Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

MELENA DAN CHRONIC MYELOCYTIC LEUKIMIA (CML)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. H. Suprapto , Sp. PD. FINASIM

Disusun Oleh:
Anantya Irga Kinanti
20184010103

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

MELENA DAN CHRONIC MYELOCYTIC LEUKIMIA (CML)

Telah dipresentasikan pada tanggal:


21 Juli 2018
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Anantya Irga Kinanti
20184010103

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Suprapto , Sp. PD. FINASIM


PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus yang berjudul:
“MELENA DAN CHRONIC MYELOCYTIC LEUKIMIA (CML)”
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. H. Suprapto, Sp.PD. selaku dokter pembimbing dan dokter Spesialis
Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
2. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD., M.Kes dan dr. Widhi, P.S., Sp.PD. selaku
dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
3. Seluruh perawat bangsal Cempaka, Flamboyan , IGD dan Poli Dalam di
RSUD Wonosobo.
4. Teman-teman coass atas dukungan, kerjasamanya dan doanya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wonosobo, 21 Juli 2018

Anantya Irga Kinanti


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. 1

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... 2

PENGANTAR ........................................................................................................................... 3

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 4

BAB I ......................................................................................................................................... 5

LAPORAN KASUS................................................................................................................... 5

A. Identitas Pasien ............................................................................................................ 5

B. Anamnesis ................................................................................................................... 5

C. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................... 6

D. Pemerikasaan Penunjang ............................................................................................. 7

E. Diagnosis Kerja ........................................................................................................... 8

BAB II...................................................................................................................................... 15

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 15

1. MELENA ............................................................................................................................. 15

A. DEFINISI .................................................................................................................. 15

B. ETIOLOGI ................................................................................................................ 15

C. PATOFISIOLOGI ..................................................................................................... 18

2. CHRONIC MYELOCYTIC LEUKIMIA (CML) ............................................................... 23

A. DEFINISI .................................................................................................................. 23

B. ETIOLOGI ................................................................................................................ 23

C. PATOFISIOLOGI ..................................................................................................... 24

D. MANIFESTASI KLINIS .......................................................................................... 24

BAB III .................................................................................................................................... 26

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nomor CM : 00730301
Nama : Tn. W
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Mergolangu Rt/Rw 05/02 Kalibawang
Tanggal Masuk RS : 10 Juli 2018
Tanggal Keluar RS : 19 Juli 2018
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : BAB berwarna hitam
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh BAB berwarna hitam sejak 3 hari SMRS, BAB keras dan
berbentuk bulat seperti kotoran kambing, tidak ada darah. Pasien juga mengeluh
lemas, mual, muntah, sesak nafas, pandangan kabur, dan nafsu makan menurun.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
 Tidak ada riwayat Keluhan Serupa
 Tidak ada riwayat Hipertensi
 Tidak ada riwayat DM
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit
sistemik tidak ada.

4. Riwayat Personal Sosial


Pasien merokok 10 batang per hari. Pekerjaan pasien sebelum sakit yaitu
sebagai buruh.
5. (Allo)Anamnesis Sistem
a. Sistem Cerebrospinal : ada nyeri kepala dan pusing
b. Sistem Cardiovaskuler : tidak ada nyeri dada
c. Sistem Respirasi : terdapat sesak nafas
d. Sistem Gastrointestinal : terdapat nyeri tekan, mual muntah dan nafsu makan
menurun
e. Sistem Urogenital : buang air besar konsistensi keras, berwarna hitam,
berbentuk seperti kotoran kambing.
f. Sistem Integumentum : suhu raba hangat, kulit ekstremitas bagian distal
terlihat pucat, tidak terdapat gatal dan ruam kemerahan pada wajah, tangan
dan kaki.
g. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada kelainan
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Compos mentis
2. Tanda Vital
a. Temperatur : 37,2 oC
b. Nadi : 103 kali permenit regular, isi dan tegangan cukup
c. Pernapasan : 20 kali permenit
d. Tekanan Darah : 103/55 mmHg
3. Status Generalis
a. Kepala
1) Bentuk : Normocephal
2) Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva palpebral anemis,
sklera tidak ikterik, tidak ditemukan eksoftalmus, reflek cahaya positif
pada kedua mata dan pupil bulat isokor.
3) Hidung : bentuk normal, tidak ditemukan kelainan septum dan
lubang hidung normal, tidak terdapat sekret dari hidung dan tidak ada
epistaksis.
4) Telinga : bentuk normal, daun telinga normal, terdapat liang
telinga, tidak ditemukan sekret dari telinga.
5) Mulut : bibir tidak sianosis, tampak bibir kering, tidak terdapat
gusi berdarah, mukosa mulut kering, pembesaran tonsil tidak ada
b. Leher : trachea letak tengah, terdapat peningkatan JVP, tidak
ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c. Thorax dan Pulmo :
1) Inspeksi : bentuk dada simetris tampak barrel chest, pergerakan
dinding dada kanan dan kiri simetris, tidak ada ketinggalan gerak, dan
ditemukan retraksi dinding dada.

2) Palpasi : vokal fremitus paru kanan dan paru kiri simetris, tidak
terdapat nyeri tekan pada dada
3) Perkusi : suara hipersonor pada lapang dada dextra dan sinistra
4) Auskultasi : suara nafas vesikuler, terdapat suara tambahan, ronkhi
basah kasar pada kedua paru
d. Cor
1) Inspeksi : ictus cordis tampak
2) Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 7 linea midklavikula sinistra
3) Perkusi :batas jantung kiri di SIC 7 linea midklavikula sinistra
dan batas jantung kanan di SIC 5 linea parasternal dekstra
4) Auskultasi : irama regular, murmur (+).

e. Abdomen
1) Inspeksi : datar, tidak tampak distensi, tidak ada jejas
2) Auskultasi : bising usus (+)
3) Palpasi :supel, terdapat nyeri tekan, hepar teraba, tidak terdapat
nyeri ketok ginjal
4) Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen

f. Ekstremitas : akral hangat, pucat

D. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
10 Juli 2018 16 Juli 2018
Darah Rutin
Hemoglobin LL 2.5 L 10.6
Leukosit HH 71.3 HH 58.4
DIFF COUNT
- Eosinofil L 0.0 L 0.0
- Basofil 0.0 0.10
- Netrofil L 9.5 L 12.6
- Limfosit L 3.9 L 9.10
- Monosit H 78.7 H 72.3
- IG 7.9 5.9
Hematokrit LL 8 L 31
Eritrosit L 0.7 L 3.6
MCV H 119 87
MCH H 36 30
MCHC L 30 34
Trombosit L 65 L 45
Golongan Darah A
Kimia Klinik
Gula Darah Stik IGD 115
Ureum 16.9
Creatinin 0.73
SGOT 12.7
SGPT 8.3
Sero Imunologi
HBsAg Negatif
Gambaran Darah Tepi 16 Juli 2018
Eritrosit Normokrom, normosit, polikromasi, eritroblast (+)
Leukosit Jumlah meningkat, monositosis, atypical mononuclear cell
(+)
Trombosit Jumlah meningkat, clumping (-), penyebaran merata
Bone Marrow Puncture 20 Juli 2018
Lokasi : SIAS Sinistra
Konsistensi : padat keras
Selularitas : hiperseluler
M/E rasio : meningkat
Sel Eritrosit : aktivitas meningkat, maturasi normal
Sel Granulosit: aktivitas meningkat, maturasi mieloblast sampai netrofil segmen
Sel Trombosit : aktivitas tidak meningkat
Sel Limfoprotein: aktivitas tidak meningkat, maturasi normal
Kesan : Gambaran sumsum tulang menunjukkan chronic myeloid leukimia (CML)
fase akselerasi.

2. Rontgen Thorak (10 Juli 2018)


Cor : Suspect cardiomegali
Pulmo : Gambaran bronchitis

E. Diagnosis Kerja
Diagnosis Utama : Melena
Diagnosis Sekunder : Anemia Gravis, Chronic Myeloid Luekimia (CML)
Catatan Perkembangan Rawat Inap

Tanggal/ Subjective Objective Assessment Plan


Jam (S) (O) (A) (P)
10/07/2018 BAB keras TD : 110/60 - Melena e/c - Inf NaCl 0,9 % 20
12.53 warna hitam mmHg Gastritis tpm
I seperti N : 97x/menit erosiva - Diit MC DM 1700
- Anemia
kotoran RR : 28x/menit kalori
Gravis
kambing (+) Temp: 36,70C - Tirah baring
- Pre DM
Lemas (+) SpO2 : 95% - Amoxicillin 4x1gr
Mual (+) (IV)
Muntah (+) Hb 2.5 - Pantoprazole 2x1
AL 71.3 ampul
Eosinofil 0.0 - Sucralfat 3x10 cc
Netrofil 9.5 - Rebamipide 3x1
Limfodit 3.9 - Opilac 3x15cc
Monosit 78.7 - Fucoiden 2x10cc
Hmt 8 - Tranfusi PRC 8 kolf
Eritrosit 0.7 20 tpm

MCV 119
MCH 36
MCHC 30
AT 66
11/07/2018 BAB keras TD : 90/50 - Melena e/c - Tx lanjut
05.45 warna hitam mmHg Gastritis

II seperti N : 100x/menit erosiva


- Anemia
kotoran RR : 20x/menit
Gravis
kambing (+) Temp: 36,90C
- Pre DM
Lemas (+) SpO2 : 95%
Sesak nafas GDS : 169
(+)
Pandangan Kepala :
kabur (+) CA +/+
Pendengaran
menurun (+) Dada :
Barrel chest,
retraksi dinding
dada (+)
Pulmo RBK
+/+

Abdomen :
NT (+) regio
hipocondriaca
sn dan
epigastric,
hepar teraba

Ekstremitas :
Pucat
12/07/2018 BAB cair TD : 90/60 - Melena e/c - Tx lanjut
05.45 warna mmHg Gastritis

III kuning GCS : 15 erosiva


- Anemia
terang (+) N : 73 x/menit
Gravis
Lemas (+) RR : 20 x/menit
- Pre DM
Pandangan Temp: 36,50C
kabur (+) SpO2 : 98%
Pendengaran
menurun (+)
Nyeri kepala
(+)

13/07/2018 Lemas (+) TD : 100/60 - Melena e/c - Tx lanjut


05.45 Batuk (+) mmHg Gastritis

IV kering, GCS : 15 erosiva


- Anemia
dahak susah N : 74 x/menit
Gravis
keluar RR : 24 x/menit
- Pre DM
Nyeri Temp: 36,50C
tenggorokan SpO2 : 93%
(+)
Nyeri lutut
(+)
14/07/2018 Lemas (+) TD : 120/60 - Melena e/c - Tx lanjut
07.15 Sesak (+) mmHg Gastritis

V Batuk (+) GCS : 15 erosiva


- Anemia
kering, N : 65 x/menit
Gravis
dahak susah RR : 22 x/menit
- Pre DM
keluar Temp: 37,60C
Nyeri SpO2 : 97%
tenggorokan
(+)
Nyeri lutut
(+)
Nyeri
pinggang
(+)
15/07/2018 Lemas (+) TD : 100/60 - Melena e/c - Tx lanjut
05.45 Sesak (+) mmHg Gastritis

VI Batuk (+) GCS : 15 erosiva


- Anemia
kering, N : 61 x/menit
Gravis
dahak susah RR : 20 x/menit
- Pre DM
keluar Temp: 37,60C
Nyeri SpO2 : 95
tenggorokan
(+)
Nyeri lutut
(+)
Nyeri
pinggang
(+)
16/07/2018 Lemas (+) TD : 110/70 - Melena e/c - Tx lanjt
05.15 Sesak (+) mmHg Gastritis - BMP
VII Batuk (+) GCS : 15 erosiva
- Pre DM
kering, N : 57 x/menit
- CML
dahak susah RR : 24 x/menit
keluar Temp: 37,70C
Nyeri SpO2 : 93%
tenggorokan
(+) Hb 10.6
Nyeri lutut AL 58.4
(+) Eosinofil 0.0
Nyeri Netrofil 12.6
pinggang Limfosit 9.1
(+) Monosit 72.3
Hmt 31
Eritrosit 3.6
AT 45
17/07/2018 Lemas (+) TD : 100/50 - Melena e/c - Tx lanjut
07.30 Sesak (+) mmHg Gastritis

VIII BAB lancar GCS : 15 erosiva


- Pre DM
dbn N : 67 x/menit
- CML
Nyeri kepala RR : 20 x/menit
Nyeri Temp: 36,50C
tenggorokan SpO2 : 97 %
(+)
18/07/2018 Lemas (+) TD : 100/60 - Melena e/c - Tx lanjut
05.30 Pusing (+) mmHg Gastritis

IX GCS : 15 erosiva
- Pre DM
N : 69 x/menit
- CML
RR : 24 x/menit
Temp: 37,50C
SpO2 : 95 %

19/07/2018 Lemas (+) TD : 90/60 - Melena e/c - Tx Lanjut


06.55 BAB/BAK mmHg Gastritis

X (+) dbn GCS : 15 erosiva


- Pre DM
N : 70 x/menit
- CML
RR : 22 x/menit
Temp: 36,70C
SpO2 : 97
20/07/2018 Lemas (+) TD : 110/70 - Melena e/c - Tx lanjut
05.30 mmHg Gastritis

XI GCS : 15 erosiva
- Pre DM
N : 69 x/menit
- CML
RR : 24 x/menit
Temp: 37,50C
SpO2 : 95 %
21/07/2018 Lemas (+) TD : 90/60 - Melena e/c - Hidroxi Urea 3x1
06.55 mmHg Gastritis - Pantoprazole 2x1
XII GCS : 15 erosiva - Sucralfat 3x10cc
- Pre DM
N : 78 x/menit - Opilax 3x15cc
- CML
RR : 20 x/menit - Rebamipide3x1
Temp: 37 C - Dapat Pulang
SpO2 : 97
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. MELENA
A. DEFINISI
Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter)dengan bau
khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada usus
halus. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yangberasal dari
dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah darah
(hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal (melena). Hematemesis adalah
dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalambentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan
warna merah cerah) atau berubah karenaenzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi.

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :
1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,kehilangan
darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus
atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portalyang terjadi sekunder
akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises
esofagus yang paling prevalen di AmerikaSerikat, setiap keadaan yang
menimbulkan hipertensi portal dapatmengakibatkan perdarahan varises. Lebih
lanjut, kendati adanya varisesberarti adanya hipertensi portal yang sudah
berlangsung lama, penyakithepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada
hepar kadang-kadangmenimbulkan varises yang akan menghilang begitu
abnormalitas hepardisembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien
sirosis umumnyaberasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih
separuh daripasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus
peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini
terjadiakibat penggembungan vena-vena mukosa lambung.
Sebagaikonsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab perdarahan
agarpenanganan yang tepat dapat dikerjakan .Angka kejadian pecahnya
varises esophagus yang menyebabkanperdarahan cukup tinggi yaitu 54,8%.
Sifat perdarahan hematemesisnyamendadak dan masif, tanpa didahului nyeri
epigastrium. Darah berwarnakehitaman dan tidak akan membeku karena sudah
tercampur asamlambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melenadaripada
hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurusdan anemis.
Hanya sesekali penderita muntah darah tidak masif. Padapanendoskopi jelas
terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutupesophagus dan mudah
berdarah terletak di sepertiga bawah esophagus.
c. Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa
darah). Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah
kardia atau esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karenalaserasi
aktif disertai ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu
sering muntah sehingga tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya
arteri di submukosa esophagus/ kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak
masif, timbul setelah pasien berulangkali muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri
di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis gravidarum.
d. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah
tidak sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebutmengandung
asam sitrat dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosamulut,
esophagus dan lambung. Penderita juga mengeluh nyeri dan panasseperti
terbakar di mulut, dada dan epigastrium
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten
atau kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbulmelena daripada
hemetemesis. Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung.
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi
mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic
drugs). Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin,Ibuprofen, obat
bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan
hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin,
spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut menimbulkan
hiperasiditas. Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab
perdarahan saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus,antrum
yang multipel, sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat
perdarahan aktif di tempat erosi. Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak
terlihat varises di esophagus dan fundus lambung. Sifat hematemesis tidak
masif dan timbul setelah berulang kali minum obat-obatan tersebut, disertai
nyeri dan pedih di ulu hati
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama diangulus
dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut
biasanya bersifat dangkal dan multipel yang dapatdigolongkan sebagai erosi.
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeridan pedih
di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum
hematemesis rasa nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat,namun setelah
muntah darah rasa nyeri dan pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak
begitu masif, lalu disusul melena.
c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjutdengan
keluhan rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah.
Jarang mengalami hematemesis, tetapi sering melena.
3. Kelainan di duodenum
a. Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak
di bulbus. Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena,sedangkan
sebagian kecil mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan,pasien mengeluh
nyeri dan pedih di perut atas agak ke kanan. Keluhan
ini juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur pulas sehinggaterban
gun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanyamengkonsumsi
roti atau susu
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma diampula
menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreasyang
umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik
ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult
bleeding), sangat jarang timbul hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh
badan lemah, mual dan muntah.

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :
1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia
defisiensi Fe.
2. Perdarahan masif dengan renjatan
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada
faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu
a. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya varises
esophagus
b. Faktor trombosit(trombopathy) seperti pada Idiopathic ThrombocytopeniaPurpura
(ITP).
c. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada
hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain.
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya
varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekananperifer akibat
hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati). Khusus pada pecahnya
varises esophagus ada 2 teori
a. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar(berserat
tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID2.
b. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan tekanan
intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan
lain-lain.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau
duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat
menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup
panjang. Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan disaluran
cerna selama ± 6– 8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48– 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah sebanyak ± 60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air
besar dengan tinja warna hitam.
Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat
menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali normal, hasil
tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetappositif selama 7 – 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam
HCl sehinggaterbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan
menimbulkanbau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/
gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice.
Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang
positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi.
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang
sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan
cepat mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung
(cardiac output) dan peningkatan tahanan perifer akibat
refleksvasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan
perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai :
sinkop,kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah
keluar±40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat
menonjol dan kulit penderita teraba dingin. Pasien muda dengan riwayat perdarahan
saluran cerna atas singkat dan berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi
“normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang
menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Hemoptoe
2. Hematokezia

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkannyeri atau
pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjalkronik,
diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
f. Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)mengakibatkan
kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda
- Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100
x/menit
- Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg
- Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
- Akral dingin
- Kesadaran turun
- Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites,
splenomegali,eritema palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas
dengan interpretasi
- Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
- Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai
perdarahansaluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-
Jeghers)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer
atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis.
f. Endoskopi :gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagaipengobatan
endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasiprognostik dengan
mengidentifikasi stigmata perdarahan
G. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing - circulation
(ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai,segera dirawat
untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.Untuk pasien risiko tinggi perlu
tindakan lebih agresif seperti
a. Pemasangan iv-l i n e minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no18. Ini
penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatatintake- output , harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
Tukak peptic
1. Terapi medikamentosa
a. PPI (proton pump inhibitor) : obat anti sekresi asam untuk mencegah
perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80mg/iv lalu per infuse
8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor
H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa
perdarahan.
b. Obat vasoaktif
2. Terapi endoskopi
a. Injeksi : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan adrenalin
(1:10000) sebanyak 0,5 – 1 ml/suntik dengan batas 10 mlatau alcohol
absolute (98%) tidak melebihi 1 ml
b. Termal : koagulasi, heatprobe, laser
c. Mekanik : hemoklip, stapler
3. Terapi bedah
4. Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.
Perdarahan ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila tidak
ada komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil sertarisiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya pulang dalam
keadaan anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahanulang perlu
ditambahkan preparat Fe.

2. CHRONIC MYELOCYTIC LEUKIMIA (CML)


A. DEFINISI
Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan suatu keganasan hematologi
yang berupa kelainan klonal dari sel hematopoietik, dan mempunyai karakteristik jumlah
leukosit yang sangat meningkat dalam darah. Ciri lain CML adalah imaturitas sel-sel
granulosit dan basophil, anemia, trombositosis dan splenomegali. Secara umum,
leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai, tetapi hanya merupakan sebagian
kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi menunjukkan bahwa
insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Leukemia
merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, dan belum ada angka pasti mengenai
insidensi leukemia di Indonesia. Insidensi Acute Myeloid Leukemia (AML) kira-kira 2-
3/100.000 penduduk dan AML lebih sering di temukan pada usia dewasa (85%) dari
pada anak-anak (15%). Insidensi Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) sebesar 2-
3/100.000 penduduk, dan lebih sering di temukan pada usia dewasa (83%) daripada
anak-anak (18%). Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan 15-20% kasus dari
leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia.
Resiko terjadinya CML meningkat seiring usia. Usia rerata pasien saat terdiagnosis
adalah 65 tahun, dan hanya 10-15% yang berusia kurang dari 50 tahun. Angka insidensi
di negara Barat sebesar 3/100.000 per tahun. Pada populasi geriatrik, insidensi di atas usia
70 tahun sekitar 50/100.000 per tahun. Perbandingan risiko relatif pada pria tua terhadap
perempuan tua adalah 2,8:1. Kebanyakan pasien memiliki ras Kaukasia dan
berpendapatan menengah.
B. ETIOLOGI
Kejadian CML mempunyai keterkaitan dengan translokasi kromosom 9 dan 22 yang
menghasilkan kromosom Philadelphia (Kromosom Ph). Translokasi kromosom 9 dan 22
menyebabkan terjadinya penggabungan antara gen BCR dan ABL yang kemudian
menjadi gen fusi BCR-ABL yang mengkode beberapa protein fusi yang memiliki
aktivitas tirosin kinase yang tinggi. Gen fusi BCR-ABL mempunyai ukuran bervariasi,
tergantung tipe breakpoint gen BCR yang menyebabkan gangguan pematangan
granulositik, eritrositik, dan megakariositik di sumsum tulang.
C. PATOFISIOLOGI
Chronic Myelogenous Leukemia (CML) mempunyai 3 fase penyakit yang penting,
yaitu fase kronis, fase akselerasi dan fase krisis blast. Fase kronis ditandai dengan adanya
jumlah sel granulosit dan trombosit hampir mendekati normal, dan secara umum pasien
terlihat asimtomatik. Fase akselerasi adalah fase dimana penyakit lebih agresif. Pada fase
ini pasien merasa mudah lelah, kehilangan berat badan, berkeringat pada malam hari, dan
terkadang terdapat nyeri tulang. Hepatosplenomegali muncul dan bertambah buruk yang
ditandai dengan rasa yang tidak nyaman pada perut yang progresif. Pada pemeriksaan
darah akan banyak didapatkan proliferasi prekursor myeloid dan trombosit. Pada fase
krisis blas, seiring dengan perjalanan penyakit jumlah sel blas di sumsum tulang dan
darah perifer terus meningkat. Manifestasi fase ini adalah anemia yang semakin
memburuk, thrombositopenia dan hilangnya sel granulosit matur yang signifikan
sehingga dapat mengakibatkan penderita mempunyai risiko infeksi. Diagnosis umum
CML secara hematologi ditentukan dengan adanya leukositosis dan sel myeloid imatur
pada darah perifer. Pada fase stabil, angka leukosit yang ditemukan lebih dari 50 x 109/L
darah. Pada fase kronis, ditemukan banyak sel myeloid pada apusan darah tepi, mulai dari
sel blas sampai neutrofil. Beberapa pasien juga menunjukkan adanya basofilia,
eosinofilia, thrombositosis dengan anisositosis trombosit, biasanya jumlah trombosit lebih
dari 1000 x 109/L. Pemeriksaan sumsum tulang pada pasien CML menunjukkan adanya
hiperplasia sel myeloid yang sangat signifikan. Megakariosit meningkat dan dapat
membentuk klaster yang sangat terlihat pada spesimen biopsi. Selain itu, nampak adanya
hipoplasia eritroid yang disebabkan karena peningkatan rasio myeloid dan eritroid.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Hipermetabolisme: berat badan , lesu
2. Organomegali:
o splenomegali (perkembangan penyakit, sesuai dgn. jumlah lekosit)
o hepatomegali
o limfadenopati, ringan (jarang)
3. Anemia: ringan - sedang (pucat, sesak nafas dll.)
4. Perdarahan.
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap
b. Morfologi Darah Tepi (DT)
c. Skor LAP (Leucocyte Alkaline Phosphatase):
DD dg Reaksi Lekemoid Mielositik
d. Morfologi sumsum tulang
e. Sitogenik
f. Studi molekuler

4. . Sitologi sumsum Tulang:


- Hiperseluler, dominasi sel
granulosit
- imaturitas menengah (semua tahap maturasi

ME 10-40:1

5. Pemeriksaan sitogenik: kromosom Philadelphia

F. PENATALAKSANAAN
Pada fase kronis diterapi dengan inhibitor tyrosine kinase, yang pertama adalah
imatinib mesylate. Sebelumnya digunakan antimetabolit, alkalysis agent, interferon alfa
2b. dan steroid, tetapi sekarnag telah digunakan imatinib. Transplantasi sumsum tulang
juga merupakan pilihan terapi untuk CML.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke UGD di RSUD Setjonegoro rujukan dari dr. Prapto Sp. PD
FINASIM dengan mengeluhkan BAB cair warna hitam sejak 3 hari SMRS, BAB keras
dan berbentuk bulat seperti kotoran kambing, tidak ada darah segar menetes. Pasien
juga mengeluh lemas, mual, muntah, sesak nafas, pandangan kabur, dan nafsu
makan menurun. Keluhan BAB atau biasa disebut melena disebabkan oleh perdarahan
saluran cerna bagian atas. Saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah saluran cerna di
atas ligamentum treitz, yaitu yang terdiri dari jejunum proksimal, duodenum, gaster,
dan esophagus. Pasien pada kasus ini di diagnosis melena berdasarkan data
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis pasien
mengeluhkan BAB kehitaman seperti ter sejak 3 hari SMRS, nyeri ulu hati, dan
riwayat penyakit maag. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis,
nyeri tekan regio epigastrium. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin
2,5g/dl, leukosit 71,3x103, eosinofil 0,0%, netrofil 9,5 %, limfosit 3,9%, monosit
78,7%, hematokrit 8%, eritrosit 0,7x106, MCV 119 fl, MCH 36pg, MCHC 30g/dl,
trombosit 66.000. Ureum 16,9 md/dl, Creatinin 0,73mg/dl.
Ada empat penyebab perdarahan SCBA yang paling sering ditemukan, yaitu
ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa
esofagogastrika. Pasien didiagnosis dengan hematemesis melena et causa gastritis
erosive dengan adanya feses hitam seperti ter tanpa disertai gejala dan tanda yang
mengarah pada penyakit hati kronis. Etiologi dapat berasal dari kelainan esofagus,
kelainan lambung, dan kelainan duodenum.
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan
atau dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen.
Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastritis erosif atas
dasar riwayat kebiasaan pasien obat anti nyeri (NSAID) yaitu ibuprofen untuk
keluhan pegal-pegal yang dirasakan tanpa anjuran maupun kontrol ke dokter. Obat
NSAID adalah obat-obatan yang paling sering menyebabkan ulkus lambung
(ulcerogenic drugs). Obat lain yang dapat menimbulkan hematemesis melena
adalah golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton, dan lain-lain.
Penderita ditatalaksana secara nonmedikamentosa dan medikamentosa.
Penatalaksanaan non medikamentosa antara lain bed rest, puasa hingga perdarahan
berhenti, dan diet cair. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cairan infus RL 20
tetes/menit, dilakukan pemasangan. NGT, omeprazole tablet 2x40 mg, transfuse
sampai dengan kadar Hb 10 mg/dl. Dilakukan pemantauan Hb. Pemasangan NGT
dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang berlangsung.24 Pada terapi
medikamentosa diberikan omeprazole yang merupakan golongan Proton Pump
Inhibitor (PPI). Obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan
menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) yang merupakan
enzim pemompa proton. Dengan cara kerja secara selektif pada selsel parietal.
Enzim pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel
parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus
sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap
kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.
Diberikan transfusi sebagai terapi anemia sampai dengan kadar Hb mencapai 10
mg/dl. Untuk mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi dan mencukupi suplai
oksigen ke jaringan.
Pasien didiagnosis CML berdasarkan anamnesis, yaitu didapatkan nyeri
lutut dan pinggang, merasa lemas dan pusing. Dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan conjunctiva anemis, serta bising jantung. Didukung dengan
pemeriksaan laboratorium yang menunjukan adanya leukositosis, anemia,
trombositopenia. Di pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan anemia
normositik normokromik. Di pemeriksaan BMP didaptkan hasil kesan CML
dengan peningkatan aktivitas sel granulositik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam V. Estimates of Costs of Hospital Stay for Varical and Non Varical Upper
Gastrointestinal Bleeding. Value Health; 2008. 2.
2. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas: Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Jakarta: FKUI; 2006. Hlm. 289-97. 3.
3. Almani SA. Chirrosis of liver: etiology, complication, and prognosis. Blackwell
publishing; 2009. hlm. 65- 79. 4.
4. Ahlquist DA. Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.
N Engl J Med. 2012; 312:1422. 5.
5. Asdie AH. Perdarahan Saluran Makanan. Dalam: Isselbacher Kurt J, Braunwald
Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.
Harrison: PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogjakarta: Universitas Gadjah
Mada; 1999. hlm. 259-62 6.
6. Astera IWM. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas : dalam Gawat
Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 1999. hlm. 53- 62. 7.
7. Bickley LS. The abdomen. Dalam: Bickley LS, ed. Bates’ guide to physical
examination and history taking. Edisi ke-8. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2002. hlm. 317-66. 8.
8. Dalton D. Comparative Audit of Gastrointestinal Bleeding and the Use of Blood.
UK: National Blood Services; 2007 9.
9. Davey P. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
2006. hlm. 36-7. 10.
10. Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung: Pustaka
Unpad; 2011. 11.
11. Hadi S. Perdarahan Saluran Makan: dalam Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni.
2002. hlm. 281-305 12.
12. Hastings G.E. Hematemesis & Melena: dalam Kedaruratan Medik. Jakarta: FKUI;
2005. 13.
13. Koca T. A Case of Pediatric HenochSchönlein Purpura with Severe Melena
Treated by Plasmapheresis. Turkey: Sumeral Delyman; 2015. 14.

Anda mungkin juga menyukai