Anda di halaman 1dari 20

INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS)

Dibagi 2 golongan :
 penghambat siklooksigenase (COX)  pengobatan inflamasi
 penghambat nonsiklooksigenase  antirematik dan terapi GOUT
OBAT-OBAT AINS PENGHAMBAT COX
 COX inhibitor meliputi antipiretik, anti-inflamasi, analgesik dan analgesik
nonnarkotik.
 AINS hanya untuk terapi simptomatik  hanya menekan radang, panas atau
nyeri  untuk mengobati nyeri ringan hingga sedang, demam, artritis dan gangguan
berupa radang, termasuk gout dan hiperurikemia.
 Sebagian besar AINS efektif untuk terapi artritis rematoid, osteoartritis dan
sindroma muskuloskeletal lokal seperti kesleo, otot kaku dan nyeri punggung.
Klasifikasi AINS
Farmakodinamika
 Prostaglandin : mediator kimia penting dalam proses inflamasi.
 Penghambatan biosintesis PG  gangguan reaksi biokimia yang mengarah
pada inflamasi.
 Efek AINS : melalui penghambatan sintesis prostaglandin (PG), melalui
penghambatan enzim siklooksigenase yaitu enzim yang mengkatalisis
pembentukan PG endoperoksida PGG2 dan PGH2 dari asam arakidonat.
  Akibatnya sintesis semua PG dari endoperoksida ini dihambat.
 Mekanisme anti-inflamasi yang lain adalah melalui penghambatan jalur
lipoksigenase, tetapi bukan merupakan mekanisme kerja AINS.
 Pengontrolan suhu tubuh : di pusat termoregulatori di hipotalamus.
 Pusat ini mengatur keseimbangan antara panas tubuh yang hilang dan panas
yang diproduksi. Demam : keseimbangan ini terganggu karena produksi panas yang
berlebih.
 Proses inflamasi dan atau adanya endotoksin bakteri menyebabkan
pelepasan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag yang menginduksi sintesis PG tipe E di
hipotalamus  kemudian menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
 Obat AINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga menghambat
sintesis PGE  dilatasi pembuluh darah diikuti turunnya suhu tubuh.
Efek samping
  biasanya terjadi bila seseorang minum dosis tinggi dalam waktu yang
lama.
 Efek samping berupa gangguan saluran cerna, kulit, ginjal dan yang agak
jarang gangguan di hati, darah dan sumsum tulang.
 Efek samping yang sering adalah dispepsia, diare atau konstipasi, mual dan
muntah  berlanjut karena pemakaian kronis dapat terjadi erosi gastritis, tukak
lambung dan perdarahan serius.
 Mekanisme terjadinya efek samping adalah melalui penghambatan enzim
siklooksigenase-1 sehingga menghambat sintesis PGE2 yang bertugas mengatur
sekresi asam lambung dan perlindungan mukosa.
Interaksi obat AINS
 Asetosal menggeser ikatan obat-protein AINS lain.
 dengan heparin dan antikoagulan oral beresiko terjadi perdarahan karena
AINS menghambat agregasi platelet dan menggeser antikoagulan dari ikatannya
dengan protein sehingga terjadi efek potensiasi.
 dengan sulfonamida, sulfonamida dari ikatannya dengan protein oleh
salisilat kadar sulfonamid bebas meningkat  toksisitas.
 dengan litium atau metotreksat meningkatkan toksisitas karena laju
ekskresinya dikurangi sehingga kadar litium atau metotreksat plasma meningkat.
 dengan probenesid juga perlu dimonitor karena bisa terjadi efek potensiasi.
 dengan diuretik loop dan antihipertensi, karena pemakaian AINS bersama
diuretik loop atau antihipertensi menurunkan efektivitas kedua obat ini.
Interaksi Asetosal
 Heparin dan antikoagulan oral : meningkatkan resiko perdarahan dan
memperpanjang waktu pembekuan darah.]
 Antasida : mengurangi laju absorpsi asetosal
 Senyawa yang mengasamkan urin (vitamin C, Na-posfat, NH4Cl) :
menurunkan laju ekskresi asam salisilat dengan cara meningkatkan laju
reabsorpsi.
 Senyawa yang membasakan urin (metotreksat) : meningkatkan laju eksresi
asetosal.
 Alkohol : meningkatkan resiko perdarahan
 Penisilin : asetosal meningkatkan waktu paro penisilin karena berkompetisi
dengan penislinpada transport aktif di tubulus renal.
Interaksi Asetosal
 Vankomisin : meningkatkan resiko ototoksisitas
 ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor (kaptopril) : menurunkan efek
antihipertensi
 Kortikosteroid : meningkatkan laju ekskresi asetosal sehingga menurunkan
kadar plasma
 Penghambat karbonat anhidrase (asetazolamida): walaupun meningkatkan
ekskresi asetosal juga mem-potensiasi toksisitasnya dengan menginduksi
metabolik asidosis dan meningkatkan penetrasinya ke jaringan.
 Metotreksat : asetosal menurunkan laju ekskresi metotreksat sehingga
meningkatkan kadar plasma dan toksisitasnya
 Sulfonilurea (mis. Tolbutamid) : dosis besar asetosal meningkatkan efek
sulfonilurea.
Diflunisal
 Diflunisal adalah derivat difluorofenil dari asam salisilat yang tidak
dimetabolisme menjadi asam salisilat.
 Obat ini lebih poten dari pada asetosal sebagai analgesik dan anti-inflamasi,
tapi tidak punya efek antipiretik.
Interaksi Diflunisal
 Antasida : menurunkan kadar plasma diflunisal
 AINS lain : tidak boleh dipakai bersama AINS lain karena meningkatkan
resiko iritasi dan perdarahan saluran cerna
 Asetaminofen : penggunaan bersama keduanya dalam jangka panjang dapat
meningkatkan resiko kerusakan ginjal
 Beta bloker : mengurangi efek antihipertensi dari beta-bloker dan
antihipertensi lain
 Sefamandol, Sefoperazon, asam valproat : meningkatkan resiko
hipoprotrombinemia
 Kolsikin, glukokortikoid, suplemen kalium, alkohol : meningkatkan resiko
resiko iritasi dan perdarahan saluran cerna
Interaksi Diflunisal
 Siklosporin : meningkatkan resiko nefrotoksisitas
 Digoksin, metotreksat, fenitoin, insulin, antidiabetika oral atau diuretik loop :
peningkatan kadar plasma obat-obat tersebut sehingga meningkatkan
toksisitas
 Heparin, antikoagulan oral dan antitrombolitik : meningkatkan waktu
pembekuan darah dan resiko perdarahan
 Probenesid : meningkatkan kadar plasma diflunisal
Indometasin
 Indometasin adalah derivat asam asetat indol yang 20-30 kali lebih poten
aktivitas analgesik, antipiretik dan anti-inflamasinya dibanding asetosal.
 Semua senyawa yang berinteraksi dengan diflunisal berinteraksi juga dengan
indometasin.
Interaksi Indometasin
 Aminoglikosida : meningkatkan resiko toksisitas aminoglikosida karena
peningkatan kadar plasma
 Depresan sumsum tulang belakang : dapat meningkatkan efek leukopenia dan
trombositopenia dari senyawa ini
 Probenesid : memperlama waktu paro indometasin sehingga meningkatkan
toksisitas indometasin
 Zidovudin : pemakaian bersama keduanya meningkatkan efek samping
keduanya
 Litium : meningkatkan kadar plasma dan toksisitas litium
 Inhibitor agregasi platelet : meningkatkan resiko iritasi saluran cerna dan
perdarahan
 Diflunisal : meningkatkan kadar plasma dan toksisitas indometasin.
Diklofenak
 Diklofenak adalah derivat asam fenilasetat yang efek analgesik, antipiretik
dan anti-inflamasinya sebanding dengan indometasin.
 Kerjanya bukan saja melalui penghambatan enzim siklooksigenase tapi juga
mampu menurunkan bioavailabilitas asam arakidonat dengan meningkatkan
konversinya menjadi trigliserida.
 Seperti halnya AINS lain diklofenak diabsorpsi dengan cepat setelah
pemakaian oral dan mengalami first pass metabolism sehingga bioavailabilitasnya di
sistemik tinggal 50%.
Interaksi Diklofenak
 Diklofenak berinteraksi dengan simetidin dimana terjadi peningkatan kadar
plasma diklofenak. Simetidin (suatu agonis reseptor histamin-2) juga berikatan
dengan sitokrom P450 dan mengurangi aktivitas enzim oksidase hepatik.
 Diklofenak juga berinteraksi dengan obat-obat yang berinteraksi dengan
indometasin.
Ibuprofen
 Ibuprofen adalah derivat asam fenilpropionat, yang mempunyai aktivitas
analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik.
Interaksi Ibuprofen
 Asetaminofen : penggunaan keduanya dalam jangka panjang meningkatkan
resiko nefrotoksisitas
 Antihipertensi : menurunkan efektivitas antihipertensi
 Alkohol dan AINS lain : meningkatkan resiko perdarahan dan efek samping
saluran cerna
 Depresan sumsum tulang belakang : meningkatkan efek leukopenia dan
trombositopenia.
 Sefamandol, sefoperazon dan asam valproat : meningkatkan resiko
hipoprotrombinemia, tukak dan perdarahan.
 Kolsikin, penghambat agregasi platelet , kortikosteroid, suplemen kalium :
meningkatkan resiko efek samping dan perdarahan saluran cerna
Interaksi Ibuprofen
 Siklosporin : resiko nefrotoksisitas, juga berakibat meningkatnya kadar plasma
siklosporin.
 Digoksin : meningkatkan kadar plasma digoksin sehingga meningkat pula
toksisitasnya.
 Diuretik (termasuk diuretik hemat kalium dan tiazida) : menurunkan efektivitas
diuretik.
 Heparin, antikoagulan oral dan trombolitik : meningkatkan efek antikoagulan
sehingga resiko perdarahan meningkat
 Insulin dan antidiabet oral : Peningkatan efek hipoglikemik
 Litium : peningkatan kadar plasma litium
 Metotreksat : ibuprofen dan AINS lain dikontraindikasikan untuk pasien yang
diterapi dn metotreksat karena kombinasi ini dapat menurunkan klirens
metotreksat sehingga meningkatkan resiko toksisitas metotreksat.
 Probenesid : peningkatan kadar palsma dan toksisitas ibuprofen
Naproksen
 Naproksen adalah derivat asam fenilpropionat yang mempunyai aktivitas anti-
inflamasi, analgesik dan antipiretik.
 Waktu paronya cukup panjang sehingga memungkinkan diberikan satu atau
dua kali sehari.
 Naproksen mengalami metabolisme fase I dan II dan diekskresi dalam bentuk
konjugat tak aktif atau asam bebasnya.
 Efek samping saluran cerna kurang dari asetosal tapi dua kali lipat efek
samping ibuprofen.
 Interaksi obat dengan naproksen sama dengan AINS lain.
Asam fenamat
 Asam mefenamat dan meklofenamat adalah derivat asam fenamat.
 Efek anti-inflamasi dihasilkan karena kemampuan penghambatan
siklooksigenase dan posfolipase. Keduanya menalami metabolisme fase I dan II.
Metabolit konjugat diekskresikan lewat urin dan metabolut tak-terkonjugasi
diekskresikan lewat feses.
 Efek anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibandin AINS lain. Interaksi obat sama
dengan AINS lain.
 Efek samping salauran cerna lebih parah dan sering dibanding AINS lain
sehingga golongan ini jarang digunakan secara luas.
Oksikam (asam enolat)
 Meloksikam
 Golongan enolkarboksamida, suatu derivat oksikam.
 Penghambat COX 1 dan -2 tapi lebih selektif terhadap COX-2.
 Absorpsinya lambat, sedang waktu paronya panjang.
 Efek samping dan interaksi obat sama dengan AINS lain.
 Diketahui meloksikam dapat menurunkan efek diuretik dari furosemid.
Piroksikam
 Piroksikam menghambat COX-1 dan -2 secara tidak selektif. Pada
konsentrasi tinggi mampu menghambat migrasi leukosit PMN (polymorphonuclear).
 Piroksikam diabsorpsi dengan cepat, dan karena mengalam sirkulasi
enterohepatik maka waktu paronya sangat panjang sehingga bisa diberikan satu kali
sehari.
 Efek samping dan interaksi obat sama dengan AINS lain.
Asetaminofen
 Asam mefenamat dan meklofenamat adalah derivat asam fenamat.
 Efek anti-inflamasi dihasilkan karena kemampuan penghambatan
siklooksigenase dan posfolipase.
 Keduanya mengalami metabolisme fase I dan II. Metabolit konjugat
diekskresikan lewat urin dan metabolut tak-terkonjugasi diekskresikan lewat feses.
 Efek anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibanding AINS lain. Interaksi obat sama
dengan AINS lain.
 Efek samping salauran cerna lebih parah dan sering dibanding AINS lain
sehingga golongan ini jarang digunakan secara luas.
Interaksi Asetaminofen
 Kontrasepsi oral : penurunan efek asetaminofen
 Propanolol : peningkatan aktivitas asetaminofen
 Antikolinergik : Antikolinergik memperlama absorpsi asetaminofen sehingga
menunda onset of action.
 Barbiturat, hidantoin, rifampisin, sulfinpirazon, isoniazid dan karbamazepin :
menurunkan efek dan meningkatkan toksisitas asetaminofen
 Probenesid : peningkatan efek asetaminofen
 Diuetik loop : menurunkan efek diuretik
 Zidovudin : penurunan efek zidovudin.
Selekoksib (Celecoxib)
 Celekoksib adalah derivat pirazol yang selektif menghambat COX-2.
 Celekoksib diabsorpsi dengan baik dan sangat terikat protein.
 Karena tidak menghambat COX-1 efek samping saluran cerna sangat
minimal dibanding AINS lain.
Interaksi Selekoksib (Celecoxib)
 ACE-inhibitor : penurunan efek antihipertensi
 Asetosal : peningkatan resiko komplikasi dan perdarahan saluran cerna
 Litium : peningkatan kadar plasma litium
 Antikoagulan oral : Selekoksib mem-potensiasi efek warfarin sehingga
meningkatkan waktu pembekuan darah dan resiko perdarahan.
 Flukonazol : peningkatan kadar plasma selekoksib
 Furosemid dan diuretik tiazid : penurunan efek diuretik sehingga meningkatkan
resiko gagal ginjal
Rofekoksib (Rofecoxib)
 Rofekoksib adalah derivat furan yang selektif terhadap COX-2, mempunyai
efek anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik.
 Interaksi rofekoksib sama dengan selekoksib
Interaksi Rofekoksib (Rofecoxib)
 Metotreksat : peningkatan kadar plasma metotreksat
 Rifampisin :penurunan kadar plasma rofekoksib, bisa juga menjadi tidak efektif
 Simetidin : peningkatan kadar plasma rofekoksib.

OBAT-OBAT ANTIREMATIK
PEMODIFIKASI PENYAKIT
(DMARs : Disease-Modifying Antirheumatic Drugs)

Obat-obat Imunosupresan
Metotreksat
 Metotreksat adalah senyawa antineoplastik dan imunimodulasi yang bekerja
melalui berbagai mekanisme.
 Sebagai senyawa analog asam folat, metotreksat menghambat dihidrofolat
reduktase, sehingga membatasi ketersediaan tetrahidrofolat untuk sintesis DNA.
Akibatnya replikasi limfosit T dan sel-sel lain yang terlibat dalam proses inflamasi
dihambat.
 Selain itu metotreksat menghambat migrasi sel PMN ke tempat inflamasi dan
mengurangi produksi radikal bebas dan beberapa sitokin.
 Metotreksat diabsorpsi sekitar 70% bila dipakai per oral. Efek samping
saluran cerna meliputi tukak kolitis, diare, mual, tukak mukosa, sitopenia, di samping
efek samping hepatotoksisitas hingga sirosis hati.
Interaksi Metotreksat
 Depresan sumsum tulang belakang : potensiasi efek keduanya.
 Asam folat : penurunan efek metotreksat
 Senyawa hepatotoksik : peningkatan resiko hepatotoksik
 Neomisin : penurunan absorpsi metotreksat
 AINS konvensional : peningkatan toksisitas metotreksat
 Sulfonamida : peningkatan resiko hepatotoksik
 Vaksin : peningkatan resiko infeksi.
Siklosporin
 Siklosporin adalah suatu imunosupresan yang bekerja dengan menghambat
proliferasi limfosit T, menghambat pelepasan interleukin-2 (IL-2) dan TNF-α (tumor
necrosis factor).
 Efek sampingnya adalah nefrotoksisitas, gangguan hati dan limfoma.
Interaksi Siklosporin
 Siklosporin berinteraksi dengan aminoglikosida, amfoterisin B, pemblok kanal
Ca, eritromisin dan antibiotik lain, kontrasepsi oral, kolkhisin, sulfonamida, digoksin,
antihiperlipidemia golongan statin, berbagai AINS, probucol, terbinafin dan
metoklopramid. Sebagian besar interaksi di atas menghasilkan peningkatan
toksisitas terutama nefrotoksisitas.
Azatioprin
 Azatioprin merupakan suatu analog purin yang metabolit utamanya, asam 6-
tioinosinat, menghambat sintesis asam inosinat dan menekan fungsi sel T dan B.
 Seperti imunosupresan lain efek samping utama berupa depresi sumsum
tulang, peningkatan resiko infeksi.
Interaksi Azatioprin
 Azatioprin berinteraksi dengan ACE inhibitor, obat-obat yang mempengaruhi
sumsum tulang, alopurinol, antikoagulan, metotreksat, siklosporin dan pemblok
neuromuskuler.

Senyawa pengalkil
 Senyawa pengalkil yang banyak digunakan untuk terapi artritis rematoid
adalah klorambusil dan siklofosfamid, yang bekerja dengan cara mengganggu
replikasi melalui crosslinking pada DNA.
 Efek sampingnya meliputi leukemia, infertilitas dan supresi sumsum tulang.
Interaksi Senyawa pengalkil
 Klorambusil berinteraksi dengan antikoagulan, barbiturat, digoksin, senyawa
imunosupresan, inhibitor platelet, salisilat dan vaksin.
Obat-obat antimalaria
 Klorokuin dan metabolit utamanya, hidroksiklorokuin merupakan antimalaria
yang digunakan untuk terapi artritis rematoid, karena mampu menurunkan migrasi
leukosit dan aktivitas asam hidrolase dan fungsi limfosit T, selain juga mampu
menghambat sintesis DNA.
Interaksi Obat-obat antimalaria
 Klorokuin dan metabolit utamanya, hidroksiklorokuin berinteraksi dengan
digoksin, kaolin dan penisilamin.
 Klorokuin juga berinteraksi dengan simetidin dan vaksin rabies.
Sulfasalazin
 Sulfasalazin termasuk golongan sulfonamida, merupakan suatu prodrug yang
dimetabolisme menjadi asam 5-aminosalisilat dan sulfapiridin.
 Efek sampingnya meliputi ruam, mual, muntah, depresi, sakit kepala,
kelelahan, dan yang jarang terjadi agranulositosis aplastis dan leukopenia.
Interaksi Sulfasalazin
 Depresan sumsum tulang : peningkatan efek leukopenia dan trombositopenia
keduanya.
 Obat-obat hepatotoksik : peningkatan hepatotoksisitas
 Metotreksat : potensiasi efek metotreksat
 Asam folat : peningkatan absorpsi asam folat
 Digoksin : penghambatan absorpsi digoksin sehingga membatasi
bioavailabilitasnya
 Hidantoin, kontrasepsi oral dan antidiabetik oral : potensiasi efek dan toksisitas
obat-obat tersebut.
OBAT-OBAT UNTUK TERAPI GOUT
Terapi serangan gout akut
 segera mengurangi inflamasi, baik dengan inhibitor COX atau dengan
kolkhisin.
Terapi serangan gout kronis
 menjaga kadar asam urat di bawah jenuh (< 6 mg/dL) dan mencegah
terakumulasi di jaringan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi laju
produksi asam urat dengan alopurinol atau meningkatkan laju ekskresi asam
urat dengan senyawa urikosurik.
Indometasin
 Indometasin merupakan AINS pilihan untuk terapi gout akut, karena selain
menghambat siklooksigenase juga menghambat fagositosis kristal urat. Indometasin
sudah dibahas di bagian sebelumnya.
Kolkhisin
 Kolkhisin terbukti efektif mengatasi nyeri dan inflamasi pada serangan gout
akut.
 Mekanisme kerjanya melalui pengikatan protein tubulin dari sel dalam sistem
imunitas (mis. PMN) sehingga mengganggu migrasi, fagositosis dan pelepasan
mediator kimia seperti leukotrien.
 Efek samping meliputi diare, mual, rambut rontok dan depresi sumsum
tulang.
 Kolkhisin berinteraksi dengan antikoagulan, antineoplastik, siklosporin, AINS
dan vitamin B12.
Alopurinol
 Alopurinol adalah suatu analog purin, yang menghambat sintesis asam urat
dengan jalan menghambat secara kompetitif enzim xantin oksidase.
 Akibatnya kadar asam urat dalam plasma turun dan meningkatkan kadar
xantin dan hipoxantin yang lebih mudah larut dalam darah dan mudah terekskresi.
 Efek samping utama adalah intoleransi saluran cerna, diare, mual dan
muntah.
 Interaksi : alopurinol mempotensiasi efek 6-merkaptopurin, azatioprin,
dikumarol dan warfarin. Selain itu juga berinteraksi dengan ACE inhibitor,
amoksisilin, ampisilin, klorpropamid, siklofosfamid, diuretik tiazid dan vitamin C (bila
diminum dalam dosis tinggi).
Senyawa urikosurik
 Senyawa urikosurik adalah senyawa yang pada kadar tinggi mampu
meningkatkan laju ekskresi asam urat dengan menghambat reabsorpsinya pada
tempat transpor aktifnya di tubulus proximalis.
 Hasilnya adalah penurunan kadar plasma. Contohnya adalah probenesid dan
sulfinpirazon.
 Probenesid adalah derivat sulfonamid.
 Probenesid dapat meningkatkan efek berbagai obat, antara lain : asiklovir,
alopurinol, antineoplastik, zidovudin, tiopental, sulfonilurea, rifampisin, sulfonamid,
riboflavin, Na-aminosalisilat, sefalosporin, siprofloksasin, klofibrat, dapson,
gansiklovir, imipenem, metotreksat, nitrofurantoin, norfloksasin, penisilin,
pirazinamid, furosemid, lorazepam, AINS, dengan cara memperlama ekskresinya
dari ginjal.

INTERAKSI OBAT-OBAT ANTIMIKROBA


INTERAKSI ANTIMIKROBA
 Obat-obat psikotropik  banyak berinteraksi dengan antimikroba.
 Contoh senyawa antifungal, itrakonazol ( inhibitor sitokrom). Kadar plasma
haloperidol meningkat pada pasien skizoprenia yang mendapatkan itrakonazol 
efek samping neurologikal.
 Kadar plasma alprazolam meningkat bila digunakan bersama dengan
itrakonazol  menyebabkan depresi fungsi psikomotor yang signifikan.
 Obat-obat gangguan saluran cerna seperti antasida dan pemblok reseptor H2
(mis. Ranitidin) mempengaruhi bioavailabilitas beberapa antimikroba.
Interaksi penting golongan
beta laktam dan azol
 Sefalosporin + furosemid : Efek nefrotoksisitas cefaloridin meningkat. Diduga
furosemid meningkatkan insiden nekrosis tubuler, sehingga terjadi penurunan klirens
dan peningkatan kadar plasma cefaloridin. Sedangkan cefaloridin sendiri nefrotoksik.

Interaksi penting golongan


beta laktam dan azol
 Sefalosporin + probenesid : Kadar plasma beberapa sefalosporin )cefalotin,
cefalexin, cefamandol, cefazolin, dll) ditingkatkan oleh probenesid. Probenesid
menghambat ekskresi via ginjal sebagian besar sefalosporin dengan kompetisi
mekanisme ekskresi. Sehingga resiko nefrotoksik meningkat

Interaksi penting golongan


beta laktam dan azol
 Ketokonazol + antikonvulsan :
Kadar serum ketokonazol diturunkan oleh fenitoin (suatu induktor enzim)
sehingga meningkatkan metabolisme dan klirens ketokonazol  perlu
peningkatan dosis ketokonazol.
 Ketokonazol + inhibitor pompa proton :
Omeprazol menurunkan asiditas lambung sehingga menurunkan bioavailabilitas
ketokonazol.
Ketokonazol adalah suatu basa sukar larut yang harus diubah oleh asam menjadi
garam HCl yang larut. Senyawa yang mengurangi sekresi gastrin seperti inhibitor
pompa proton, antagonis H2 dan antasid, meningkatkan pH lambung sehingga
kelarutan dan absorpsi ketokonazol berkurang.
Sebaliknya terjadi peningkatan kadar plasma omeprazol karena hambatan
metabolisme omeprazol.
 Ketokonazol + rifampisin :
Kadar serum ketokonazol berkurang 50-90%, sedangkan kadar serum rifampisin
berkurang 50%.
Tapi interaksi tidak terjadi bila keduanya diberikan selang waktu 12 jam.
Mekanisme : terjadi peningkatan laju metabolisme di hati karena keduanya adalah
induktor enzim.

Interaksi golongan poliena


 Amfoterisin + kortikosteroid : terjadi kehilangan K dan retensi garam & air 
efek samping terhadap fungsi jantung.
Data klinis : 4 pasien yang mendapat amfoterisin bersama 25-40 mg hidrokortison
per hari menunjukkan pembengkakan jantung & gejala gagal jantung. Ukuran
jantung mengecil & kondisi gagal jantung menghilang 2 minggu setelah
hidrokortison dihentikan.
Interaksi golongan poliena
Amfoterisin menyebabkan hilangnya K lewat urin, sedang hidrokortison
menyebabkan hilangnya K dan retensi garam & air  kombinasi keduanya
menyebabkan hipokalemia dan overload sirkulasi darah.
Monitor keseimbangan elektrolit dan cairan serta fungsi jantung selama kombinasi
kedua obat ini.
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
 Kloramfenikol + simetidin : Terjadi anemia aplastis pada pasien setelah
mendapat kombinasi keduanya (secara iv)selama 18 hari.
Mekanisme : terjadi adisi efek depresan sumsum tulang.
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
 Kloramfenikol + fenobarbital : Terjadi penurunan kadar plasma kloramfenikol
dan peningkatan kadar plasma fenobarbital.
Mekanisme : Fenobarbital adalah senyawa penginduksi enzim hati yang poten 
meningkatkan metabolisme dan klirens kloramfenikol  kadar plasma dan
efeknya dikurangi.
Sebaliknya, kloramfenikol adalah penghambat enzim hati yang poten 
menghambat metabolisme  meningkatkan efek barbital.

Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin


 Eritromisin + simetidin : simetidin meningkatkan kadar plasma eritromisin
hampir 2 x lipat.
Kasus klinis : terjadi ketulian pada pasien yang mendapat eritromisin 1 g/hari
bersama simetidin 400 mg 2 xsehari. Gangguan pendengaran hilang 5 hari
setelah eritromisin dihentikan.
Mekanisme : simetidin adalah penghambat demetilasi eritromisin sehingga
metabolisme dihambat  kadar serum naik. Ketulian adalah efek samping
eritromisin yang terjadi karena naiknya kadar eritromisin hingga MTC.
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
 Eritromisin + senyawa peng-asam atau pem-basa urin : Pada pengobatan
infeksi saluran urin, aktivitas antibakteri eritromisin maksimal pada urin basa dan
minimal pada urin asam.
Mekanisme : pH urin tidak mempengaruhi kerja ginjal terhadap eritromisin, tapi
berpengaruh langsung terhadap kerja eritromisin terhadap bakteri. Diduga terjadi
induksi mekanisme transpor aktif pada dinding sel bakteri dan perubahan ionisasi
bakteri sehingga lebih mudah melewati. dinding sel bakteri.
Jadi aktivitas eritromisin dapat ditingkatkan dengan membasakan aurin ( dengan
asetazolamida atau NaHCO3)
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
 Eritromisin + senyawa peng-asam atau pem-basa urin : Pada pengobatan
infeksi saluran urin, aktivitas antibakteri eritromisin maksimal pada urin basa dan
minimal pada urin asam.
Mekanisme : pH urin tidak mempengaruhi kerja ginjal terhadap eritromisin, tapi
berpengaruh langsung terhadap kerja eritromisin terhadap bakteri. Diduga terjadi
induksi mekanisme transpor aktif pada dinding sel bakteri dan perubahan ionisasi
bakteri sehingga lebih mudah melewati. dinding sel bakteri.
Jadi aktivitas eritromisin dapat ditingkatkan dengan membasakan aurin ( dengan
asetazolamida atau NaHCO3)
Interaksi golongan aminoglikosida
 Aminoglikosida + Pemblok kanal Ca : Verapamil melindungi ginjal dari
kerusakan akibat gentamisin.
 Aminoglikosida + sefalosporin : Efek nefrotoksik gentamisin dan tobramisin
ditingkatkan pada pemakaian bersama sefalosporin.
 Aminoglikosida + furosemid : Pemakaian bersama dapat mengakibatkan
nefrotoksisitas dan ototoksisitas.
Furosemid meningkatkan kerusakan ginjal yang diinduksi aminoglikosida.
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
 Rifampisin + antasida : Absorpsi rifampisin dikurangi hingga 1/3 pada
pemakaian bersama antasid.
Mekanisme : Peningkatan pH lambung karena antasid mengurangi disolusi
rifampisin sehingga mengurangi absorpsinya. Al juga dapat membentuk khelat tak
larut dengan rifampsisn, sedang Mg trisilikat dapat mengadsobsi rifampisin.
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
 Kuinolon (siprofloxasin, ofloxasin, pefloxasin, dll) + antasida : Kadar serum
berbagai kuinolon berkurang pada pemakaian bersama antasida Al dan Mg  beri
interval 2-6 jam.
Mekanisme : gugus fungsi tertentu (3-karbonil & 4-oxo) pada antibiotik dapat
membentuk khelat tak larut dengan Al dan Mg sehingga mengurangi absorpsinya.
Khelat yang terbentuk relatif tidak aktif sebagai antibakteri.
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
 Kuinolon + probenesid : Kadar serum cinoxasin, fleroxasin, siprofloksasin dan
asam nalidiksat meningkat oleh probenesid  ekskresi urin dihambat oleh
probenesid.
Pemberian 1 g probenesid 30 menit sebelum 500 mg siprofloksasin menurunkan
klirens renal siprofloksasin hingga 50%, tapi parameter farmakokinetik lain tidak
berubah (AUC, kadar plasma) sehingga tidak terjadi akumulasi siprofloksasin.
Tetapi interaksi terjadi dengan asam nalidiksat.

Interaksi golongan sulfonamida


 Kotrimoxazol + asam folat : Efek asam folat untuk terapi anemia
megaloblastis dikurangi oleh kotrimoxazol.
Kasus klinis : 4 pasien anemia megaloblastis yang diterapi dengan asam folat
sambil mendapat kotrimoxazol  terapi gagal dan baru menunjukkan
keberhasilan setelah kotrimoxazol dihentikan.
Mekanisme : diduga kotrimoxazol mengganggu metabolisme asam folat dalam
tubuh
Interaksi golongan antiviral
 Asiklovir + simetidin atau probenesid :
Simetidin & probenesid meningkatkan kadar plasma asiklovir.
Peningkatan AUC asiklovir disebabkan reduksi klirens renalnya karena kompetisi
sekresi di tubulus ginjal.

INTERAKSI OBAT-OBAT KARDIOVASKULAR


ANTIARITMIA
Aritmia : gangguan laju & ritme jantung  disebabkan penyakit atau pemakaian
obat-obat tertentu.
Penggolongan :
 Kelas I : pemblok kanal na (kuinidin, prokainamid, disopiramid, dsb)
 Kelas II : pemblok reseptor β-adrenergik (propanolol, timolol, metoprolol, dsb)
 Kelas III : pemblok kanal K & memperpanjang depolarisasi (amiodaron,
sotalol, bretilium, ibutilid)
 Kelas IV : pemblok kanal kalsium (verapamil, diltiazem)
Interaksi kuinidin
 Obat-obat yang menginduksi enzim hepatik ( fenobarbital, fenitoin) 
memperpendek durasi aksi kuinidin karena peningkatan laju metabolisme.
 Kuinidin meningkatkan kadar serum digoxin (menurunkan klirens, volume
distribusi dan afinitas digoxin terhadap reseptor jaringan) dan digitoxin
(dengan menurunkan total klirens digitoxin)
Interaksi flekainid
 Simetidin mengurangi klirens flekainid total sebesar 13-27% dan
memperpanjang waktu paro eliminasi pada orang sehat.
 Pemberian flekainid bersama digoksin meningkatkan kadar digoksin
 Pemberian bersama propanolol menaikkan kadar plasma keduanya.
Interaksi lidokain
 Beta bloker dapat mengurangi aliran darah hati pada penderita jantung dan
akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme lidokain sehingga
meningkatkan kadar plasma.
 Obat-obat yang bersifat basa dapat menggeser lidokain dari ikatannya dengan
asam α-1-glikoprotein.
 Kadar lidokain plasma meningkat pada pasien yang diterapi simetidin, sehingga
selama pemberian simetidin perlu penyesuaian dosis lidokain.
 Lidokain dapat memperkuat efek suksinilkolin
Interaksi amiodaron
 Amiodaron menghambat aktivitas enzim hepatik  mengurangi metabolisme
antikoagulan, antiaritmia lain, fenitoin dan siklosporin.
 Kadar flekainid meningkat hingga 60% pada pemakaian bersama dengan
amiodaron, karena penurunan metabolisme dan/atau klirens renal dari flekainid.
 Kadar kuinidin meningkat hingga 60% pada pemakaian bersama dengan
amiodaron, karena penurunan metabolisme dan/atau klirens renal dari kuinidin,
juga penggeseran kuinidin dari ikatannya dengan protein.
 Kadar prokainamid meningkat hingga 55% pada pemakaian bersama dengan
amiodaron, diduga karena penurunan metabolisme dan/atau klirens renal dari
prokainamid.
Interaksi amiodaron
 Pemakaian amiodaron bersama beta bloker atau pemblok kanal Ca akan
menyebabkan bradikardi dan sinus arrest.
 Amiodaron meningkatkan kadar plasma digoxin.
 Pemakaian bersama amiodaron dengan kumarin atau warfarin menyebabkan
peningkatan waktu pembekuan darah, sehingga perlu penurunan dosis
antikoagulan.
 Pemakaian bersama amiodaron dengan fenitoin bisa menimbulkan toksisitas
fenitoin karena pengurangan metabolisme fenitoin.
PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK
. Penghambat reseptor adrenergik β (beta bloker)
 Antagonis β-adrenergik mempu berikatan dengan reseptor adrenergik-β,
sehingga dapat menggeser ikatan reseptor ini dengan senyawa-senyawa endogen
seperti epinefrin dan norepinefrin. Beta bloker secara luas digunakan untuk terapi
bermacam penyakit kardiovaskular seperti angina pektoris, hipertensi, infark
miokardial akut, gagal jantung karena disfungsi sistol atau diastol dan terapi aritmia.
Contoh dari beta bloker antara lain propanolol, metoprolol, atenolol, pindololm dll.
Interaksi beta bloker
 Penurunan absorpsi
Absorpsi propanolol diturunkan oleh antasida dan kolestiramin (juga kolestipol)
minum propanolol 1 jam sebelum obat-obat tersebut.
 Perubahan metabolisme
Simetidin menghambat enzim sitokrom  menurunkan metabolisme propanolol
 peningkatan kadar plasma .
Obat-obat lain yang poten menghambat enzim ini sehingga menghambat
metabolisme propanolo adalah kuinidin, propafenon, klorpromazin, flekainid,
fluoksetin dan antidepresan trisiklik. Sebaliknya propanolol juga menghambat
metabolisme hepatik dan meningkatkan kadar plasma obat-obat lain (flekainid,
lidokain, nifedipin) melalui penurunan aliran darah ke hati.

Penghambat reseptor adrenergik α (alfa bloker)


 Hanya α1-bloker yang berguna untuk terapi hipertensi.
 Contoh : prazosin, terazosin, doksazosin, bunazosin
 α1-bloker bekerja menghambat reseptor α1 di pembuluh darah terhadap efek
vasokonstriksi NE dan E  terjadi dilatasi arteriol dan vena.
Penghambat reseptor adrenergik α (alfa-bloker)
 Golongan obat ini efektif menurunkan tekanan darah secara akut tapi efeknya
didapat dari peningaktan cardiac output sehingga banyak efek sampingnya. Obat-
obat alfa-bloker yang selektif adalah prazosin, terazosin, dan doxazosin (yang
efeknya paling panjang) adalah kelompok antihipertensi yang juga mempunyai efek
menurunkan kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan meningkatkan kadar HDL.
Penghambat reseptor adrenergik α (alfa-bloker)
 Golongan obat ini efektif menurunkan tekanan darah secara akut tapi efeknya
didapat dari peningaktan cardiac output sehingga banyak efek sampingnya. Obat-
obat alfa-bloker yang selektif adalah prazosin, terazosin, dan doxazosin (yang
efeknya paling panjang) adalah kelompok antihipertensi yang juga mempunyai efek
menurunkan kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan meningkatkan kadar HDL.
Interaksi alfa-bloker
 Doxazosin tidak menunjukkan interaksi pada pemakaian bersama dengan
obat-obat lain seperti AINS (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, indometasin), antibiotik
(eritromisin, trimetoprim-sulfametoksazol, amoksisilin), antihistamin (klorfeniramin),
kortikosteroid obat kardiovaskular (atenolol, HCT, propanolol), obat saluran cerna
(antasid), obat hipoglikemik dan endokrin, sedativ dan trankuiliser (diazepam).
 Kombinasi dengan antihipertensi lain (β-bloker, pemblok kanal Ca, diuretik,
penghambat ACE) dapat menyebabkan efek adisi penurunan tekanan darah. Efek
hipotensif prazosin meningkat bila digunakan bersama alkohol atau antipsikotik.
VASODILATOR
 Penghambat kanal kalsium
Penghambat kanal Ca sudah digunakan secara luas untuk terapi hipertensi,
angina, aritmia dan gangguan jantung lain. Penghambat kanal Ca digolongkan
menjadi 2 yaitu dihidropiridin (israpidin, felodipin, nifedipin, dll) dan verapamil
dan diltiazem.
Interaksi obat
 Dihidropiridin
Penginduksi sitokrom P450 3A : antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin)  meningkatkan metabolisme lintas pertama dan menurunkan
bioavailabilitas dihidropiridin. Sebaliknya ketokonazol, eritromisin, klaritromisin,
simetidin menghambat enzim sitokrom ini  meningkatkan bioavailabilitas
dihidropiridin.
Verapamil
Penghambat atau penginduksi sitokrom P450 3A meningkatkan atau
menurunkan bioavailabilitas verapamil. Sebaliknya verapamil juga dapat
menghambat enzim ini, sehingga pemakaian bersama dengan obat-obat lain
yang dimetabolisme oleh sitokrom ini memerlukan monitoring khusus. Contoh
obat yang berinteraksi dengan verapamil adalah siklosporin, dioxin, digitoxin,
kuinidin, terfenadin dan sebagain besar dihidropiridin.
 Verapamil juga dapat menggeser digitalis dari ikatan dengan protein
sehingga meningkatkan kadar digitalis bebas dan dapat terjadi toksisitas.
Penghambat ACE (ACE inhibitor)
 Penghambat ACE mengambat secara spesifik enzim konversi yang
memutuskan ikatan peptidildipeptida pada angiotensin I sehingga tidak terbentuk
angiotensin II. Karena angiotensin II tidak terbentuk sedangkan angiotensin I tidak
aktif maka terjadi kelumpuhan/kegagalan sistem renin-angiotensin sehingga
hilanglah efek endogen dari angiotensin II yaitu vasokonstriksi dan stimulan sintesis
aldosteron. Contoh obat-obat penghambat ACE adalah kaptopril, enalapril, lisinopril,
dll.
Interaksi
 Antasid menurunkan absorpsi saluran cerna kaptopril jika digunakan
bersama.
 Penghambat ACE meningkatkan aktivitas antidiaber oral termasuk golongan
gliburid dan biguanid, sehingga bisa terjadi hipoglikemia
 Kaptopril dapat meningkatkan efek obat-obat antihipertensi dan diuretik bila
diberikan bersama, dimana peningkatan efek ini dapat dihambat oleh
indometasin dan AINS lain.
Interaksi
 Kadar serum digoxin meningkat 15-30% pada pasien gagal jantung yang
menerima kaptopril dan digoxin bersama-sama. Tetapi hiperkalemia yang diinduksi
kaptopril dapat menghentikan peningkatan kadar digoxin sehingga secara klinis
pemakaian bersama kedua obat ini tidak menunjukkan efek samping berarti.
 Probenesid menurunkan klirens renal kaptopril menyebabkan kadar serum
yang lebih tinggi, sehingga bisa terjadi hipotensi.
 Kaptopril menurunkan ekskresi renal litium menyebabkan toksisitas litium.
Antagonis reseptor AT1
 Antagonis reseptor AT1 adalah pemblok katan angiotensin II dengan reseptor
tipe α (AT1). Blokade reseptor ini menurunkan tekanan darah dan kadar plasma
aldosteron. Contoh golongan ini adalah losartan, valsartan, irbesartan, candesartan,
dll.
Interaksi
 Losartan adalah suatu prodrug yang menjadi bentuk aktif setelah dimetabolisme
di hati oleh isoenzim sitokrom P450 C9 dan 3A. Obat-obat yang menghambat
enzim sitokrom P450 C9 (fluvastatin, fluvoxamin, metronidazol, ritonavir) dan
sitokrom P450 3A dapat menghambat konversi losartan menjadi bentuk aktifnya
sehingga mengurangi efektivitasnya.
 Irbesartan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 C9. Obat-obat yang
menginduksi enzim ini akan meningkatkan metabolisme dan menurunkan
efektivitas irbesartan.
 Valsartan dan eprosartan tidak membutuhkan aktivasi dan tidak dimetabolisme
secara signifikan sehingga resiko interaksi obat kecil.
DIGITALIS
 Mekanisme kerja :
 Sifat farmakodinamik utama inotropik positif, yaitu meningkatkan kontraksi
miokardium.
 Pada penderita yang mengalami gangguan fungsi sistolik, efek ini akan
menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga tekanan darah vena
berkurang, ukuran jantung mengecil, dan refleks takikardi yang merupakan
kompensasi jantung diperlambat.
 Efek inotropik positif digitalis didasarkan atas 2 mekanisme, yaitu
a. penghambatan enzim Na+K+adenosin trifosfatase (NaK-ATPase) yang
terikat di membran sel miokard dan berperan dalam mekanisme pompa Na+,
dan
b. peningkatan arus masuk lambat (slow inward current) Ca+ ke intrasel pada
potensial aksi.
Interaksi farmakokinetik
 kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin menurunkan absorpsi digoksin.
Pisahkan pemakaian.
 Metoklopramid mengurangi absorpsi tablet digoksin
 Amiodaron mengurangi klirens digoksin dan dapat menyebabkan efek aditif
terhadap denyut jantung. Sebaiknya dosis digoksin dikurangi 50% bila
diberikan bersama amiodaron
 Siklosporin meningkatkan kadar plasma digoksin, disebabkan oleh
pengurangan klirens renal.
 Eritromisin, klaritromisin dan tetrasiklin dapat meningkatkan kadar plasma
digoksin.
Interaksi farmakokinetik
 Indometasin meningkatkan kadar plasma dan toksisitas digoksin.
 Itrakonazol meningkatkan kadar plasma digoksin.
 Neomisin menurunkan absorpsi digoksin
 Propafenon meningkatkan kadar plasma digoksin.
 Propiltiourasil meningkatkan kadar plasma digoksin dengan cara mengurangi
homon tiroid
 Kuinidin (perhatikan juga hidroksiklorokuin dan kuinin) meningkatkan kadar
plasma digoksin, karena menggeser digitalis dari ikatannya di jaringan.
Interaksi farmakokinetik
 Rifampisin dan senyawa-senyawa antkonvulsan (fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin) mengurangi absorpsi digoksin.
 Spironolakton dapat meningkatkan kadar plasma digoksin (dengan
menurunkan klirens), tapi dapat juga menurunkan efek inotropik digoksin.
Perlu dilakukan monitor ketat pada kombinasi kedua obat ini.
 Sulfasalazin menurunkan absorpsi digoksin
 Obat-obat penginduksi enzim metabolisme hati (fenlbutazon, fenobarbital,
fenitoin, rifamoisin, dll) mempercepat metabolisme digitoksin.
Interaksi farmakodinamik
 Amilorid mengurangi respon inotropik digoksin
 Senyawa beta bloker (mis. Propanolol) memberikan efek aditid pada denyut
jantung
 Suksinilkolin meningkatkan resiko aritmia
 Verapamil dan diltiazem meningkatkan kadar serum digoksin
 Obat-obat yang menyebabkan hipokalemia (diuretik loop dan tiazid, amfoterisin
B) dapat mempotensiasi toksisitas digoksin.
Diuretik
 Diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi NaCl di tempat-tempat yang
berbeda di nefron, sehingga meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air. Diuretik
dikelompokkan menjadi 3 golongan berdasarkan tempat kerjanya :
Diuretik
 Diuretik tiazida
 Diuretik kuat
 Diuretik hemat kalium
Diuretik tiazida
 Tempat kerja utama : di hulu tubuli distal.
 Mekanisme kerjanya : penghambatan reabsorpsi NaCl.
 Contoh hidroklorotiazida, bendroflumetiazid, klortalidon, indapamid.
INTERAKSI TIAZID
 HCT memberikan efek aditif bila diberikan bersama obat antihipertensi atau
diuretik lain, sehingga perlu penyesuaian dosis.
 HCT menginduksi gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia), dimana pada pasien yang diterapi digoksin dapat
menyebabkan terjadi toksisitas digoksin (aritmia fatal).
 HCT bila diberikan bersama senyawa lain penyebab hipokalemia dapat
memperparah kondisi hipokalemia.
Interaksi Tiazida
 Diuretik tiazida menurunkan klirens litium sehingga dapat meningkatkan
kadar plasmanya.
 HCT menurunkan efek hipoglikemik obat antidiabet oral.
 HCT menurunkan klirens amantadin sehingga meningkatkan kadar plasma
dan resiko toksisitasnya.
Interaksi Tiazida
 AINS menurunkan aktivitas diuretik dan antihipertensi melalui penghambatan
biosintesis prostaglandin renal.
 Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan obat-obat yang bersifat
asam termasuk diuretik tiazid di saluran cerna sehingga menurunkan absorpsi
diuretik tiazid.
Diuretik kuat
 Tempat kerja utama : loop of Henle
 Mekanisme kerjanya : melalui penghambatan terhadap transport elektrolit Na,
K danCl.
 Merupakan antihipertensi yang lebih efektif dibanding tiazid untuk hipertensi
dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
 Efek samping hampir sama dengan tiazid kecuali tidak menyebabkan
hiperkalsemia.
 Contoh : furosemid
Interaksi
 Interaksi dengan vasodilator terutama penghambat ACE (enalapril, kaptopril).
Furosemid menurunkan volume darah sirkulasi, sehingga keseimbangan air
dan elektroalit dalam darah harus distabilkan dulu sebelum ditambah
vasodilator.
 Bronkodilator teofilin dapat mencapai kadar yang tinggi dalam darah bila
dikombinasi dengan furosemid sehingga dosis teofilin harus dikurangi.
 Diuretik loop dapat menginduksi toksisitas jantung karena digitalis.
INTERAKSI
 Furosemid dapat menggeser ikatan protein plasma warfarin dan klofibrat
sehingga meningkatkan kadar plasma obat-obat ini.
 Diuretik loop mengurangi klirens renal litium dan meningkatkan kadar plasma.
 Diuretik loop meningkatkan toksisitas renal golongan sefalosporin
 Furosemid meningkatkan toksisitas telinga dan jantung antibiotik
aminoglikosida (amikasin, gentamisin, dsb),
Diuretik hemat kalium
 Tempat kerja utama : di hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks
 Mekanisme kerjanya : penghambatan reabsorpsi Na dan sekresi K dengan
jalan antagonisme kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorid).
Diuretik hemat kalium
 Merupakan diuretik lemah kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah
atau mengurangi efek samping hipokalemia.
 Menyebabkan hiperkalemia, terutama pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal, atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, suplemen kalium atau
AINS.

ANTIHEMOSTATIK
 Antikoagulan
 Heparin dan warfarin adalah antikoagulan standar yang banyak digunakan
secara klinis. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang bekerja melalui
penghambatan faktor koagulasi II, VII, IX dan X.
Interaksi warfarin
 Penurunan absorpsi
Kolestiramin dan kolestipol menurunkan absorpsi warfarin. Obat-obat ini juga
meningkatkan eliminasi warfarin dengan mempengaruhi resirkulasi hepatik 
diperlukan peningkatan dosis warfarin sambil selalu memonitor waktu
pembekuan. Setelah terapi resin (kolestipol atau kolestiramin) dihentikan, dosis
warfarin harus diturunkan kembali.
Interaksi warfarin
 Perubahan metabolisme
Warfarin dimetabolisme oleh sitokrom hati yang diinduksi oleh antikonvulsan
(fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin), rifampisin, glutetimid dan griseofulv8in.
Pemakaian warfarin bersama obat-obat ini meningkatkan klirens warfarin
sehingga dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek
farmakologis.
Interaksi warfarin
 Efek terhadap ikatan albumin
Warfarin dalam sirkulasi terikat kuat pada albumin. Pemakaian warfarin bersama
AINS yang juga terikat kuat albumin dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran
ikatan warfarin dari protein sehingga terjadi peningkatan kadar bentuk bebas
warfarin yang aktif dengan demikian juga terjadi peningkatan resiko perdarahan.

Antiplatelet
 Senyawa-senyawa antiplatelet bekerja dengan mempengaruhi fungsi platelet
seperti agregasi, pelepasan isi granul dan vasokonstriksi yang diperantarai oleh
platelet. Berdasarkan mekanisme kerja digolongkan :
Kelas
 Aspirin dan senyawa sejenis (AINS dan sulfinpirazon) menghambat secara
ireversibel siklooksigenase, enzim yang berperan dalam sintesis prostaglandin
dan tromboksan dari asam arakidonat.
 Keterangan dan interaksi tentang obat ini dibahas dalam bagian AINS.
Kelas
 Dipiridamol menghambar pemutusan AMP siklik (cAMP) yang dimediasi
fosfodiesterase, sehingga mencegah aktivasi platelet melalui berbagai
mekanisme.
Kelas
 Interaksi obat :
 Dipiridamol meningkatkan kadar plasma dan efek kardiovaskular dari
adenosi, sehingga dibutuhkan penyesuaian dosis adenosin.
 Dipiridamol dapat meningkatkan efek hipotensif obat-obat yang menurunkan
tekanan darah.
Kelas
 Ticlopidon dan clopidogrel menunjukkan aktivitas antiplatelet dengan
menghambat ikatan terhadap ADP.
Kelas
 Interaksi obat (Ticlopidin) :
 Antasida : pemakaian ticlopidon setelah antasid menurunkan kadar plasma
ticlopidin hingga 18%.
 Simetidin : pemakaian karonik simetidin menurunkan klirens ticlopidin hingga
50%.
 Digoksin : Pemakaian bersama ticlopidin dan digoxin menurunkan sedikit
penurunan (15%) kadar plasma digoksin, tapi tidak sampai menunjukkan
perubahan efek digoksin yang bermakna.
 Teofilin : ticlopidin meningkatkan waktu paro eliminasi dari teofilin.
ANTILIPID/HIPOLIPIDEMIK
 Hipolipidemik adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar lipid
plasma.
 Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam
bebas tidak larut dalam cairan plasma.
 Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid
tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam
air.
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar lipoprotein plasma :
 Asam fibrat (ex. Klofibrat, gemfibrozil)
 Resin (kolestiramin , kolestipol)
 Penghambat HMGCoA Reduktase
(mevastatin, pravastatin, levastatin dan simvastatin)

Klofibrat
 Klofibrat menurunkan kadar VLDL, selain itu kadar kolesterol dan LDL juga
turun. Mekanisme kerjanya dengan meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase
sehingga katabolisme lipoprotein kaya-trigliserida seperti VLDL dan LDL meningkat.
 Klofibrat diabsorpsi melalui usus secara lengkap. Ekskresi melalui urin
sebagai glukuronid.
Klofibrat
Interaksi obat :
 Pemberian klofibrat bersama kolestiramin sedikit menunda tercapainya kadar
puncak plasma.
 Klofibrat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin dan
memperkuat efek obat-obat ini.
Gemfibrozil
 Gemfibrozil sangat efektif menurunkan trigliserid plasma, sehingga produksi
VLDL dalam hati menurun. Gemfibrozil meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase
sehingga klirens partikel kaya trigliserid meningkat. Kadar kolesterol HDL juga dapat
meningkat pada pemberian obat ini.
Gemfibrozil
Interaksi :
 Seperti klofibrat, gemfibrozil juga meningkatkan efek antikoagulan warfarin.
 Kombinasi dengan resin menembah efek obat.
 Pemberian bersama penghambat HMG CoA reduktase juga meningkatkan
efek obat.
Resin
 Contoh obat-obat golongan ini adalah kolestiramin dan kolestipol.
 Keduanya menurunkan kadar kolesterol plasma dengan cara mengikat asam
empedu dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga
ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.
 Penurunan asam empedu oleh pemberian resin ini menyebabkan
meningkatnya produksi asam empedu yang berasal dari kolesterol.
Resin
Interaksi :
 Kolestiramin dan kolestipol mengganggu absorpsi vitamin A, D dan K karena
gangguan absorpsi lemak.
 Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid, tiroksin, digitalis, besi, fenilbutason
dan warfarin, sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam sebelum atau 4 jam
sesudah kolestiramin.
Penghambat HMGCoA Reduktase
 Golongan obat ini bersifat kompetitor kuat terhadap HMG CoA-reduktase
(hidroksi metil glutamil koenzim-A reduktase), suatu enzim yang mengontrol
biosintesis kolesterol.
 Obat-obat ini efektif menurunkan kadar LDL kolesterol plasma.
Penghambat HMGCoA Reduktase
 Penghambat HMG CoA-reduktase bekerja dengan menghambat sintesis
kolesterol di hati sehingga menurunkan kadar LDL plasma.
 Obat yang penting adalah mevastatin, pravastatin, levastatin dan simvastatin.
Interaksi
 Derivat asam fibrat dan asam nikotinat.
Kombinasi pravastatin dan gemfibrozil tidak dianjurkan karena terjadi penurunan
ekskresi urin dan ikatan protein pravastatin.
 Antikoagulan
Tidak ada efek klinis yang signifikan bila dipakai bersama antikoagulan, tapi perlu
monitor perdarahan dan naiknya waktu pembekuan darah bila dilakukan
peningkatan dosis pravastatin.
Interaksi
 Digoxin
Pemakaian bersama digoxin dan atorvastatin meningkatkan kadar tunak plasma
digoxin hingga 20%.
 Antasid
Pemakaian suspensi antasid berisi Al dan Mg menurunkan kadar plasma
atorvastatin hingga 35%
 Simetidin
Atorvastatin + simetidin menurunkan efektivitas penurunan trigliserida hingga 26-
34%
 Eritromisin
Atorvastatin + eritromisin (suatu inhibitor sitokrom) meningkatkan kadar plasma
atorvastatin hingga 40%

Anda mungkin juga menyukai