Anda di halaman 1dari 14

Jurnal THT-KL.Vol.2,No.

1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

SIRS/SEPSIS DAN SYOK SEPTIK


PADA PENDERITA TUMOR GANAS KEPALA DAN LEHER

Achmad C. Romdhoni

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN masih tetap tinggi. Pada pasien dijumpai


Infeksi adalah istilah untuk perubahan hemodinamik akibat pengaruh
menamakan keberadaan berbagai kuman mikroorganisme penyebab ataupun
yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila produknya terhadap pembuluh darah perifer
kuman berkembang biak dan menyebabkan maupun jantung.
kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penderita tumor ganas kepala
Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga dan leher sering ditemukan dalam kondisi
timbullah reaksi inflamasi. Meskipun proses imun yang menurun (lemah), baik oleh
dasar inflamasi sama, namun intensitas dan karena penyakit kankernya atau akibat
luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan pengobatan yang diberikan
reaksi tubuh (Guntur, 2006). infeksi yang (radioterapi/kemoterapi), sehingga mudah
terjadi pada penderita keganasan merupakan terkena infeksi (bakteri, virus, jamur atau
suatu kedaruratan dalam onkologi (oncologic parasit). Bila infeksi terus berlanjut maka
emergency) (Ashariati, 2000; Sukardja, penderita tersebut akan jatuh dalam keadaan
2000). sepsis bahkan syok septik (Kentjono, 2005).
Adanya infeksi pada penderita Di Amerika Serikat (AS) insidens
keganasan (immunocompromised), serta sepsis mencapai 660.000 pertahun, peneliti
adanya translokasi bakteri oleh karena lain menyampaikan angka hingga 750.000
rusaknya barier fisik di mukosa faring dan dan 210.000 diantaranya meninggal dunia.
usus akibat efek radio/kemoterapi, dan Pengobatan total di AS untuk sepsis
pemberian antibiotika yang tidak tepat dapat diperkirakan lebih dari 16 milyar Dollar
menyebabkan terjadinya reaksi sistemik pertahun. Oleh karena beberapa penjelasan di
dengan manifestasi klinik berupa sindroma atas, sehingga penting kiranya bagi kita untuk
respons inflamasi sistemik (systemic mengetahui dan memahami pengelolaan
inflammatory response syndrome/SIRS) keadaan tersebut.
(Kentjono, 2005). Sedangkan sepsis adalah
SIRS dengan dugaan infeksi (Guntur, 2000). Sepsis dan Syok Septik
Bila SIRS/sepsis tidak segera Definisi dan Diagnosis
diberikan terapi maka penderita dapat jatuh SIRS adalah adanya dua atau lebih
ke dalam syok septik, yang memiliki angka kriteria berikut (Sharma & Mink, 2006;
mortalitas tinggi. Penyebab kematian Filbin & Stapczynski, 2006) :
biasanya oleh karena kegagalan fungsi organ 1. Suhu > 38º atau < 36ºC
multipel (multiple organ disfunction/failure 2. Denyut jantung > 90 kali/menit
syndrome) (Suharto, 2000). Sepsis dan syok 3. Respirasi > 20 kali/menit atau
septik merupakan dua keadaan klinik PaCO2 < 32 mmHg (<4,3 kPa)
penyakit infeksi yang memerlukan tindakan
segera. Angka morbiditas dan mortalitasnya

48
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

4. Hitung jenis sel darah putih > Dari semua faktor di atas, faktor
12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 terpenting adalah LPS endotoksin gram
atau > 10% bentuk imatur (band). negatif dan dinyatakan sebagai penyebab
Sedangkan sepsis adalah SIRS sepsis terbanyak. LPS di dalam darah akan
ditambah tempat infeksi yang diketahui berikatan dengan protein plasma
(ditentukan dengan biakan positif terhadap (Lippolysaccharide Binding Protein/LBP)
organisme dari tempat tersebut). Biakan yang akan mentransfer LPS ke CD14 di
darah penderita sepsis yang positif di permukaan sel monosit, makrofag dan
Indonesia berkisar 40 – 70% (Guntur, 2000), netrofil. Interaksi tersebut dengan sepat akan
angka di Amerika Serikat menunjukkan memicu produksi dan pelepasan beberapa
sekitar 50% (Sharma & Mink, 2006). Sepsis mediator, misalkan TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8
disebut berat bila keadaan sepsis tersebut (Suharto, 2000; Guntur, 2006).
berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan Bila diproduksi berlebihan, mediator
hipoperfusi, atau hipotensi. Berdasarkan tersebut akan menimbulkan efek yang
konferensi pada tahun 2001, terdapat merugikan bagi tubuh. IL-1 dan TNF-α
tambahan kriteria untuk sepsis yaitu merupakan sitokin yang berperan besar pada
memasukkan petanda procalcitonin (PCT) perubahan-perubahan sepsis, dapat
dan C-reactive protein (CRP). berpengaruh pada temperature set points
(menginduksi demam, hipotermia); pada
Etio-patofisiologi
resistensi dan permeabilitas vaskuler; pada
a. Sepsis fungsi jantung/status inotropik, pada sumsum
Secara umum penyebab sepsis tulang (efek leukositosis); pada sistem
terbesar adalah bakteri gram negatif dengan enzimatis (misalkan lactate dehydrogenase
prosentase 60 sampai 70% kasus. Produk dan lipoprotein lipase yang berperan dalam
yang berperan penting adalah pembentukan energi di banyak jaringan);
lipopolisakarida (LPS), yang merupakan serta adanya cardiac depressant factor.
komponen utama membran terluar dari Perubahan ini tidak hanya dikarenakan
bakteri gram negatif. Struktur lipid A dalam endotoksin, tapi dapat disebabkan pula oleh
LPS bertanggung jawab terhadap reaksi kuman gram positif. Banyak efek sitokin
dalam tubuh penderita. Staphylococci, pada organ target diperantarai oleh nitric
Pneumococci, Streptococci dan bakteri gram oxide, metabolit asam arakidonat
positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, (prostaglandin E2, eicosanoid, PAF), atau
dengan angka kejadian 20 sampai 40%. derivat lipooxygenase. IL-1 dan TNF-α
Selain itu, jamur oportunistik, virus atau menstimulir elaborasi sitokin lain,
protozoa dilaporkan dapat menyebabkan menghasilkan efek kaskade dengan
sepsis walau jarang (Guntur, 2006). amplifikasi dan modulasi (up and down
Peptidoglikan merupakan komponen regulation). Produksi IL-8 oleh sel setempat
dinding sel dari semua kuman, pemberian di berbagai organ, yang mampu menarik dan
infus substansi ini pada binatang akan mengaktifasi leukosit PMN, akan dapat
memberikan gejala mirip pemberian menyebabkan kerusakan dan disfungsi organ.
endotoksin. Peptidoglikan diketahui dapat IL-8 merupakan amplifikasi fungsi IL-1 dan
menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin TNF-α di jaringan tempat inflamasi.
yang dihasilkan oleh berbagai macam Interleukin (IL-1, IL-6, IL-8) dan
kuman, misalkan α-hemolisin (S. aureus), E. TNF-α akan mengamplifikasi respon
coli hemolisin (E. coli) dapat merusak sistemik endotoksin dengan menstimulasi
integritas membran sel imun secara langsung. leukosit (netrofil), sel endotel vaskuler,

49
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

platelet, dan dengan menyebabkan Selain menyebabkan timbulnya


dilepaskannya beberapa mediator dan sitokin demam, TNF-α juga akan menyebabkan
lainnya (misalkan PAF, metabolit asam takikardi, takipnea, myalgia, leukositosis dan
arakidonat, komplemen, kinin, histamin dan somnolensi. Meskipun TNF-α merupakan
endorfin), mengekspresi cell surface mediator utama, ia hanya merupakan satu
adhesion molecule dan meningkatkan turn dari sekian banyak sitokin yang terlibat
over arachidonic acid (asam arakidonat) dalam sepsis. IL-1b mempunyai aktifitas
(Suharto a, 2000). mirip TNF-α, tampaknya juga mempunyai
Bersamaan dengan proses tersebut di fungsi penting pada proses sepsis dan syok
atas, bahan anti sitokin spesifik maupun non septik. TNF-α, IL-1b, interferon (INF) γ, IL-
spesifik juga diproduksi; misalkan 8, mungkin bekerja sinergis, bersama dengan
glukokortikoid, IL-1ra, dan soluble cytokine sitokin tambahan lain. IL-1b dan TNF-α juga
dan endotoxin receptor. Selain itu juga dapat mempengaruhi kecepatan produksi
dilepaskan sitokin IL-4, IL-6, IL-10, mereka sendiri dengan melalui mekanisme
transforming growth factor-b (TGF-b), yang positive feedback. Dengan berlanjutnya
memiliki efek antiinflamasi dengan sepsis, campuran sitokin dan mediator
menurunkan sintesis IL-1 dan TNF-α oleh sel menjadi begitu kompleks. Pada syok septik
mononuklear saat distimulasi oleh ditemukan sekitar 30 bahan pro dan anti
endotoksin. Kepustakaan lain menyebutkan molecule inflammatory dengan kadar
bahwa komplemen, koagulasi dan kaskade meningkat di atas normal (Suharto, 2000).
kinin juga diaktifasi; dan punya peranan Efek bahan mediator sepsis pada
penting pada keadaan sepsis. sistem kardiovaskuler dapat dibedakan dalam
Pada penderita tumor ganas kepala hal efek pada vaskuler perifer dan efek pada
dan leher penyebab sepsis/SIRS yaitu : jantung. Mediator eksogen maupun endogen
kondisi imunologis yang menurun, adanya menimbulkan vasodilatasi perifer.
infeksi sekunder (otitis media, rinosinusitis, Endotoksin menyebabkan penurunan
mukositis, dsb.), translokasi bakteri akibat tekanan darah, peningkatan cardiac output,
rusaknya barier fisik di mukosa faring dan penurunan systemic vascular resistance.
usus (dampak radio-kemoterapi), Vasodilatasi dan peningkatan cardiac output
pemasangan infus/kateter urine, pemberian juga dapat ditimbulkan oleh pemberian TNF-
antibiotika yang tidak tepat (Kentjono, 2005). α, IL-1, atau IL-2. Mediator penting sebagai
b. Syok Septik respon sitokin adalah nitric oxide, yang
dibentuk dari bahan arginin oleh enzim nitric
Syok septik terjadi bila suatu
oxide synthase. Endotoksin, TNF-α dan
mikroorganisme penyebab infeksi atau
interleukin akan menstimulir nitric oxide
mediator berada di dalam darah menginduksi
synthase dalam makrofag dan otot polos
perubahan-perubahan kardiovaskuler. Syok
vaskuler, dengan pelepasan sejumlah besar
septik pada fase awal ditandai oleh adanya
molekul vasodilator.
high cardiac output dan low systemic
Meskipun pada pasien syok septik
vascular resistance. Syok septik dimulai
dijumpai peningkatan cardiac output, namun
dengan adanya suatu infeksi setempat dengan
ejection jantung kiri dan kanan berkurang.
masuknya mikroorganisme ke dalam aliran
Terjadilah dilatasi ventrikel kiri. Dijumpai
darah. Efek toksik dapat berasal dari berasal
takikardi, cardiac output tetap. Pasien syok
dari mikroorganisme sendiri, atau dari
septik juga mengalami penurunan stroke
komponen mikroorganisme misalnya
endotoksin, LPS atau pelepasan eksotoksin volume terhadap pemberian infus volume,
yang menunjukkan adanya depresi miokard.
(Suharto, 2000).

50
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

Bila syok septik persisten, kombinasi dapat menyebabkan agregasi leukosit serta
gangguan vaskuler perifer dan depresi jejas jaringan (Suharto, 2000; Filbin &
miokard akan berakibat mortalitas 50%. Stapczynski, 2006).
Kematian terjadi akibat hipotensi yang tak
teratasi dan akibat timbulnya MODS.
Perubahan hemodinamik pada syok
septik biasanya juga akibat penurunan
vascular resistance, maldistribusi aliran
darah dan hipovolemia fungsional, yang
disebabkan antara lain oleh : diffuse capillary
leakage bahan intra vaskuler. Faktor lain
yang berperan atas timbulnya penurunan
volume intravaskuler adalah dehidrasi akibat
penyakit sebelumnya, insensible water-loss,
muntah atau diare, dan poliuria. Cardiac
output pada awalnya normal atau meningkat.
Meningkatnya cardiac output dan penurunan
vascular resistance sistemik membedakan
syok septik dari syok kardiogenik dan syok
hipovolemik.
Depresi fungsi miokard, yang
ditandai dengan peningkatan end diastolic
pressure dan systolic ventricular volume,
dengan penurunan ejection fraction, timbul
dalam 24 jam pasien sepsis berat. Cardiac
output dipertahankan meskipun terdapat
penurunan ejection fraction, karena dilatasi
ventrikel memungkinkan stroke volume
normal. Pada pasien yang survive, fungsi
jantung akan pulih dalam beberapa hari.
Meski disfungsi jantung dapat menyebabkan
hipotensi, namun hipotensi yang refrakter
biasanya biasanya oleh karena gangguan
organ multipel, bukan karena gagal jantung
sendiri.
Pada kondisi sepsis, asam arakidonat
dibebaskan dari fosfolipid oleh fosfolipase
A2, akan diubah menjadi prostaglandin dan
tromboksan melalui cyclooxygenase
pathway. Prostaglandin E2 dan prostasiklin
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer,
sedangkan tromboksan menyebabkan
vasokonstriksi dan memacu agregasi
trombosit. Leukotriene juga merupakan
mediator yang kuat pada iskemia dan syok.
Bahan fosfolipid yang lain adalah PAF yang

51
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

Nidus of infection Exogenous toxins Endogenous mediators :


Pneumonia Organism - cytokines (IL, TNF-α)
Peritonitis Structural component - PAF
Selulitis Organism Exotoxin (TSST-1, - arachidonic acid
Abses Toxin A) metabolite
Other infection sites Endotoxin - humoral defence system
(complement, kinins,
coagulation)
- others (MDS,
Severe decrease endorphins, histamin)
systemic vascular
resistance

Hypotension
Depressed cardiac Myocardium :
output - depression
Death - dilatation
Cardiovascular
insufficiency
Multiple organ Vasculature :
system failure - vasodilataion
- vasoconstriction
- maldistribution of blood
flow
Recovery
- endothelial destruction

Bagan 1. Mekanisme sepsis dan syok septik (Suharto, 2000)

Pada keadaaan sepsis pula terdapat perfusi akan mengakibatkan pengadaan ATP
gangguan keseimbangan antara koagulasi melalui rantai respirasi menjadi terganggu.
dan fibrinolisis yang berakibat adanya Dalam keadaan hipoksia, pengadaan ATP
keadaan procoagulant, yang ikut berperan hanya belangsung melalui proses glikolisis
dalam timbulnya kerusakan/kegagalan organ anaerobik, yang selanjutnya akan
(MODS) dan kematian. Kerusakan organ mengakibatkan penumpukan asam lakta
tubuh (MODS) akibat sepsis dapat (laktasidosis) (Suryohudoyo, 2000).
disebabkan oleh karena beberapa faktor,
antara lain yaitu terjadinya vascular Tumor Ganas Kepala dan Leher
endothelial injury yang sangat luas, Secara umum tumor ganas kepala dan
penurunan suplai oksigen dan bahan-bahan leher dijadikan satu kategori oleh karena
yang lain oleh karena mikrotrombi dan memiliki satu kesamaan etiologi, cara
ekstravasasi cairan. penyebaran, metode pemeriksaan diagnostik,
Endotoksin juga mengaktifkan pengobatan dan rehabilitasinya
kaskade koagulasi intrinsik, hal ini dapat (Martoprawiro dkk, 2002). Menurut
menyebabkan terjadinya disposisi Mulyarjo (2002) tumor ganas kepala dan
mikroagreget di pembuluh darah, obstruksi leher yang terbanyak kejadiannya berturut-
aliran darah dan hipoksia jaringan. TNF-α turut adalah karsinoma nasofaring (67,72%),
dan IL-1 akan mengaktifkan endotel dan karsinoma hidung dan sinus (9,67%),
netrofil, menyebabkan agregasi lekosit, karsinoma rongga mulut (9,24%), karsinoma
sehingga insufisiensi mikrosirkulasi menjadi laring (8,37%), ameloblastoma (1,52%) serta
lebih nyata. Hipoperfusi dan abnormalitas lain-lain (3,48%).

52
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

Pada penderita keganasan kepala dan aktifitas reproduksi (proliferasi). Kematian


leher, terutama stadium lanjut, seringkali sel kanker karena kerusakan DNA berat
ditemukan kondisi immunocompromised. (lethal damage) merupakan efek radio
Menurunnya respon imun disebabkan oleh pengion secara langsung, sedangkan
beberapa faktor, antara lain (Kentjono, 2005) kerusakan struktur vital sel sebagai akibat
: dari ionisasi molekul air merupakan efek
a. faktor internal (misalkan usia tidak langsung. Sebagian besar kerusakan sel
lanjut, malnutrisi, dan jaringan tubuh disebabkan karena
immunocompromised, dll.) pengaruh terbentuknya radikal bebas
b. diproduksinya berbagai protein terutama ion hidroksil (Kentjono, 2005).
tubuh akibat adanya pertumbuhan Radioterapi sering menimbulkan
sel kanker yang berefek supresi beberapa efek samping, yaitu (Kentjono,
imun (misalkan p-glikoprotein, 2006) : kerusakan mukosa faring yang
IgA, TNF-α, asidik protein, berakibat mukositis oleh bakteri
circulating immune complexes) Streptokokus viridans dan kolonisasi jamur
c. diproduksinya bahan oleh sel oportunistik (81,9%), kelemahan umum
kanker yang berefek supresi imun (79,04%), kelainan hematologi (a.l. anemia,
(misalkan prostaglandin E2, leukopenia, limfopenia, trombositopenia)
soluble antigen tumor, TNF-α, (48,57%), lesi mukosa (48,57%), lesi kulit
IL-10 homologue dan (40%), gangguan telinga (24,76%), kelainan
immunosupressive substances mata (14,28%), moniliasis (9,52%), kelainan
lainnya) gigi (7,61%), trismus (3,80%), fibrosis leher
d. stres yang diderita individu akibat (2,85%) dan gangguan syaraf (0,95%). Efek
menderita kanker samping radioterapi ini sebagian besar mulai
e. faktor eksternal yaitu efek dari terjadi setelah mndapat radiasi dosis
radioterapi dan kemoterapi yang 4000cGy.
diberikan. Radioterapi yang mengenai wilayah
Menurunnya respon imun sangatlah yang luas (misalkan pada KNF) dapat
merugikan, karena memberi peluang mengenai sel efektor imunologis, baik yang
pertumbuhan sel kanker dan mikroba di beredar di sirkulasi (sistemik) maupun yang
dalam tubuh. Seringkali pada penderita berada di jaringan limfoid mukosa hidung-
kanker ditemukan gejala defisiensi imun nasofaring dan daerah tenggorok (ring of
sekunder seperti kondisi tubuh yang lemah Waldeyer’s). Menurut Milavovich et al pada
dan kurus (kakeksia), pucat disertai infeksi tahun 1995 (dikutip Kentjono, 2005) limfosit
bakteri (otitis media, rinosinusitis, merupakan sel yang paling peka terhadap
faringitis/mukositis, bronkopneumoni dan radiasi. Radiasi juga menyebabkan
infeksi organ lainnya) serta kandidiasis penurunan aktifitas makrofag dan
rongga mulut. Adanya infeksi dapat kemampuan memproduksi sitokin. Menurut
menimbulkan SIRS. Wee et al (1997) radiasi menghasilkan
gelombang stres yang mengubah viabilitas
Efek Radioterapi dan Kemoterapi
sel. Pengaruh radiasi terhadap sel imunologis
Pengobatan tumor ganas kepala dan
kebanyakan secara tidak langsung melalui
leher antara lain, yaitu : operatif, radioterapi
proses ionisasi.
dan kemoterapi. Target utama radioterapi
Ion radikal yang terbentuk akibat
adalah rusaknya DNA di kromosom inti sel
kanker yang berakibat kematian atau radiasi pengion bersifat sangat reaktif
sehingga sel imunologis mengalami berbagai
hilangnya kemampuan sel dalam melakukan

53
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

kelainan seperti stres metabolik, stres ruang perawatan umum; namun untuk syok
oksidatif, dan rusaknya struktur vital sel septik, direkomendasikan untuk dirawat di
(DNA, protein dan membran sel). Berbagai ruang perawatan intesif (Suharto, 2000).
kerusakan yang terjadi akibat radioterapi Pengobatan Dasar (Basic Support)
mengakibatkan sel imunologis mengalami Perubahan dasar hemodinamika yang
stres. Sel imunologis yang stres akan terjadi pada pasien sepsis adalah kelainan
menurun aktifitas dan kemampuannya dalam patologik arterial. Meskipun kadar
memproduksi sitokin. Radioterapi secara katekolamin dalam darah pada sepsis
umum dapat menurunkan fungsi sistem imun meningkat, respon vaskuler terhadap
humoral maupun seluler (Kentjono, 2005). stimulasi reseptor α-adrenergik nampaknya
Selain radioterapi diberikan pula terganggu. Beberapa mediator (IL-1, TNF-α,
kemoterapi sebagai obat anti kanker yang dan komplemen) diduga bertanggung jawab
mempunyai efek menghambat proliferasi dan terhadap mekanisme vasodilatasi tersebut.
menginduksi kematian sel kanker melalui Disamping hal tersebut, kemungkinan lain
mekanisme apoptosis. Disamping efek
sebagai penyebab adalah perubahan dalam
terapeutik, kemoterapi dapat menyebabkan metabolisme pembuluh darah sendiri.
efek yang tidak diinginkan yaitu mielosupresi Penderita yang mengalami imunosupresi,
dan dapat menimbulkan kerusakan sel baik oleh obat maupun penyakit, akan
imunologis yang berefek penurunan mempunyai prognosis lebih baik bila obat
imunitas, terutama imunitas seluler yang menyebabkan imunosupresi
(Kentjono, 2005). Selain menghambat (kemoterapi) diturunkan dosisnya atau
pertumbuhan atau mematikan sel kanker, dihentikan. Ataupun bila penyakit dasarnya
beberapa jenis sitostatika dapat diobati.
meningkatkan kepekaan tumor terhadap
radiasi. Ada berbagai macam sitostatika Pemberian Oksigen
namun kebanyakan sebagai intinya adalah Secara umum tujuan dari resusitasi
Cisplatin (Kentjono, 2006). adalah memperbaiki oksigenasi pada
Pemberian sitostatika dapat pula jaringan atau sel. Resusitasi dilakukan
mengakibatkan terjadinya neutropenia, febril secepatnya mencakup tindakan yang
neutropeni, trombositopeni dan mukositis. berhubungan dengan airway (A), breathing
Penderita neutropenia dapat berlanjut (B) dan circulation (C). Oksigen arterial
menjadi sepsis. Kombinasi radio-kemoterapi diperiksa dengan pulse oksimetri atau dengan
memang dapat meningkatkan ketahanan pemeriksaan gas darah. Oksigen diberikan
hidup (survival) namun dijumpai pula melalui pipa nasal atau masker untuk
kenaikan insidens sepsis (Kentjono, 2005). mempertahankan saturasi oksigen arteri lebih
dari 95%. Bila terjadi gagal nafas dilakukan
Penatalaksanaan Sepsis/Syok Septik intubasi dan ventilasi mekanik (Suharto,
Karena kerusakan endotel pembuluh 2000).
darah pada sepsis merupakan proses Di Lab. Penyakit Paru FK
inflamasi imunologi, maka penatalaksanaan Unair/RSUD Dr. Soetomo, kausa gagal nafas
sepsis adalah dengan pengobatan dasar (basic akut/acute respiratory distress syndrome
support), pemberian antibiotika, serta terapi (ARDS) sebagian besar adalah akibat adanya
suportif lainnya (misalkan : mempertahankan sepsis baik oleh karena pneumonia yang
sirkulasi dan hemodinamik/perfusi jaringan terlambat terapinya maupun adanya
agar didapatkan oksigenasi jaringan yang eksaserbasi akut dari PPOK (Kabat, 2000).
cukup) (Guntur, 2006). Dalam penanganan Menurut Kabat (2000) pada keadaan terjadi
kasus sepsis, perawatan dapat dilakukan di
54
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

ARDS mutlak ventilator harus dipakai, untuk menentukan optimalisasi terapi


dengan tujuan untuk : (Suharto, 2000).
a. Membuat distensi alveoli secara Dalam pengelolaan penderita dengan
maksimal agar kapasitas residual sepsis, terutama pada penderita dengan syok
meningkat yang mengancam, perlu dilakukan
b. Maintenance perfusi pemantauan ketat. Menurut Suharto (2000)
c. Mengendalikan problem utama khusus pada syok septik, konsensus
Pada syok septik terjadi perubahan direkomendasikan :
preload, afterload, frekuensi nadi dan 1. Cairan resusitasi segera diberikan
kontraktilitas yang disertai paralisis tonus dengan cairan yang ada
vena perifer. Terjadi pula perubahan 2. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk
mikrosirkulasi karena agregasi sel, resusitasi awal karena mempunyai
disamping kerusakan endotel dan parenkim efek hemodinamik segera
kapiler. Perubahan ini menghambat distribusi 3. Infus cairan selanjutnya dapat
oksigen ke jaringan (Rehatta, 2000). memakai koloid atau kristaloid
Pemberian oksigen 5-15 liter/menit, a. Jenis cairan
dengan target mendapatkan SaO2 90% atau Cairan diberikan untuk ekspansi
PaO2 60 adalah memadai, oleh karena bila volume cairan dan mempertahankan
diberikan kadar yang tinggi akan dapat tekanan darah. Cairan tersebut dapat
memperberat kerusakan paru (ARDS). berupa : normal salin, fresh frozen
Menurut Rehatta (2000) diperlukan plasma, albumin normal atau yang
ventilator dengan PEEP, disertai sedasi berkadar garam rendah, dan berbagai
bahkan pelumpuh otot untuk menurunkan preparat dextran. Untuk resusitasi syok
kebutuhan oksigen. Pemberian ventilasi septik pilihannya adalah larutan
bantuan ini dapat mencegah terjadinya kristaloid (misalnya normal salin) dan
atelektasis dan komplikasi lainnya. koloid (misalnya albumin dan bahan
Pengelolaan Cairan dan Volume koloid sintetis lainnya). Cairan D5%
replacement hendaknya tidak dipakai sebagai
Pengelolaan keseimbangan cairan resusitasi, karena ia akan disebar ke
dan elektrolit sangat penting pada pasien rongga intraseluler (Suharto, 2000;
sepsis, terutama bila penderita mengalami Guntur, 2006).
syok. Pada keadaan sepsis dan syok septik, Pilihan cairan koloid atau kristaloid
tubuh telah mengusahakan agar perfusi organ yang diberikan, dipertimbangkan atas
vital, terutama otak dan ginjal, tetap berbagai pedoman untung rugi masing-
dipertahankan. Untuk itu tubuh masing cairan. Beberapa hal yang perlu
mempertahankan aliran darah ke organ vital menjadi pertimbangan dalam pemilihan
dengan mengadakan vasokonstriksi cairan kristaloid atau koloid, yaitu
pembuluh viseral dan mengurangi aliran (Suharto, 2000) :
darah ke kulit. Apabila usaha 1. Infus cairan koloid menghasilkan
mempertahankan perfusi organ gagal, colloid osmotic pressure (COP),
tekanan arteri sentral akan menurun. Perlu dengan demikian cairan koloid
dilakukan monitoring hemodinamik, antara akan mempertahankan atau
lain dengan pemasangan kateter vena sentral. meningkatkan COP
Pemasangan kateter vena sentral umumnya 2. Untuk volume yang sama, efek
dilakukan untuk pembatasan cairan, bukan ekspansi cairan kristaloid lebih
rendah dibanding koloid, dan efek

55
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

koloid lebih lama dibanding meningkatkan kebutuhan cairan


cairan kristaloid sejumlah 150 ml
3. Pemberian cairan kristaloid dapat c. adanya capillary leak syndrome
berakibat penurunan COP yang Pada syok septik, dianjurkan
merupakan predisposisi Edema pemberian cairan bolus 1000 ml cairan
paru. Jumlah cairan kristaloid kristaloid atau 500 ml koloid dalam 20-30
dibanding koloid untuk menit. Pemberian cairan berikutnya
menghasilkan end point yang dilihat dari respon klinik, pemeriksaan
sama adalah 3 kali jumlah koloid. auskultasi paru untuk mendengarkan
Efek Edema perifer mengganggu rhonchi, pengukuran ventricular filling
oksigenasi jaringan pressure dan bila mungkin penilaian
4. Cairan koloid lebih mudah oksigenasi. Cairan yang diberikan
mempertahankan stabilitas umumnya dianggap cukup bila dicapai
hemodinamik dibandingkan tekanan darah sistolik 90 mmHg dengan
kristaloid disertai tanda klinik perbaikan perfusi
5. Cairan koloid lebih mahal. end organ. Pada pasien tua atau dengan
Bergantung sifat penyakit jantung iskemia atau penyakit
physicochemical, efek awal dan serebro-vaskuler mungkin perlu tekanan
plasma half life. darah > 100 mmHg.
6. Studi menunjukkan tidak ada Selain itu dapat dipertimbangkan pula
perbedaan dalam efek pemberian transfusi darah. Hal ini
cardiorespiratory dimaksudkan untuk meningkatkan
7. Beberapa larutan dikemukakan kemampuan transport oksigen darah
mempunyai potensial efek yang disamping mempertahankan volume intra
menguntungkan dibanding cairan vaskuler. Anemia dapat mengakibatkan
yang lain gangguan transportasi ke jaringan.
8. Umumnya albumin lebih mahal Transfusi diperlukan bila kadar
dibanding cairan sintetik hemoglobin kurang dari 8 g%. Apabila
Hasil studi Henkeln dan Beez, yaitu pasien dalam keadaan anemia dan juga
bahwa cairan koloid adalah lebih efektif hipotensi, tekanan vena sentralnya
dibanding kristaloid, bahan koloid lebih rendah, maka perlu diberikan whole
persisten dalam rongga vaskuler dan blood. Bila ada perdarahan dan
mempunyai efek lebih lama (Suharto, consumptive koagulopathy, fresh frozen
2000). plasma dapat diberikan.
c. Pemantauan
b. Cara dan jumlah pemberian
Di dalam ketidakpastian, maka
Tak ada petunjuk spesifik yang
petunjuk terbaik untuk evaluasi
menyatakan jumlah dan kecepatan cairan
pemberian cairan adalah : status asam
pada penderita sepsis dan syok septik.
basa, keadaan status mental, perfusi kulit
Namun harus diperhatikan beberapa hal
dan urine flow serta fungsi ginjal.
terkait dengan fakta bahwa penderita
Pemantauan cairan pada penderita sepsis
sepsis potensial mengalami hipovolemia
adalah :
akibat dari :
a. tekanan pulmonary capillary
a. intake makanan dan minuman
wedge pressure diusahakan
kurang selama sakit
b. demam akan berakibat perlunya antara 15-20 mmHg atau CVP
antara 10-12 cm air
cairan : tiap 1ºC akan

56
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

b. pemberian cairan yang cukup sistolik lebih dari 90 mmHg, dan


umumnya memerlukan pada produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
awalnya sebanyak 1-1,5 liter Dopamin bila diberi dosis 5-10
dalam 1-2 jam. Setelah mikrogram/kg/menit, mempunyai efek
pemenuhan cairan cukup, diuretik merangsang reseptor beta, sehingga
dapat diberikan untuk meningkatkan dilatasi splanknik, renal
mempertahankan urine output di dan serebral arteriol. Dosis yang lebih
atas 20 ml/jam untuk mencegah besar menyebabkan rangsang pada
Edema paru. reseptor alfa dan menyebabkan
c. Bila mean arterial pressure dapat vasokonstriksi yang dapat berakibat
mempertahankan urine output gangren.
yang cukup, kesadaran yang baik, b. Dobutamin : 2-25 mg/kg/menit, titrasi
serta tidak ada keluhan dada; sama dengan dopamin. Dengan dosis 2-
maka tidak perlu menaikkan 10 mg/kg/menit, akan bekerja primer
tekanan darah ke tekanan normal. pada reseptor beta adrenergik (β1 dan β2),
Obat Vasopresin – Simpatomimetik Amin berguna pada pasien dengan cardiac
Bila keadaan tak dapat diatasi dengan output rendah.
pemberian cairan saja, maka perlu diberi obat c. Isoproterenol : 5 mg/kg/menit, efek
vasopresor, golongan simpatomimetik amin dilihat tiap 15-25 menit dan dosis
yang sering dipakai pada gangguan diduakalikan bila perlu.
hemodinamik syok. Obat yang semula Simpatomimetik amin mempunyai
dipakai adalah epinefrin dan norepinefrin. efek lain, yakni pada saluran nafas/paru, gula
Norepinefrin mempunyai efek darah dsb. Faktor kritis penting adalah
vasokonstriktor kuat. Ekstravasasi di sekitar pemberian cairan harus cukup. Bila cairan
infus akan dapat berakibat nekrosis. Kedua intravaskuler masih kurang maka
obat ini dapat meningkatkan iritabilitas vasodilatasi oleh beta adrenergik dapat
miokard. Alternatif obat yang lain adalah berefek paradoksal, yaitu turunnya tekanan
isoproterenol, dopamin dan dobutamin. darah oleh karena turunnya volume
Obat-obat tersebut mempunyai efek intravaskuler (Setiawati, 1998; Suharto,
inotropik, dan melalui reseptor beta dapat 2000).
memberikan efek meningkatkan perfusi Pemberian Antibiotika
jaringan. Dopamin mempunyai efek Antibiotika merupakan terapi utama
vasodilatasi renal, jantung dan serebral; pada penderita sepsis (Suharto, 2000; Guntur,
menigkatkan tekanan sistolik dan denyut 2006). Pemilihan antibiotika berdasarkan
jantung; serta mengurangi aliran darah ke data empirik, oleh karena harus secepatnya
jaringan otot. Dibandingkan dopamin, diberikan. Antibiotika yang diberikan
dobutamin mempunyai efek chronotropik diharapkan yang mempunyai afinitas tinggi
lebih kecil, sedangkan efek lainnya sama.
dengan kuman penyebabnya, sehingga dapat
Norepinefrin biasanya dipergunakan bila membunuh semua mikroorganisme
dopamin dan dobutamin tak berhasil penyebab baik gram positif maupun negatif.
meningkatkan tekanan darah sistemik. Bila perlu diberikan antibiotika yang
Dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut berspektrum luas dan mepunyai efek
(Setiawati, 1998) : bakterisidal cepat. Pemberian antibiotika satu
a. Dopamin : 2-25 mg/kg/menit di dalam jenis saja tidak dibenarkan pada keadaan
cairan infus (Dextrose 5% atau normal sepsis yang berat. Dianjurkan kombinasi
salin) tiap 15-20 menit sampai tekanan antibiotika yang rasional sesuai dengan hasil

57
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

kultur dan uji sensitifitas. Antibiotika yang melepaskan lebih banyak endotoksin dari
biasanya diberikan secara empiris adalah pada sferoplas. Pada konsentrasi antibiotika
Cefalosporin generasi III atau IV karena yang meningkat, dinding sel bakteri menjadi
memiliki efek terhadap bakteri gram positif makin tak beraturandan menunjukkan area
dan negatif. Juga dapat diberikan diskontinuitas (bleb) yang pada akhirnya
Cefalosporin dengan kombinasi β-laktam mengakibatkan lisis dari filamen. Filamen
(Guntur, 2006). Menurut Kentjono (2005) juga berpotensi terbelah menjadi basilus
untuk mencegah agar sepsis tidak jatuh normal yang kembali pada laju pertumbuhan
dalam syok septik sebaiknya diberikan paling normal, sekitar 2 jam setelah penghentian
tidak dua obat, yaitu diantara antibiotika β- antibiotika (Kentjono, 2005).
laktam selektif high molecular weight Antibiotika bekterisidal yang bekerja
(HMW) PBP, aminoglikosida dan pada dinding sel diduga melepaskan lebih
fluorokuinolon. banyak isi sel, termasuk endotoksin,
Terapi antibiotika empiris yang dibandingkan dengan antibiotika bakterisidal
diberikan adalah yang berspektrum luas, yang bekerja pada ribosom atau antibiotika
bersifat bakterisidal, dengan dosis yang dapat bakteriostatik yang membiarkan dinding sel
mencapai kadar yang cukup (therapeutic utuh. Antibiotika β-laktam yang
level). Jangka waktu pemberian harus cukup, menyebabkan pembentukan sel non-genomik
selama 7-14 hari, lebih lama bila ada infeksi bulat (sferoplas) pada sel yang bertahan
persisten penyebab bakteremia. Diberikan 4- hidup, tidak menghasilkan endotoksin yang
7 hari afebril, serta sumber infeksi harus begitu tinggi. Beberapa penelitian
diberantas (Suharto, 2000). Menurut Guntur mengemukakan bahwa lisis sel bakteri dan
(2006) bila curiga sumber sepsis dari paru pelepasan endotoksin yang mendadak dari
(pneumonia, PPOK) maka dapatdiberikan bakteri yang terpapar antibiotika dapat
Ceftriaxone atau Cefepime selama 2 minggu. memicu kondisi syok septik. Meskipun
Namun ternyata antibiotika β-laktam demikian kuantitas endotoksin yang
dan beberapa antibiotika non β-laktam dibebaskan atau konsentrasi sitokin yang
diduga berperan pula dalam pelepasan terinduksi bergantung pada dosis antibiotika
endotoksin bebas ke plasma host. Sebagian β-laktam dan dominasi pembentukan filamen
besar dari obat antibiotika yang dilaporkan ataukah sferoplas.
dapat menginduksi pelepasan sejumlah besar Menurut Morikawa dkk (dikutip
fragmen endotoksin bakterial bebas, juga Suharto, 2000) obat antibiotika yang
merupakan antibiotika penicillin binding mempunyai pengaruh terhadap proses
protein (PBP)-3-specific β-lactam. imunologis, seperti fosfomisin dan
Akibatnya, obat tersebut menghambat clarithromycin, mungkin dapat memberi
pembentukan septum (cross-walls) harapan. Antibiotika tersebut pada percobaan
menyebabkan negatif non-septa atau sel bulat in vitro dapat memodulasi reaksi inflamasi,
besar dengan banyak septum (sel multisepta) dengan menurunkan produksi TNF-α oleh
dari kokus gram positif. Bentuk bakteri rangsangan endotoksin.
seperti ini disebut sebagai filamen. Menurut Wheeler dan Bernard pada
Sedangkan inhibisi fungsi PBP-1 akan tahun 1999 (dikutip Suharto, 2000), obat
menyebabkan lisis bakteri dengan cepat, antimikrobial adalah perlu, tetapi tidak
sedangkan inhibisi dari fungsi PBP-2 cukup. Secara paradoksal, antibiotika dapat
menyebabkan pembentukan sel tak tumbuh mempresipitasi sepsis dengan terlepasnya
(non-growing), rapuh dan bentuknya sferis produk mikrobial. Dijumpai 10 pasien yang
yang disebut sferoplas. Bakteri/sel filamen tidak mendapat antibiotika secara

58
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

semestinya, dan mortalistasnya adalah 10- mengatakan bermanfaat tetapi dengan dosis
15% lebih tinggi dibanding yang mendapat yang adekuat. Kortikosteroid dikatakan dapat
antibiotika tepat. Adanya infeksi yang memperbaiki gejala klinis sebab dapat
tersembunyi, organisme yang jarang, menghambat peran mediator (prostaglandin,
antibiotic resistant microorganism, leukotrien) dan sitokin IL-1 dan TNF-α.
polymicrobial infection menjadikan lebih Namun sebaiknya tidak diberikan pada
sulitnya mengatasi komplikasi. penderita yang mengalami syok septik
Namun hasil akhir seringkali (Guntur, 2006). Suatu penelitian
bergantung pada bagaimana mengkoreksi menunjukkan manfaat pemberian metil
faktor predisposisi infeksi. Pemakaian obat prednisolon 30 mg/kg atau deksametason 2
terhadap kuman gram negatif menunjukkan mg/kg dapat memulihkan syok pada
hasil yang baik. Disamping antibiotika, sejumlah pasien. Namun secara umum
keberhasilan dipengaruhi oleh : lebih mortalitas mereka sama dengan kelompok
agresifnya pendekatan diagnosis dan tanpa steroid, bahkan dengan pemberian
memulainya terapi, serta perbaikan overall steroid dapat mengakibatkan kejadian
supportif care dan tindakan tambahan. superinfeksi (Suharto, 2000).
Kecenderungan adalah memberikan empiris Obat Lain
broad spectrum, bahaya resistensi dan drug Pemberian inhibitor siklooksigenase,
toxicity (Suharto, 2000). misalkan ibuprofen, dapat menekan produksi
metabolit asam arakidonat (tromboksan,
prostasiklin dan prostaglandin E2). Dengan
Terapi Suportif
ditekannya metabolit tersebut maka akan
Imunonutrisi terjadi perbaikan pada penderita dengan
Imunonutrisi adalah kumpulan turunnya suhu, berkurangnya denyut jantung
beberapa nutrien spesifik seperti arginin, serta membaiknya ventilasi dan lactic
glutamin, nukleotida dan asam lemak omega acidosis (Suharto, 2000).
3, yang diberikan sendiri atau kombinasi Dengan menggunakan
yang memiliki pengaruh terhadap parameter penatalaksanaan sepsis seperti di atas
imunologi dan inflamasi yang telah terbukti diharapkan memberikan kesembuhan yang
secara klinis dan laboratoris. cukup baik. Tetapi pada kenyataannya masih
Kelainan respon imun GALT (Gut banyak kegagalan. Faktor yang sering
Associated Lymphoid Tissue) memberikan menyebabkan terjadinya kegagalan antara
kontribusi adanya disfungsi intestinum (usus lain (Guntur, 2006) :
halus) dalam keadaan sepsis. Dalam suatu 1. Berat tidaknya derajat penyakit
penelitian terhadap penderita sepsis yang dasar pada saat sepsis terutama
diberikan imunonutrisi dibandingkan dengan pada penderita sepsis yang
kelompok kontrol (penderita sepsis yang mempunyai penyakit dasar
tidak diberikan imunonutrisi) didapatkan immunocompromised (AIDS,
perbedaan yang bermakna. Pada penderita Diabetes Melitus, sirosis hepatis,
sepsis yang diberikan imunonutrisi terjadi gagal ginjal kronis dan usia
perkembangan penyakit yang membaik, lanjut)
terjadi penurunan komplikasi, jangka waktu 2. Keterlambatan mendiagnosis
perawatan dan kematian (Guntur, 2006). sepsis sehingga terjadinya
Kortikosteroid keterlambatan dalam
Terapi kortikosteroid masih melaksanakan terapi
merupakan perdebatan. Beberapa peneliti
59
Jurnal THT-KL.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, hlm 48 - 61

3. Derajat sepsis pada saat penderita Laboratorium SMF Penyakit Dalam


datang di rumah sakit Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr.
4. Sarana rumah sakit yang belum Soetomo. Surabaya, hal. 3-15.
merata Filbin, M.A. & Stapczynski, J.S. 2006,
5. Tidak terjangkaunya harga obat- ’Shock, Septic’ available at :
obatan yang digunakan. www.emedicine. com/emerg/topic 533
.htm. waktu akses 2 Oktober 2006, 15:03.
RINGKASAN
SIRS/Sepsis dan syok septik dapat Guntur. 2006, ‘Sepsis’ dalam : SIRS & Sepsis
terjadi pada penderita tumor ganas kepala (Imunologi, Diagnosis,
dan leher yang disebabkan kondisi imun yang Penatalaksanaan), ed., D.A. Prasetyo,
menurun (immunocompromised). Hal ini Y.S. Sutanto. Sebelas Maret University
dapat disebabkan karena penyakitnya dan Press. Surakarta, hal. 1-13.
karena faktor pengobatan yang kurang tepat, Kabat. 2000, ‘Acute Respiratory Failure’
sehingga penderita mudah terkena infeksi dalam : Pendidikan Kedokteran
yang dapat berlanjut menjadi sepsis bahkan Berkelanjutan XV. Laboratorium SMF
syok septik. Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Patogenesis SIRS/sepsis terutama Unair – RSUD Dr. Soetomo. Surabaya,
disebabkan adanya pelepasan endotoksin hal. 127-41.
bakteri secara masif dan tidak terprediksi
dalam sirkulasi dan jaringan. Terapi Kentjono, W.A. 2005, ’SIRS-Sepsis pada
SIRS/sepsis dan syok septik adalah Penderita Karsinoma Nasofaring pasca
pengobatan dasar (basic support), pemberian Radioterapi dan Kemoterapi’.
antibiotika, serta terapi suportif lainnya. Bagian/SMF THT FK Unair/RSUD Dr.
Antibiotika diberikan secara rasional Soetomo. Surabaya.
berdasarkan percobaan empirik dan kultur Martoprawiro, S.S., Sandhika, W., Fauziah,
kepekaan. Selain itu juga diberikan D. 2002, ’Aspek Patologi Tumor THT-
kombinasi antara antibiotika β-laktam dan Kepala Leher’ dalam : Perkembangan
kombinasi β-laktam - β-laktamase inhibitor, Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan
aminoglikosida dan kuinolon. Pemberian Tumor Ganas THT-KL. Naskah Lengkap
kombinasi diharapkan agar didapatkan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III
mekanisme kerja yang sinergis dan Ilmu Penyakit THT-KL, ed., Mulyarjo, S.
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, Soedjak, Wisnubroto, S. Harmadji, R.
khususnya di jaringan yang merupakan Hasanusi, Artono. Lab/SMF Ilmu
sumber infeksi. Penyakit THT FK Unair/RSUD Dr.
Beberapa faktor penyebab kegagalan Soetomo. Surabaya, hal. 9-37.
terapi, antara lain beratnya penyakit dasar,
keterlambatan diagnosis, derajat sepsis, Mulyarjo. 2002, ’Diagnosis dan
sarana rumah sakit yang belum merata dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring’
mahalnya harga obat-obatan yang digunakan. dalam : Perkembangan Terkini Diagnosis
dan Penatalaksanaan Tumor Ganas
THT-KL. Naskah Lengkap Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu
Penyakit THT-KL, ed., Mulyarjo, S.
Ashariati, A. 2000, ’Clinical Emergencies in Soedjak, Wisnubroto, S. Harmadji, R.
Medical Oncology’ dalam : Pendidikan Hasanusi, Artono. Lab/SMF Ilmu
Kedokteran Berkelanjutan XV.

60
SIRS/Sepsis ..... (Achmad C. Romdhoni)

Penyakit THT FK Unair/RSUD Dr.


Soetomo. Surabaya, hal. 38-48.
Rehatta, N.M. 2000, ’Penatalaksanaan Terapi
Oksigen & Ventilasi pada Keadaan Syok’
dalam : Update on Shock. Pertemuan
Ilmiah Terpadu I, ed. Suharto, A. Abadi,
N.M. Rehatta, T. Ontoseno. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya, hal. 192.
Setiawati, A. 1998, ’Adrenergik’ dalam :
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Eds.
S.G. Ganiswara, R. Setiabudy, F.D.
Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdy. Gaya
Baru. Jakarta, hal. 57-76.
Sharma, S. & Mink, S. 2006, ’Septic Shock’
available at : www.emedicine.com/MED/
topic2101.htm. waktu akses 2 Oktober
2006, 14:30.
Suharto a. 2000, ’Patofisiologi Syok Septik’
dalam : Update on Shock. Pertemuan
Ilmiah Terpadu I, ed. Suharto, A. Abadi,
N.M. Rehatta, T. Ontoseno. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya, hal. 57-67.
Suharto. 2000, ’Tatalaksana Syok Septik’
dalam : Update on Shock. Pertemuan
Ilmiah Terpadu I, ed. Suharto, A. Abadi,
N.M. Rehatta, T. Ontoseno. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya, hal. 173-86.
Sukardja, IDG. 2000, ‘Klinik Tumor’ dalam
: Onkologi Klinik, ed. IDG Sukardja,
Airlangga University Press. Surabaya,
hal. 158-62.
Suryohudoyo, P. 2000, ’Perubahan
Molekuler Akibat Syok’ dalam : Update
on Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu I,
ed. Suharto, A. Abadi, N.M. Rehatta, T.
Ontoseno. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya, hal. 1-
10.

61

Anda mungkin juga menyukai