KELOMPOK 8 :
Nadia Laksmita
240210160002
Syifa Tsalitsu M.
240210160020
Rabila Namira
240210160036
Chantika Putri Devyan
240210160055
Novia Oktaviani
240210160056
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Metode
Penanganan Limbah Perikanan ” yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah
Limbah Pangan tepat pada waktunya.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.3 Tujuan 3
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
perlu dilakukan pengolahan yang bertujuan meningkatkan daya simpan serta nilai
ekonomi. Proses pengolahan ikan tentu saja akan meninggalkan limbah padat
berupa sisik, jeroan, dan kepala ikan, serta limbah cair berupa air sebagai media
untuk mencuci bahan baku, peralatan dan perebusan bahan. Air yang telah
terpakai pada akhirnya akan dibuang dan dialirkan ke badan sungai.
Bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi sangat tinggi pada limbah
cair proses pengolahan perikanan karena akan meningkatkan BOD dan COD.
Peningkatan kadar lemak dan minyak pada limbah juga meningkat. Timbulnya
bau busuk disebabkan dekomposisi lanjut protein, yang kaya akan asam amino
bersulfur (sistein), menghasilan asam sulfida, gugus thiol, dan amoniak. Asam
lemak rantai pendek hasil dekomposisi bahan organik juga menyebabkan bau
busuk. Minyak dan lemak di permukaan air akan menghambat proses biologis
dalam air dan menghasilkan gas yang berbau (Suyasa, 2011). Limbah cair dari
proses pengolahan perikanan mempunyai kandungan BOD, lemak, dan nitrogen.
1
Pada lingkungan yang telah lama tercemar serta kolam pengolahan limbah
dimungkinkan terdapat bakteri pendegradasi minyak atau lemak secara alamiah,
bersaing maupun berkonsorsia dengan mikroorganisme lainnya (Suyasa, 2011).
Konsorsium adalah kombinasi dari kultur murni yang disebut sebagai inokulum
campuran. Penggunaan kultur murni dalam proses fermentasi berdampak besar
pada aspek peradababan manusia. (Navarrete-Bolanos et al., 2007).
Konsorsium alami memang sudah ada di habitat aslinya yaitu limbah cair, baik itu
bakteri pendegradasi karbohidrat, bakteri pendegradasi lemak ataupun bakteri
pendegradasi protein. Bakteri yang saling berinteraksi dalam bentuk konsorsium
dan yang diisolasi dari limbah asal (indigenous) diharapkan akan mempercepat
proses degradasi polutan asal sehingga mempunyai baku mutu yang sesuai saat
dibuang ke badan air.
Rumusan Masalah
2
Apa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba?
Tujuan
PEMBAHASAN
tersisa dan terbuang dari suatu kegiatan penangkapan, penanganan, dan pengolahan
hasil perikanan. Tipe limbah utama yang ditemukan dari limbah cair pengolahan
ikan adalah darah, kotoran, jeroan, sirip, kepala ikan, cangkang, kulit dan sisa
daging. Secara umum, tipe limbah cair industri pengolahan ikan dapat dibagi dalam
dua kategori yaitu volum banyak-persentase limbah rendah dan volum sedikit-
persentase limbah tinggi. Kategori volum banyak-persentase limbah rendah terdiri
dari air yang digunakan untuk pembongkaran, transportasi, penanganan ikan dan air
pencucian. Proses pada pembuatan tepung ikan menghasilkan jenis limbah kategori
volum sedikit-persentase limbah tinggi (Colic et al., 2007).
Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat
pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe
proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Terdapat 3 tipe utama aktivitas
pengolahan ikan, yaitu industri pengalengan dan pembekuan ikan, industri minyak
dan tepung ikan, dan industri pengasinan ikan (Priambodo, 2011).
Limbah cair industri pengolahan ikan memiliki karakteristik jumlah bahan organik
terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika dilihat dari nilai BOD dan COD. Lemak dan
minyak juga ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Terkadang padatan tersuspensi
dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga ditemukan dalam jumlah tinggi. Limbah
cair industri pengolahan ikan juga mengandung sodium klorida dalam konsentrasi
tinggi dari proses pembongkaran kapal, air pengolahan, dan larutan asin (Colic et
al., 2007). Secara umum karakteristik limbah cair industri pengolahan ikan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Industri
Industri
Industri
Minyak Ikan
Parameter
Satuan
Pengalengan dan
Pengasinan
dan Tepung
Pembekuan Ikan
Ikan
Ikan
Amonia
mg/L
37
1,659
101
4
Industri
Industri
Industri
Minyak Ikan
Parameter
Satuan
Pengalengan dan
Pengasinan
dan Tepung
Pembekuan Ikan
Ikan
Ikan
BOD
mg/L
35
204
127
COD
mg/L
34
196
360
Lemak dan
mg/L
1,401
12,750
1,305
Minyak
Pembekuan
Pengalengan
Tepung Ikan
pH
-
6-9
TSS
mg/L
100
100
100
Sulfida
mg/L
-
1
1
Amonia
mg/L
10
5
5
Klor bebas
mg/L
1
1
-
BOD
mg/L
100
75
100
COD
mg/L
200
150
300
Minyak-
mg/L
15
15
15
lemak
Aktivitas Air
Aktivitas air atau water activity (aw) sering disebut juga air bebas, karena
kimiawi pada bahan pangan. Bahan pangan yang mempunyai kandungan atau
nilai aw tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat
pertumbuhan mikroba maupun akibat reaksi kimia tertentu seperti oksidasi dan
reaksi enzimatik. Aktivitas air pada bahan pangan pada umumnya sangat mudah
untuk dibekukan maupun diuapkan.
Hubungan kadar air dengan aktivitas air (aw) ditunjukkan dengan kecenderungan
bahwa semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula nilai awnya. Kadar air
dinyatakan dalam persen (%) pada kisaran skala 0-100, sedangkan nilai aw
dinyatakan dalam angka desimal pada kisaran skala 0-1,0 (Legowo dan Nurmanto,
2004).
Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia dari air yang nilainya
bervariasi dari 0 sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul
air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses
kimia. Sedangkan nilai aktivitas air sama dengan 1 berarti potensi air dalam
proses kimia pada kondisi maksimal (Waluyo, 2001).
pH
hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia,
actonomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat
toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina
ventriculi. Bakteri ynag bersifat asidofil misalnya Thiobacillus. Jamur umumnya
dapat hidup pada kisaran pH rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan
pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media dengan
pH 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pH, mikroba dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
Mikroba alkalifil, yaitu mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5. Contoh pH
minimum, optimum dan maksimum untuk beberapa jenis bakteri adalah sebagai
berikut menurut Waluyo (2005).
Bakteri.
Nama Mikroba
pH
Minimum
Optimum
Maksimum
Escherichia coli
4,4
6,0-7,0
9,0
Proteus vulgaris
4,4
6,0-7,0
8,4
Enterobacter aerogenes
4,4
6,0-7,0
9,0
Pseudomonas aeruginosa
5,6
6,6-7,0
8,0
Clostridium sporogenes
5,0-5,8
6,0-7,6
8,5-9,0
Nitrosomonas sp.
7,0-7,6
8,0-8,8
9,4
Nitrobacter sp.
6,6
7,6-8,6
10,0
Thiobacillus Thiooxidans
1,0
2,0-2,8
4,0-6,0
Lactobacillus acidophilus
4,0-4,6
5,8-6,5
6,8
Psikrofilik, bakteri yang optimal pada suhu 15° C, tetapi masih dapat tumbuh pada
rentang suhu 0°-20° C
Termofilik,bakteri yang optimal pada suhu 60°C tetapi masih dapat tumbuh pada
rentang suhu 40° -70° C
Mesofilik, bakteriyang dapat tumbuh pada rentang suhu 10° -45° C. (Jeffrey dan
Pommervile, 2010)
4. Oksigen
Obligat aerob, bakteri yang menggunakan gas sebagai penerima elektron terakhir
untuk membentuk ATP
5. Nutrisi
6. Substrat
7. Cahaya
Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan.
Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur
sterilisasi (Depkes RI, 1997 dan Purnawijayanti, 2001 dalam Suhartini, 2003).
Beberapa bakteri memerlukan persyaratan yang khusus, diantaranya yaitu
bakteri Fotoautotrofik (fotosintetik), yaitu bakteri dalam pertumbuhannya harus
energinya.
Waktu
reproduksi terlaksana. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri. Dari satu
sel tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan
seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap
20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel
bakteri telah berkembang menjadi 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10
jam (Suhartini, 2003).
9. Tekanan Osmosis
(Sylvia, 2008).
Sampel limbah cair diambil secara langsung dari setiap lokasi pembuangan limbah
menggunakan botol sampel steril. Sampel diambil pada bagian outlet
(pembuangan air) yang tidak terdapat sirkulasi air. Sampel air dimasukkan
kedalam kotak es dengan volume 24L yang sudah diberi es batu.
Pengamatan limbah cair dilakukan analisis proksimat yaitu protein dan lemak.
Parameter lainnya yaitu kualitas air meliputi pH, suhu, amonia, COD dan BOD.
Pengamatan dilakukan secara in situ dan ex situ. Jumlah mikroba pada limbah
diukur pada media pertumbuhan yang digunakan (NA) dan media seleksi
proteolitik maupun lipolitik dengan cara TPC. (Fardiaz, 1987)
Pada lingkungan yang telah lama tercemar serta kolam pengolahan limbah
dimungkinkan terdapat bakteri pendegradasi minyak atau lemak tersebut secara
alamiah, bersaing maupun berkonsorsia dengan mikroorganisme lainnya (Cooper
et al. 1990 dalam Suyasa 2011). Konsorsium adalah kombinasi dari kultur murni
yang disebut sebagai inokulum campuran. Penggunaan kultur murni dalam proses
fermentasi memiliki dampak besar pada semua aspek peradaban manusia. Namun
dalam rangka untuk merancang proses fermentasi baru atau mengoptimalkan yang
sudah ada, penelitian konsorsium harus dipertimbangkan dalam rangka untuk
mengambil keuntungan dari interaksi antar anggota konsorsium (Navarrete-
9
Bolanos et al., 2007). Konsorsium alami memang sudah ada di habitat aslinya
yaitu limbah cair, baik itu bakteri pendegradasi karbohidrat, bakteri pendegradasi
lemak ataupun bakteri pendegradasi protein. Bakteri yang saling berinteraksi
dalam bentuk konsorsium dan yang diisolasi dari limbah asal (indigenous)
diharapkan akan mempercepat proses degradasi polutan asal sehingga mempunyai
baku mutu yang sesuai saat dibuang ke badan air.
a. Staphylococcus aureus
Hasil pengamatan dari karakteristik morfologi, sitologi dan fiiologi isolat bakteri
ini memiliki sifat Gram negatif dengan bentuk sel basil. Warna koloni putih muda.
Suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 410C.Spesies ini juga diketahui
memiliki jumlah flagella >1. Secara spesifik, spesies ini memiliki kemampuan
dalam mendegradasi bahan organik selain asam organik, dan hal ini dapat
ditunjukkan dengan kemampuan degradasi kadar BOD yang cukup signifikan.
c. Actinobacillus sp
Hasil pengamatan dari karakteristik morfologis, sitologi dan fiiologi bakteri ini
memiliki gram negatif dengan bentuk sel basil. Warna koloni kuning muda. Genus
Actinobacillus memiliki bentuk sel oval, spherical atau rod-shape, dengan kisaran
ukuran 0.4 x 1.0 µm. Kebanyakan sel merupakan basil tetapi diselingi dengan
adanya unsurunsur kokus yang memberikan karakteristik seperti bentuk kode
morse. Spesies ini dapat bersifat parasit atau komensal pada manusia, domba,
kuda, babi, berbagai mamalia dan burung.
Sampel limbah yang sudah disterilkan kemudian dipropagasi dalam media Busnell
Hass yang Kadar Lemak (%)yang diperkaya dengan olive oil 1% selama 14 hari
yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah sel bakteri. Sampel limbah
diinokulasikan pada medium NA dan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu
37°C selama 1x24 jam. Biakan murni bakteri hasil isolasi yang didapat
merupakan starter. Starter kemudian diinokulasikan ke dalam botol yang berisi
limbah dengan perbandingan volume starter: volume limbah = 1:10. Isolat bakteri
indigen diinokulasikan secara aseptik dengan jarum inokulasi berkolong pada
medium Nutrien Agar Cair.
Data yang diperoleh adalah berupa parameter yang digunakan dalam analisis air
limbah, yaitu kadar lemak, TSS, BOD, COD, dan DO. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian Tunggal dan uji lanjut Duncan
5%. Potensi keefektifan setiap isolat bakteri dalam mendegradasi limbah dihitung
berdasarkan rata-rata efisiensi optimasi, dengan rumus sebagai berikut: %
Degradasi = x 100%
Keberhasilan degradasi bahan organik dapat juga dilihat dari penurunan kadar
BOD, COD dan TSS serta kenaikan kadar DO. BOD digunakan untuk mengukur
banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba dalam proses penguraian
bahan organik yang terlarut dalam limbah cair. Sebuah angka BOD yang tinggi
menunjukkan kelimpahan substrat organik yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme aerobik. Ketika kandungan BOD tinggi, menunjukkan bahwa
mikroorganisme sering menggunakan banyak oksigen terlarut untuk degradasi
bahan organik, hal ini akan menciptakan kondisi delesi oksigen (penurunan kadar
DO) dan menyebabkan kematian organisme yang lebih tinggi, seperti ikan, yang
membutuhkan O2 untuk bertahan hidup (Atlas et al., 1998). Biodegradasi akan
memaksimalkan proses penguraian zat organik sehingga mengakibatkan
penurunan kadar BOD, dikarenakan degradasi lemak terus berjalan, sehingga
kadar lemak akan semakin menurun. Dengan menurunnya kadar lemak, maka
jumlah oksigen yang dikonsumsi mikroba dalam proses penguraian akan semakin
menurun.
12
yang dibutuhkan untuk menguraikan lebih lama dibandingkan yang ditambahkan
inokulum. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, bahwa pada perlakuan kontrol,
yaitu perlakuan yang tidak ditambahkan dengan kultur bakteri menunjukan angka
degradasi yang sangat sedikit. Lemak merupakan salah satu contoh bahan organik.
Bahan organik secara alamiah lebih mudah terurai daripada bahan anorganik.
Pertumbuhan bakteri Staphyllococcus aureus, Pseudomonas pseudomallei dan
Actinobacillus sp.akan menghasilkan enzim lipolitik sehingga dapat mendegradasi
lemak menjadi substrat yang lebih sederhana. Substrat ini terhidrolisis menjadi
asam piruvat. Selanjutnya, jika kondisi lingkungan mengandung cukup oksigen,
melalui mobilisasi asetil-KoA akan masuk dalam lingkaran asam trikarboksilat
(Siklus Krebs) yang pada akhirnya akan dibebaskan menjadi CO2 dan H2O. Pada
waktu bakteri tumbuh dan berkembang dalam limbah tersebut, karbon akan
digunakan untuk menyusun bahan sel penyusun mikroba dengan cara
membebaskan karbondioksida dan bahan bahan lain yang mudah menguap. Dalam
proses biodegradasi yang berlangsung tersebut, maka mikroba juga akan
mengasimilasi nitrogen, fosfor, kalium dan belerang yang terikat dalam
protoplasma sel. Hal ini sesuai dengan tujuan utama penanganan limbah secara
biologi adalah untuk mendegradasi dengan cara mengoksidasi limbah organik,
sehingga senyawa-senyawa kompleks dapat terurai menjadi senyawa senyawa
yang lebih sederhana dan lebih mudah larut, disamping itu juga dapat
dimanfaatkan sebagai nutrisi oleh bakteri indigen.
13
untuk mengoksidasi bahan organik pada air limbah. COD ini digunakan sebagai
ukuran pencemaran limbah oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui suatu proses biologi (biodegradasi) dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam limbah. Dengan penurunan lemak akibat biodegradasi,
maka kadar lemak akan berkurang dan hal ini akan berakibat pada penurunan
jumlah oksigen kimiawi yang dibutuhan mikroba, sehingga kadar COD menjadi
berkurang. TSS merupakan banyaknya kandungan zat padat yang berukuran
partikel-partikel halus yang dapat berupa bahan organik maupun bahan non
organik. Bahan organik yang melayang-layang akan terdegradasi, sehingga kadar
TSS akan menjadi berkurang. Penurunan kadar BOD, COD dan TSS akan
memperbaiki kondisi lingkungan perairan sehingga membuat kadar oksigen
terlarut (DO) menjadi meningkat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam pengolahan limbah perikanan, dengan basis biologis sebaiknya faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat terpenuhi agar dapat
memetabolis limbah perikanan dengan baik, serta diperhatikan mekanisme-
mekanisme pengelolaan mikroorganisme dengan benar.
15
DAFTAR PUSTAKA
Colic, M., W. Morse, J. Hicks, A. Lechter., dan J.D. Miller. 2011. Case study: Fish
processing plant wastewater treatment. Clean Water Technology, Inc. Goleta, CA.
in effective degradation of organic kitchen wastes. Int J of Environ Sci and Dev.
2(3) : 170 – 174.
16
Suhartini, E.2003. Analisa Kandungan Bakteri pada Daging Sapi yang Telah
Dibekukan di Pusat Pasar Medan. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Syam, Khairil A. 2008. Optimasi Produksi dan Aktivitas Enzim Selulase dari
Mikrob Selulolitik Asal Rayap. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor