Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

SUSPEK STROKE HEMORAGIK PADA USIA MUDA

Disusun oleh:
Devara Patty
(2017-84-007)

Pembimbing

Dr. dr.Bertha J Que, Sp.S, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
PENDAHULUAN

Stroke dianggap sebagai penyakit yang dialami oleh orang berusia pertengahan dan
berusia lanjut,namun hampir 10% stroke terjadi pada usia relatif muda (kurang dari 45 tahun).
Berdasarkan laporan U.S. Centers for Disease Control and Prevention menyatakan bahwa angka
kejadian stroke pada usia dewasa muda terus meningkat. Antara tahun 1995- 2008, jumlah
pasien stroke usia 15-44 tahun yang dirawat meningkat hampir 3 kali lipat.1
Pada anak-anak, selain muncul gejala umum stroke yang khas, biasanya disertai kelainan
lain berupa sindrom seperti gangguan perkembangan atau kejang. Stroke pada usia muda relatif
jarang dibanding kelompok usia lanjut, tetapi memiliki penyebab dan metode diagnostik yang
khusus, berpotensi menyebabkan hilangnya kemampuan di usia produktif, dan memberikan
dampak psikososial yang berat.1
Diperkirakan angka kejadian stroke pada usia di bawah 45 tahun adalah antara 7-15
kasus/100.000 penduduk/tahun dan lebih jarang lagi pada kelompok anak-anak yaitu 1-8 kasus
per 100.000 pertahun. Insidens meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Pada usia kurang
dari 35 tahun, insidens terjadinya stroke kurang dari 10/100.000 penduduk/tahun, usia 35-44
insidensnya sekitar 22-45/100.000 penduduk/tahun. Kejadian stroke usia muda pada kelompok
35-44 tahun lebih sering terjadi pada pria.2
Faktor risiko konvensional seperti hipertensi dan dislipidemia lebih jarang ditemukan
pada anak dan dewasa muda, namun faktor risiko lain berupa kelainan jantung kongenital,
kelainan darah seperti sickle-cell disease dan trombofiia, penggunaan obat terlarang, genetika,
dan kelainan metabolik lebih sering dijumpai. Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia
muda merupakan 8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan intraserebral didapatkan
pada 41% pasien, dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM (arteriovenous
malformation), hipertensi, dan tumor.
Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan stroke iskemik terjadi
pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada usia di bawah 45 tahun hanya sekitar 5%
dari seluruh kejadian stroke iskemik.6

2
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. ST
Tanggal lahir : 03/02/2000
Umur : 17 tahun
No. RM : 11 57 44
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Belum ada
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Lorong IKIP

Ruang rawat : Bangsal Neurologi


Suku/Bangsa : Indonesia
Tgl MRS : 21/05/2017

B. SUBJEKTIF
1. Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Anamnesis terpimpin: Keluhan dialami sejak ±4 jam yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien merasa lemas sebelum masuk kamar mandi, kemudian terjatuh di
kamar mandi. Keluhan disertai pusing dan muntah 1 kali, kemudian tidak sadarkan diri.
Menurut keluarga pasien tidak pernah mengalami kejadian ini sebelumnya. Pasien punya
riwayat jatuh dengan kendaraan bermotor namun tidak jelas bagian tubuh mana yang
terkena benturan.

Riwayat penyakit dahulu : tidak ada

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada

C. OBJEKTIF
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Gizi : Kurang
(Tinggi badan 158 cm; Berat badan 37 kg; Indeks Massa Tubuh 14)

3
Kesadaran : Stupor
GCS : E2M5V1
Tanda-tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 106 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 38,6ºC
Saturasi oksigen : 94%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Ekspresi : tampak sakit berat
Rambut : hitam, tidak beruban, bergelombang, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva: anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : otorhae -/-
Mastoid : Odema -/-, Hiperemis -/-, Pus -/-, darah -/-, Nyeri tekan, processus mastoideus -/-
Hidung :Perdarahan -/-, deformitas (-), sekret mukopurulen -/-, deviasi septum nasi (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Mulut :Lidah bersih, tidak hiperemis, ulcer (-), jamur (-), selaput (-), stomatitis (-),
perdarahan gusi (-), gigi lengkap, intak (+)
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa licin, hiperemis (-)
Leher :Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5-2 cmH2O, pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Dada : Benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas (-)
Pembuluh darah : venektasi (-)
Paru :
 Inspeksi: Bentuk dada normal, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, pola
pernapasan normal, pelebaran sela iga (-), retraksi iga (-)
 Palpasi: Tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal
 Perkusi: Paru kiri dan kanan : sonor, batas paru hepar : liver span 10 cm

4
 Auskultasi: Bunyi pernapasan : Vesikuler kiri – kanan, Bunyi tambahan : Ronkhi-/-,
Wheezing -/-
Jantung :
 Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak
 Palpasi: Iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra kuat angkat (+), thrill
(-)
 Perkusi: Pekak, batas kanan jantung di linea sternalis dextra, batas kiri jantung di linea
midclavicula sinistra
 Auskultasi: BJ I/II murni, Heart rate: 106x/menit, reguler, S3 gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
 Inspeksi: Datar, purpura (-), dilatasi vena (-), jaringan parut (-)
 Auskultasi: Peristaltik usus 4 x/ menit (+) normal
 Palpasi: Supel, distensi (-), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, limpa tidak teraba,
balotement ginjal -/-
 Perkusi: Timpani (+)
Punggung :
 Inspeksi: lordosis (-), skoliosis (-), kifosis (-), massa (-), Gerakan simetris kiri-kanan
 Palpasi: Nyeri tekan (-)
 Perkusi: Nyeri ketok costovertebra angle -/-
 Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler kiri - kanan
Bunyi tambahan : Ronki basah halus -/-, wheezing -/-
Alat genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Sianosis (-/-), pucat (-/-), akral teraba hangat, pitting odem ekstremitas
superior (-/-), pitting odem ekstremitas inferior (-/-)

Status Neurologis
1. Kesadaran
Kesadaran : Stupor
GCS : E2M5V1

5
2. Pemeriksaan neuropsikiatri/Fungsi Luhur
Emosi dan afek : sulit dievaluasi
Proses berpikir : sulit dievaluasi
Kecerdasan : sulit dievaluasi
MMSE : sulit dievaluasi
Penyerapan : sulit dievaluasi
Kemauan : sulit dievaluasi
Psikomotor : sulit dievaluasi

3. Saraf kranial
N. I (olfaktorius) : sulit dievaluasi
N. II (opticus) OD OS
Ketajaman penglihatan : sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Lapangan penglihatan : sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Funduskopi : sulit dievaluasi Tidak diperiksa

N. III, IV, VI
Celah kelopak mata
Ptosis : sulit dievaluasi sulit dievaluasi
Eksoftalmus : sulit dievaluasi sulit dievaluasi
Ptosis bola mata : sulit dievaluasi sulit dievaluasi

Pupil
Ukuran/bentuk : 3 mm/bulat 4 mm/bulat
RCL/RCTL : + +
Refleks akomodasi : sulit dievaluasi sulit dievaluasi
Parese kearah : sulit dievaluasi sulit dievaluasi
Gerakan bola mata
Nistagmus
: sulit dievaluasi sulit dievaluasi
Diplopia
: sulit dievaluasi sulit dievaluasi

6
N. V (Trigeminus)
Sensibilitas
N. V1 : sulit dievaluasi
N. V2 ; sulit dievaluasi
N. V3 : sulit dievaluasi

Motorik : sulit dievaluasi

Refleks dagu/masseter : sulit dievaluasi


Refleks kornea : sulit dievaluasi

N. VII (Facialis)
Motorik M. frontalis M. orbik. okuli M. orbik. Oris
Istirahat : simetris simetris simetris
Gerakan mimik : sulit dievaluasi
Pengecap 2/3 lidah bagian depan : sulit dievaluasi

N. VIII (Vestibulocochlearis)
Tes Rinne : sulit dievaluasi
Tes Weber : sulit dievaluasi
Tes Swabach : sulit dievaluasi
Fungsi vestibularis : sulit dievaluasi

N. IX/X (Glossopharingeus/Vagus)
Posisi arkus pharinks (istirahat/AAH) : sulit dievaluasi
Refleks telan/muntah : sulit dievaluasi
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : sulit dievaluasi
Suara : sulit dievaluasi
Takikardi/Bradikardi : sulit dievaluasi

N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : sulit dievaluasi
Angkat bahu : sulit dievaluasi

7
N. XII (Hypoglossus)
Deviasi lidah : Tidak ada
Fasciculasi : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Ataxia : Tidak ada

4. Tanda-tanda perangsangan selaput otak


Kaku kuduk : (+)
Kernig’s sign : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
Lassegue sign : (-)

Motorik
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan : 1 5 1 5
Tonus otot : ….eutoni… ..eutoni.. .eutoni.. ….eutoni.....
Trofi : ...eutrofi... ...eutrofi… ....eutrofi… …eutrofi...

Refleks fisiologik
Biceps : ……++…… ……++……
KPR : ……++…… ……++.…..
Triceps : ……++…… ……++……
APR : ……++…… ……++……
Brachioradialis : ……++…… ……++……

8
Klonus
Lutut : ……(tidak ada)…… ……(tidak ada)……
Kaki : ……(tidak ada)…… ……(tidak ada)……

Refleks patologis
Hoffman-Trommer : …….(-)…… ..…..(-)…..
Babinski : ……(ada)…………(-)…..
Chaddock : …... (ada)……..…(-)..…..
Gordon : …….(-)……. ……(-)…..
Schaefer : …….(-)…… ……(-)……
Oppenheim : ….…(-)…… ……(-)……
Pergerakan abnormal yang spontan: Tidak ada

6. Sensorik
Ekstroseptif
Nyeri : sulit dievaluasi
Suhu : sulit dievaluasi
Raba Halus : sulit dievaluasi
Proprioseptif
Rasa Sikap : sulit dievaluasi
Nyeri dalam : sulit dievaluasi
Fungsi kortikal
Diskriminasi : sulit dievaluasi
Stereognosis : sulit dievaluasi

7. Gangguan koordinasi dan keseimbangan


Tes jari hidung : sulit dievaluasi
Tes tumit : sulit dievaluasi
Tes pronasi-supinasi : sulit dievaluasi
Tes pegang jari : sulit dievaluasi
Tes Romberg : sulit dievaluasi
Gait : sulit dievaluasi

9
D. RESUME
Pasien wanita berusia 17 tahun dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak ±4 jam
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasa lemas sebelum masuk
kamar mandi, kemudian terjatuh di kamar mandi. Keluhan disertai pusing dan muntah 1 kali,
kemudian tidak sadarkan diri. Tidak ada kejang. BAB dan BAK lancar, normal, makan
minum baik. Menurut keluarga pasien tidak pernah mengalami kejadian ini sebelumnya.
Riwayat keluarga tidak ada, riwayat pengobatan tidak ada. Pasien pernah mengalami trauma
akibat jatuh dengan kendaraah bermotor. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 106 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup, pernapasan 22
x/menit, Suhu 38,6ºC dan Saturasi oksigen 94%. kaku kuduk positif. Pemeriksaan nervus
kranialis, motorik, sensorik, keseimbangan dan koordinasi sulit dievaluasi. Pasien
disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap, CT-Scan, EKG, Echocardiografi
dan MRI bila tersedia.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis: penurunan kesadaran, lateralisasi kanan
Topis : lapisan menings
Etiologi : infeksi
Patologi : suspek meningoensefalitis
Tambahan : pemeriksaan rangsang meningen, kaku kuduk positif
Kesimpulan : meningoensefalitis

F. DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan subaraknoidal

G. PENATALAKSANAAN
 Head up 20-30 derajat
 Pasang oksigen nasal kanul 2-3 lpm
 IVFD RL 20 tpm
 Citicolin 2 x 500 mg/12 jam/iv
 Sohobion 1 ampul /drips/24 jam

10
 Ceftriaxon 2x1g/iv
 Ranitidine 2x50 mg/iv
 Manitol 100/4jam/drip

H. RENCANA PEMERIKSAAN
 Darah Rutin (Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
 Darah Kimia (Gula darah sewaktu, ureum, kreatinin, Asam urat, SGOT/SGPT, Billirubin
total, direct dan indirect, albumin)
 CT-Scan kepala dengan kontras

I. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationem : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam

11
J. FOLLOW UP
Tanggal/jam HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA DAN TINDAK LANJUT
CATATAN PERKEMBANGAN
S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)
22/05/2017 S: Pasien tidak sadarkan diri R/
O: GCS E2M5V1, kesadaran : stupor, Head up 300
Kesan: Lateralisasi ke kanan, Kaku Kuduk: Positif Tirah Baring
TD: 80/60 mmHg IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
N: 76 x/menit Citicoline 2 x 500mg
P: 36 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
0
S: 38 C PCT drip 3x1/IV
Ekstremitas: Ranitidine 2x1 ampul
Kekuatan motorik CT-Scan Kepala
1 5
1 5
A: Meningoencephalitis

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan CT Scan


pada tanggal 22-05-2017, dengan hasil sebagai berikut:
HEMATOLOGI HASIL NILAI UNIT
RUJUKAN
WBC 26,3 5.5 – 15.5 [103/mm3]
RBC 5,05 3.7 – 5.7 [106/mm3]
HGB 12,5 10.7– 14.7 [g/dL]
HCT 39,1 31.0 - 43.0 [%]
PLT 555 217 497 [103/mm3]
MCV 77,4 72 – 88 [fL]
MCH 24,6 23 – 31 [pg]
MCHC 31,7 32 – 36 [pg]
GRA 91.9 50 – 80 [%]
LYM 3.3 25 – 40 [%]
MON 4.8 2–8 [%]
Kesan: Leukositosis lymphopenia monositosis granulositosis

12
Keterangan :

- Tampak gambaran lesi hiperdens yang abnormal di


parietal kiri mulai dari vertex sampai ke basal ganglia kiri
- Lesi tampak pada distal ventrikel lateralis kiri dan kanan,
ventrikel III dan IV.
- Volume 26,25 cc dengan edema dan lesi menyebabkan
midline shift ke kanan 10,7 mm
- Kesimpulan ICH-IVH

23/05/2017 S : Pasien tidak sadarkan diri R/


O: GCS E2M5V1, kesadaran : stupor, Head up 300
Kesan: Lateralisasi ke kanan, Kaku Kuduk: Positif Tirah Baring
TD: 100/60 mmHg IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
N: 69 x/menit Citicoline 2 x 500mg
P: 28 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
0
S: 36.7 C Sohobion 1 amp (drip)
SpO2: 99% dengan O2 Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
24/05/2017 S : pasien mengalami penurunan kesadaran R/

13
O: GCS E3M5V2, kesadaran : somnolen, pupil isokor Head up 300
Kesan: Lateralisasi ke kanan Tirah Baring
TD: 130/90 mmHg IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
N: 94 x/menit Citicoline 2 x 500mg
P: 24 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
S: 36.80C Sohobion 1 amp (drip)
SpO2 : 97% Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas: Manitol 100 cc/6jam
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
26/05/2017 S : pasien belum sadar, pasien gelisah, belum BAB R/
O: GCS E3M5V2, kesadaran : somnolen, pupil isokor Head up 300
Kesan: Lateralisasi ke kanan Tirah Baring
TD: 100/70 mmHg IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
N: 90 x/menit Citicoline 2 x 500mg
P: 22 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
S: 37,50C Transamin 3x1 ampul
SpO2: 99% Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas: Manitol STOP jika tekanan
Kekuatan motorik darah systole < 100 dan
1 5 tekanan darah diastole < 60
1 5 Dulcolax supositoria 3x1
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH) Haloperidol ½ ampul
27/05/2017 S : pasien belum sadar, pasien gelisah R/
O: GCS E3M5V2, kesadaran : somnolen, pupil isokor Head up 300
Kesan: Lateralisasi ke kanan Tirah Baring
TD: 100/70 mmHg IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
N: 86 x/menit Citicoline 2 x 500mg
P: 20 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
0
S: 36.5 C Transamin 3x1 ampul
Ekstrimitas: Ranitidine 2x1 ampul
Kekuatan motorik Manitol STOP jika tekanan
1 5 darah systole < 100 dan
1 5 tekanan darah diastole < 60
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH) Haloperidol ½ ampul

14
29/05/2017 S : Pasien belum sadar R/
O: GCS E3M5V2, kesadaran : somnolen, pupil isokor IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
Kesan: Lateralisasi ke kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 120/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 98 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
S: 36.80C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
30/30/2017 S : pasien belum sadar, belum BAB R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 110/70 mmHg Citicoline 2 x 500mg
N: 92 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 28x/menit Transamin 3x1 ampul
0
S: 36.7 C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas: Dulcolax sup. 1x1
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
31/05/2017 S : pasien belum sadar, belum BAB R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 110/70 mmHg Citicoline 2 x 500mg
N: 84 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 20 x/menit Transamin 3x1 ampul
0
S: 36,5 C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas: Dulcolax sup. 1x1
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
02/06/2017 S : pasien belum sadar R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 110/70 mmHg Citicoline 2 x 500mg

15
N: 80 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 22 x/menit Transamin 3x1 ampul
S: 36,50C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
03/06/2017 S : pasien belum sadar R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 100/70 mmHg Citicoline 2 x 500mg
N: 80 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 22 x/menit Transamin 3x1 ampul
0
S: 36,5 C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
05/06/2017 S : pasien gelisah, mual muntah, berisi makanan yang dimakan R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 90/60 mmHg Citicoline 2 x 500mg
N: 88 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 22 x/menit Transamin 3x1 ampul
S: 36,50C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas: Ondansentron 1 ampul
Kekuatan motorik Haloperidol 1 ampul
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
06/06/2017 S : pasien gelisah R/
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
TD: 90/60 mmHg Citicoline 2 x 500mg
N: 88 x/menit Ceftriaxone 2x 1gr
P: 22 x/menit Transamin 3x1 ampul
0
S: 36,5 C Ranitidine 2x1 ampul
Ekstrimitas:

16
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
10/06/2017 S : pasien gelisah, komunikasi masih belum baik, BAK-BAB R/
lancer, MAkan kurang, minum baik IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
O: GCS E3V3M5, Kesadaran Somnolen, lateralisasi ke kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 110/60 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 88 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 22 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 36,5 C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
11/06/2017 S : nyeri perut, mata terganggu R/
O: GCS E3V4M5, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 110/60 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 88 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 22 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 36,5 C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
13/06/2017 S : makan belum baik, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 120/80 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 88 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 22 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 36,5 C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik

17
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
14/06/2017 S : kelemahan badan kanan, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 120/60 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 78 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 28 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
S: 370C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
15/06/2017 S : kelemahan badan kanan, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 100/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 78 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
S: 360C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
16/06/2017 S : kelemahan badan kanan R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 78 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
S: 360C

18
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
17/06/2017 S : kelemahan badan kanan R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 80 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
S: 36,50C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
18/06/2017 S : kelemahan badan kanan, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 78 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 28 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 37 C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
19/06/2017 S : kelemahan badan kanan R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 80 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 36 C
Ekstrimitas:

19
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
20/06/2017 S : kelemahan badan kanan, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke IVFD RL: NaCl 0,9% 16 tpm
kanan Citicoline 2 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Ceftriaxone 2x 1gr
N: 78 x/menit Transamin 3x1 ampul
P: 20 x/menit Ranitidine 2x1 ampul
0
S: 36 C
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik
1 5
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)
21/06/2017 S : kelemahan badan kanan, penglihatan ganda R/
O: GCS E4V5M6, Kesadaran komposmentis, lateralisasi ke Citicolin 2 x 500 mg
kanan Asam mefenamat 3 x 500mg
TD: 90/70 mmHg Vitamin b com 3 x 1
N: 78 x/menit Clobasam 1 x 1
P: 20 x/menit Ciprofloxacin 2 x 500mg
0
S: 37 C Ranitidine 2 x 1
Ekstrimitas:
Kekuatan motorik Control poliklinik saraf dan
1 5 Rehab Medik
1 5
A: SH dengan perdarahan intraserebral (ICH-IVH)

20
DISKUSI

Pasien wanita berusia 17 tahun dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak ±4 jam
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasa lemas sebelum masuk kamar
mandi, kemudian terjatuh di kamar mandi. Keluhan disertai pusing dan muntah 1 kali, kemudian
tidak sadarkan diri. Tidak ada kejang. BAB dan BAK lancer, normal, makan minum baik.
Menurut keluarga pasien tidak pernah mengalami kejadian ini sebelumnya. Riwayat keluarga
tidak ada, riwayat pengobatan tidak ada.
Dari pemeriksaan awal saat saat masuk rumah sakit didapatkan tanda vital tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 106 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup, pernapasan 22 x/menit, Suhu
38,6ºC dan Saturasi oksigen 94%. kaku kuduk positif hanya 3 hari pertama sejak dirawat di
rumah sakit. Pemeriksaan nervus kranialis saat pasien sudah sadarkan diri didapatkan mata
kanan dan mata kiri mengalami diplopia, lapangan pandang pada mata kanan dan kiri mengalami
keterbatasan penglihatan (hemianopsia bitemporal). Kekuatan motorik untuk ektremitas superior
dan inferior sinistra 5, sedangkan ekstremitas superior dan inferior dextra 1, hiperrefleks pada
refreks fisiologis dan patologis, gangguan koordinasi dan keseimbangan pada ekstremitas
superior dan inferior dextra
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai leukosit meningkat yaitu 26.3 mm3
(leukositosis). Pada pemeriksaan CT scan didapatkan Tampak gambaran lesi hiperdens yang
abnormal di parietal kiri mulai dari vertex sampai ke basal ganglia kiri, Lesi tampak pada distal
ventrikel lateralis kiri dan kanan, ventrikel III dan IV dengan Volume 26,25 cc dan edema serta
lesi menyebabkan midline shift ke kanan 10,7 mm. hasil CT Scan menyimpulkan bahwa terjadi
perdarahan intracerebral pada intraventrikel.
Dari hasil pemeriksaan dan follow up yang dilakukan terhadap pasien maka dapat
disimpulkan bahwa pasien dicurigai mengalami stroke hemoragik dengan perdarahan
intraserebral.

A. Definisi
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat yang ditandai defisit neurologis fokal
atau global yang berlangsung mendadak selama kurang dari 24 jam atau lebih yang dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya\penyebab lain selain gangguan vaskuler.

21
Stroke adalah kejadian oklusi tiba-tiba atau rupture arteri serebri atau vena yang
mengakibatkan kerusakan serebral fokal dan defisit neurologis klinis akut.1
Stroke pada anak didefinisikan sebagai manifestasi klinis dan radiologi stroke, dengan bukti
radiologis infark atau perdarahan serebral.2 Stroke pada anak dapat dikategorikan menjadi
1. Stroke neonatal yang meliputi stroke prenatal, perinatal, dan neonatal (sampai dengan
bulan pertama kehidupan),
2. Stroke non-neonatal atau stroke anak (di atas usia 1 tahun).3
Pada pasien ini ditemukan defisit neurologis yaitu penurunan kesadaran, hemiparese
dextra, diplopia dan hemianopsia bitemporal.

B. Faktor risiko
Faktor risiko pada anak lebih beragam dari pada faktor risiko stroke pada orang dewasa.
Penyakit jantung congenital dan sickle cell disease adalah penyebab stroke yang paling
sering dijumpai pada anak, sedangkan aterosklerosis jarang dijumpai. Penyebab stroke pada
anak paling sering jantung kongenital. Faktor risiko stroke pada anak-anak adalah:
Beberapa faktor risiko penting yang menyebabkan terjadinya stroke pada usia muda
adalah:4-11
1. Migren
Antara 5% hingga 25% stroke usia muda berhubungan dengan migren. Migren,
terutama yang disertai aura, meningkatkan risiko stroke pada wanita usia di bawah 45
tahun.6 Mekanisme yang mendasarinya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan
keadaan iskemik saat migren terutama pada fase aura. Namun, hal ini belum
menjelaskan mengapa risiko pada wanita lebih tinggi, dan meningkat jika disertai
dengan riwayat merokok atau menggunakan pil kontrasepsi.
2. Sickle-cell Disease
Sickle-cell disease merupakan faktor risiko penting pada anak-anak.6,9 Pada penyakit ini
ditemukan bentuk abnormal hemoglobin, yaitu Hemoglobin S (Hb S), karena mutasi
genetik, sehingga terjadi substitusi asam amino pada rantai Globin Beta. Hal ini
menyebabkan Hb dalam sel darah merah berpolimerasi saat terekspos oksigen
bertekanan rendah. Polimerasi ini menyebabkan menjadi lebih kaku dan kurang
fleksibel, sehingga mengurangi kemampuannya untuk melewati kapiler. Manifestasi

22
klinis sickle-cell disease adalah nyeri yang difus, hemolisis, dan anemia. Pasien rentan
terhadap infeksi karena gangguan fungsi lien dan meningkatkan risiko kejadian penyakit
vaskuler, termasuk stroke. Stroke yang terjadi di sini adalah stroke iskemik hipoperfusi,
dapat asimptomatik, karena terganggunya sel darah merah di sistem kapiler. Dapat pula
terjadi proliferasi jaringan fibrosa pada lapisan tunika intima pembuluh darah intra dan
ekstrakranial yang menyebabkan stenosis atau oklusi, sehingga terjadi infark serebral,
pada beberapa kasus dapat terjadi perdarahan serebral karena jaringan kolateral menjadi
rapuh yang terjadi sebagai respons terhadap terjadinya oklusi pembuluh darah
intrakranial yang lebih besar. Tidak ada penanganan khusus pada pasien dengan sickle-
cell disease. Exchange transfusion dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
komplikasi vaskuler.
3. Penyakit Jantung
Kelainan jantung yang sering menyebabkan stroke adalah penyakit jantung rematik
(terkait kelainan katup mitral), infark miokard akut, subacute bacterial endocarditis,
patent foramen ovale, dan aneurisma septum atrium. Abnormalitas struktur jantung
yang menyebabkan hubungan antar ruang jantung dapat menyebabkan emboli
paradoksal. Stroke juga dapat terjadi saat upaya operasi perbaikan kelainan tersebut.
Pemeriksaan penunjang penting untuk kelainan irama ataupun anatomi serta fungsi
jantung sebagai penyebab stroke, seperti elektrokardiografi dan ekokardiografi (bila
perlu trans-esofageal).10
4. Abnormalitas Pembuluh Darah Serebral Penyebab yang sering antara lain penyakit
moya-moya, diseksi arteri, vaskulitis, cerebral arteriopathy of childhood, dan
ensefalopati pasca-varisela.
5. Focal Cerebral Arteriopathy of Childhood (FCA) Adalah suatu kelainan yang ditandai
dengan lesi stenotik idiopatik arteri serebral pada anak-anak. Penyebabnya belum
diketahui pasti, diduga multifaktorial dan berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas.
6. Ensefalopati Pasca-varisela
Berbeda dengan FCA, ensefalopati ini diketahui terkait faktor fenotip dengan adanya
stenosis pada proksimal arteri serebri media yang diduga berhubungan dengan infeksi
varisela yang baru dialami.

23
7. Mitochondrial Encephalopathy with Lactic Acidosis and Stroke-like Episodes
(MELAS)
MELAS adalah kelainan DNA mitokondria yang jarang. Kasus ini ditandai episode
mirip stroke (stroke-like) berulang dengan defi sit neurologis fokal. Selanjutnya
akumulasi berulangnya serangan stroke menyebabkan disabilitas dan gangguan kognitif
progresif. Gejala klinis lain yang dapat menyertai adalah kelemahan otot proksimal,
ataksia, migren, kejang, dan tuli sensorineural. Diagnosa MELAS ditegakkan melalui
pemeriksaan tambahan, yaitu
a. Pemeriksaan DNA.
b. MRI ditemukan infark oksipital.
c. MR spectroscopy dan cairan serebrospinal menunjukkan peningkatan konsentrasi
laktat serebral.
d. Biopsi otot menunjukkan ‘ragged red fi bres’ yang karakteristik.
Penatalaksanaan hanya bersifat suportif sesuai gejala, antara lain fisioterapi, alat bantu
dengar, dan obat anti-kejang.
8. Diseksi Arteri
Sekitar 10% kasus stroke dibawah usia 45 tahun disebabkan diseksi arteri karotis dan
vertebral. Diseksi arteri disebabkan robekan lapisan tunika intima, sehingga darah
masuk ke dalam dinding arteri. Darah yang terperangkap di dalam arteri membentuk
lumen ‘palsu’, mempersempit rongga lumen dengan gambaran angiografi yang khas.
Proses ini menyebabkan gejala nyeri kraniofasial atau servikal, dan gejala lokal
neurologis perifer. Sebagian besar diseksi arteri terjadi pada bagian ekstrakranial arteri
karotis dan vertebralis. Abnormalitas jaringan ikat dan kolagen seperti pada sindrom
Ehlers-Danlos meningkatkan risiko diseksi arteri. Diseksi arteri karotis harus dicurigai
jika ditemukan adanya gambaran sindrom Horner ipsilateral atau lesi saraf kranial
bawah (IX, X, dan XII) karena kompresi saraf ini yang berdekatan dengan arteri
tersebut. Diseksi arteri vertebralis biasanya berhubungan dengan nyeri daerah oksipital
dan leher bagian posterior. Diseksi arteri harus dipertimbangkan sebagai penyebab
stroke usia muda, khususnya jika terdapat riwayat trauma leher.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah MRI/MRA, karena pemeriksaan
dengan USG karotis kurang sensitif. Banyak guideline merekomendasikan pemberian

24
antikoagulasi tiga hingga enam bulan sampai terjadi rekanalisasi. Prognosis biasanya
baik dengan tingkat rekurensi yang rendah, kecuali jika ada predisposisi yang mendasari
terjadinya diseksi.
9. Penyalahgunaan Obat
Penyalahgunaan obat, terutama narkoba, harus dipertimbangkan sebagai penyebab
stroke pada kelompok usia muda. Obat golongan simpatomimetik seperti kokain dan
amfetamin menyebabkan peningkatan tekanan darah mendadak, sehingga dapat memicu
vasospasme serebral atau vaskulitis serebral. Keadaan ini dapat menyebabkan stroke
iskemik ataupun perdarahan. Penggunaan secara intravena, terutama dengan cara yang
non-steril, meningkatkan risiko endokarditis infeksiosa, emboli paradoksikal, dan
hipoperfusi serebral karena drug-induced hypotension.
10. Vaskulitis Serebral
Inflamasi pembuluh serebral dapat terjadi sebagai bagian dari kelainan fokal atau
sistemik yang juga dapat menyebabkan stroke. Terdapat beberapa kelainan vaskulitis
serebral yang dibedakan berdasarkan ukuran pembuluh yang terkena.
a. Vaskulitis Pembuluh Darah Besar (Large Vessel Vasculitis)
Arteritis Temporal
Biasanya terjadi pada kelompok usia lanjut, jarang di bawah usia 60 tahun. Dapat
mengenai semua arteri, namun predileksi utama adalah arteri ofthalmika dan cabang
arteri karotis eksterna. Pasien sering datang dengan keluhan buta sebelah. Gejala lain
adalah nyeri daerah arteri temporalis dan gejala iskemi di daerah arteri karotis
eksterna, seperti nyeri rahang (claudication of jaw). Diagnosis pasti ditegakkan dari
biopsi adanya bercak infl amasi granulomatosa (patchy granulomatous
inflammation). Gambaran klinis seperti giant cell arteritis (fatigue, kelemahan otot
proksimal, dan kekakuan) juga dapat ditemukan. Kortikosteroid dosis tinggi dapat
segera diberikan untuk menghambat progresivitas kebutaan, sebelum diagnosis
berdasarkan biopsi ditegakkan.

25
Arteritis Takayasu
Jenis vaskulitis ini jarang dan biasanya terjadi pada wanita muda, ras Asia. Terjadi
pada arteri besar, menyebabkan infl amasi, stenosis, dan oklusi. Gejala iskemi fokal
biasanya pada otak atau tungkai atas, walaupun dapat juga terjadi pada arteri koroner,
renal, atau tungkai bawah. Diagnosis ditegakkan dengan angiografi , terapi yang
dianjurkan adalah kortikosteroid.

b. Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang (Intermediate Vessel Vasculitis)


Vaskulitis Terbatas (Isolated Vasculitis) pada Sistem Saraf Pusat Jenis vaskulitis
granulomatosa ini jarang, terutama mengenai pembuluh darah berukuran kecil dan
sedang, serta mengenai substansia alba (white matter). Gambaran klinis dapat berupa
stroke rekuren atau ensefalopati. Angiografi tidak sensitif untuk kelainan pembuluh
darah kecil. Pleiositosis limfositik dapat menunjang diagnosis walaupun tidak sering
dijumpai. Belum ada terapi yang memuaskan, sebagian besar menganjurkan terapi
imunosupresif.

Polyarteritis Nodosa (PAN)


Jenis ini adalah vaskulitis sistemik pembuluh darah ukuran sedang yang dapat
menyebabkan stroke atau transient ischemic attack, disertai gejala pada organ lain.
Gejala yang sering dikeluhkan adalah mialgia, berat badan turun, mononeuropati,
dan gangguan ginjal atau jantung. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya
antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) dan eosinofi lia pada pemeriksaan
darah. Gejala biasanya memberikan respons yang baik dengan terapi imunoterapi
yang agresif.
Wegener’s granulomatosis seperti PAN, penyakit ini juga menyebabkan infl amasi
sistemik pembuluh darah kecil dan sedang. Sering mengenai saluran napas dan
ginjal. Infl amasi granulomatosa menyebabkan infl amasi dan ulserasi nasal,
abnormalitas rontgen toraks, dan glomerulonefritis. Jika mengenai sirkulasi serebral
dapat menimbulkan gejala stroke.Terapi imunosupresif merupakan pilihan utama

26
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
SLE dapat menyebabkan stroke melalui beberapa mekanisme, yaitu keadaan
protrombotik (prothrombotic state), infl amasi katup jantung (cardiac valvular infl
ammation atau Liebman-Sachs endocarditis), atau vaskulitis serebral. Selain stroke,
gejala yang lebih sering muncul adalah ensefalopati yang disebabkan karena
vaskulitis, sindrom neuropsikiatrik, dan kejang.

Cerebral Autosomal Dominant Arteropathy with Subcortical Infarct and


Leucoencephalopathy (CADASIL)
CADASIL berhubungan dengan mutasi genetik protein transmembran yang
berperan pada intercellular signalling. Biasanya pasien akan tetap asimptomatik
hingga usia dekade ketiga dengan gejala migren. Stroke subkortikal terjadi pada
dekade keempat atau kelima dengan gejala demensia, depresi, atau kejang. Diagnosis
banding adalah sklerosis multipel atau penyakit Alzheimer. Gambaran radiologi pada
CADASIL menunjukkan kelainan massa putih luas terutama di daerah temporal.
Penatalaksanaan umum hanya suportif, modifi kasi faktor risiko, antiplatelet, dan
antikonvulsi, serta antidepresan jika diperlukan.

Fabry’s disease
Fabry’s disease terkait dengan kelainan kromosom X resesif (X-linked recessive
disorder) yang ditandai dengan adanya defisiensi enzim alpha-galactosidase A yang
menyebabkan akumulasi glycosphingolipids di banyak jaringan termasuk saraf tepi,
pembuluh darah, dan otot jantung. Fabry’s disease menyebabkan disfungsi
pembuluh darah kecil, iskemi massa putih, dan infark serebral lakuner. Diagnosis
ditegakkan melalui pemeriksaan genetik atau pengukuran aktivitas enzim alpha-
galactosidase.Gejala klinis yang muncul adalah nyeri neuropatik dan hipertrofi otot
jantung.

Trombofilia
Trombofi lia merupakan kelompok penyakit bawaan atau didapat yang memiliki
kecenderungan trombosis. Kelainan trombofilia bawaan tersering adalah mutasi

27
faktor V Leiden pada 5% populasi dewasa. Akibat mutasi ini terjadi resistensi pada
protein C teraktivasi (activated protein C) yang berhubungan dengan trombosis vena.
Defi siensi protein antikoagulan endogen, seperti protein C atau protein S, juga
menyebabkan terjadinya trombosis. Antikoagulasi dipertimbangkan jika diduga ada
hubungan antara stroke dengan defi siensi protein C, protein S, atau resistensi protein
C teraktivasi. Antibodi antikardiolipin adalah antibodi yang ber ikatan dengan
fosfolipid yang didapatkan pada pasien SLE, keganasan atau infeksi kronis, yang
meningkatkan risiko trombosis arteri atau vena, keguguran berulang,
trombositopenia, vegetasi pada katup jantung, dan ruam kulit yang memiliki
karakteristik (livedo reticularis). Pasien dengan antibodi antikardiolipin perlu
mendapatkan antikoagulan seumur hidup.

Penyebab Khusus Stroke pada Pasien Wanita Usia Muda:6,8,9


1. Kontrasepsi oral dikatakan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada
wanita usia muda, namun insidensnya sangat rendah sehingga tidak perlu menjadi
penghambat penggunaan kontrasepsi oral. Risiko akan meningkat pada kelompok
usia yang lebih tua, merokok, migren dengan aura, atau jika disertai faktor risiko lain,
sehingga sebaiknya penggunaan kontrasepsi oral pada kelompok ini dihindari.
2. Stroke terjadi pada 34 dari setiap 100.000 kehamilan. Pada wanita hamil, risiko stroke
meningkat jika terdapat preeklampsi, eklampsi, dan sindrom HELLP
(hemolysis,elevated liver enzymes, and low platelets),namun kelainan neurologis yang
terjadi biasanya berupa sindrom ensefalopati dengan gejala nyeri kepala, penurunan
kesadaran, dan kejang. Risiko stroke pada wanita hamil meningkat jika disertai
angiopati pasca-persalinan (postpartum angiopathy), dengan gejala nyeri kepala hebat
dan defi sit neurologis fokal akibat vasospasme serebral yang luas. Ada pendapat
bahwa kondisi angiopati pascapersalinan ini dianggap sebagai varian dari eklampsi.
Penatalaksanaannya adalah upaya pencegahan kejang, menurunkan tekanan darah
untuk mencegah perdarahan serebral,segera melahirkan bayi, dan menstabilkan
kondisi ibu. Pada kehamilan juga dapat terjadi keadaan hiperkoagulasi dengan
resistensi progresif terhadap protein C teraktivasi yang terjadi pada paruh kedua masa
kehamilan, bersama penurunan aktivitas fibrinolysis inhibitor dan meningkatnya

28
konsentrasi circulating clotting factors. Faktor-faktor tersebut merupakan
predisposisi trombosis vena. Diagnosis dan penatalaksanaan stroke pada kehamilan
umumnya serupa dengan penatalaksanaan stroke lainnya, namun terapi trombolitik
merupakan kontraindikasi. Perlu adanya pencegahan sekunder stroke, walaupun
angka rekurensi stroke pada kehamilan hanya sekitar 1%. Penyebab lain stroke pada
usia muda yang perlu dipertimbangkan adalah antiphospholipid anti-body syndrome
(APLAS), central venous thrombosis (CVT), reversible cerebral vasoconstriction
syndrome (RCVS), Susac syndrome, Sneddon’s syndrome, dan fibromuscular
dysplasia

C. Manifestasi klinik
Manifestasi gejala stroke anak seringkali tidak spesifik; stroke harus dicurigai pada
perubahan klinis neurologis yang akut. Pada usia neonatal, kejang merupakan gejala yang
paling umum terjadi. Kajian Zimmer dkk menemukan bahwa kejang merupakan proporsi
terbesar (45%) gejala stroke pada anak < 1 tahun.Pada anak dengan usia yang lebih tua,
gejala defisit neurologis fokal (mis., hemiparesis) lebih umum dijumpai. Semakin usia
bertambah, presentasi gejala stroke semakin mirip dewasa (hemiparesis, penurunan
kesadaran, dan lesi saraf kranial).12,13
Pada pasien ini, defisit neurologis muncul ketika pasien sadar setelah mengalami
penurunan kesadaran selama beberapa hari. Defisit neurologis seperti penurunan kesadaran,
hemiparese dextra, diplopia dan hemianopsia bitemporal.
Dari defisit neurologi yang terjadi pada pasien dapat dicurigai pasien mengalami
hemplegia alternans yaitu keruskan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di
tingkat batang otak. Sindroma tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-
otot belahan tubuh kontralateral yang berada dibawah tingkat lesi, sedangkan setingkat
lesinya terdapat kelumpuhan LMN yang melanda otot yang disarafi oleh saraf cranial yang
terlibat dalam lesi.
Gambaran penyakit yang terlihat pada pasien dijumpai bilamana hemilesi dibatang otak
menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon. Nervus okulomotorius (N.III) yang
melewati mesensefalon melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi,
sehingga ikut terganggu fungsinya. Manifestasi kelumpuhan N.III ialah paralisis m. rectus

29
internus (medialis), m. rectus superior, m. rectus inferior, m. obliqus inferior dan m. levator
palpebrae superioris, sehingga terdapat: strabismus divergens, diplopia jika melihat ke
seluruh jurusan.17 Hemianopsia bitemporal terjadi akibat lesi pada khiasma optikum.18

D. Patofisiologi
Stroke Iskemik
Bila terjadi obstruksi/oklusi pembuluh arteri serebral oleh emboli maupun trombus, aliran
darah ke bagian otak yang diperdarahi arteri tersebut, baik korteks maupun substansia
albanya, akan berkurang secara drastis, atau bahkan dapat terhenti sama sekali. Akibatnya
terjadilah iskemi di daerah tersebut, yang bila berlanjut dapat berubah menjadi infark. Pada
infark hemoragik, area yang terlibat, umumnya substansia grisea, mengalami kongesti
disertai perdarahan ptekial. Sedangkan pada infark pucat, yang biasanya melibatkan
substansia alba, jaringan terlihat pucat diserta edema. Pada kedua jenis infark ini, secara
mikroskopis terlihat nekrosis jaringan otak yang masif, terutama di bagian tengah infark.
Semakin ke pinggir kerusakan/nekrosis yang terjadi semakin ringan. Proses perbaikan
dimulai pada hari ke-4 atau 5, yang dimulai dengan infiltrasi polimorfonuklear, yang
dilanjutkan oleh fagosit mononuklear, yang memfagositosis semua hasil disintegrasi seluler
dan mielin.Selanjutnya daerah yang rusak akan digantikan oleh hipertrofi dan hiperplasia
astrosit.5

Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi sebagai akibat dari adanya defek di dinding pembuluh darah
serebral, akibat trauma, akibat malformasi vaskuler atau sekunder terhadap hipertensi
sistemik. Darah yang keluar dari pembuluh darah ini dapat memasuki ruang subarakhnoid
atau ke dalam parenkim, atau ke dalam sistem ventrikel otak. PSA disertai oleh meningitis
aseptik dan gangguan aktifitas serebrovaskuler. Pada stroke hemoragik, defisit neurologis
yang terjadi merupakan akibat dari perusakan jaringan otak oleh darah atau akibat adanya
darah di dalam ruang subarakhnoid. Darah di dalam ruang subarakhnoid, khususnya di
sisterna basalis, dapat menginduksi terjadinya vasospasme. Vasospasme yang berlanjut
dapat menyebabkan terjadinya infark serebri sekunder, yang mengakibatkan semakin
luasnya kerusakan jaringan otak. 5

30
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa
perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering terdapat di lobus temporalis
dan frontalis. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,
perdarahanya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitas. Keadaan ini
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat trauma namun tidak diketahui dengan jelas bagian
tubuh mana yang sering terkena, pasien masuk rumah sakit dengan keluhan penurunan
kesadaran dan gejala klinis meningitis, oleh karena itu dicurigai adanya proses infeksi dan

31
ditambah riwayat trauma yang dialami pasiein dapat mendasari terjadinya perdarahan.
Namun menurut teori, perdarahan intraventikel pada usia muda paling sering disebabkan
oleh karena ruptur AVM, hipertensi dan applexy tumor. Dan dalam kasus ini tidak
ditemukan adanya hipertensi, dan hasil CT-scan tidak menunjukan adanya tumor.

E. Pemeriksaan penunjang
Diagnosa stroke ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik/neurologis
yang teliti, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. CT-scan kepala
tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan jenis patologi stroke,
lokasi dan ekstensi lesi, serta menyingkirkan kemungkinan lesi non vaskuler 3. Abram
mengelompokkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
stroke pada anak:14
1. First line: diperiksa dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit. CT scan/MRI kepala, darah
lengkap termasuk LED, PT/PTT, elektrolit serum, kadar glukosa darah, fungsi hati, foto
thoraks, ANA, urinalisis, ureum, kreatinin, urine drug screen, EKG.
2. Second line: diperiksa dalam minggu pertama setalah masuk rumah sakit, atas indikasi.
Ekokardiografi, monitor Holter, transcranial and/or caotid doppler, MR angiogram, EEG,
evaluasi hiperkoagubilitas (antitrombin III, protein C, mutasi faktor V Leiden, antibodi
antifosfolipid, antikardiolipin, antikoagulan lupus), faktor reumatoid, asam amino serum,
asam organik dalam urine, kultur darah, elektroforesis hemoglobin, profil komplemen,
VDRL, laktat/piruvat, amonia, analisa cairan otak (jumlah sel, protein, glukosa, laktat)
dan profil lipid.
3. Third line: diperiksa secara elektif, atas indikasi. HIV, titer Lyme, titer Mikoplasma,
catsratch titers, MRI jantung, trans-esofageal ekokardiografi, biopsi otot, test DNA untuk
MELAS, angiografi serebral (transfemoral), biopsi leptomening, homositein serum.

32
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke:15
1. Stadium hiperakut
Tindakan pada instalasi gawat darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-
pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O
Dilakukan pemeriksaan CT-Scan otak, elektrokardiografi, foto thoraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombositosis, protrombine time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah termasuk elektrolit; jika hipoksia dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.
Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah memberikan dukungan mental kepada
pasien serta member penjelasan kepada keluarga agar tetap tenang.

2. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etilogi atau penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tatacara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke iskemik
Terapi umum:
a) Letakan kepala posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
b) Selanjutnya bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 L/menit sampai didapatkan
analisis gas darah. Jika perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres
dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh
dikosongkan.
c) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-2000mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonis. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelanya baik; jika

33
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
d) Kadar gula darah > 150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dextrose 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
e) Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan darah
sistolik ≥220 mmhg, diastolik ≥ 120 mmHg. MAP ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokardium
akut, gagal jantung kongesti serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20% dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid,
penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
f) Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90mmHg, diastolic ≤ 70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 L selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamine 2-20µg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik ≥ 110mmHg.
g) Jika kejang,diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
h) Jika didapatkan tekanan intracranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

34
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).

Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol , dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan
pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat,
atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

35
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b) Penatalaksanaan komplikasi,
c) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d) Prevensi sekunder
e) Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penatalaksanaan Pada Anak


Edema serebri terjadi sejak mulai terjadinya stroke dan mencapai maksimal dalam 72 jam.
Awalnya, edema yang terjadi adalah edema sitotoksik, yang setelah 2 atau 3 hari akan terjadi
edema vasogenik. Edema umumnya dapat di atasi dengan melakukan hiperventilasi dan restriksi
cairan. Secara umum penggunaan steroid dan cairan hiperosmotik tidak direkomendasikan.
Begitupun, bila gejala memburuk secara progresif, cairan mannitol dapat diberikan untuk
mengurangi edema serebri.4 Penggunaan antikoagulan pada anak dengan stroke iskemik masih
kontroversial, walaupun sering digunakan pada kasus dengan sumber emboli yang diketahui
dengan jelas atau pada evolving thrombotic stroke. Antikoagulan tidak boleh digunakan pada
stroke hemoragik dan pada hipertensi yang tidak terkontrol. Pemberian antikoagulan jangka
panjang dengan warfarin diindikasikan pada penderita defisiensi protein C, S, antitrombin III,
atau bila dijumpai antibodi antifosfolipid5. Warfarin merupakan antikoagulan yang paling efektif
pada penggunaan jangka panjang pada anak. Indikasi utamanya adalah penyakit jantung,
hiperkoagubilitas, diseksi arterial, dan trombosis sinus duralis2. Aspirin dosis rendah sering
dipergunakan, walaupun penelitian terkontrol pada anak yang mendukungnya belum dilakukan 4.
Dosis aspirin 2-3 mg/kgBB/hari dapat diberikan untuk memperoleh efek anti agregasi platelet,

36
walaupun efektifitasnya masih dapat diperdebatkan2. Penggunaan low mollecular weight heparin
(LMWH) pada anak yang menderita stroke iskemik, terbukti efektif, aman dan ditoleransi
dengan baik5. Penggunaan heparin sebaiknya dibatasi pada anak dengan risiko tinggi untuk
mengalam stroke berulang dan dengan risiko perdarahan sekunder yang rendah. Untuk loading
dose diberikan heparin 75 unit/kgBB intra vena, diikuti 20 unit/kgBb/jam untuk anak usia lebih
dari 1 tahun (atau 28 unit/kgBB/jam. Terapi akut untuk iskemi serebral umumnya bersifat
suportif dan membutuhkan penanganan di ruang perawatan intensif. Oksigenasi, keseimbangan
cairan dan elektrolit, kejang dan infeksi harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Bila
penyebabnya dapat diidentifikasi, terapi harus ditujukan kepada penyebab yang mendasarinya,
misalnya transfusi darah berulang pada penderita stroke dengan sickle cell disease, pemberian
4,5
imunosupresan pada vaskulitis, dan evakuasi hematom intrakranial . untuk usia di bawah 1
tahun) dengan target APTT 60-85 detik. Belum ada penelitian berskala besar mengenai
penggunaan heparin pada anak dengan stroke iskemik. Pemberian LMWH pada anak dilakukan
dengan dosis 1 mg/kgBB/dosis subkutan sebanyak 2 dosis dengan interval 12 jam, sedangkan
pada neonatus dosisnya 1,5 mg/kgBB/12 jam2.
Pada penderita sickle cell disease, exchange transfusion dilakukan secara periodik karena dapat
menurunkan risiko mengalami stroke iskemik. Laporan mengenai pengunaan terapi trombolitik
secara dini pada anak dengan memberikan tissue plasminogen activator (tPA) masih sangat
terbatas sehingga belum dapat dinilai efektifitasnya pada anak yang menderita stroke iskemik. 2,4

5. Prognosa
Pada anak, prognosa stroke tergantung pada jenis stroke, lokasi lesi, usia penderita dan proses
patologis yang mendasarinya.16 Stroke hemoragik lebih sering menimbulkan kematian
daripada stroke iskemik. Setelah 1 bulan sejak terjadinya stroke, 60-80% penderita stroke
hemoragik dapat bertahan, sedangkan penderita stroke iskemik 85-95%. Pada stroke iskemik
dapat terjadi late death, dalam waktu 2 tahun setelah terjadinya stroke, sering diakibatkan
oleh intractable seizure. Defisit neurologis, dalam berbagai derajat, dijumpai pada 75%
penderita infark serebri. Gejala sisa pasca stroke, baik hemoragik atau iskemik, dapat berupa
parese, gangguan pergerakan, kejang, hemianopsia, gangguan berbahasa, gangguan perilaku
atau retardasi mental. Bila terjadi kejang pada saat mengalami serangan stroke akut, maka
prognosanya lebih jelek dan gangguan intelektual serta perilaku yang terjadi lebih berat. 4,16

37
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang tersedia. Pasien didiagnosis suspek stroke hemoragik karena
pasien mengalami penurunan kesadaran, reflex babinksy positif, adanya defisit neurologis
lainnya seperti kesan hemiparesis dekstra, hemianopsia bitemporal, diplopia.Gejala defisit
neurologis dialami setelah pasien sudah sadar . Diagnosis stroke dapat didukung dengan
hasil pemeriksaan penunjang yang bermakna yaitu pada pemeriksaan CT-Scan dengan
hasilnya adalah adanya perdarahan intraserebral (intraventrikel). Untuk terapi sudah sesuai
dengan teori yang menjelaskan menengai pengobatan stroke hemoragik. Penyebab pasti
terjadinya perdarahan pada kasus ini belum jelas karena pemeriksaan yang tidak memadai.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Kirton A, deVeber G. cerebrovaskular disease in children. In eds. Elservier saunders.


2012:11395-1436
2. Bernard TJ, Goldenberg NA. Pediatric arterial ischemic stroke. Pediatr Clin North Am.
2008;55:323-38.
3. Molofsky WJ. Managing stroke in children. Pediatr Ann. 2006;35:379-84.
4. The Child Neurology Society Ad Hoc Committee on Stroke in Children. Recognition
and treatment of Stroke in Children.
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB.Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co.: 2000.p.1854-7.
6. Bevan H, Sharma K, Bradley W. Stroke in young adults. Stroke 1990; 21: 382-6.
7. Kristensen B, Malm J, Carlberg B, Stegmayr B, Backman B, Fagerlund M, et al.
Epidemiology and etiology of ischemic stroke in young adults aged 18 to 44 years in
Northern Sweden. Stroke 1997; 28: 1702-9.
8. Blecic S, Bogousslavsky J. Stroke in young adults. In: Barnet HJM, Mohr JP, Stein BM,
Yasu FM, editors. Stroke: Pathophysiology, diagnosis, and management. Churchill
Livingstone, Philadelphia; 1998.
9. Causes of stroke in young adults [Internet]. 2012. Available from: http://physical-
therapy.advanceweb.com/sharedResources/Downloads/2012/072312/PT_YoungAdultSt
roke.pdf
10. Griffith D, Sturm J. Epidemiology and etiology of young stroke. Stroke research and
treatment [Internet]. 2011 [cited 2015 Feb 2]. Available from:
http://www.hopkinsmedicine.org/
neurology_neurosurgery/centers_clinics/cerebrovascular/conditions/stroke.html.
11. Hart RG, Miller VT. Cerebral infarction in young adults: A practical approach. Stroke
1983; 14: 110-1.)
12. Zimmer JA, Garg BP, Williams LS, Golomb MR. Age-related variation in presenting
signs of childhood arterial ischemic stroke. Pediatr Neurol. 2007;37:171-5.

39
13. Chadehumbe MA, Khatri O, Khoury JC, Alwell K, Szafl arski JP, Broderick JP, et al.
Seizures are common in the acute setting of childhood stroke: a population-based study.
J Child Neurol.2009;24:9-12.
14. Abram HS. Childhood Strokes: Evaluation and Management. Available from:
http://www.asha.org/research/facts/stroke.htm.
15. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI), 2007
16. Mathews KD. Stroke in Neonates and Children: Overview. In: Biller J, editor. Stroke in
Children and Young Adults. Newton, MA: Butterworth-Heinemann;1994.p.15-29.
17. Marjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2014
18. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi DUUS: anatomi, fisiologi. Tanda,
gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010.

40

Anda mungkin juga menyukai