnya berwarna putih dengan bentuk dan
ukuran beragam, antara lain berupa serpihan, masip, lembaran tipis,
menyerupai spons, dan lempengan setebal 1-3 cm. Berdasarkan
tampilannya, diduga vulkanisat terebut adalah produk-produk reject atau
sisa-sisa proses dari kegiatan pembuatan sarung tangan, karet busa, balon
dan barang-barang lateks atau barang-barang karet padat dengan pengisi
kaolin, kalsium karbonat atau silika.
c. Kontaminan vulkanisat ada yang bisa langsung terdeteksi pada saat sortasi
awal, jika warnanya abu-abu, atau tidak berwarna putih. Namun untuk
yang berwrna putih sukar teramati jika tidak dilihat secara seksama
d. Jika lolos pada tahap sortasi awal, kontaminan baru terdeteksi pada tahap
pre-drying, dimana blanket dari bahan murni akan berubah warna dari
putih menjadi coklat muda atau cokelat gelap akibat turunnya kadar air,
sedangkan kontaminan vulkanisat tetap berwarna putih.
e. Bagi pabrik yang telah menjalankan manajemen pengolahan secara baik
akan melakukan tindakan untuk memisahkan blanaket yang tercemar
tersebut, untuk mengeluarkan kontaminannya.
f. Pekerjaan pemisahan kontaminan vulkanisat dari blanket sepenuhnya
dilakukan secara manual, sehingga sangat melelahkan, menguras tenaga
dan memerlukan biaya ekstra. Pekerjaan ini sangat beresiko tinggi, karena
bersifat subyektif, sukar terjamin bahwa blanket hasil sortasi akan betul-
betul terbebas dari kontaminan vulaknisat, terutama untuk kasus-kasus
dimana kontaminan tersebut berukuran kecil dan menyebar merata di
seluruh blanket.
g. Beberapa pabrik di Sumut dan Sumsel telah mengeluarkan langkah
preventip yang cukup berani, yakni akan menolak seluruh kiriman
lump/sleb dari seseorang pedagang, jika pada sortasi awal ditemukan
adanya kontaminan vulkanisat. Tindakan tersebut terpaksa diambil guna
mencegah dampak yang lebih buruk, walapun dengan langkah itu akan
beresiko kekurangan pasok bahan olah.

20
Gambar 2. 1 Contoh – contoh gambar Bokar yang terkontaminasi Pasir, Lumpur
dan Tatal

2.7.2 Persyaratan Mutu Crumb Rubber


Pada Tabel 2.2 disajikan Skema SIR yang merupakan Standar Mutu
Crumb Rubber yang saat ini berlaku untuk karet remah produksi Indonesia.
Crumb Rubber tidak dapat dinilai secara visual, tetapi harus dinilai atas dasar
spesifikasi teknis. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dari penilaian visual
dapat dihindarkan. Dengan spesifikasi teknis para konsumen karet dapat
mengetahui secara obyektif sifat-sifat tertentu dari karet.
Crumb Rubber disebut juga sebagai SIR atau Standard Indonesian Rubber
yaitu karet alam produksi Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkahan dan
mutunya dinilai berdasarkan spesifikasi teknis. Penilaian spesifikasi teknis
didasarkan pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk SIR
yaitu penetapan kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, Po, serta PRI
(Plasticity Retention Index), viskositas Mooney dan ASHT (Accelerated Storage
Hardening Test).

21
Kotoran yang terdapat dalam Crumb Rubber sangat merusak sifat-sifat
dari barang jadi karet terutama ketahanan lentur dan ketahanan pemakaiannya.
Sifat-sifat tersebut penting dalam menentukan mutu ban kendaraan bermotor,
sehingga makin tinggi kadar kotoran Crumb Rubber, makin rendah mutunya.
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah
yang dijual tidak mengandung terlalu banyak bahan-bahan kimia yang banyak
dipakai dalam proses pengolahan. Bila pencucian karet kurang bersih maka zat-zat
kimia tersebut masih tertinggal dalam karet yang sudah menjadi Crumb Rubber
dan tercermin dari tingginya kadar abu. Adanya pasir juga dapat diketahui dari
kadar abu yang tinggi pula.
Zat menguap dalam karet mentah sebagian besar terdiri dari uap air dan
sisanya adalah zat-zat lain yang mudah menguap. Kadar zat menguap secara
praktis adalah tidak lain penetapan kadar air karet mentah. Penentuan ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa karet yang dujual telah mengalami
pengeringan yang sempurna.

22
Tabel 2. 2 Skema Standard Indonesia Rubber (SIR)
(SNI 06-1903-2000)

Sumber: PT. Riau Crumb Rubber Factory Rumbai

Berikut defenisi dari beberapa jenis mutu karakteristik adalah :


1. Kadar Kotoran
Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui
saringan mesh. Adanya kotoran di dalam karet yang relatif tinggi dapat

23
mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain
kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu
pada pembuatan vulkanisat tipis.
2. Kadar Abu
Abu didalam karet terjadi dari oksida, karbonat dan fosfat dari kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang
berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau
benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan
mentah karet. Abu dari karet memberikan memberikan sedikit gambaran
mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam
karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul
seperti kalor timbul dan ketahanan retak lentur dari vulkanisat karet slam.
3. Zat Menguap
Zat menguap didalam karet sebagian besar dari uap air dan sisanya adalah
zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100o C. Kadar zat
menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan. Adanya
zat yang mudah menguap didalam karet selain dapat menyebabkan bau busuk,
memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu
mencampurkan bahan-bahan kimia kedalam karet pada waktu pembuatan kompon
tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.
4. Plasticity Retention Index (PRI)
Penentuan Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang
sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh
oksidasi pada suhu tinggi. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang
tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi. Kadang-kadang ada warna karet yang
tidak dapat dibandingkan karena terlampau kuning, kehijau-hijauan atau abu-abu.
Jika hal ini terjadi maka karet tersebut dianggap sebagai karet yang mempunyai
warna tidak normal. Warna yang tidak normal dapat terjadi karena pemisahan
fraksi-fraksi kedalam lateks, sehingga mengakibatkan terkontaminasinya pigmen
alam.

24
2.8 Cara Pengambilan Contoh
2.8.1 Petugas Pengambil Contoh ( PPC )
Petugas Pengambil Contoh adalah petugas dari laboratorium yang sudah
diakui dan teregistrasi pada Lembaga Sertifikasi Personil.Petugas Pengambil
Contoh (PPC) tersebut dapat dari laboratorium pabrik atau laboratorium
independen yang diakui.
2.8.2 Cara Pengambilan Contoh
Pengambilan Contoh dilakukan terhadap bandela SIR yang keluar dari
mesin kempa (bale press) sebelum bandela tersebut dibungkus plastik polietilen
dengan interval maksimum 9 bandela dan disesuaikan dengan jumlah bandela
didalam setiap pallet. Misalnya dapat dilakukan terhadap bandela nomor 2, 11, 20
dan seterusnya atau bandela nomor 5, 14, 23 dan seterusnya atau yang lazim
dilakukan adalah bandela nomor 9, 18, 27 dan seterusnya.

2.8.3 Cara Pemotongan dan Penanganan Contoh


- Letakkan bandela terpilih diatas meja yang bersih dengan posisi mendatar
dan sisi terpendek kearah vertikal.
- Potong salah satu sudut bandela dengan ukuran kira-kira 5 cm x 5 cm x
tebal bandela kearah sisi vertikal.
- Potongan lainnya diambil dengan cara yang sama pada sudut yang
berlawanan arah diagonal.
- Untuk jelasnya lihat gambar berikut :

25
Gambar 2. 2 Cara Pemotongan Bandela
- Berat satu potongan contoh (A atau B) adalah 150 sampai 200 gram.
- Satukan kedua contoh tersebut kemudian dimasukan kedalam kantong
plastik.
- Setelah diberi label contoh yang menerangkan mengenai Tanggal
produksi, nomor pallet / contoh. nomor potongan / bandela dan keterangan
tambahan lain bila diperlukan, kemudian kantong plastik yang berisi
contoh ditutup selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diuji.
- Kantong plastik yang berisi contoh ditutup selanjutnya dikirim ke
laboratorium untuk diuji.
- Kriteria pengujian berdasarkan skema mutu pada Tabel 2.2.

2.9 Proses Pendeteksian Metal


Adapun proses lengkap dari pendeteksian metal sesuai stantar yang
berlaku sebagai berikut :
1. Pekerja mendorong bandela melewati roller konveyor menuju ke belt
conveyor yang akan mentransfer bandela menuju ke metal detektor.
2. Pada saat bandela berada di bawah alat pendeteksi logam, maka sistem akan
secara otomatis mendeteksi kontaminasi logam di bandela.
3. Jika bandela tidak terkontaminasi logam, maka lampu utama dan alarm
tidak akan menyala dan bandela akan ditransfer ke daerah pengepakan.

26
4. Jika bandela terkontaminasi, maka lampu utama dan alarm akan menyala
Secara otomatis. Bandela harus diperiksa ulang melewati detektor logam
pada posisi sebaliknya.
5. Apabila lampu utama dan alarm masih menyala, maka bandela akan di
tolak. Bandela yang ditolak akan diproses kembali. Bandela akan dipotong
menjadi 2, bagian A dan B. Bagian A dan B akan diproses sesuai dengan
prosedur 1 sampai dengan prosedur 4. Apabila bagian A tidak
terkontaminasi, maka bagian A akan ditranfer ke proses selanjutnya.
Apabila bagian B terkontaminasi, maka B dipotong menjadi 2 yaitu B1 dan
B2. Prosedur ini akan berlanjut sampai akhirnya logam ditemukan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 2. 3 Proses Pendeteksian Logam

6. Hanya 2 bandela dengan jarak minimal 40 cm yang dapat diperiksa di belt


conveyor pada waktu yang sama.
Setiap shift, detektor logam harus diperiksa oleh petugas yang bekerja pada
bagian ini dan dicatat dalam buku pemeriksaan detektor logam. Hal ini untuk
menghindarkan kesalahan pendeteksian oleh ditektor logam.

2.10 Proses Maturasi

Merupakan cara yang digunakan untuk proses pengeringan pada periode


yang ditentukan, agar kadar kering bahan baku semakin tinggi sebelum diolah

27
menjadi crumb. Proses maturasi dilakukan selama 3 minggu, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan kadar kering yang tinggi. Kadar kering dari bahan baku
sangat menentukan kualitas produk akhir, salah satunya adalah adanya bintik-
bintik putih pada produk yang dikenal dengan white spot. Untuk itu perlu
dilakukan proses pemeriksaan bahan baku.
Prosedur pengujian DRC (Dry Rubber Content) pada proses maturasi
sebagai berikut :
a. Sampel yang diambil ditimbang, sampel tersebut adalah sampel basah,
diberi nama (A)
b. Sampel tersebut kemudian digiling sekitar 15-20 mm atau sampai homogen
dan bebas dari kontaminasi.
c. Setelah digiling sampel kemudian digantung selama 45 menit untuk
memastikan bebas dari air di permukaan dan berat 100% lapisan basah,
sampel ini diberi nama (B)
d. Sekitar 1% dari berat lapisan basah yang mengandung beberapa lembar
lapisan basah dengan ukuran sekitar 10 x 5 cm dipotong secara acak dan
ditimbang (C1), potongan lainnya yaitu C2 dipotong untuk duplikasi dan
ditimbang
e. Potongan lapisan basah C1 dan C2 kemudian dikeringkan dalam oven
sampai kering benar, dan tidak ada bercak putih ditemukan.
f. Setelah kering potongan-potongan didinginkan dan ditimbang sampel ini
disebut (D1 dan D2).
g. Perhitungan DRCnya sebagai berikut :

………..(2.3)

……………(2.4)

………………………………………………….……….(2.5)

28
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tahapan Pelaksanaan Program Kerja Praktek
Pelaksanaan Kerja Praktek ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses.
Mulai dari proses studi literatur, pencarian kasus hingga penyelesaian kasus
tersebut. Keseluruhan proses saling terkait agar tujuan pelaksanaan dari kerja
praktek seperti yang telah ditetapkan dapat tercapai. Rangkaian proses yang
dilakukan dapat dilihat pada diagram Gambar 3.1
3.2 Prosedur Pelaksanaan
A. Survei Pendahuluan
Tahapan ini merupakan tahapan dimana penulis melakukan survei berupa
pengenalan proses produksi yang dilakukan di PT. RICRY. Pengenalan tersebut
berupa alur proses produksi pada bahan olah karet hingga menjadi bahan setengah
jadi (Crumb Rubber). Pengamatan dimulai dari mesin-mesin yang digunakan
dalam produksi, hingga proses pengontrolan kualitas agar Crumb Rubber yang
dihasilkan benar – benar sesuai standar mutu.
B. Objek Penelitian
Objek penelitian yang akan dibahas adalah Kontrol Kualitas yang
dilakukan pada pengolahan dari bahan olah karet menjadi setengah jadi.
C. Studi Literatur
Studi literatur merupakan tahap awal dalam pelaksanaan Kerja Praktek.
Yang dilaksanakan pada tahap awal pelaksanaan Kerja Praktek guna mendapatkan
informasi yang penting dalam menunjang penyelesaian kasus. Studi literatur
dilakukan dengan cara memahami informasi dari teori yang berkaitan dengan
topik penelitian dan penyelesaian laporan serta mempelajari buku-buku yang
berkaitan dengan batasan masalah yang akan dibahas dan pencarian artikel yang
berhubungan dengan pengkajian. Referensi yang digunakan berupa beberapa
artikel dan kajian yang berkaitan dengan kontrol kualitas.
D. Identifikasi Masalah
Hasil dari identifikasi masalah yang dilakukan, didapat sebuah kasus
berupa masalah kontrol kualitas (Quality Control) yang dilakukan selama proses

29
pengolahan bahan olah karet menjadi setengah jadi. Guna mengetahui lebih lanjut
apakah proses yang dilakukan sesuai standar dan pengaruh terhadap kualitas
produk akhir.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil tinjauan lapangan, dilakukan perumusan masalah.
Masalah kontrol kualitas memang tidak terlalu mencolok jika ditinjau secara
aktual yang terjadi di PT. RICRY ini. Namun jika dibandingkan dengan stantard
prosedure yang ada, maka akan terlihat jelas bahwa proses pengolahan yang
terjadi masih jauh dari standar yang semestinya. Oleh karena itu, disini penulis
akan coba untuk membandingkan standard prosedure yang dilakukan dengan
yang semestinya dilakukan dan pengaruh terhadap kualitas produk akhir yang
akan dihasilkan.
F. Pengumpulan Data
Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data yang diawali dengan
pengamatan langsung proses pengolahan yang dilakukan terhadap bahan olah
karet. Kemudian data pengamatan yang diperoleh dicatat secara detail agar
diperoleh data yang lebih effisien. Selain pengamatan langsung, juga dilakukan
proses interview kepada beberapa pihak terkait proses kontrol kualitas.

G. Analisis Hasil dari Pengolahan Data

Hasil studi kasus masalah kontrol kualitas terhadap pengolahan karet


menjadi setengah jadi yang terjadi, penulis mengalisis penyebab dari masalah
yang terjadi. Hasil analisis yang diperoleh, dilakukan perbandingan sampai
menemukan jalan penyelesaian terhadap masalah yang terjadi.

30
H. Kesimpulan dan Saran
Setelah rangkaian data dan analisis selesai dilakukan, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan dari permasalahan yang terjadi yang kemudian dilanjutkan
dengan saran yang diharapkan dapat meningkatkan mutu kedepan.

Gambar 3. 1 Flow Chart tahapan pelaksanaan kerja praktek

31
3.3 Layout Produksi PT.Riau Crumb Rubber Factory
Alur proses pengerjaan yang dilakukan pada PT. RICRY dapat dilihat pada
gambar 3.2 berikut. Layout ini menunjukkan gambaran umum berbagai proses
yang dilakukan dalam pembuatan Crumb Rubbers, dan proses dimana kontrol
kualitas dilakukan.

Pemotongan sample dan


pengujian Crumb rubber,
proses Kontrol Kualitas II.

Proses Kontrol
Kualitas Tahap I

Gambar 3. 2 Layout PT. Crumb Rubber Factory

32
3.4 Uraian Produksi
3.4.1 Penerimaan
A. Pembongkaran
Truk isi karet panen dari Masyarakat Tani diperiksa, setelah itu dilakukan
pembongkaran isi truk menuju ke lapangan pembongkaran. Muatan truk yang
telah dibongkar oleh pekerja, selanjutnya disortir berdasarkan grade yang telah
ditentukan perusahaan.
- Grade A merupakan bahan olah karet dengan kualitas baik sesuai standar
yang terdapat pada Bab 2 bagian 2.3.
- Grade B merupakan bahan olah karet dengan kualitas menengah, masih
terdapat kotoran pada karet tetapi masih bisa diolah.
- Grade C merupakan bahan olah karet dengan kualitas buruk dan bahkan
sangat buruk. Biasanya pihak perusahaan akan menolak untuk membeli
karet grade ini.
Apabila ada bahan baku di luar ketentuan maka secara langsung
dipisahkan. Selanjutnya truk mengambil dan membawa kembali bahan baku yang
ditolak.
B. Pemotongan
Karet dipotong menggunakan mesin gergaji pemotong. Karet yang dipotong
diangkat ke mesin gergaji potong secara manual oleh pekerja pabrik. Karet
dipisahkan sesuai jenis kemudian diperiksa kontaminasi (Vulkanisir) dan setelah
dinyatakan bersih dalam artian tidak terdapat kontaminan, maka akan diterima dan
apabila karet kotor dalam artian banyak terdapat zat kontaminasi, maka akan di
pulangkan pada distributor tani.
C. Penimbangan
Setelah kesepakatan diperoleh, maka dilakukan penimbangan terhadap karet
yang akan dibeli. Berapa kadar dan timbangan karet yang dibeli maka dilakukan
pembayaran kepada pemilik karet.
3.4.2 Penumpukan
Karet yang sudah dibeli akan ditumpukkan pada gudang bahan baku,
menunggu untuk diproses. Bahan baku yang telah ditumpuk adalah bahan baku

33
gabungan dari Cup lump, Slab lump. Penumpukan bahan baku dapat dilihat pada
Gambar 3.3

Gambar 3. 3 Penumpukan Bahan Baku

3.4.3 Precleaning
Karet yang berada di gudang penumpukan bahan baku diangkat dengan
menggunakan forklift menuju mesin feeder breaker, pada mesin ini dilakukan
proses penampungan bahan baku dari forklift dan proses pencucian karet sekaligus
memindahkan bahan baku menuju breaker. Setelah bahan baku masuk pada mesin
breaker akan keluar menjadi potongan-potongan kecil dan selanjutnya akan
ditransfer menuju belt conveyor, yang akan dilanjutkan dengan proses pencucian
dan penyaringan. Setelah karet berada pada belt conveyor dilakukan pengambilan
kotoran yang melewati penyaringan secara manual oleh operator. Proses
dilanjutkan pada hammer mill yang akan dilakukan pemukulan pada bahan untuk
melepaskan kotoran yang masih melekat pada karet kemudian masuk kedalam bak
pencucian I. Penyaringan juga dilakukan pada bak pencucian I. Proses ini dapat
dilihat pada Gambar 3.4. Pada mixing tank II karet dihomogenkan kembali
sekaligus mengalirkannya ke proses blending.

34
Gambar 3. 4 Bak Pencucian Karet (Mixing Tank)

3.4.4 Blending
Setelah bahan melalui proses precleaning, maka bahan dimasukkan ke
dalam mesin Creeper I melalui feeder breaker untuk digiling. Setelah itu
dimasukkan ke mesin Creeper II, lalu dilanjutkan ke Creeper III, IV, V dan VI
hingga menjadi lembaran dengan ketebalan tertentu di setiap Creeper.
Penggilingan di mesin Creeper ditambahkan air yang berfungsi untuk
menghilangkan kotoran dan zat penggumpal yang masih tersisa. Untuk lebih jelas
dapat kita lihat pada keterangan dibawah ini :
1. Creeper I
Mesin ini menggiling hasil dari Mixing Tank II sebanyak 2x penggilingan
dengan ketebalan 40 mm.
2. Creeper II
Mesin ini menggiling hasil dari Creeper I sebanyak 3x penggilingan
dengan ketebalan 30 mm.
3. Creeper III
Mesin ini menggiling hasil dari Creeper II sebanyak 4x penggilingan
dengan ketebalan 25 mm.
4. Creeper IV
Mesin ini menggiling hasil dari Creeper III sebanyak 1x penggilingan
dengan ketebalan 15 mm.
5. Creeper V

35
Mesin ini menggiling hasil dari Creeper IV sebanyak 1x penggilingan
dengan ketebalan 13 mm.
6. Creeper VI
Mesin ini menggiling hasil dari Creeper VI sebanyak 1x penggilingan
dengan ketebalan 7- 8 mm. Setelah dari Creper VI karet akan digulung pada
kereta sorong sampai pada batas besi pada kereta sorong. Hasil pengolahan mesin
creeper dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3. 5 Lembaran Karet

3.4.5 Hanging Sheet


Lembaran karet (bandela) dibawa ke kamar gantung blanket dengan
menggunakan lift. Penjemuran dilakukan selama 12-14 hari hingga kadar air pada
lembaran tersebut berkurang hingga 68 %. Penjemuran ini dilakukan agar bandela
yang dihasilkan benar benar menjadi bandela yang berkualitas, karena apabila
lembaran tersebut tidak benar -benar kering akan mempengaruhi kualitas produk
tersebut misalnya bandela tersebut akan lembab dan mudah berjamur. Proses
penjemuran dapat dilihat pada Gambar 3.6.

36
Gambar 3. 6 Penjemuran Lembaran Karet

3.4.6 Crumbing
Dari penjemuran, selanjutnya gumpalan yang sudah kecil-kecil tersebut
dimasukkan ke mesin cutter untuk diremahkan menjadi butiran-butiran. Bentuk
mesin Cutter yang digunakan terihat pada Gambar 3.7. Lalu butiran-butiran
tersebut dicuci sekali lagi sebelum dikeringkan. Kemudian butiran-butiran
tersebut disaring untuk memisahkan butiran dan air, ditampung dalam kotak-kotak
yang ada pada trolley. Setelah itu trolley dibawa ke kotak pengering.

Gambar 3. 7 Mesin Cutter

3.4.7 Dryer
Proses pengeringan dilakukan di dalam kotak pengering (dryer) dengan
menghembuskan udara panas ke dalam dryer dengan temperatur 100 – 140 oC

37
selama 1–2 jam. Tujuan pengeringan ini untuk mengurangi kadar air yang
terkandung dalam butiran hingga 10 – 15 %. Udara panas yang dihembuskan ke
dalam dryer ini dihasilkan dari alat pemanas (heater) yang menggunakan blower.
Setelah 1 – 2 jam, trolley dikeluarkan dari dalam dryer dan butiran didinginkan
dengan menggunakan kipas pendingin (cooling fan) selama kurang lebih 5 menit
hingga mencapai temperatur 50 0C. Tujuan pendinginan ini untuk menghindari
kelembaban setelah pembungkusan dan mencegah pertumbuhan jamur, di
samping itu untuk memudahkan proses pengepakan. Gambar 3.8 merupakan
mesin Dryer yang digunakan pada proses pengeringan.

Gambar 3. 8 Mesin Dryer

3.4.8 Pressing
Setelah didinginkan, selanjutnya butiran diletakkan di atas meja sortasi
untuk diperiksa apakah ada karet yang mentah. Ciri-ciri karet mentah ini adalah
seperti mata ikan. Jika ditemukan karet yang masih mentah tersebut, maka karet
tersebut dibuang. Selanjutnya butiran akan ditimbang dengan berat @ 35 kg dan
dipres dengan mesin press tekanan 2000 Psi selama kurang lebih 2 menit dengan
dimensi 69 x 34 x 18 cm. Mesin press yang digunakan dapat dilihat pada Gambar
3.9. Tujuan pengepresan ini adalah untuk menghilangkan rongga-rongga
(bubble) udara di dalam blok-blok karet yang dapat merangsang pertumbuhan
jamur.

38
Gambar 3. 9 Mesin Press Karet

3.4.9 Weighting
Setelah bandela dipress akan diperiksa unsur logam dan white spo.
Kemudian akan ditimbang seberat 35 Kg dan kemudian dibungkus. Sebelum
packing dilakukan penimbangan ulang agar tidak merugikan pihak konsumen
maupun perusahaan. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3. 10 Penimbangan Ulang Karet Sebelum Packing

3.4.10 Packing
Setelah itu bandela karet dibungkus dengan plastik kedap udara dengan
tebal 0,2 mm dan titik leleh 108oC serta berat jenis 0,92 kg/m. Selanjutnya plastik
tersebut dicap dengan cat dan diberi label. Hasil Packing dapat dilihat pada
Gambar 3.11.

39
Gambar 3. 11 Packing Crumb Rubber

3.4.11 Penggudangan (Storage)


Pada penggudangan produk jadi ada 3 proses antara lain:
A. Penimpaan
Pada penggudangan dilakukan proses penimpaan sebelum pengepakan
pada pallet, proses ini menggunakan besi baja yang berbentuk segi empat sesuai
ukuran pallet dengan berat 1 ton. Penimpaan ini berguna untuk meratakan
permukaan bandela yang sudah tersusun dalam box pallet agar dapat dibungkus
dengan rapi. Untuk mendapatkan hasil yang rata pada permukaan proses ini
membutuhkan waktu 3-4 jam.
B. Pengepakan
Setelah dilakukan penimpaan pada permukaan bandela dan didapatkan
permukaan yang rata maka bandela yang sudah tersusun dalam pallet akan dibawa
dengan menggunakan forklift kebagian pengepakan di dalam gudang. Pada
pengepakan akan dilakukan proses pembungkusan dengan plastik pada bagian
atas bandela dengan metode pembakaran menggunakan pengomporan, dengan
cara besi dipanaskan dan dilengketkan pada plastik sehingga menyatu dengan
rapi. Dalam proses ini tidak boleh udara masuk karena bila ada rongga udara akan
mengakibatkan bandela berjamur dan tidak tahan lama. Untuk itu proses
pengepakan ini harus mempunyai ketelitian yang tinggi karena ini merupakan
proses terakhir untuk dipastikan produk ready stock. Gambar 3.12 merupakan
proses pengepakan Crumb Rubber.

40
Gambar 3. 12 Pengepakan Crumb Rubber

C. Ready Stock
Proses ini adalah proses pada penggudangan menunggu untuk pengiriman.
Pada proses ini setelah dilakukan semua proses dan dijamin sudah memenuhi
standar dan kualitas mutu. Setelah dilakukan pengepakan dan dinyatakan bagus,
pallet akan dibawa ke bagian ready stock di dalam gudang sebelum jadwal
pengiriman sesuai permintaan konsumen. Crumb rubber yang telah ready stock
dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3. 13 Crumb Rubber yang Siap Dipasarkan

41
BAB IV
TUGAS KHUSUS
ANALISIS KONTROL KUALITAS PENGOLAHAN CRUMB RUBBER

Penjagaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan, setiap perusahaan yang


bergerak dibidang pengolahan karet menjadi Crumb Rubber harus melakukan
pengawasan mutu. Pengawasan mutu dilakukan pada saat penerimaan bahan
baku, proses maturasi, proses pembentukan crumb, sampai dengan finishing
product.

4.1 Pengontrolan pada Bahan Baku Karet


Berdasarkan pada Tabel 2.1, dapat dilihat beberapa standarisasi pada Bahan
Olah Karet (Bokar). Jenis bahan dasar seperti Lateks Kebun, Sit, Slab dan Lumb
serta ketentuan cara pengolahannya dapat dilihat pada Bab 2 Butir 2.2 dan Butir
2.3.

Langkah pengontrolan kualitas yang dilakukan oleh pihak PT. RICRY pada
tahap pembelian Bahan Olah Karet meliputi beberapa hal seperti berikut:

Proses pengamatan yang dilakukan pada tahap awal pembelian adalah


melalui Visualisasi. Karet yang baru saja dibongkar dari Truk penjual, dilakukan
pengamatan dengan memotong bongkahan-bongkahan karet sehingga menjadi
dua bagian terpisah. Dari hasil pengamatan, dikelompokkan beberapa jenis Bahan
Olah Karet sesuai Grade yang telah mereka tetapkan seperti tertuang pada Bab 3
butir 3.4.1. Proses pemisahan dan pengelompokkan hanya untuk
mengklasifikasikan harga yang dibayar pada penjual.

Pihak Perusahaan masih menerima Bahan Olah Karet walaupun masih


terdapat kontaminan tetapi dalam jumlah yang sedikit atau maksimal sekitar 30%
dari Bokar. Sedangkan sesuai standar yang ditetapkan oleh BSN mengenai Bahan
Olah Karet yaitu SNI 06 – 2047 – 2002. Persyaratan Kualitatif menyatakan
bahwa:

42
1) Tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks.
2) Tidak boleh dimasuki dengan benda- benda lain seperti kayu ataupun kotoran
lain.
3) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.
4) Berwarna putih dan bau segar.

Langkah Pro-Aktif yang bisa diambil oleh perusahaan untuk menanggapi


masalah ini adalah dengan menetapkan selisih harga yang signifikan terhadap
Bahan Olah Karet. Menaikkan harga Bokar yang bersih tanpa kontaminan dan
menurunkan harga Bokar yang masih terdapat kontaminan dan masih bisa
ditolerir oleh pihak perusahaan. Memberikan penjelasan kepada petani mengenai
pentingnya kebersihan Bahan Olah karet terhadap kualitas produk sehingga pihak
perusahaan harus melakukan tindakan ini.

4.2 Proses Maturasi


Seperti telah dijelaskan pada Bab II, yaitu pada butir 2.10 mengenai
langkah-langkah yang harus dilakukan pada proses maturasi. Hasil analisis
mendapati bahwa proses ini belum dilakukan.
Proses maturasi hanya dilakukan pada proses hanging sheet atau proses
penjemuran. Sedangkan untuk perhitungan nilai DRC, tidak dilakukan secara
matematik dan berdasarkan rumus yang tercantum pada Bab II Rumus 2.1. Pihak
kontrol kualitas hanya melakukan proses secara Visualisasi untuk memperhatikan
kadar kering.
Kadar kering juga merupakan salah satu penentu dari kualitas produk akhir,
maka proses DRC harus dilakukan sesuai standar yang berlaku. Guna
menghindari kesalahan kecil yang bisa berakibat pada buruknya kualitas produk
akhir yang akan dihasilkan.

4.3 Pendeteksian Metal


Sebagai jaminan bahwa produk Crumb Rubber yang dihasilkan terhindar
dari adanya kontaminasi seperti besi dan batu yang dapat merusak kualitas dari
produk Crumb Rubber, maka perlu dilakukan proses pendeteksian metal.

43
Merupakan proses dimana bandela yang dihasilkan harus melewati sebuah mesin
pendeteksi metal, dan mesin akan memberikan alarm jika terdapat kontaminasi
dalam bandela. Proses ini juga telah dilakukan pada PT. RICRY. Adapun proses
dari pendeteksian metal yang mereka lakukan sebagai berikut :
1. Pekerja mendorong bandela melewati roller konveyor menuju ke belt
conveyor yang akan mentransfer bandela menuju ke pendeteksian metal.
2. Pada saat bandela berada di bawah alat pendeteksi logam, maka sistem akan
secara otomatis mendeteksi kontaminasi logam di bandela.
3. Jika bandela tidak terkontaminasi logam, maka lampu utama dan alarm
tidak akan menyala dan bandela akan ditransfer ke daerah pengepakan.
4. Jika bandela terkontaminasi, maka lampu utama dan alarm akan menyala
Secara otomatis.
5. Apabila lampu utama dan alarm masih menyala, mereka tetap melanjutkan
proses penimbangan, kemudian bandela dibungkus di dalam kantong plastik
untuk dikemas di dalam peti kemas.

Perbandingan antara proses yang dilakukan di Perusahaan dengan prosedur


standar seperti tersaji pada Bab 2, butir 2.9 menunjukkan bahwa ada beberapa
proses yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak dilakukan. Contoh kasus yang
terjadi yaitu mereka melewatkan proses 5 sampai dengan 7 walaupun masih
terjadi kasus pada no. 4 masih terdapat beberapa kelalaian yang sengaja dilakukan
oleh para petugas sehingga seluruh prosedur pada proses pendeteksian logam
tidak berjalan dengan baik. Proses yang seharusnya dilakukan ketika terjadi kasus
pada no. 4 adalah proses proses 5 sampai dengan 7 pada butir 2.9, namun hal yang
sering mereka lakukan adalah langsung melakukan proses packing. Kejadian-
kejadian seperti inilah yang menjadi potensi besar terhadap menurunnya kualitas
dari produk Crumb Rubber yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengawasan secara
terperinci harus diterapkan pada proses pendeteksian metal agar kelalaian pekerja
yang dapat menurunkan kualitas dari produk akhir dapat dihindari. Karena mutu
dari suatu produk menjadi faktor penentu dari kelancaran penjualan produk.

44
4.4 Proses Pengujian Sampel
Jaminan terhadap kualitas produk yang telah ditetapkan oleh SNI 06-1903-
2000 harus dijaga, sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel dari produk.
Sampel akan diambil dari setiap 4 bandela. Misalnya dapat dilakukan terhadap
bandela nomor 2, 6, 10 dan seterusnya atau bandela 5, 9, 13 dan seterusnya atau
yang biasa dilakukan di PT. Riau Crumb Rubber Factory adalah pemotongan
bandela 4, 8, 12 dan seterusnya. Syarat pengambilan contoh bandela terlihat pada
Bab sebelumnya, yaitu pada butir 2.8.
Proses pengujian sampel telah dilakukan dengan baik oleh perusahaan.
Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu pada proses lanjutan setelah
dilakukan pemotongan sampel. Karena proses pengujian sampel tidak dilakukan
langsung setelah proses pemotongan, namun semua sampel ditumpuk terlebih
dahulu. Setelah terkumpul beberapa sampel, baru dilakukan proses pengujian
sehingga membutuhkan selang waktu beberapa jam. Bahkan ada yang sampai
selang waktu sehari. Sedangkan bandela yang telah dilakukan pemotongan
langsung dikemas dan dilakukan proses packing.
proses packing seharusnya dilakukan setelah hasil dari proses pengujian
diperoleh untuk memastikan bahwa produk Crumb Rubber yang dihasilkan benar-
benar telah memenuhi standar dan siap untuk dilakukan proses packing yang
kemudian di-packing dalam peti khusus dan ada yang menggunakan pallet dan
produk siap untuk dipasarkan.

45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Proses pengolahan karet dari bahan mentah menjadi setengah jadi melewati
beberapa proses, yaitu, proses Penerimaan, Penumpukan, Precleaning,
Blending, Hanging sheet, Crumbing, Drying, Pressing, Weighting, Packing,
dan Penggudangan (Storage).

2) Proses kontrol kualitas pada pengolahan karet meliputi beberapa hal, yaitu :
a. Proses penerimaan bahan baku
b. Proses maturasi
c. Proses pembentukan crumb, dan
d. Finishing product.

3) Hasil analisis yang dilakukan terhadap pengolahan karet menjadi Crumb


Rubber di PT. RICRY, terdapat beberapa proses yang belum memenuhi
standardisasi yang berlaku, yaitu:
a. Proses Penerimaan Bahan Baku
b. Proses Maturasi, dan
c. Proses Pendeteksian Metal.

5.2 Saran
1) Proses pembelian bahan Baku Olah Karet dilakukan harus dengan pengamatan
yang baik untuk memastikan kualitas dari bahan baku.
2) Perlu perhatian khusus pada proses pendeteksian metal oleh pihak Pengawas
Perusahaan untuk memastikan bahwa proses pada bagian ini bisa berjalan
dengan baik.

46
DAFTAR PUSTAKA
Gountra, Djatmiko B, Djiptadi. 1976. “Dasar Pengolahan Karet”. Departemen
Fetemata :Bogor.

Archer, Clive. 1983. International Organization. London: University of Adabeen.

Standar Nasional Indonesia. 2002. Bahan olah karet SNI 06-2047 – 2002. Jakarta.
BSN.

Standar Nasional Indonesia. 2000. Standard Indonesian Rubber (SIR) SNI 06-1903-

2000. Jakarta. BSN.

Davitra, Marrits. 2012. Proses Pengolahan Cairan Lateks Menjadi Lembaran Karet
(http://ritzkogege.blogspot.com). diakses 12 desember 2013
Daras Usman dan Juniaty Towaha. 2012. Keunggulan Karet Alam Dibanding Karet
Sintetis. (http://balittri.litbang.deptan.go.id). diakses minggu 17 november 2013

47
LAMPIRAN

d. PT. RICRY (Riau Crumb Rubber Factory)

PT. Riau Crumb Rubber Factory berlokasi di jalan kampung sukaramai No.
63, Pekanbaru. Perusahaan (PT. Riau Crumb Rubber Factory) didirikan pada tanggal
28 februari 1969, dengan akte pendirian No. 93 melalui notaris J.N. Siregar yang
beralamat di jakarta.
PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) didirikan oleh beberapa orang
persero dan dengan persetujuan badan koordinasi penanaman modal dalam negeri
(BKPMDN) maka pada :
1. Tahun 1969 bulan april, prusahaan mulai berproduksi produk Crumb
Rubber dengan surat izin dari menteri perdagangan atas persetujuan dari
menteri pertanian yang bernomor No. 84/KP/IV/69 tertanggal 8 april 1969
yang berkapasitas produksi sebanyak 6000 ton/tahun.
2. Tahun 1973, setelah perusahaan berjalan beberapa tahun kemudian
sehingga pada tahun 1973 telah diberikan izin perluasan pertama dari
menteri perindustrian No. 99/DD/CR/XI/73. Tertanggal 21 November
1973 yang berkapasitas produksi sebanyak 9000 ton/tahun.
3. Tahun 1976, dengan kerja sama yang giat dan dengan hasil yang cukup
memadai maka tanggal 14 desember 1976, perusahaan telah mendapat izin
perluasan dari menteri perindustrian yang bernomor No.
20/DJ/CR/XII/76. Yang berkapasitas produksi 12000 ton/tahun.
4. Tahun 1988, perusahaan telah ditingkatkan kembali sehingga pada tanggal
23 mei 1988 perusahaan telah mendapatkan izin perluasan kembali dari
menteri perindustrian yang bernomor No. 154/DJ AI/IUT-D.IV/1989 yang
berkapasitas produksi 17000 ton pertahun. Hingga pada saat ini PT. PT.
Riau Crumb Rubber Factory telah berproduksi secara riel sebanyak 20000
ton/tahun.

48
e. Ruang lingkup bidang usaha
PT. Riau Crumb Rubber Factory merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang pengolahan karet menjadi setengah jadi. Namun untuk bahan baku sendiri,
perusahaan ini sangat mengandalkan pasokan dari perkebunan masyarakat dan
mengolahnya menjadi Crumb Rubber. Ruang lingkup bidang usaha yang terdapat
pada PT. Riau Crumb Rubber Factory hanya meliputi proses pengolahan. Mereka
tidak memiliki perkebunan karet sendiri, sehingga semua bahan baku mereka beli dari
petani lokal.

f. Lokasi Perusahaan
Lokasi PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) terletak di Kelurahan Rumbai
Pesisir Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru.

g. Proses Produksi
PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) melakukan proses produksi dengan
mengolah getah karet menjadi bahan setengah jadi (Crumb Rubber). Untuk mendapat
kualitas/ mutu produk Crumb Rubber yang baik bermula dari tahap penseleksian
bahan baku yang dibeli dari petani karet di pabrik, karena para petani biasanya
menjual langsung hasil karet mereka langsung ke Pabrik ini yang kemudian
dilanjutkan dengan proses pengolahan yang melalui beberapa tahap di pabrik.

49
50

Anda mungkin juga menyukai