NPM : 0514204010
Green Logistic
Dewasa ini, sistem rantai pasok konvensional pada daging sapi mempunyai
beberapa masalah dan tantangan kedepan. Sistem rantai pasok daging sapi
diketahui menghabiskan energi yang cukup besar. Energi tersebut digunakan
untuk melakukan penangan khusus daging sapi yang mempunyai karakteristik
mudah rusak baik karena fisik, mekanis, kimiawi dan biologi. Rantai pasokan
daging sapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Dampak
itu terdapat pada setiap tingkat produksi seperti degradasi sumber daya alam
akibat pemberian pakan ternak, penggunaan lahan pada produksi primer,
konsumsi bahan bakar fosil, penggunaan air dan emisi gas rumah kaca (Rivera,
2014). Secara global, rantai pasokan daging sapi diperkirakan telah menghasilkan
emisi sekitar 35 persen dari emisi sektor peternakan (setara dengan 4,6 gigaton
CO2-eq) (Opio, 2013).
Dewasa ini, untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat, perusahaan
lebih berfokus untuk menciptakan nilai tambah tanpa memperhitungkan aspek
dampak lingkungan di dalamnya. Padahal energi yang dibutuhkan dan emisi yang
dihasilkan terhitung besar. Green SCM adalah solusi untuk melengkapi aspek
Nama : Yourdania Vatau TUGAS 1
NPM : 0514204010
Green Logistic
Berdasarkan aktifitas dalam rantai pasok seperti yang telah disebutkan oleh
Srivastava (2007), implementasi pada rantai pasok daging sapi diantaranya:
1. Green Design
Pada tahap ini, organisasi mulai melakukan identifikasi biaya, peluang, dan
memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh (EPA, 2000 dalam Diabat,
2011). Demi tercapainya green design, organisasi dapat melakukan kerja sama
(kolaborasi) antara focal company dengan supplier dalam mengatasi
environmental issues (Chin, 2015). Selain itu, juga harus dilakukan perencanaan
penghematan energi mulai dari proses pengadaan hingga sampai ke konsumen.
Nama : Yourdania Vatau TUGAS 1
NPM : 0514204010
Green Logistic
2. Green Operations/Manufacturing
Proses pemeliharaan sapi hidup hingga kemudian menjadi daging yang steril,
membutuhkan proses perawatan ternak, penyembelihan, pengemasan daging, dan
pendinginan. Proses tersebut harus memperhatikan kepentingan lingkungan,
seperti berupaya mengurangi gas metan yang dihasilkan oleh sapi (dimana setiap
satu ekor sapi dapat menghasilkan 300-500 gas methana setiap harinya) dengan
mengupayakan pakan berbasis jagung (Riebe, 2014). Menggunakan green
packaging materials, mengurangi penggunaan kemasan sulit didaur ulang,
melakukan upaya recycle dan reuse kemasan (Chin, 2015). Melakukan efisiensi
penggunaan cooler/freezer, serta melakukan proses penanganan limbah ternak
dan penyembelihan dengan pemanfaatan limbah menjadi produk yang bernilai.
3. Green Distribution
Menurut Pustral UGM, dengan pola distribusi berdasarkan komoditas daging sapi
(bukan sapi hidup) sudah dapat meningkatkan efisiensi distribusi dengan
mengurangi peluang quality & quantity loss. Sedangkan jarak pengiriman yang
jauh antar pulau, maka kebutuhan transportasi antarmoda tidak dapat terelakan.
Salah satu upaya untuk mencapai green distribution adalah melalui efisiensi
struktur logistik daging sapi, pemilihan jalur distribusi yang paling efisien, serta
proses pengiriman yang efisien dengan mengoptimalkan kapasitas container.
4. Reverse Logistics
Reverse logistics memungkinkan untuk mengurangi limbah di masyarakat.
Daging terkontaminasi saat distribusi dapat dikembalikan ke perusahaan terkait
untuk ditangani limbahnya atau dapat didaur ulang untuk diolah menjadi produk
lain.
Aktivitas-aktivitas tersebut akan berjalan optimal, setidaknya bila didukung oleh
dua komponen, yaitu pemerintah dan akademisi. Pemerintah harus mendorong
perusahaan/ organisasi untuk melakukan green supply chain melalui berbagai
macam kebijakan serta penyediaan fasilitas dan infrastruktur pendukung.
Akademisi berperan sebagai agen researcher, yang mampu melakukan analisis
dan memberikan berbagai ide inovatif untuk menyelesaikan persoalan lingkungan
dalam rantai pasok komoditas daging.