Anda di halaman 1dari 9

Tonsilektomi dengan Uvulopalatofaringoplasti pada Obstructive Sleep Apneu

Ringkasan
Latar Belakang: OSA adalah kelainan yang umum (prevalensi 2-7 % pada wanita, 7-14%
pada pria). Kelainan tersebut menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan kematian. Terapi
konservatif dengan CPAP memiliki efektivitas yang tinggi, namun kepatuhan pasien
bervariasi. Terapi bedah merupakan terapi yang kontroversial, karena hanya sedikit yang
didukung oleh bukti dari percobaan klinis.
Metode: pasien dewasa dengan OSA, intoleransi CPAP, dan obstruksi orofaring diikutkan
dalam percobaan. Semua pasien menjalani PSG dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok.
Pasien pada kelompok terapi melaksanakan TE-UPPP satu bulan setelah inklusi. Semua pasien
menjalani pemeriksaan PSG lanjutan pada bulan ketiga, kemudian semua PSG dievaluasi tanpa
diketahui perlakuannya. Hasil utama yang dinilai adalah AHI yang dapat dilihat dari PSG.
Hasil yang lain berupa gejala subjektif (mengantuk pada siang hari, kualitas hidup),
komplikasi, dan kepuasan pasien.
Hasil: 42 pasien diinklusi (23 pada kelompok terapi, 19 pada kelompok kontrol). Nilai awal
AHI adalah 35.7 ± 19.4/jam pada kelompok kontrol dan 33.7 ± 14.6/jam pada kelompok terapi.
Pada bulan ketiga, AHI pada kelompok kontrol adalah 28.6 ± 19.4/jam dan pada kelompok
terapi adalah 15.4 ± 14.1/jam (p=0,036). Kelompok terapi juga memperoleh hasil yang
signifikan terhadap penurunan mengantuk di siang hari dan mendengkur berdasarkan penilaian
pasien dan rekan tidurnya. 97% pasien yang diintervensi merasa puas, 65 % diantaranya butuh
terapi lebih lanjut.
Kesimpulan: TE-UPPP secara signifikan menurunkan apnea/hypopnea, mengantuk di siang
hari, dan mendengkur dibandingkan dengan kelompok kontrol. TE-UPPP merupakan terapi
yang aman dan efektif untuk OSA.
Latar belakang
OSA merupakan kelainan yang umum. Berdasarkan laporan, prevalensi dari kelainan
ini antara 7 sampai 14 persen pada pria dan 2 sampai 7 persen pada wanita. OSA juga telah
ditetapkan sebagai faktor risiko beberapa penyakit kardiovaskuler dan meningkatkan risiko
infark miokard dan stroke. Peningkatan angka mortalitas hingga empat kali lipat juga telah
dibahas pada suatu studi kohort. Salah satu studi kohort menghitung mortalitas berdasarkan
populasi dari 380 partisipan berdasarkan ada dan parahnya OSA, menggunakan empat jalur
pemeriksaan. Terdapat 22 kematian dari 285 partisipan tanpa OSA dan enam kematian dari 18
partisipan dengan OSA yang berat. Hal ini menghasilkan risiko sebesar 6,24. Selain perubahan
cairan dan degenerasi neuronal, ada beberapa faktor fungsional yang menjadi penyebab OSA.
Namun, faktor anatomis juga merupakan patofisiologi yang relevan terhadap OSA.
Kolaps jalan napas mungkin terjadi pada berbagai tingkat di saluran napas atas, sejauh
ini lokasi yang paling umum adalah orofaring.
Sampai CPAP ditemukan pada akhir tahun 1980, TE-UPPP yang dikembangkan oleh
Ikematsu dan dimodifikasi oleh Fujita, bersamaan dengan trakeotomi, merupakan satu dari
sedikit terapi yang ada.
Pada 1980, TE-UPPP dengan cepat menyebar. Namun, dengan pengenalan CPAP,
dimana pada percobaan menunjukkan hasil yang efektif, terapi bedah menjadi kurang populer.
Walaupun perkembangan teknik yang bervariasi, 5 sampai 50% pasien tidak patuh terhadap
CPAP atau menolak menggunakannya pada minggu pertama terapi. Informasi tentang
kepatuhan jangka panjang pada literatur berbeda-beda, bahkan literatur juga membahas definisi
dari kepatuhan itu sendiri. Jika kepatuhan didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari empat
jam setiap malam, antara 29 sampai 83% pasien, berdasarkan studi, diklasifikasikan sebagai
tidak patuh. Pembahasan tentang masalah yang kompleks tentang kepatuhan tersebut dibahas
oleh Weaver. Periode tanpa terapi yang lebih lama merupakan hal yang umum untuk pasien
yang tidak patuh, yang apabila digeneralisasi akan mengurangi efisiensi terapi, penjelasan
tersebut menunjukkan bahwa strategi terapi yang lain dibutuhkan.
DGSM menyimpulkan bahwa mayoritas terapi bedah untuk OSA tidak dapat
direkomendasikan. Beberapa alasannya adalah terlalu seringnya percobaan dengan tingkat
bukti yang rendah untuk prosedur bedah, dan jarang ada kasus yang terkendali. Beberapa
percobaan terfokus kepada efisensi dan keamanan TE-UPPP dalam jangka pendek maupun
panjang. Walaupun mendapatkan hasil yang baik, percobaan tersebut sering gagal untuk
memenuhi syarat EBM.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan percobaan acak yang terkontrol pada
efisiensi dan keamanan TE-UPPP sebagai terapi untuk OSA.
Metode

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL di pusat gangguan tidur, Universitas


Mannheim dan di Departemen THT, Universitas Hospital Klinikum rechts der Isar, Technische
Universität München, Munich.
Registrasi penelitian dan persetujuan etik
The Medical Ethics Committee II, Faculty of Medicine, Ruprecht Karl University of
Heidelberg, menyetujui pelaksanaan penelitian (ref. no. 2009-325N-MA). Keputusan tersebut
juga didukung oleh The Ethics Committee of the Faculty of Medicine of TUM School of
Medicine, Munich. Penelitian ini juga telah diregistrasi oleh registrasi primer WHO dengan
nomor DRKS000000549.
Kriteria inklusi dan eksklusi
Studi acak terkontrol prospektif ini melibatkan pasien pria dan wanita usia 18 sampai
65 tahun yang diambil antara tahun 2010 dengan 2014. Kriteria inklusinya adalah OSA yang
dikonfirmasi dengan PSG dengan AHI lebih dari 15, berdasarkan edisi kedua dari International
Classification of Sleep Disorder yang berlaku, hipertrofi tonsil dengan obstruksi velofaringeal
yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik. Kriteria inklusi penting yang lain adalah
penolakan atau kepatuhan yang buruk terhadap terapi ventilasi dan permintaan dari pasien
untuk terapi lini kedua. Semua pasien telah mencoba CPAP namun tidak berhasil untuk
setidaknya satu malam. Banyak pasien yang diterapi dengan baik menggunakan CPAP sehngga
tidak memungkinkan untuk membuat diagram CONSORT untuk penelitian ini.
Kriteria eksklusi yang terpenting adalah BMI diatas 34 kg/m2, risiko anestesi yang
meningkat berdasarkan ASA diatas kelas III, dan tipe obstruksi lain yang relevan serta
malformasi signifikan dari tulang wajah yang dikonfirmasi dari pemeriksaan fisik.
Pelaksanaan penelitian
Pasien diacak untuk kelompok terapi dan kelompok kontrol. Pasien pada kelompok
terapi menjalani TE-UPPP satu bulan setelah inklusi. Pasien pada kelompok kontrol tidak
mendapatkan terapi di awal dan menjalani PSG lagi 3 bulan kemudian, setelah itu menjalani
TE-UPPP. Pada kelompok kontrol, parameter target kembali dinilai 3 bulan setelah operasi.
Visit 2 untuk kelompok terapi dilakukan satu bulan setelah visit 2 pada kelompok kontrol.
Tujuan primer dan sekunder dari penelitian dihitung dari 3 poin dalam satu waktu (visit
0 ke 2). AHI dipilih sebagai target primer, karena merupakan salah satu parameter penelitian
terbaik untuk menentukan derajat OSA. Selain itu, AHI digunakan juga untuk studi mortalitas
dan morbiditas.
Kesuksesan operasi ditentukan berdasar Sher et al., sebagai lebih dari 50%
pengurangan AHI menjadi dibawah 20 per jam.
Polysomnography
EEG direkam dan dievaluasi berdasarkan definisi yag ditetapkan Rechtschaffen dan
Kales, yang berlaku ketika penelitian dimulai. Peristiwa pada proses respirasi dinilai
berdasarkan prosedur dan definisi dari AASM tahun 2007. Hypopnea didefinisikan sebagai
pengurangan 30% dari aliran napas dengan desaturasi sebesar 4%. PSF dievaluasi oleh
investigator yang tidak mengetahui berjalannya penelitian.
Perasaan mengantuk di siang hari didokumentasikan dengan ESS, sebuah kuesioner
untuk perasaan mengantuk di siang hari. Kualitas hidup dan efek fungsional dari tidur
didokumentasikan menggunakan kuesioner dan skala analog visual untuk mendengkur (dinilai
oleh pasien dan rekan tidur pasien). Pada akhir penilaian, semua pasien diberi pertanyaan
mengenai kepuasan mereka terhadap operasi yang telah mereka alami.
Prosedur operasi
Setelah tonsilektomi menggunakan anestesi umum, dilakukan uvulopalatofaringoplasti
dengan modifikasi oleh Pirsig. Ukuran tonsil segera dinilai kemudian diikuti operasi
menggunakan pencabut volume. Terdapat komplikasi saat rawat inap, biasanya perdarahan,
dinilai tipe dan derajatnya. TE-UPPP dilakukan oleh tiga dokter bedah di Mannheim dan satu
dokter bedah di Munich.
Statistik
Sebelum penelitian dimulai, jumlah sampel ditentukan berdasar studi sebelumnya dan
perbaikan operasi yang diharapkan pada parameter tidur. Perbedaan diantara kedua kelompok
dianalisis menggunakan analisis variat dengan penghitungan berulang (viait 0 versus visit 2).
Parameter dengan distribusi abnormal dihitung menggunakan transformasi logaritma.
Koefisien korelasi digunakan untuk menilai korelasi antara ukuran tonsil dengan BMI dan
perubahan pada parameter target. Nilai p<0,05 dikategorikan sebagai signifikan, standar
deviasi disimbolkan dengan . Semua analisis dilakukan dengan SPSS 22 dan R, sebuah
aplikasi untuk kalkulasi statistik.
Hasil

Pada kelompok kontrol, 16 pasien menjalani TE-UPPP dilanjutkan visit 2 dan juga
menjalani semua pemeriksaan pasca operasi 3 bulan setelah operasi. Satu pasien pada
kelompok kontrol meinggalkan penelitian setelah visit 0 karena ingin diterapi di dekat tempat
tinggalnya.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu visit 0 dengan visit 2 pada kedua
kelompok yaitu 4,41,0 bulan pada kelompok terapi dan 3,61,4 bulan pada kelompok kontrol.
Target primer
Pada visit 0 tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok berdasarkan
AHI, parameter respirasi paling penting pada polysomnography (p>0,05).
Pada visit 2, AHI pada kelompok kontrol secara garis besar tidak berubah, sedangkan
pada kelompok terapi menurun drastis. AHI berkurang lebih dari 90% dari 31 pasien yang
menjalani operasi, dan operasi dianggap sukses pada 20 kasus. Dari 30 pasien dengan status
OSA dapat dievaluasi, 11 pasien masih memiliki AHI diatas 15 per jam atau AHI diatas 5 per
jam dengan ESS diatas 10. 11 Pasien tersebut digolongkan masih menderita OSA.
Target sekunder
Terdapat penurunan mengantuk di siang hari dan mendengkur setelah operasi, dengan
perbedaan statistic yang signifikan diantara kedua kelompok pada parameter ini. Pada
parameter ini, tidak terdapat perbedaan statistik yang signifikan antara kelompok komtrol yang
menjalani operasi dengan kelompok terapi yang menjalani operasi.
Analisis korelasi
Dengan pengecualian pada statistik yang signifikan pada pengurangan suara
mendengkur berdasarkan penilaian rekan tidur pasien dengan ukuran tonsil, tidak terdapat
korelasi yang signifikan.
Komplikasi
Dua dari 39 pasien yang menjalani operasi mengalami perdarahan pasca operasi pada
hari ke-4 dan 11 setelah operasi. Operasi ulang dibutuhkan pada satu kasus. Dari 39 pasien
yang menjalani operasi, 38 diantaranya merasa puas dengan hasil akhir terapi mereka.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi TE-UPPP pada studi acak
terkontrol dengan pasien penderita OSA yang tidak menggunakan CPAP. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa TE-UPPP superior dalam mengurangi peristiwa respirasi, mengantuk
pada siang hari, derajat mendengkur, dam aspek individual dari kualitas hidup yang
berhubungan dengan tidur. Komplikasi pasca operasi jarang terjadi dan dapat diatasi pada
semua kasus. Hampir semua pasien merasa puas denganterapi yang dilakukan.
Target primer
Satu hasil yang terpenting pada penelitian ini adalah statistic yang signifikan, secara
klinis berhubungan dengan pengurangan AHI pada kelompok yang menjalani TE-UPPP
apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pengurangan sebesar 54% pada kelompok
terapi setelah 3 bulan, dibandingkan dengan 12% pada kelompok kontrol, secara garis besar
sejalan dengan data yang dipublikasikan sebelumnya. Namun, data dari meta-analisis
membandingkan 15 studi kohort dimana hanya terdapat pengurangan AHI sebesar 33% pada
TE-UPPP. Kesuksesan operasi didefinisikan oleh kriteria Sher tahun 1996 telah dicapai pada
lebih dari 70% pasien yang menjalani penelitian. Kesuksesan ini melewati batas tengah dari
yang didapatkan pada penelitian yang telah dipublikasi.
Penurunan AHI sebesar 12% pada kelompok kontrol mungkin disebabkan karena
regresi rata-rata. Fenomena ini terjadi karena pengukuran yang ekstrim yang memungkinkan
perekrutan pasien pada penelitian, penghitungan selanjutnya berasa dekat dengan rata-rata.
Parameter lain yang memiliki perbedaan signifikan antara kedua kelompok adalah
pendataan diri dan pendataan dari rekan tidur pasien untuk kejadian mendengkur pada skala
visual analog. Rekan tidur pada pasien kelompok kontrol memberi nilai 8 dari 10, sebagai
contoh, mereka hanya memberi nilai 3,1 dari 10 setelah TE-UPPP. Pengurangan kejadian
mendengkur ditemukan pada semua pasien kecuali pada satu pasien, hasil tersebut lebih baik
dari penelitian TE-UPPP sebelumnya.
Analisis korelasi
Penelitian ini tidak menjelaskan hubungan antara ukuran tonsil dan hasil klinis, seperti
dikutip oleh AHI dan telah tertulis pada beberapa literatur. Temuan yang terdapat pada artikel
ini dan artikel yang telah terpublikasi untuk penelitian lain berkontradiksi dengan anggapan
umum bahwa pasien dengan ukuran tonsil yang kecil tidak mendapat manfaat dari TE-UPPP.
Namun, hasil dari analisis korelasi harus diinterpretasi dengan baik, karena hanya pasien
dengan obstruksi orofaring signifikan yang masuk dalam peneltian. Secara khusus, perhitungan
untuk ukuran tonsil yang sangat kecil tidak memungkinkan. Ukutan tonsil yang besar, dapat
menjadi parameter yang sesuai untuk pengurangan medengkur, walaupun pada penelitian ini
analisis korelasi dilakukan hanya pada kelompok terapi dan hanya berlaku untuk level studi
kohort.
Perbandingan TE-UPPP dan CPAP
Beberapa artikel menjelaskan bahwa terapi CPAP dapat menurunkan AHI menjadi
dibawah 5 per jam. Namun, penelitian tersebut hanya memeriksa efek CPAP sepeti ditunjukkan
oleh PSG, sering berada di dalam kondisi laboraturium. Pada permasalahan sehari-hari,
keterbatasan dari kepatuhan berarti pasien sering berada dalam periode tanpa terapi. Hal
tersebut seharusnya diperhitungkan apabila mementingkan efisiensi terapi. Beberapa artikel
yang dipublikasi baru-baru ini telah membahas korelasi antara reduksi AHI dan kebiasaan
penggunaan CPAP pada individu. Pada studi tahun 2011, batas AHI adalah 35,6  22,1 per
jam, hamper sama dengan AHI pada penelitian ini , hanya dikurangi 11,9 per jam pada populasi
dari pengguna CPAP biasa apabila kepatuhan dimasukkan dalam perhitungan. Kepatuhan yang
ada perlu diperhitungkan apabila membandingkan efisiensi dari terapi yang berbeda.
Perbandingan acak langsung antara TE-UPPP dan terapi CPAP, seperti telah dipublikasi untuk
bedah maxilla, sebagai contoh, belum tersedia namun akan dibutuhkan untuk ilmu pengetahuan
dan untuk praktik klinis.
Kelebihan dan kelemahan penelitian
Kelebihan utama dari penelitian yang dibahas disini adalah desain acak di dua pusat,
yang mengurangi risiko pengaruh yang tidak diinginkan dan bias. Semua PSG dievaluasi oleh
pemeriksa yang tidak diberi tahu prosedur penelitian, berdasarkan standar internasional.
Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah jangka waktu pengamatan tiga minggu,
yang tidak cukup lama untuk mengetahui efektivitas jangka panjang. Namun, untuk alasan etis,
waktu pengamatan yang lebih lama pada kelompok kontrol tidak dibenarkan. Namun, semua
pasien sebaiknya direkrut ke sutdi pengamatan untuk melihat efek jangka panjang yang
merugikan.
Kesimpulannya, TE-UPPP menunjukkan efektivitas dan keamanan pada pasien dengan
berat badan normal atau hanya sedikit diatas normal dan yang memiliki OSA serta obstruksi
orofaring (64,5% pasien tidak membutuhkan terapi lebih lanjut setelah operasi). Hal tersebut
sebaiknya lebih ditekankan pada panduan di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai