Anda di halaman 1dari 56

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2. Konsep Dukungan Sosial

2.1.1 Definisi Dukungan Sosial

Definisi dukungan sosial yaitu mengacu kepada

kenyamanan, perhatian, penghargaaan atau bantuan yang diberikan

orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino, 2016).

Sementara social di definisikan oleh Lahey (2017) sebagai peran

yang dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam memberikan

nasehat, bantuan dan beberapa diantaranya untuk menceritakan

perasaan peribadi.

Menurut Sarafino (2016), dukungan sosial dapat berasal

dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar,

teman, rekan kerja dan organisasi komunitas. Dukungan sosial

akan mempengaruhi individu tergantung pada ada atau tidaknya

tekanan dalam kehidupan individu. Tekanan tersebut dapat berasal

dari individu itu sendiri atau dari luar dirinya untuk menghindari

gangguan baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut Fadly (2010), dukungan sosial dari keluarga

adalah unit atau satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus

merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga

biasanya terdiri dari suami, istri, dan juga anak-anak yang selalu

9
10

menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala

suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama.

2.1.2 Manfaat Dukungan Sosial

Dukungan sosial keluarga dapat diperoleh individu melalui

ikatan sosial yang positif yaitu kepedulian orang-orang yang dapat

diandalkan, percaya, menghargai serta mencintai seseorang ketika

orang tersebut menghadapi masalah. Setiadi (2015) manfaat dari

dukungan sosial keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan

sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan mortalitas, lebih

mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan

emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial adalah

pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh

dengan stress.

Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi

preventif yang paling baik dalam membantu anggota keluarga

mengakses dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi

bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga

yang adekuat. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang

dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses

untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi

anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat


11

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan

sebagai koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal

maupun internal. Dukungan dari keluarga bertujuan untuk

membagi beban, juga memberikan dukungan informasional

(Friedman, 2010).

2.1.3 Aspek-aspek Dukungan Sosial

Aspek-aspek didalam dukungan sosial merupakan suatu

cara yang diwujudkan bisa dalam bentuk ekspresi, ungkapan atau

perwujudan bantuan dari individu yang satu ke individuyang

membutuhkan. Friedman (2010) membagi dukungan social

kedalam lima bentuk, yaitu :

1. Dukungan Emosional (Emotional Support)

Dukungan emosi adalah suatu bentuk dukungan yang

diekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati,

perhatian, dan kepedulian terhadap individu yang lain. Bentuk

dukungan ini dapat menimbulkan perasaan nyaman, aman,

perasaan dilibatkan, dicintai oleh individu yang bersangkutan

dalam situasi penuh tekanan yang dihadapi.

2. Dukungan Penghargaan (Esteem Support)


12

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan,

penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu,

dorongan untuk maju dan pemberian semangat, dan juga

perbandingan positif individu dengan orang lain. Dukungan ini

menitikberatkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif

dari diri individu dan penerimaan individu apa adanya. Bentuk

dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa

ia berharga, mampu dan berarti.

3. Dukungan Instrumental (Instrumental Support)

Merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat

diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung memberikan

sumber-sumber yang tepat untuk menghadapisituasi penuh

tekanan yang dirasakan seseorang, memberikan bantuan

langsung atau menolong pada saat seseorang sedang

mengalami masalah misalnya pemberian dana atau pemberian

bantuan berupa tindakan nyaman atau berada.

4. Dukungan Informasional (Informational Support)

Dukungan ini dapat diungkapkan dalam bentuk pemberian

nasehat atau saran, penghargaan, bimbingan, pemberian umpan

balik mengenai apa yang dilakukan individu serta keterangan

atau informasi, arahan atau umpan balik mengenai pemecahan

yang memungkinkan tentang suatu masalah.


13

Berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial diatas dapat

disimpulkan bahwa aspek dukungan sosial meliputi dukungan

emosi yaitu kehangatan, kepedulian dan perhatian terhadap

individu sehingga individu merasa ada yang memberikan perhatian

dan mendengarkan keluh kesah, dukungan penghargaan untuk

individu sehingga ada dorongan maju, penguatan ide-ide yang

positif dan perbandingan sosial yang digunakan untuk dorongan

maju, dukungan instrumental melibatkan bantuan langsung sesuai

dengan kebutuhan individu, dan dukungan informative berupa

nasehat, petunjuk-petunjuk, saran sehingga individu mendapat jalan

keluar.

2.1.4 Sumber-sumber Dukungan Sosial

1. Suami atau istri

Hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang

diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling

membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan

permasalahan bersama.

2. Keluarga

Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam

hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai.

Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga

sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya,


14

dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu

sedang mengalami permasalahan.

3. Teman atau sahabat

Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena

dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami

suatu permasalahan.

Menurut Santrock (2017) ada dua sumber dukungan sosial

antara lain :

1. Sumber dukungan sosial yang didapat secara informal dapat

diperoleh melalui dukungan guru, pelatih atau orang dewasa

signifikan lainnya.

2. Sumber dukungan sosial yang didapat secara formal dapat

diperoleh melalui orang tua (bapak ibu), saudara. Orang tua

menjadi sumber utama dukungan sosial orang tua karena orang

tua yang pertama dikenal

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa orang tua

sebagai sumber dukungan sosial yang dapat memberikan bantuan,

dorongan, sokongan, penerimaan dan perhatiaan terhadap remaja

yang terdiri dari dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan informasi/nasehat dan dukungan instrumental yang

dapat benbentuk verbal atau non verbal yang menyebabkan efek

tindakan atau ke untungan emosional bagi penerimanya.


15

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Sarafino (2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan

sosial tau tidak.

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

1. Kebutuhan Fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial.

Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan.

Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka

seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan Sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih

dikenal oleh masyarakat dari pada orang yang tidak pernah

bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai

aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin

mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat.

Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan

penghargaan.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman,

perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan

orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi

masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan


16

cenderung mencari dukungan sosial dari orang sekitar

sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan

tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

(Sudiharto, 2017).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya (Suprajitno, 2014).

Menurut Perry dan Potter (2015), keluarga adalah sebagai

unit yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka dan

memperlihatkan pembagian kerja menurut jenis kelamin.

2.2.2 Macam-macam Keluarga

Friedman (2010) dalam Suprajitno (2014) menyatakan

bahwa tipe-tipe keluarga dibagi atas:

1. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai

orang tua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami

istri dan anak mereka baik anak kandung ataupun anak adopsi.
17

2. Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang

didalamnya seseorang dilahirkan.

3. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga

lain yang masih mempunyai hubungan darah seperti kakek dan

nenek, paman dan bibi.

2.2.3 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Suprajitno (2014) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan

kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang

perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak

boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak

akan berarti dank arena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan

daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal

keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami

anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami

anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian

orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan

keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang

terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga


18

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan

keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang

mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan

tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh

keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat

dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang

dilingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat

dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah

diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu

memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah

yang lebih parah tidak terjadi.

4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi

keluarga.
19

2.2.4 Pengukuran Dukungan Sosial Keluarga

Penilaian terhadap dukungan sosial keluarga bagi pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menggunakan

instrumen Medical Outcomes Study (MOS) Social Support Survey

yang dikembangkan oleh Faradisa Yuanita Fahmi (2016) dari

peneliti sebelumnya Sherbourne dan Stewart (1991). Terdapat 4

(empat) dimensi yang mendukung instrumen ini, yaitu emotional

support, informational support, esteem support, instrumental

support. Item pernyataan untuk emosional support dan

informasional support (pernyataan nomor 3, 7, 13, 15, 18 dan 19),

7 item pernyataan untuk esteem support (pernyataan nomor 1, 2, 8,

9,s 10, 11 dan 14), 3 item pernyataan untuk instrumental support

(pernyataan nomor 6, 16 dan 17).

Semua item pernyataan dalam bentuk favorable dengan

penilaian menggunakan skala Likert yaitu 4 = sangat sering

(apabila anda selalu mendapat dukungan dari keluarga dan teman

setiap saat anda perlukan), 3 = sering ( apabila anda mendapat

dukungan dari keluarga dan teman hanya beberapa saat saja), 2 =

jarang (apabila anda kadang mendapat dukungan dan kadang tidak

mendapat dukungan dari keluarga dan teman), dan 1 = tidak pernah

(apabila anda tidak pernah mendapat dukungan dari keluarga dan

teman). Dukungan sosial keluarga dikategorikan menjadi 2 (dua)

kategori yaitu dukungan sosial keluarga baik jika skor responden ≥


20

nilai mean total skor responden dukungan sosial keluarga tidak

baik jika skor responden < nilai mean total skor responden.

2.3 Konsep Depresi

2.3.1 Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai

dengan kesedihan, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri

dari orang lain, gangguan tidur, nafsu makan menurun, anhedonia,

kehilangan minat dalam kehidupan sehari-hari, libido menurun,

putus asa dan keinginan bunuh diri (Davidson, Reickmann, &

Rapp, 2015). Depresi merupakan gangguan mental umum yang

paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialisis (Hedayati et al., 2010).

Prosedur dan pengobatan hemodialisis yang dilakukan 3

kali dalam seminggu menyebabkan perubahan status dan

kepribadian pasien. Perubahan ini akibat dari situasi stres terus

menerus yang dapat menyebabkan perubahan pada personal, sosial

dan lingkungan. kebutuhan untuk mengubah kebiasaan gaya hidup,

ketergantungan prosedur hemodialisis dan staf medis, kehilangan

pekerjaan dan posisi sosial, status keuangan berkurang, rezim diet,

disfungsi seksual, masalah yang berhubungan akses dialisis, dan

kekhawatiran terhadap mortalitas, namun respon psikolosis pada

pasien hemodialisis tergantung pada kepribadian premorbit,


21

dukungan sosial dari keluarga dan penyakit penyerta lainnya

(Kimmel, 2015).

2.3.2 Etiologi Depresi

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi,

yaitu faktor biologi, faktor genetik dan psikososial.

a) Faktor biologi

Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal

karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik

penyakit ginjal. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita

penyakit gagal ginjal harus menjalani hemodialisis sepanjang

hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2012). Pasien GGK dengan

masalah hemodialisis dapat membuat perubahan mood pada diri

pasien. Neurotransmiter amin biogenik tersering pada gangguan

mood adalah norepinefrin, serotonin dan dopamin.

Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi. Pada

terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan

dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas

dopamin pada depresi menurun. Hal tersebut tampak pada

pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti

reserpin dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun

seperti pada PP yang disertai gejala depresi. Obat yang

meningkatkan konsentrasi dopamin: tyrosin, amphetamine dan

bupropion dapat menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).


22

Pada keadaan depresi terjadi peningkatan aktivitas aksis

HPA yang ditandai dengan pelepasan Corticotropin Releasing

Hormone (CRH) dari hipotalamus. Pelepasan CRH dari

hipotalamus dirangsang oleh noradrenergik, serotonergik dan

kolinergik, serta dihambat oleh GABA dan α-adrenergik agonis.

Peningkatan CRH menyebabkan peningkatan rangsangan pada

hipofisis anterior untuk mensekresikan ACTH. Pelepasan ACTH

selain oleh CRH juga ditentukan oleh konsentrasi kortisol

plasma, stres fisik atau psikologis dan siklus tidur bangun.

ACTH berperan merangsang keluarnya kortisol dari korteks

adrenal.

Pada keadaan depresi terjadi peningkatan ACTH.

Hipersekresi ACTH yang berlangsung lama dapat menimbulkan

hiperaktivitas kelenjar adrenal sehingga dapat terjadi

penambahan volume dan berat kelenjar adrenal. Kortisol

dikeluarkan dari kelenjar adrenal dan masuk ke dalam sirkulasi

umum. Sekitar 95% kortisol yang ada dalam sirkulasi terikat

dengan α-globulin dan disebut transkortin atau corticosteroid-

binding globulin (CBG). Sebagian kecil kortisol bebas yang ada

dalam plasma berfungsi untuk memberikan efek umpan balik

negatif terhadap sekresi CRH dan ACTH, berfungsi

menghambat sintesis dan pelepasan CRH dan ACTH. Pada

pasien depresi terjadi peningkatan kadar kortisol terutama pada

malam hari atau sore hari, sedangkan pada orang normal tidak
23

terjadi peningkatan pada waktu-waktu tersebut. Kortisol yang

tinggi ini tidak mampu menginhibisi sekresi CRH dan ACTH.

Hal ini diduga karena plastisitas reseptor glukokortikoid

menurun pada depresi. Peningkatan kortisol yang lama dapat

menyebabkan toksik pada neuron sehingga bisa terjadi kematian

neuron terutama di hipokampus. Kerusakan pada hipokampus

ini menjadi predisposisi depresi. Simptom gangguan kognitif

pada depresi juga dikaitkan dengan gangguan hipokampus

(Amir N, 2015).

b) Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa

angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari

individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2

sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka

keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada

kembar monozigot. Oleh Lesler (2010), Pengaruh genetik

terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya

disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan

kemampuan dalam menghadapi stres. Proses menua bersifat

individual, sehingga kepekaan seseorang terhadap penyakit

adalah genetik.

c) Psikososial
24

Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu

pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian

dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului

episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres

yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan

fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra

neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan

seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita

gangguan mood selanjutnya (Sadock, 2010). Faktor kepribadian

premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau bentuk

kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi.

Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat

mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti

dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang

besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya

(Sadock, 2010). Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik

menyatakan hubungan antara kehilangan objek dan melankoli.

Dikatakan bahwa kemarahan pasien depresi ditujukan

kepada diri sendiri yang disebabkan karena objek yang hilang.

Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego

untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Sadock,

2010). Menurut penelitian dikatakan depresi sebagai suatu efek

yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan

kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa


25

mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan

mengakibatkan mereka putus asa. Faktor ketidak berdayaan

pada penderita depresi, dapat membuat penderita menyerah dan

merasa putus asa (Sadock, 2010). Pada teori kognitif,

menunjukkan gangguan kognitif pada depresi. Tiga pola

kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai

“triadkognitif”, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan,

pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap

dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, dan

pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Sadock, 2010).

2.3.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Depresi

Menurut Astiti (2014) faktor yang mempengaruhi depresi adalah

sebagai berikut:

a) Usia

Berdasarkan teori, individu berusia 25 sampai 44 tahun

dianggap rentan mengalami ansietas dan depresi dibandingkan

individu yang berusia lebih tua. Pada pasien GGK rentang usia

45 – 60 merupakan jumlah terbanyak mengalami depresi karena

rentang usia tersebut termasuk masa dewasa tengah, yaitu masa

awal terjadinya kemunduran kemampuan sensori, kesehatan,

stamina dan kekuatan, sehingga beresiko tinggi terhadap

terjadinya depresi, sedangkan pada usia >60 tahun, pasien

dianggap sudah memiliki pengalaman hidup lebih baik


26

dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Pengalaman

hidup terkait dengan kondisi pasien dapat membuat

berkurangnya depresi pasien, sehingga akan menurunkan resiko

terjadinya depresi.

b) Jenis Kelamin

Perempuan menunjukkan kualitas hidup lebih rendah dari

laki – laki. Perempuan memiliki kualitas hidup yang lebih

rendah disebabkan karena secara studi menunujukkan bahwa

perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh depresi karena

berbagai alasan yang terjadi dalam kehidupannya seperti

mengalami sakit dan masalah gender yang mengarah pada

kekurangan kesempatan dalam semua aspek kehidupannya.

c) Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan

yang dimiliki seseorang. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata

pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat pendidikan

yang rendah. Pasien yang memiliki tingkat pendidikan rendah

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau informasi

yang diperoleh oleh pasien. Pada penelitian yang dilakukan

Astiti (2014), pasien mengatakan jarang mendapatkan informasi

kesehatan dari perawat di unit hemodalisa.

d) Pekerjaan

Tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga

merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Suatu survai yang


27

dilakukan terhadap wanita dan pria dibawah 65 tahun yang tidak

bekerja, sekitar enam bulan mengalami depresi tiga kali lebih

besar dari pada yang bekerja.

2.3.4 Gejala Depresi

Gejala depresi meliputi trias depresi, yang terdiri dari:

mood adalah hilangnya minat dan kegembiraan, serta

berkurangnyaenergi yang ditandai dengan keadaan mudah lelah

dan berkurangnya aktivitas (Hawari, 2016).

Gejala tambahan lainnya meliputi :

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganngu

7) Nafsu makan berkurang

Tingkat depresi yang muncul merupakan gambaran

daribanyaknya gejala trias depresi serta gejala tambahannya

(Hawari, 2016).
28

a) Orang yang rentan terkena depresi menurut Hawari (2016)

biasanya mempunyai ciri-ciri:

1) Pemurung, sukar untuk bisa merasa bahagia

2) Pesimis menghadapi masa depan

3) Memandang diri rendah

4) Mudah merasa bersalah dan berdosa

5) Mudah mengalah

6) Enggan bicara

7) Mudah merasa haru, sedih, dan menangis

8) Gerakan lamban, Lemah, Lesu, Kurang energik

9) Keluhan psikosomatik

10) Mudah tegang, agitatif, gelisah

11) Serba cemas, khawatir, dan takut

12) Mudah tersinggung

13) Tidak ada percaya diri

14) Merasa tidak mampu, merasa tidak bergun

15) Merasa selalu gagal dalam usaha, pekerjaan ataupun studi


29

16) Suka menarik diri, pemalu, dan pendiam

17) Lebih suka menyisih diri, tidak suka bergaul, pergaulan sosial

amatterbatas

18) Lebih suka menjaga jarak, menghindar keterlibatan dengan

orang

19) Suka mencela, mengkritik, konvensional

20) Sulit mengambil keputusan

21) Tidak agresif, sikap oposisinya dalam bentuk pasif-agresif

22) Pengendalian diri terlampau kuat, menekan dorongan/impuls

diri

23) Menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan

24) Lebih senang berdamai untuk menghindari konflik atau

konfrontasi

Ciri-ciri orang yang terkena depresi versi American

Psychology Association-APA (2015):

1) Mood yang depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap

hari.

2) Dapat berupa mood yang mudah tersinggung.


30

3) Penurunan kesenangan atau minat secara drastis dalam

seluruhaktivitasnya

4) Suatu kehilangan atau pertambahan berat badan yang

signifikan(5% dari berat tubuh dalam sebulan) atau suatu

peningkatan ataupenurunan selera makan yang drastis.

5) Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan

hamper setiap hari.

6) Perasaan lelah atau kehilangan energi setiap hari

7) Perasaan berharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah

yangberlebihan hampir setiap hari

8) Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau

berfikirjernih atau untuk membuat keputusan

9) Pikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh

diri

Depresi sebagai suatu diagnosa gangguan jiwa adalah suatu

keadaan jiwa dengan ciri sedih, merasa sendirian, putus asa, rendah

diri, disertai perlambatan psikomotorik, atau kadang malah agitasi,

menarik diri dari hubungan sosial, dan terdapat gangguan

vegetative seperti anoreksia serta insomnia (Kaplan & Sadock,

2010).
31

2.3.5 Tipe Depresi

Kategorisasi depresi menurut Durand & Barlow (2010)

berdasarkan berat tidaknya gangguan ada dua yaitu:

1) Depresi berat disebut episode depresi mayor

Ini adalah depresi yang paling sering didiagnosis dan paling

berat. Mengindikasikan keadaan suasana ekstrem yang

berlangsung paling tidak salama 2 minggu dan meliputi gejala-

gejala kognitif(perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan

fungsi fisik yangterganggu (seperti perubahan pola tidur,

perubahan pola makan,dan berat badan yang signifikan atau

kehilangan banyak energi). Episode ini biasanya disertai

dengan hilangnya interes secara umum terhadap berbagai hal

dan ketidakmampuan mengalami kesenangan apapun dalam

hidup.

2) Mania

Periode kegirangan atau eforia eksesif yang tidak normal

yang berhubungan pada beberapa gangguan suasana perasaan.

3) Hypomanic EpisodeVersi

Episode hipomanik yang tidak begitu berat yang tidak

menyebabkan terjadinya hendaya berat pada fungsi sosial atau

okupasional. Episode manik tidak selalu bersifat problematik,


32

tetapi memberikan kontribusi pada penetapan beberapa

gangguan suasana perasaan

4) Episode Manik Campuran

Suatu kondisi di mana individu mengalami kegirangan dan

depresi atau kecemasan di waktu yang sama. Juga dikenal

dengan sebutan episode manik disforfik.

Derajat beratnya depresi ditentukan sebagai berikut:

1) Depresi ringan

(1) Hambatan psikososial ringan dari kelompok

(2) Sedkit kesulitan dalam melanjutkan pekerjaan, hubungan

sosial kegiatan harian

2) Depresi sedang

(1) Hambatan psikososial sedang dari kelompok

(2) Sedikit kesulitan dalam melanjutkan pekerjaan hubungan

sosial, kegatan sehari-hari

3) Depresi Berat

(1) Sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan sosial

(2) Tidak Mampu melakukan pekerjaan atau urusan rumah

tangga
33

2.3.6 Depresi Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis

Menurut penelitian Andrade dan Sesso (2012) mengatakan

bahwa persentase depresi terjadi lebih tinggi pada pasien yang

menjalani hemodialisis juga menunjukkan bahwa pada pasien

hemodialisis yang mengalami depresi memiliki penyakit penyerta

lebih tinggi dan hasil laboratorium berubah lebih besar dari pada

pasien gagal ginjal kronik dibawah pengobatan konservatif, depresi

dapat berhubungan dengan pendapatan, pengangguran, penyakit

penyerta (jantung) dan kemampuan fungsional.

Penelitian Araujo et al. (2010) juga Menunjukkan bahwa

19,3% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami gejala

depresi sebagian besar adalahperempuan, pengangguran, penyakit

penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan

kualitas tidur yang buruk semua faktor terkait dengan gejala

depresi.

Menurut Rai, Rustagi, Rustagi, dan Kohli1 (2011)

mengatakan bahwa tingginya prevalensi depresi pada pasien yang

menjalani hemodialisis yaitu 47,8%, dalam penelitian ini juga

mengatakan ada hubungan antara depresi dengan gangguan tidur,

insomnia 60,9%, resiko sleep apnea 24,6%, depresi lebih tinggi

pada pasien yang berusia tua, pendapatan rendah, pengangguran

dan depresi lebih tinggi pd pasien yg menjalani hemodialisis lebih


34

dari 1 tahun. Dalam studi ini juga mengatakan tidak ada perbedaan

gender dengan depresi.

2.3.7 Dampak Depresi Pada Pasien Hemodialisis

Depresi dapat menyebabkan perubahan emosional,

kesehatan mental, dan berdampak pada status kesehatan dan

kualitas hidup pasien yang lebih rendah juga menunjukkan bahwa

kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk

melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap

penurunan kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat

penyakitnya dan meningkatkan kematian. Depresi merupakan

kondisi yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis,

prevalensi untuk diagnosis depresi berkisar antara 15-27%, gejala

depresi 17-65%, depresi dapat berdampak pada emosional,

kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi

kesehatan pasien bahkan berdampak pada kualitas hidup yang lebih

rendah.

Hasil penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan

bahwa ada korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh

diri, antara usia pasien dan depresi, depresi dan bunuh diri

meningkat pada status pendidikan yang lebih rendah. Penelitian ini

juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis

sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila

mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada


35

pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk

pasien dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran

perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial

pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisi untuk dapat

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, untuk keberhasilan

perawat harus melakukan perawatan yang holistik sehingga

perawat mampu menilai depresi dan strategi mengatasi bunuh diri.

Pasien gagal ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan

kognitif yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan

keputusasaan sehingga menyebabkan pemutusan dialisis, perilaku

ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat

kegagalan mengatasi stres dialysis juga menunjukkan bahwa

pasien depresi memiliki tingkat kelelahan dan kecemasanyang

lebih tinggi, kualitas hidup yang lebih buruk, dan keinginan bunuh

diri yang lebih besar.

Dampak depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialisis adalah Gangguan tidur. Penduduk USA yang

mengalami cronic kidney disease (CKD) menderita gangguan tidur

sangat tinggi sampai 80% dapat menimbulkan masalah yang serius

pada kesehatan pasien. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis mengalami berbagai macam stressor fisik, psikis,

maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya gejala depresi,

gejala depresi dan berbagai kondisi yang terkait terapi hemodialisis

dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi


36

kondisi kesehatan pasienjuga mengatakan bahwa depresi dapat

menyebabkan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani

hemodialisis sehingga akan memperburuk kondisi kesehatan

pasien. Tidur merupakan komponen yang penting bagi kesehatan,

juga sangat esensial bagi fisik dan mental. Tidur menjadi suatu

masalah apabila kualitas tidur tidak tercukupi yang berakibat pada

fisik dan mentalnya. Jika tidur kurang dari 3 jam dalam 24 jam,

manusia akan mudah marah dan cakupan perhatian berkurang.

Kurang tidur dalam waktu yang lama menyebabkankesulitan

berkonsentrasi, kemunduran performa umum, fisik terasa lemah,

kehilangan mood, penurunan libido, menjadi lebih peka terhadap

sesuatu yang mengganggu suasan hati, halusinasi, paranoid dan

bangkitan kejang. Menonjolnya efek psikologis mengisyaratkan

bahwa tidur secara spesifik memperbaiki fungsi otak (Puri, 2011).

2.3.8 Peran Perawat di Unit Hemodialisis

Merujuk pada definisi sehat yang dikeluarkan oleh WHO,

maka dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis,

pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat memfasilitasi pasien agar

mendapatkan kondisi kesehatan yang optimal. Perawat sebagai

bagian yang integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan

dalam mengupayakan terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal

bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan cara


37

memberikan asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan

holistik yang meliputi bio-psiko-sosio dan spiritual, artinya dalam

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien, perawat tidak

hanya berfokus pada penanganan masalah fisik saja namun juga

berperan dalam mencegah dan menangani masalah psikososial

khususnya depresi yang menjadi masalah terbesar pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang dapat

menurunkan kondisi kesehatan pasien. Peran perawat dalam

mengurangi beban psikis seorang penderita gagal ginjal kronis

yang menjalani terapi hemodialisis sangatlah besar diantaranya

mengkaji adanya tanda dan gejala depresi, mengkaji dan

mengefektifkan sumber-sumber pendukung, melakukan

pendampingan dan mempertahankan hubungan yang sering dengan

pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan,

menunjukkan rasa menghargai dan menerima pasien tersebut,

memberikan pujian pada setiap hal yang positif yang dilakukan

pasien dalam menjalani perawatan. Perawat juga dapat melakukan

tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling

psikiatri (Doenges, Townsend, & Moorhouse, 2010).

Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk

menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman keluarga

terhadap penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2012). Perawat dapat melakukan

intervensi dengan cara memberdayakan orang-orang terdekat


38

pasien dalam hal ini keluarga untuk menjadi support system yang

efektif agar dapat senantiasa memberikan dukungan dan bantuan

yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan kondisi

kesehatannya. Ketika pasien masih berada di tatanan rumah sakit

dapat dilakukan konseling kesehatan mengenai dukungan keluarga

yang dibutuhkan oleh pasien serta hal-hal yang perlu diketahui

keluarga terkait penyakit yang diderita pasien seperti perjalanan

penyakit, tanda dan gejala, dan perawatan atau pengobatan yang

perlu dilakukan untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien.

Selain itu, perlu juga untuk melibatkan keluarga dalam manajemen

pengobatan dan perawatan pasien sehingga keluarga dapat

memberikan dukungan secara efektif pada pasien.

2.3.9 Pengukuran Depresi

Untuk membantu mengungkapkan tingkat depresi seseorang

dapat menggunakan skala depresi beck yang disebut BDI (The

Beck Depression Inventory). Skala BDI (The Beck Depression

Inventory), terdiri dari 21 kelompok aitem yang menggambarkan

21 kategori sikap dan gejala depresi, yaitu: sedih, pesimis, merasa

gagal, merasa tidak puas, merasa bersalah, merasa dihukum,

perasaan benci pada diri sendiri, menyalahkan diri sendiri,

kecenderungan bunuh diri, menangis, mudah tersinggung, menarik

diri dari hubungan sosial, tidak mampu mengambil keputusan,

merasa dirinya tidak menarik secara fisik, tidak mampu


39

melaksanakan aktivitas, gangguan tidur merasa lelah, kehilangan

selera makan, penurunan berat badan, preokupasi somatic dan

kehilangan libido sex. Masing-masing kelompok aitem terdiri dari

4-6 pertanyaan yang menggambarkan dari tidak adanya gejala

yang paling berat (Sukmandari, 2010:54).

Skor berkisar antara 0-3, pertanyaan yang menunjukan tidak

adanya gejala depresi diberi skor 0, skor 1 untuk pertanyaan yang

menggambarkan adanya gejala depresi ringan, skor 2 untuk

pertanyaan yang menggambarkan adanya gejala depresi sedang,

skor 3 untuk pertanyaan yang menggambarkan adanya gejala

depresi berat. Skor yang dipakai untuk masing-masing 3 kelompok

aitem adalah pertanyaan dengan skor tertinggi. Skor total berkisar

antara 0-63. Indikasinya jumlah nilai 0-9 dianggap normal, jumlah

nilai 10-16 depresi ringan, 17-29 depresi sedang, dan jumlah 30-63

depresi berat (Smarr, 2010 :135).

2.4 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis (GGK)

2.4.1 Definisi Gagal ginjal kronik (GGK)

Berikut ini adalah pengertian tentang gagal ginjal kronik

(GGK) menurut beberapa ahli dan sumber diantaranya adalah :

1) Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal

untukmempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan

akibat destruksistruktur ginjal yang progresifdengan


40

maninfestasi penumpukansisa metabolit (toksikuremik) di dalam

darah (Digiulio,Jackson, dan Keogh,2014).

2) Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan fatal ginjal yang

hampir selalu tidak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai

hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan

ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari

bahwa gejala GGK tidak selalu disebabkan oleh retensi urea

dalam darah (Panggabean, dan Gulton, 2012).

3) Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,

berlangsung progresif dan cukup lanjut (Sidabutar, 2010).

2.4.2 Tahapan Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Menurut Suwitra (2013) dan Kydney Organizazion (2010)

tahapan GGk dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG),

adalah sebagai berikut :

a) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

meningkat >90 ml/menit/1,73 m².

b) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan

yaitu 60-89 ml/menit/1,73 m².

c) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG

sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m².


41

d) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat

yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m².

e) Tahap V adalah kerusakan ginjal dengan LFG < 15

ml/menit/1,73 m².

2.4.3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Lewis (2011) Gagal ginjal kronik dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit. Gagal ginjal kronik berasal dari

diabetic nefropati (45%), penyakit hipertensi (27%), infeksi ginjal

atau glomerulonefritis (8,5%), penyakit ginjal bawaan atau

polisiklik (3%), ataupun penyakit lainnya. Hipertensi dan diabetes

mellitus merupakan dua penyebab terbesar dari penyakit ginjal

tahap akhir, sedangkan yang lainnya adalah penyakit infeksi

(glomerulonefritis, pyelonefritis, TBC), penyakit vascular sistemik

(hipertensi renovaskular intrarenal), nefrosklerosis,

hiperparatiroidisme, dan penyakit saluran kencing.

1) Diabetes Mellitus

Menurut Greenspan (2010) Diabetes Millitus (DM) adalah

penyakit gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

yang di hubungkan dengan kekurangan secara absolute atau

relative dari kerja dan atau sekresi insulin yang bersifat kronis

dengan ciri khas hiperglikemia / peningkatan kadar glukosa

darah di atas nilai normal. Dengan Diabetes MeIlitus (DM)


42

pembuluh darah kecil dalam tubuh terluka, ginjal tidak dapat

membersihkan darah dengan benar. Tubuh akan

mempertahankan lebih banyak air dan garam dari yang

seharusnya, dan dapat mengakibatkan kenaikan barat badan

serta bengkak pada pergelangan kaki. Akan terdapat protein

dalam urine, dan limbah akan menumpuk dalam darah. Diabetes

Militus juga dapat menyebabakan kerusakan saraf dalam tubuh.

Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengosongkan

kandung kemih. Tekanan yang dihasilkan dari kandung kemih

yang penuh dapat melukai ginjal. Jika urine tetap berada dalam

kandung kemih untuk waktu yang lama, dapat mengembangkan

infeksi dan pesatnya pertumbuhan bakteri dalam urine yang

memiliki tingkat gula tinggi.

2) Hipertensi

Menurut Arif Muttaqin (2011) Hipertensi merupakan keadaan

ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan

perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan

semakin tingginya tekanan darah. Tingginya tekanan darah

membuat pembuluh darah dalam ginjal tertekan dan akhirnya

menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi ginjal

menurun hingga mengalami gagal ginjal.

3) Glomerulonefritis
43

Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg

lama dari sel-sel glomerolus.Kelainan ini dapat terjadi akibat

glomerolonefritis akut yg tidak membaik atau timbul secara

spontan (Arif muttaqin & kumala Sari 2011). Menurut

Sukandari, 2010 Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin

tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan

urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang

harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialysis.

4) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal

polikistik, asidosis tubulus ginjal.

5) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati

timbal.

6) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas:

kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih

bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali

kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

7) Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.

2.4.4 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Lewis (2010), patofisiologi gagal ginjal kronik

dimulai dari fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme

protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun

dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem


44

tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala

akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah

dialisis. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat

dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya

dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)

dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk

pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus

(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan

menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu,

kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin

serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal

karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN

tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh

masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC),

dan medikasi seperti steroid. Retensi cairan dan natrium, ginjal

juga tidak mampu mengencerkan urin secara normal pada penyakit

ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan

masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien

sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko

terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksisrenin

angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk


45

kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia.

Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,

yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis, dengan

semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik

sering dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan

asam yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat

ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia dan

mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan

asam organik lain juga terjadi. Anemia terjadi sebagai akibat dari

produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel

darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk

mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari

saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang

diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi

eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,

angina, dan sesak napas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat ,

abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis

adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum

kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik,

jika salah satunya meningkat maka yang lain akan turun.Menurunn

ya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar

fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.

Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon


46

dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh

berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon

dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan

perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal

dibuat diginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal.

Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi

dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan

parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan

gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,

ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang

mengeksresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami

peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari

pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

2.4.5 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik

Karena pada gagal ginjal kronik (GGK) setiap sistem tubuh

dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan

sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung

pada bagian, tingkat kerusakan, dan kondisi lain yang mendasari.

Manifestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik (GGK) antara

lain terjadi pada system kardiovaskuler, dermatologi, gastro

intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal, dan psiko-sosial

menurut (chang, dkk2013) diantaranya adalah :


47

1) Kardiovaskuler :

a) Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium

dari aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.

b) Gagal jantung kongestif.

c) Edema pulmoner, akibat cairan yang berlebih.

2) Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada

lapisan kulit.

3) Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan,

mual sampai dengan terjadinya muntah.

4) Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.

5) Pulmoner seperti adanya sputum kental dan liat, pernafasan

dangkal, kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.

6) Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan

kasium dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormone

dihidroksi kolekalsi feron.

7) Psiko-sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan

diri sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada

penyakit dan kematian.


48

2.4.6 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronik

Menurut Cerinic dan johnson,(2013)

1) Laboratorium :

a) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya

anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normositer

normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

b) GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-

7,44)

c) Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)

d) Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)

e) Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)

f) Protein : (khususnya albumin) : menurun (normal 4-5,2

g/dl)

g) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan

antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingan

meninggi akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka

bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari

kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin

yang menurun.
49

Nilai normal :

Laki-laki : 97-137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32

mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23

mL/detik/m2Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan

cairan.

h) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut

bersama dengan menurunya dieresis.

i) Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena

berkurangnya sintesis vitamin D3 pada gagal ginjal kronik

(GGK).

j) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan

metabolisme tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.

k) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya

disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

l) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme

karbohidrat pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh

insulin pada jaringan perifer).

m) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,

disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya

lipoprotein lipase.
50

n) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi

menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3

yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan

retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

o) Radiologi : Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan

besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu obstruksi ).

Dehidrasi karena proses diagnostikakan memperburuk

keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak

puasa.

p) Intra Vena Pielografi (IVP) Untuk menilai sistem

pelviokalisisdan ureter.

q) USG :Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal

parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

r) EKG :Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri,

tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit

(hiperkalemia).

2.4.7 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan

fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor

yang berperan pada gagal ginjal kronik dan faktor yang dapat

dipulihkan, diidentifikasi dan ditangani.


51

Penatalaksanan penyakit GGK (dr. w. herdin Sibuea, dkk, 2015) :

a) Tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat

gangguan fungsi ginjal progresif.

1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.

2) Pembatasan protein, tidak hanya mengurangi kadar BUN,

tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta

mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari

protein. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan

sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan

pengobatan dialisis teratur. Rasional: Untuk membatasi

produk akhir metabolisme protein yang tidak dapat di

ekskresi oleh ginjal. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin

dalam darah, mencegah/mengurangi penimbunan garam/air

dalam tubuh.

3) Diet rendah kalium,

Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal

ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi, diet yang dianjurkan

adalah 40-80 mEq/hari.

4) Diet rendah natrium,

Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).

Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan


52

retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan

gagal jantung kongestif.

5) Pengaturan cairan,

Merupakan tindakan untuk mengobservasi intake dan

output cairan pada klien. Cairan yang diminum penderita

gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama.

Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan

pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah

pengukuran berat badan harian. Asupan yang bebas dapat

menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan dan

edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah,

mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi

ginjal.

b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi

1) Hipertensi, dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan

cairan, pemberian diuretik seperti furosemide (Lasix),

pemberian obat antihipertensi seperti metildopa (aldomet),

propranolol, klonidin (catapres), apabila penderita sedang

mengalami terapi hemodialisa, pemberian antihipertensi

dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotesi dam syok

yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler

melalui ultrafiltrasi.
53

2) Hiperkalemia,

Merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+

serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan

aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat di obati

dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan

memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian

Kalsium Glukonat 10%.

3) Anemia, diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin oleh

ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormon

eritropoetin, yaitu rekombian ertropoeitin (r-EPO), selain

dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi

darah.

4) Asidosis, biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun

dibawah angka 15 mEq/L apabila asidosis berat akan

dikoreksi dengan pemberian Na HCO3 (Natrium

Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan

dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor

dengan seksama.

5) Diet rendah fosfat, dengan pemberian gel yang dapat

mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat

fosfat harus dimakan bersama dengan seksama.


54

6) Pengobatan hiperurisemia dan pemberian alupurinol. Obat

ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat

biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.

c) Hemodialisa dan dialisis

1) Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh

akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi

pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau berpenyakit

akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat (Hamidah,

2012). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah

dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah

mesin diluar tubuh yang disebut dialiser. Prosedur ini

memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi

kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara

arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan

(Dana, 2010).

2) Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalamtubuh

ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah

kematian. Namun demikian, hemodialisistidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak

mampu mengimbangihilangnya aktivitas metabolik atau

endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari


55

gagalginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup

pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapidialisis

sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama

paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai

mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang

berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis

kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

2.4.8 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita gagal

ginjal kronik (GGK)akan mengalami beberapa komplikasi.

Komplikasi dari gagal ginjal kronik (GGK) menurut Smeltzer dan

Bare (2012) antara lain adalah:

1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diit berlebih.

2) Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat

retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi

sistem renin angiotensin aldosteron.

4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.


56

5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,

kadar kalium serum yang rendah, metabolisme kadar vitamin D

yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat

peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

6) Uremia akibat peningkatan kadam ureum dalam tubuh.

7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebih.

8) Malnutrisi karena anoreksia, mual dan muntah.

9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

2.5 Konsep Hemodialisa

2.5.1 Definisi Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh

akumulasi sampah buangan (Nursalam, 2013).

Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya

melalui dialiser yang terjadi secara difisu dan ultrfiltrasi, kemudian

darah kembali lagi kedalam tubuh pasien ( Mary Baradero, 2010).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisa =

pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah terapi dialisis yang

digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produksi limbah dari

dalam tubuh ketika secara akut ataupum secara progresif ginjal

tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan


57

dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi membrane

penyaring semipermiabel (ginjal buatan). Hemodialisa dapat

dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan

untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan

kematian. Tujuan dari Hemodialisa adalah untuk memindahkan

produk-produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi pasien

dan dikeluarkan kedalam mesin dyalisis (Muttaqin & Sari, 2011).

2.5.2 Tujuan Hemodialisa

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat

nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang

berlebihan (Smeltzer & Bare, 2012).

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai

tujuan (Nurdin, 2015):

a. Membuang produk metabolism protein seperti urea, keratin dan

asam urat

b. Membuang kelebihan air

c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

e. Memperbaiki status kesehatan penderita


58

2.5.3 Prinsip-Prinsip Hemodialisa

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu :

1. Difusi

Proses difusi yaitu berpisahnya bahan terlarut karena

perbedaan kadar didalam darah dan di dalam dialisat. Semakin

tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak

bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.

2. Osmosis

Proses osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga

kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.

3. Ultrafiltrasi

Proses ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan

terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan

dialisat (Lumenta, 2016).

Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui

proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki

konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih

rendah (Smeltzer & Bare, 2012).

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui

proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan


59

menciptakan gradient tekanan: dengan kata lain, air bergerah dari

daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan

yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan

melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai

ultrfiltrasi pada mesin dialysis. Karena pasien tidak dapat

mengekresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan

cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Smeltzer

& Bare, 2012).

Sistem dapar (buffer sitise) tubuh dipertahankan dengan

penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat kedalam

darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk

bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan

ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena (Smeltzer & Bare,

2012).

Pada akhirnya terapi dialysis, banyak zat limbah telah

dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan system

dapar juga telah diperbarui (Smeltzer & Bare, 2012).

2.5.4 Penatalaksanaan Hemodialisa

a. Diet dan Masalah Cairan

Diet merupakan factor penting bagi pasien yang menjalani

hemodilisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang

rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme,


60

substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum

pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin, gejala yang terjadi

akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai

gejala uremik dan akan mempengararuhi setiap system tubuh.

Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang

timbul. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan

limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.

b. Pertimbangan Medikasi

Banyak obat yang diekskresi seluruhya atau sebagian

melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat

glikosida jantung, antibiotic, antiaritmia, antihipertensi) harus

dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat

ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa

menimbulkan akumulasi toksik. Beberapa obat akan dikeluarkan

dari darah pada saat dialysis: oleh karena itu, penyesuaian dosis

oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terkait dengan

protein tidak akan dikeluarkan secara dialisis. Apabila seorang

pasien manjalani dialysis, semua jenis obat dan dosis harus

dievaluasi dengan cermat. Pasien harus tahu kapan minum obat

dan kapan akanmenundanya (Smeltzer & Bare, 2012).

Pada pasien Gagal Ginjal Kronik, tindakan hemodialisa

dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainyya

akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan


61

hemodialisa tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi

ginjal secara permanen.Pasien GGk biasanya harus menjalani

terapi dialysis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal

baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).

2.5.5 Komplikasi Hemodialisa

Menurut Rendi dan Margaret (2012), komplikasi dalam

pelaksanaan hemodilisa yang sering terjadi pada saat terapi adalah:

a. Hipotensi

b. Kram otot

c. Mual atau muntah

d. Sakit kepala

e. Sakit dada

f. Gatal-gatal

g. Demam dan menggigil

h. Kejang
62

2.6 Konsep Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Depresi Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa

Menurut fungsi renal mengakibatkan produksi urine normal

terganggu, sehingga dapat menimbulkan kelebihan cairan dalam tubuh,

adanya pembatasan makan dan minum, anoreksia, mual dan muntah dapat

menimbulkan kekurangan nutrisi bagi klien gagal ginjal. Masalah lain yang

muncul pada klien yang mengalami gagal ginjal yaitu adanya perubahan

perilaku, emosi dan perasaan marah mekanik. Individu yang sedang sakit

sakit mempunyai perilaku sakit yang mencangkup cara individu memantau

tubuhnya, mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialaminya.

Selanjutnya jika penyakit kronik tidak dapat disembuhkan dan terapi yang

dilakukan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, klien mungkin

tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ditentukan.

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang dapat mengancam

kehidupan, sehingga dapat menimbulkan perubahan emosi yang lebih luas

seperti ansietas, syok, penolakan, marah, kecewa, cemas, depresi, dan

menarik diri. Menjadi sakit dan menjalani prosedur pengobatan

menimbulkan dampak pada banyak aspek termasuk bio-psiko-sosio dan

spiritual, tidak terkecuali klien yang mengalami gagal ginjal dan menjalani

terapi hemodialisa. Mereka merasa tidak ada harapan tatkala harus

menjalani prosedur secara berulang sehingga semangat hidupnya menjadi

lemah. Dukungan sosial dari keluarga berhubungan dengan berkurangnya

ansietas, syok, penolakan, marah, kecewa, cemas, depresi, dan menarik diri.
63

Dukungan dari lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi depresi pada klien gagal ginjal kronik. Depresi dapat timbul

pada pasien baru yang menjalani hemodialisis dimana pada tahun pertama

pada saat mulai dilakukan terapi hemodialisis hal ini disebabkan oleh

perubahan gaya hidup pasien, masalah kehilangan pekerjaan, perubahan

peran dalam keluarga, perubahan hubungan sosial dan waktu yang terbuang

untuk dialysis (Potter dan Perry, 2015).

Hasil penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa ada

korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh diri, antara usia pasien

dan depresi, depresi dan bunuh diri meningkat pada status pendidikan yang

lebih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani

hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat

apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada

pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien

dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis

sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang

menjalani terapi hemodialisi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan, untuk keberhasilan perawat harus melakukan perawatan yang

holistik sehingga perawat mampu menilai depresi dan strategi mengatasi

bunuh diri.

Dukungan sosial keluarga pada klien gagal ginjal kronik dapat

diperoleh dari anggota keluarga, teman, kerabat maupun paramedis yang

merupakan sumber eksternal yang dapat memberikan bantuan bagi klien


64

dalam mengatasi dan menghadapi suatu permasalahan terutama yang

menyangkut penyakit yang diderita. Bentuk dari dukungan sosial yang

dibutuhkan oleh klien gagal ginjal kronik dapat berupa dukungan informasi

(berupa saran, nasehat, pengarahan atau petunjuk), dukungan emosional

(berupa afeksi, kepercayaan, kehangatan, kepedulian dan empati), dukungan

penilaian (berupa penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan

terhadap gagasan dan perasaan), dukungan instrumental (berupa barang atau

materi). Dukungan dari luar yang diberikan pada penderita dapat

mempengaruhi depresi dan kecemasan yang dialami klien. Dukungan sosial

yang baik dari anggota keluarga, teman, kerabat maupun petugas kesehatan

dalam hal ini dokter maupun perawat menjadikan pasien merasa nyaman,

aman dan tenang yang akan tampak pada perilaku dalam mendukung

pelaksanaan prosedur hemodialisa. Pasien ingin selalu didampingi oleh

angota keluar, teman, dan kerabatnya, karena kehadiran dan dukungan

sosial dari angota keluarga, teman, dan kerabat dapat menambah kekuatan,

ketenangan dan mengurangi terjadinya depresi pada pasien saat menjalani

terapi hemodialisa (Potter dan Perry, 2015).

Dukungan sosial yang diperoleh dari anggota keluarga, teman, dan

kerabat sangat mempengaruhi perilaku dan penerimaan pasien dalam

menjalani terapi atau tindakan karena dalam hal ini dukungan sosial

keluarga memiliki peranan yang sangat besar terhadap kesehatan mental

pasien dan seseorang yang paling dekat yang dianggap dapat memberikan

pertolongan baik dapat berupa dukungan informasi, dukungan emosional,

dukungan penilaian, dukungan instrumental.

Anda mungkin juga menyukai