Anda di halaman 1dari 10

ABSTRAK

DERMATITIS KONTAK ALERGI AKIBAT PENGGUNAAN SARUNG


TANGAN LATEKS PADA PETUGAS LAUNDRY
RSUD HAJI MAKASSAR

Abi Rafdi Fadillah, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ilmu Kesehatan Komunitas,


Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Latar belakang: Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan peradangan pada


kulit yang disebabkan oleh adanya alergen kontak dengan tubuh. Salah satu
penyebab yang umum di kalangan tenaga kesehatan, termasuk petugas laundry
adalah kandungan lateks dalam sarung tangan yang rutin digunakan sebagai alat
pelindung diri dalam aktivitas kerja di rumah sakit. Insidens dermatitis kontak
alergi akibat lateks saat ini semakin tinggi berkaitan dengan semakin
meningkatnya penggunaan alat pelindung diri tersebut dalam aktivitas kerja di
rumah sakit.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens dermatitis kontak


alergi akibat penggunaan sarung tangan lateks pada petugas laundry RSUD Haji
Makassar.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode walk trought survey


menggunakan checklist (daftar temuan) untuk mengetahui aspek-aspek kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) pada instalasi laundry RSUD Haji Makassar terkait
dengan kejadian dermatitis kontak alergi pada petugas.

Hasil: Dari 8 orang karyawan yang bertugas di instalasi laundry RSUD Haji Makassar
terdapat 1 orang karyawan (12,5%) yang menderita Dermatitis Kontak Alergi akibat
penggunaan sarung tangan lateks dengan pemakaian sekitar 6 jam per hari.

Kesimpulan: Insidens Dermatitis Kontak Alergi akibat penggunaan sarung tangan lateks
di RSUD Haji Makassar pada tahun 2017 adalah 12,5% dengan karakteristik umur >25
tahun, masa kerja >1 tahun, lama penggunaan sarung tangan dalam 1 hari kerja ≥6 jam,
dan memiliki riwayat alergi dalam keluarga.

Kata kunci: dermatitis kontak alergi, sarung tangan, lateks, laundry

1
PENDAHULUAN barier perlindungan dalam praktek
Dermatitis kontak adalah perawatan kesehatan (Yip dan
peradangan akibat bahan atau Cacioli, 2002). The Center for
substansi yang menempel pada kulit. disease Control (CDC) pada tahun
Dermatitis kontak terbagi menjadi 1987 memperkenalkan penggunaan
dua jenis, yaitu dermatitis kontak sarung tangan lateks untuk mencegah
alergi dan dermatitis kontak iritan. penularan penyakit yang berkaitan
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) dengan ditemukannya penyakit
adalah suatu dermatitis yang timbul AIDS dan penyakit infeksi lainnya,
setelah kontak dengan alergen sehingga menyebabkan penggunaan
sehingga menyebabkan gejala sarung tangan lateks berkembang
sensitisasi (Siregar, 2002). Terdapat pesat (Garabrant dan Schweitzer,
dua tahap dalam terjadinya dermatitis 2002). Terjadinya Penyakit Kulit
kontak alergi, yaitu tahap sensitisasi Akibat Kerja (PKAK) akibat karet
dan tahap elisitasi. Dermatitis kontak lateks menjadi meningkat.
iritan (DKI) merupakan kerusakan Penelitian di luar negeri,
pada kulit yang disebabkan didapatkan prevalensi mengenai
terkenanya kulit dengan bahan yang alergi lateks pada tenaga kesehatan
bersifat iritan (Firdaus, 2002). 6,9% - 30%. Rentang tahun 1987-
Dermatitis Kontak Akibat Kerja 2002, ada 48 jenis penelitian tentang
merupakan dermatitis pada kulit epidemiologi kejadian sensitisasi
yang disebabkan oleh oleh adanya lateks pada tenaga kesehatan, dengan
alergen atau bahan iritan dari besar prevalensi antara 0% - 30%
lingkungan kerja yang kontak dengan (Garabrant dan Schweitzer, 2002).
tubuh (Beltrani, 2006). Terdapat penelitian pada 140 tenaga
Lateks adalah bahan yang kesehatan di Florianopolis, Brazil,
sering digunakan pada beberapa dan tercatat adanya gejala alergi
produk peralatan medis dan salah lateks pada 80 tenaga kesehatan
satunya adalah sarung tangan. (57%). Dihubungkan dengan
Penyebabnya adalah karena sarung frekuensi, 31 (81%) adalah tenaga
tangan lateks sangat baik sebagai kesehatan yang frekuensi

2
penggunaan sarung tangan lateks TINJAUAN PUSTAKA
paling sering (Buss dan Frode, Penyakit Akibat Kerja
2002). Penelitian oleh Sub-Bagian Dalam Peraturan Menteri
Alergi-Imunologi Klinik RSCM- Tenaga Kerja dan Transmigrasi
FKUI pada 6 rumah sakit di Jakarta No.01/1981 tentang kewajiban
didapatkan prevalensi sensitisasi melaporkan penyakit akibat kerja
lateks 66% (Karjadi, 2004). disebutkan bahwa :penyakit akibat
Rumah Sakit Umum Daerah kerja adalah setiap penyakit yang
Haji Makassar merupakan salah satu disebabkan oleh pekerjaan atau
rumah sakit di Kota Makassar tipe lingkungan kerja.
Kelas B dengan 12 pelayanan Penyakit akibat dan atau
dimana pemakaian sarung tangan berhubungan dengan pekerjaan dapat
lateks sebagai alat perlindungan diri diakibatkan oleh pemaparan terhadap
(APD) sangat dibutuhkan dan lingkungan pekerjaan. Telah
menjadi Standard Operating disebutkan bahwa lingkungan kerja
Procedure (SOP) dalam tindakan dapat dikelompokkan ke dalam
medis maupun non medis yang lingkungan sosial,fisik,kimia dan
dilakukan, sementara dermatitis biologis. Apabila tidak ada
kontak alergi terkait penggunaan perlindungan bagi tenaga kerja
APD tersebut dapat menurunkan tersebut atau tidak ada pencegahan
kinerja pada tenaga kesehatan terhadap kemungkinan pemaparan
sehingga perlu dilakukan terhadap faktor-faktor lingkungan
pengelolaan dan pencegahan yang melebihi ambang batas,hal ini
terhadap penyakit ini. dapat berakibat timbulnya penyakit
Berdasarkan keadaan di atas, atau kecelakaan akibat kerja.
penulis tertarik untuk mengetahui Telah disebutkan dalam
insidens penyakit dermatitis kontak Undang-Undang No.2 Tahun 1951
alergi akibat penggunaan sarung dinyatakan bahwa tiap-tiap penyakit
tangan lateks pada tenaga kesehatan, yang timbul karena pekerjaan
khususnya petugas instalasi laundry diangap sebagai kecelakaan.
RSUD Haji Makassar. Sehingga tenaga kerja yang terbukti

3
menderita penyakit akibat kerja tidak baik,keadaan membosankan
berhak atas penggantian biaya dan sebagainya.
pengobatan dan mendapat tunjangan Pada dasarnya penyakit yang
kompensasi kerja. timbul akibat kerja dapat
Penyakit dapat terjadi akibat dikelompokkan menjadi dua
dari lingkungan pekerjaan yang golongan yaitu penyakit umum dan
buruk. Pengaruh lingkungan kerja ini penyakit akibat kerja. Penyakit
tidak hanya diderita oleh tenaga kerja umum berasal dari kondisi semula
tapi dapat pula menimpa manusia para tenaga kerja,termasuk penyakit
yang ada disekelilingnya. Oleh umum adalah infeksi, penyakit
karena itu karakteristik pekerja endemic dan penyakit karena
sangat erat kaitannya dengan cacing/parasit. Sedangkan penyakit
karakteristik lingkungan kerja akibat kerja ini terjadi karena
tersebut. pengaruh lingkungan pekerjaan yang
Beberapa faktor penyebab kurang baik di tempat kerja maupun
penyakit yang sering dijumpai pada hasil sisa buangan yang dapat
lingkungan kerja adalah: mempengaruhi lingkungan
1. Golongan fisik meliputi suhu, sekitarnya misalnya debu ,racun
tekanan, suara, penerangan, kimia ,dan lain-lain.
radiasi, getaran.
Teori Alergi (Hipersensitivitas)
2. Golongan kimia meliputi debu,
Alergi adalah suatu keadaan
uap, gas, larutan, awan/kabut
hipersensitivitas yang diinduksi oleh
3. Golongan biologis disebabkan
pajanan suatu antigen tertentu yang
oleh bibit penyakit seperti bakteri,
menimbulkan reaksi imunologi yang
virus, jamur, dan parasit.
berbahaya pada pajanan berikutnya
4. Golongan fisiologis disebabkan
(Dorland, 2002).
kesalahan konstruksi mesin, sikap
World Allergy Organization
badan yang kurang baik dapat
(WAO) menunjukkan prevalensi
menyebabkan kelelahan fisik.
alergi terus meningkat dengan angka
5. Golongan mental psikologis
30-40% populasi dunia. Di Indonesia
antara lain hubungan kerja yang

4
sendiri, walaupun belum ada angka (antigen presenting cell = APC)
pastinya, namun beberapa peneliti (Siregar, 2008).
memperkirakan bahwa peningkatan Makrofag diaktifkan oleh
kasus alergi di Indonesia mencapai berbagai rangsangan, dapat
30% per tahunnya (Mardiani, 2012). menangkap, memakan, dan
Anak usia sekolah lebih 40% mencerna antigen eksogen, seluruh
mempunyai 1 gejala alergi, 20% mikroorganisme, partikel tidak larut
mempunyai asma, 6 juta orang dan bahan endogen seperti sel
mempunyai dermatitis (alergi kulit). penjamu yang cedera atau mati
Penderita hay fever lebih dari 9 juta (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).
orang (Clinical for children, 2009). Proses yang memerlukan pengenalan
Alergi terjadi melalui tahap antigen, menelan, mencerna, dan
aktivasi sel-sel imunokompeten, degradasi disebut fagositosis
aktivasi sel-sel struktural, aktivasi (Siregar, 2008). Antibodi seperti
dan rekrutmen sel-sel mast, eosinofil halnya dengan komplemen (C3b)
dan basofil, reaksi mediator dengan dapat meningkatkan fagositosis
target organ dan tahap timbulnya (Pantas, 2009). Aktivitas fagositosis
gejala (Kapsenberg, 2003). makrofag dapat dinilai dari
Alergen yang berhasil masuk persentase makrofag yang
tubuh akan diproses oleh Antigen memfagositosis partikel lateks,
Presenting Cells (APC). Peptida dihitung dari 100 makrofag yang
alergen yang dipresentasikan oleh terlihat di bawah mikroskop cahaya,
APC menginduksi aktivasi Limfosit dan rerata jumlah partikel lateks
T. Aktivasi Limfosit T oleh APC yang difagositosis oleh setiap
yang memproses alergen akan makrofag (Tjahajati et al 2004).
mengaktivasi Limfosit TH2 untuk Alergi secara tidak langsung
memproduksi sitokin-sitokinnya memberikan dampak buruk seperti,
(Kapsenberg, 2003). menurunnya kualitas hidup dan
Sel makrofag berperan sebagai besarnya biaya pengobatan. Pada
sel yang mempresentasikan antigen anak, pengaruhnya bahkan sampai
pada terganggunya kemampuan

5
belajar. Untuk itu pencegahan efektif reaksi alergi (National Occupational
sangat diperlukan. Pencegahan Health and Safety Commision,
primer sangat efektif namun masih 2006). Dermatitis kontak iritan
sulit dilaksanakan, karena adalah suatu kerusakan kulit akibat
menyangkut rekayasa in-utero, efek langsung dari bahan-bahan
sedangkan pencegahan sekunder, kimia ataupun komponen lain yang
misalnya diet eliminasi, tidak mudah diperantarai proses iritan (Djuanda,
diterapkan di masyarakat luas, 2007).
karena setiap masyarakat atau bangsa Penyebab terjadinya DKA
telah mempunyai kepercayaan kuat yaitu alergen, paling sering berupa
mengenai apa yang menjadi bahan kimia dengan berat molekul
kebiasaan tentang jenis makanan kurang dari 500-1000 Da. Dermatitis
(Endaryanto & Harsono, 2011). yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan,
Dermatitis Kontak
dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak akibat kerja
Terjadinya DKI yaitu bahan yang
didefinisikan sebagai penyakit kulit
bersifat iritan, misalnya bahan
dimana pajanan di tempat kerja
pelarut, deterjen, minyak pelumas,
merupakan faktor penyebab yang
asam, alkali, dan serbuk (Sularsito
utama serta faktor konstributor yaitu
dan Djuanda, 2007).
berupa alergen dan iritan ( HSE UK,
DKA dibagi berdasarkan
2000).
patogenesisnya merupakan reaksi
Terdapat dua jenis dermatitis
hipersensitivitas tipe lambat (IV)
kontak yaitu dermatistis kontak iritan
yang terdiri atas 2 fase, yaitu fase
(DKI) dan dermatitis kontak alergi
sensitisasi dan fase elisitasi.
(DKA) (Soebaryo, 2005). Dermatitis
kontak alergi adalah dermatitis yang Karet Lateks Alami
disebabkan oleh reaksi Lateks adalah produk yang di
hipersensitivitas tipe lambat terhadap dapat dari getah pohon Hevea
bahan-bahan kimia yang kontak brasiliensis yang berasal dari hutan
dengan kulit dan dapat mengaktivasi amazon di Negara Brazil. Getah

6
karet alam merupakan gabungan antigen, protein, dan serbuk sarung
partikel yang mengandung 35% cis tangan.
1,4 polysoprene (karet), 55-60% air, Bahan kimia yang utama
5-10% bahan lain. Protein yang ditambahkan dalam proses
terdapat dalam getah karet antara 1- pembuatan karet lateks yaitu
1,8%, berisi bahan karet cis-1, 4 akselator dan antioksidan yang
polyisoprene. Bahan ini terutama mencapai lebih dari 90%. Akselateor
terdiri dari cis -1,4-polyisoprene, yang ditambahkan pada NRL terdiri
polimer organik yang memberikan dari Thiuram-mix, Carba-mix,
sebagian besar kekuatan dan Mercapto-mix. Akselator merupakan
elastisitas lateks. Juga terkandung bahan kimia yang digunakan untuk
berbagai macam gula, lipid, asam mempercepat proses vulkanisasi
nukleat, dan protein yang sangat yang bekerja sebagai katalisator
alergi ( Gawchik, 2002). (Rietchel dan Fowler, 2001).
Dalam proses pembuatanya, Untuk menganalisa alergen
ditambahkan bahan dan zat-zat protein yang terdapat pada NRL
penstabil seperti ammoniak dan menggunakan 2-D elektroforesis.
bahan-bahan kimia lain pada sarung Pada NRL ditemukan lebih dari 250
tangan lateks. Penambahan bahan- jenis protein / polipeptida dan hanya
bahan sarung tangan NRL mengubah kira- kira 30 jenis yang dapat
lateks dari bentuknya yang awalnya berkaitan dengan antibodi IgE serum
cair menjadi lapisan yang sangat penderita alergi NRL. Alergen
tipis, elastis dan kuat (Ansell, 2004). protein NRL yang umumnya
dijumpai pada pekerja kesehatan
Antigen dalam Sarung Tangan
yaitu Hev b 5 : 62%, Hev b 6: 65%
Lateks
dan Hev b 7 : 41% (Lubis, 2008).
Terdapat beberapa kelompok
Serbuk sarung tangan adalah
antigen dalam sarung tangan lateks
tepung jagung yang sudah
yang dapat memicu suatu reaksi
dimodifikasi dan digunakan untuk
hipersensitivitas, yaitu antigen kimia,
membantu dalam mengenakan
sarung tangan. Serbuk digunakan

7
dalam pembuatan sarung tangan kerja dan bersedia berpartisipasi
terutama untuk mencegah terjadinya dalam penelitian. Kriteria eksklusi
bloking atau lekatnya permukaan pada penelitian ini yaitu terkena atau
NRL. kontak dengan alergi dan iritan selain
sarung tangan lateks, kerusakan kulit
TUJUAN
yang sudah ada di tangan, dan tangan
Penelitian ini bertujuan untuk
yang mudah berkeringat.
mengetahui insidens dermatitis
kontak alergi akibat penggunaan HASIL
sarung tangan lateks pada petugas Deskripsi Sampel Penelitian
laundry RSUD Haji Makassar. Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitan
Karakteristik Jumlah
Jenis Kelamin
METODE PENELITIAN - Laki-laki 0 orang (0%)
- Perempuan 8 orang (100%)
Penelitian ini dilakukan dengan Umur
- <25 Tahun 2 orang (25%)
metode walk trought survey (WTS) - >25 Tahun 6 orang (75%)
Masa Kerja
menggunakan checklist (daftar - <1 tahun 3 orang (37,5%)
- >1 tahun 5 orang (62,5%)
temuan) untuk mengetahui aspek- Lama Menggunakanan
Sarung Tangan/hari
aspek kesehatan dan keselamatan - <6 jam 2 orang (25%)
- ≥6 jam 6 orang (75%)
kerja (K3) pada instalasi laundry Riwayat Alergi
- Ada 1 orang (12,5%)
RSUD Haji Makassar terkait dengan - Tidak ada 7 orang (87,5%)
Sumber: Data Primer
insidens dermatitis kontak alergi
Pada penelitian ini, terlibat 8
akibat penggunaan sarung tangan
orang sampel yang merupakan
lateks pada petugas.
petugas Laundry di RSUD Haji
Penelitian dilakukan selama 1
Makassar dengan karatristik sebagai
hari pada tanggal 12 Juni 2017 di
berikut: a) Jenis kelamin: wanita 8
Instalasi Laundry & CSSD RSUD
orang (100%); b) Umur: <25 tahun=
Haji Makassar, Jl. Dg Ngepe
2 orang (25%) dan >25 tahun= 6
Makassar.
orang (75%); c) Masa kerja: <1
Sampel dalam penelitian
tahun= 3 orang (37,5%) dan >1
adalah seluruh petugas isntalasi
tahun= 5 orang (62,5%); Lama
laundry RSUD Haji Makassar yang
penggunaan sarung tangan dalam 1
menggunakan sarung tangan saat

8
hari kerja: <6 jam= 2 orang (25%) kerja ≥6 jam, dan memiliki riwayat
dan ≥6 jam= 6 orang (75%); dan alergi dalam keluarga.

Riwayat alergi dalam keluarga: Ada


SARAN
riwayat= 1 orang (12,5%) dan Tidak
Dermatitis Kontak Alergi
ada riwayat= 7 orang (87,5%).
merupakan penyakit yang dapat

Insidens Dermatitis Kontak Alergi diatasi dengan menghindari faktor


Hasil penelitan menunjukkan penyebab (alergen), oleh karena itu
bahwa dari 8 orang karyawan yang diperlukan kebijakan dari
bertugas di instalasi laundry RSUD Haji manajemen Rumah Sakit untuk
Makassar terdapat 1 orang karyawan menyediakan sarung tangan non-
(12,5%) yang menderita Dermatitis lateks bagi para petugas yang
Kontak Alergi akibat penggunaan
memiliki riwayat alergi lateks untuk
sarung tangan lateks dengan
mendukung hasil kerja yang lebih
karakteristik umur >25 tahun, masa
baik dan menghindarkan petugas dari
kerja >1 tahun, lama penggunaan sarung
bahaya kesehatan di tempat kerja.
tangan dalam 1 hari kerja ≥6 jam, dan
memiliki riwayat alergi dalam keluarga.
Bagi para peneliti selanjutnya,
diharapkan dapat menggali lebih
Tabel 2. Insidens DKA Akibat
dalam berbagai karakteristik yang
Penggunaan Sarung Tangan Lateks
Karakteristik Jumlah mungkin memiliki keterkaitan
DKA 1 orang (12,5%)
Tidak DKA 7 orang (87,5%) dengan kejadian dermatitis kontak
Sumber: Data Primer
alergi akibat penggunaan sarung
KESIMPULAN tangan lateks guna mengetahui lebih
Dari hasil penelitian di atas jauh langkah-langkah yang tepat
dapat disimpulkan bahwa Insidens untuk mencegah terjadinya penyakit
Dermatitis Kontak Alergi akibat tersebut terutama bagi para petugas
penggunaan sarung tangan lateks di kesehatan di rumah sakit yang
RSUD Haji Makassar pada tahun 2017
memiliki frekuensi kontak cukup
adalah 12,5% dengan karakteristik umur
tinggi dengan sarung tangan lateks.
>25 tahun, masa kerja >1 tahun, lama
penggunaan sarung tangan dalam 1 hari

9
REFERENSI Industry and Your Skin dalam
hsebooks.co.uk,.
1. American Collage of Allergy, Asthma and
11. Karjadi, T.H., 2004, Alergi Lateks pada
Immunology, 2010, Latex Allergy,
Pekerja Kesehatan, CDK, no.142, 11-13
http://www.acaai.org/allergist/allergies/Type
12. Lubis, R.D., 2009, Dermatitis Kontak Oleh
s/latexallergy/Pages/defult.aspx,
Karena Rubber, http://repository
2. Ansell, 2005, Pengelolaan Alergi
.usu.ac.id/handle/123456789/3426,
Lateks(Latex and Chemical Allergy),
13. Magnavita, N., 2011, Are skin disorder
http://professional.ansell.com.au/page/defaul
relaxed to work strain in hospital workers?
t.asp?site=1&page=OC_Indonesia
A cross-sectional study, BMC Public Health;
3. Ahmed DD, Sobczak SC, Yunginger JW.,
11: 600
2003, Occupational allergies caused by
14. Pollart, S., 2009, Latex Allergy, American
latex.Immunol Allergy Clin North
Academy of Family Physicians; 80(12)
Am.;23(2):205-19.
:1413-1418, 1419-1420
4. Bernadette, M., 2010, Update on medical
and surgical gloves, Eur J Dermatol; 20(4):
434-42
5. Buss, Z.S., Frode, S.S., 2007, Latex
Allergen Sensitization and Risk Factor Due
To Glove use by Health Care Workers at
Public Health Units in Florianopolis Brazil,
J Investig Allergol Clin Immunol 2007; Vol.
17(1):27-33\
6. Cohen. DE., 1999, Occupational
Dermatosis, Handbook of Occupational
Safety and Health, second edition.
7. Dorland, W.A., 2002, Kamus Kedokteran,
EGC, Jakarta
8. Filon, F., 2006. Latex allergy: a follow up
study of 1040 healthcare workers.
OCCUPATIONAL AND
ENVIRONMENTAL MEDICINE. 63(2):
121–125
9. Garabrant, D.H., Schweitzer, S., 2002,
Epidemiology of Latex Sensitization And
Allergies In Health Care Workers, J Allergy
Clin Immunol, Vol. 110, No.2, S82-S83,
S85-S88 Gawchik SM, 2011, Latex allergy.
Mt Sinai J Med.;78(5):759-72
10. HSE, 2000, The Prevalence of Occupational
Dermatitis among Work in The Printing

10

Anda mungkin juga menyukai