TESIS
Oleh :
Welhelmus Nabunome
Nim : K4A005007
1
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL)
2
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL)
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dalam bentuk tesis dengan judul :
Dalam penulisan tesis ini saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan
sebagaimana mestinya.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dijadikan pedoman bagi yang berkepentingan
dan saya siap menanggung segala resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya tulis
saya ini atau adanya klaim terhadap keaslian karya tesis saya.
Welhelmus Nabunome
4
ABSTRAK
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH
Welhelmus Nabunome1
Sutrisno Anggoro 2 dan Indah Susilowati 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi hasil tangkapan dan upaya pada tingkat
tangkapan maksimum lestari (MSY), Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces
(OA). MSY, MEY dan OA merupakan indikator bioekonomi yang akan digunakan untuk
memformulasikan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan perikanan di Kota Tegal.
Penelitian ini khusus menggunakan jaring arad (mini trawl) sebagai pendekatan untuk
analisis stok sumberdaya ikan demersal. Alat analisis yang digunakan adalah model
bioekonomi Schaefer dan Fox (Anderson, 1986). Model Fox lebih sesuai untuk
mengestimasi stok ikan demersal di Kota Tegal. Selanjutnya analisis dalam penelitian ini
menggunakan model Fox.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan dan upaya pada tingkat
Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 5.530 ton/tahun dan 20.823 trip/tahun.
Sementara estimasi nilai Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces (OA) pada
tingkat 5.376 ton/tahun ; 16.258 trip/tahun.dan 3.469 ton/tahun ; 47.860 trip/tahun.
Profitabitas jaring arad sebesar RP. 81.913/trip. Analisis dengan model Fox menunjukan
bahwa sudah terjadi tangkapan lebih (overfishing) sejak tahun 1997 dengan tingkat
pemanfaatan sebesar 149,92 % .
Beberapa bentuk pengelolaan perikanan yang diajukan dalam penelitian ini
diantaranya adalah: pembatasan kuota penangkapan ikan pada tingkat MSY sebesar 296
Kg/Trip dan untuk MEY 331 Kg/Trip ; kebijakan terhadap lebar ukuran mata jaring ;
upaya konservasi ; kontrol terhadap musim/daerah penangkapan ikan (spawning ground
dan fishing ground) ; penggiliran dalam melakukan penangkapan ikan (fishing with
alternate day) ; pembatasan penerbitan izin penangkapan bagi kapal baru, ; Co-
management diantara stakeholders ; Penegakan hukum (enforcement) dan pengawasan
(surveilance) dan Fisheries Information System (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar
kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal.
1
Mahasiswa Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang
2
Dosen Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang
5
ABSTRACT
A STUDI BIOECONOMICS MODEL AND ITS FISHERIES MANAGEMENT
FOR THE MUNICIPALITY of TEGAL,
CENTRAL JAVA
Welhelmus Nabunome2
Sutrisno anggoro3 and indah susilowati2
The research aimed to estimate the catch and effort in the level of Maximum
Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), and Open Access (OA),
respectively. All the those are considered as bionomic indicators and will be formulated
the fisheries management for Tegal Municipality. This study has special reference to the
arad-net (a kind of baby trawl) to proxy the stok of demersal fish.
The bionomic models of Schaefer and Fox (Anderson, 1986) were been invoked.
However, Fox model indicates the more suitable to estimate the demersal fish stok for
Tegal fisheries. There after, all analysis are based on the Fox model.
The result indicated that the catch and effort at MSY level are 5.530 ton/year and
20.823 trips/year, respectivey. While the catch and for Maximum Economic Yield (MEY)
and Open Access (OA) levels are 5.376 ton/year ; 16.258 trips/year and 47.860 trips/year
; 3.469 ton/year. The profitability of arad-net accounted for Rp. 81.913/trip. Fox model
concludes that Tegal fisheries is in overfishing condition since 1997 with averaged
ulilisation of 149,92%.
Ones of fisheries management schemes pruposed by this study among others are :
fishing of the catch limit of MSY (266 kg/trip) and for MEY (331 kg/trip) ; mesh-size ;
conservation effort ; closed season for spawning ground and fishing ground, fishing with
alternate-day ; licensing control ; Co-management among the stakeholders ; enforcement
and surveillance and Fisheries Information System (FIS).
2
Student, Magister of Coastal Resource Management, Diponegoro University, Semarang
3
Lecturer, Magister of Coastal Resource Management, Diponegoro University, Semarang
6
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan hikmat yang diberikan maka penulisan tesis dengan judul ”Model Analisis
Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empiris Di Kota
Tegal), Jawa Tengah’’, dapat diselesaikan. Model analisis bioekonomi digunakan untuk
mengestimasi aspek fisik (biologi), ekonomi dan sosial sehingga dapat
direkomendasikan strategi kebijakan yang tepat dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor dan Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS sebagai Ketua Program Studi Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai dan Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini
3. Ibu Prof.Dr.Dra.Hj.Indah Susilowati, M.Sc salaku Pembimbing pendamping atas
bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini
4. Bapak Ir. Asriyanto, DFG, MS dan Ir. B. Argo Wibowo, M.Si sebagai dosen
penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini
5. Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M), Dirjen
Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Skim Penelitian Hibah Pasca Tahun III (2007)
yang memberikan bantuan dana kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam
penyusunan tesis ini
6. Bapak Drs. Daniel Banunaek (Bupati Timor Tengah Selatan) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Strata -2 di Universitas
Diponegoro Semarang
7. Walikota Tegal dan jajarannya atas izin yang diberikan kepada penulis sehingga
dapat melakukan penelitian di Kota Tegal
7
8. Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk boleh mengambil data, terutama bapak Joko Susilo, S.T atas
data statistik yang diberikan
9. Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kepala TPI Tegalsari, dan Kepala
TPI Muarareja atas kesempatan untuk boleh melakukan penelitian di kedua lokasi
tersebut
10. Bapak dan Mama Nabunome, Bapak dan Mama Ati serta istriku tercinta Evy dan
buah hatiku Tasya atas dukungannya selama penulis melanjutkan pendidikan di
Semarang
11. Temanku Dian Wijayanto, S.Pi, MM dan Alfred Kase, S.Pi, M.Si atas begitu
banyak masukan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melanjutkan
pendidikan dan penulisan tesis ini serta teman-teman MSDP angkatan 2005
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak
memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapakan masukan berupa
saran dan kritik demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan
masukan dalam pengembangan ilmu ekonomi sumberdaya perikanan untuk peningkatan
taraf hidup nelayan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan.
Penulis
iv 8
DAFTAR ISI
Abstrak ................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................ iii
Daftar Tabel .................................................................................................. vii
Daftar Gambar ................................................................................................ viii
Daftar Lampiran............................................................................................... ix
Bab. I Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 9
Bab. II Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10
2.1 Model Bioekonomi Perikanan .................................................. 10
2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ........................................ 18
2.3 Sumberdaya Ikan Demersal ..................................................... 25
2.4 Alat Tangkap Ikan Demersal.................................................... 27
2.4.1 Jaring Arad ................................................................... 27
2.4.2 Jaring Cantrang............................................................. 28
2.4.3 Trammel net ................................................................. 29
2.5 Kebijakan dan Peraturan Pemerintah....................................... 31
2.6 Penelitian Terdahulu ................................................................ 34
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................... 42
2.8 Hipotesis .................................................................................. 44
Bab.III Metode Penelitian ........................................................................... 45
3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 45
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................ 45
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46
3.4 Teknik Analisis ........................................................................ 47
3.4.1 Model Bioekonomi Perikanan...................................... 48
3.4.2 Justifikasi Statistik......................................................... 50
3.4.3 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan................. 51
3.5 Definisi Variabel Operasional..................................................... 52
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 54
Bab IV. Hasil dan Pembahasan........................................................................ 55
4.1 Gambaran Umum Kota Tegal..................................................... 55
4.1.1 Letak Geografis............................................................... 55
4.1.2 Keadaan Penduduk.......................................................... 55
4.1.3 Pemanfaatan Lahan......................................................... 57
4.1.4 Keadaan Ekonomi........................................................... 58
4.1.5 Keadaan Pendidikan........................................................ 59
4.1.6 Potensi Perikanan Kota Tegal......................................... 61
4.2 Gambaran Lokasi Penelitian ....................................................... 66
4.2.1 Lokasi Penelitian............................................................. 66
4.2.2 Karakteristik Responden................................................. 68
9
4.3 Hasil dan Pembahasan ............................................................. 69
4.3.1 Analisis Bioekonomi Model Schaefer .............................. 69
4.3.1.1 Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dan
Effort Maximum Sustainable Yield (EMSY) Ikan Demersal di
Kota Tegal........................................................... 69
4.3.1.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum
Economic Yield (EMSY) ,Effort Open Acces (EOA) dan Catch
Open Acces (COA) Ikan Demersal di Kota Tegal
............................................................................. 73
4.3.2 Analisis Bioekonomi Model Fox ...................................... 77
4.3.2.1 Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Effort
Maximum Sustainable Yield (EMSY) Ikan Demersal di Kota
Tegal ................................................................... 77
4.3.2.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum
Economic Yield (EMSY) , Effort Open
Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan Demersal di
Kota Tegal........................................................... 80
4.3.3 Penentuan Model Bioekonomi yang Paling Sesuai (Best fit model) :
Model Schaefer dan Fox .................................................... 82
4.3.4 Analisa Profitabilitas Jaring Arad...................................... 84
4.3.5 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal di Kota Tegal
............................................................................................ 85
Bab V. Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 91
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 91
5.2 Saran .......................................................................................... 92
Daftar Pustaka ................................................................................................ 94
10
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Jawa Tengah Tahun 2000-2005. . 2
2. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Jawa Tengah Menurut Kabupaten
Tahun 2005 .................... ........................................................................... 3
............................................................................................... 18
3. Jenis Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2006 ......................................... 5
4. Ringkasan Penelitian Terdahulu ................................................................ 37
5. Persamaan Bioekonomi Model Schaefer dan Fox ..................................... 48
6. Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006............................... 56
7. Mata Pencaharian Penduduk Tiap Kelurahan di Wilayah Pesisir
Kota Tegal Tahun 2006 ............................................................................. 57
8. Pemanfaatan Lahan di Kota Tegal Tahun 2001 – 2006............................. 58
9. PDRB Kota Tegal Tahun 2002 – 2006 ...................................................... 59
10. Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Tegal Tahun 2006 ............................ 59
11. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Kelurahan di Pesisir
Kota Tegal Tahun 2006 .......................................................................... 60
12. Jumlah Kelurahan Pesisir dan Luas Tambak di Kota Tegal ..................... 61
13. Banyaknya Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut
TPI di KotaTegal Tahun 2001 -2006 ........................................................ 65
14. Nilai Kontribusi TPI Terhadap PAD Kota Tegal Tahun 2001-2006......... 66
15. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Muarareja Tahun 2000-2006 ..... 67
16. Profil Karakteristik Responden................................................................. 68
17. Hasil Tangkapan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006 .......... 73
18. Hasil Standarisasi Produksi dan Effort Ikan Demersal di Kota Tegal
Tahun 1995 – 2006 ................................................................................... 74
19. Perhitungang Nilai CPUE Model Fox ....................................................... 77
20. Hasil Analisis Bioekonomi Model Schaefer dan Fox................................ 82
21. Profitabilitas Jaring Arad Per Trip............................................................ 84
11
DAFTRA GAMBAR
Nomor Halaman
1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kota Tegal Tahun 2001-2006. .... 4
2. Kurva Pertumbuhan Logistik..................................................................... 12
3. Pengaruh Upaya Terhadap Hasil Tangkapan Ikan.................................... 13
4. Kurva Statis Schaefer................................................................................. 14
5. Hubungan antara Maximum Economic Yield (MEY), Maximum Sustaina-
ble Yield (MSY) dan Open Acces (OA) .................................................... 16
6. Gambar dan Operasional Jaring Arad........................................................ 28
7. Gambar dan Operasional Jaring Cantrang ................................................. 29
8. Gambar dan Operasional Jaring Trammel Net .......................................... 31
9. Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................................. 43
10. Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006............................... 56
11. Perkembangan Kapal Motor di Kota Tegal Tahun 2000-2006................. 62
12. Perkembangan Nelayan di Kota Tegal Tahun 2000-2006......................... 63
13. Perkembangan Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2000-2006 ................ 63
14. Pertumbuhan Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kota Tegal
Tahun 2001-2006...................... ................................................................ 64
15. Perkembangan Tambak di Kelurahan Muarareja Tahun 2001-2006........ 67
16. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal (Model Schaefer) ................... 70
17. Tingkat Pemanfaatan Sumberdya Ikan Demersal di Kota Tegal (Model
Schaefer)...................................... .............................................................. 71
74
18. Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dengan Effort (Model Schaefer) 72
19. Hubungan Biaya Penangkapan (TC), Total Penerimaan (TR) dan
Keuntungan (Profit) (Model Schaefer) ...................................................... 75
20. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal (Model Fox) ........................... 78
21. Tingkat Pemanfaatan Sumberdya Ikan Demersal di Kota Tegal (Model
Fox)...................................... ................................................................. 79
.................................................................
22. Hubungan Ln Catch Per Unit Effort ( Ln CPUE) dengan Effort (Model Fox)80
23. Hubungan Biaya Penangkapan (TC), Total Penerimaan (TR) dan
Keuntungan (Profit) (Model Fox).............................................................. 81
24. Status Sumberdaya Ikan di WPP I-IX di Indonesia................................... 86
25. Bagan Mekanisme Pengelolaan Sumberdaya Ikan .................................... 87
12
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
13
BAB I
PENDAHULUAN
1,9 juta km2 , wilayah laut sekitar 5,8 juta km2, jumlah pulau 17.508 buah dengan panjang
garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km. Dengan kondisi
ini membuat Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar.
Sesuai hasil pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia oleh Badan Riset Kelautan dan
Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) tahun 2001 dalam Purwanto (2003) bahwa potensi lestari (MSY) untuk
sumberdaya ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkap yang
diperbolehkan 5,1 juta ton per tahun (80 % dari MSY), dengan potensi lestari ikan
Jawa Tengah memilik garis pantai 791,76 km yang tediri dari panjang pantai utara
502,69 km dan pantai selatan 289,07 km. Potensi perikanan laut di Jawa Tengah sekitar
1.873.530 ton/tahun meliputi Laut Jawa sekitar 796.640 ton/tahun dan Samudera
Indonesia sekitar 1.076.890 ton/tahun (Profil Perikanan Tangkap Jawa Tengah, 2006).
Dari potensi tersebut sesuai hasil penelitian Triarso (2004) menyatakan bahwa potensi
ikan demersal di Jawa yaitu Samudera Indonesia sekitar 135.000 ton pertahun dengan
tingkat eksploitasi 84 % dan Laut Jawa potensinya 431.000 ton per tahun dengan tingkat
potensinya 430.000 ton per tahun dengan tingkat eksploitasi 41 % dan Laut Jawa
potensinya 340.000 ton per tahun dengan tingkat eksploitasi 130 %. Berdasarkan hasil
14
penelitian tersebut maka usaha perikanan tangkap khususnya ikan pelagis kecil sudah
mengalami overfishing khususnya Laut Jawa (130%) sedangkan ikan demersal masih
dapat dikembangkan baik di Samudera Indonesia (84 %) dan Laut Jawa (56%). Dari
potensi tersebut maka produksi dan nilai produksi perikanan tangkap dari tahun 2000-
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di Jawa Tengah
mencapai produksi tertinggi pada tahun 2002 yaitu 281.267 ton per tahun dan mengalami
penurunan produksi pada tahun 2005 dengan produksi 190.937 ton per tahun (turun 32,11
%). Nilai produksi tertinggi dicapai pada tahun 2002 yaitu Rp.1.122.530.171 dan nilai
produksi terendah pada tahun 2003 yaitu Rp.773.621.116. Data ini menunjukan bahwa
produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di Jawa Tengah mengalami fluktuasi yang
perikanan. Hal ini didukung juga dengan turun jumlah nelayan yang melakukan usaha
penangkapan ikan di Jawa Tengah yaitu pada tahun 2005 jumlah nelayan 168.133 orang
sedangkan tahun 2004 jumlah nelayan 174.418 orang sehingga mengalami penurunan
15
Kota Tegal merupakan salah satu Kota yang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah
dengan luas wilayah 39,68 km2 . Sesuai dengan Undang-undang No .32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, maka Kota Tegal diberikan kewenangan untuk mengelola
laut sejauh 4 mil. Panjang garis pantai Kota Tegal 10,5 km, sehingga Kota Tegal
memiliki luas laut yang dikelola sebesar 77,84 km2. Kegiatan perikanan di Kota Tegal
didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap dengan wilayah operasi meliputi perairan
pantai dan lepas pantai. Kota Tegal pada tahun 2005 memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi Propinsi Jawa Tengah dalam produksi maupun nilai produksi yang dapat
Tabel 2. Produksi dan Nilai Produksi Ikan laut Jawa Tengah Menurut Kabupaten
Tahun 2005
No Daerah Volume Produksi Nilai Produksi
Ton Prosentase Nilai (000) Prosentase
1 Kab. Brebes 4.376 2,27 % 14.135.530 1,72 %
2 Kab. Tegal 341,1 1,77 % 2.979.592 0,36 %
3 Kota Tegal 23.519 12,21 % 93.333.550 11,40 %
4 Kab. Pemalang 12.821 6,65 % 46.203.912 5,64 %
5 Kab.Pekalongan 1.751,7 0,90 % 6.813.940 0,83 %
6 Kota Pekalongan 47.695,2 24,76 % 211.256.452 25,81 %
7 Kab. Batang 12.048,9 6,25 % 36.293.122 4,43 %
8 Kab. Kendal 1.569,4 0,81 % 5.978.751 0,73 %
9 Kota Semarang 36,8 0,01 % 9.307.300 1,13 %
10 Kab. Demak 1.918,1 0,99 % 6.849060 0,83 %
11 Kab. Jepara 5.813,1 3,01 % 24.766.253 3,02 %
12 Kab. Pati 34.895,1 18,11 % 130.749.185 15,97 %
13 Kab. Rembang 37.228,9 19,33 % 139.176.786 17,00 %
14 Kab. Wonogiri 19,3 O,01 % 230.100 0,02 %
15 Kab. Purworejo 19 0,00 % 90.980 0,01 %
16 Kab. Kebumen 918 0,47 % 11.356.688 1,38 %
17 Kab. Cilacap 7.618 3,95 % 78.929.726 9,64 %
Jumlah 192.586,5 100 % 818.450.925 100 %
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, DKP Jawa Tengah 2006.
Dari tabel 2 terlihat bahwa produksi dan nilai produksi ikan dari Kota Tegal
memberikan kontibusi besar bagi Propinsi Jawa Tengah dengan produksi 23.519 ton
16
(12,21 %) dan nilai produksi Rp.93.333.550 (11,40 %) atau berada pada posisi ke-4 dari
Produksi dan nilai produksi ikan laut di Kota Tegal juga mengalami fluktuasi yang
cukup besar seperti yang dialami oleh Propinsi Jawa Tengah. Produksi dan nilai produksi
120,000.00
100,000.00
80,000.00
60,000.00
40,000.00
20,000.00
0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa produksi ikan laut di Kota Tegal
berfluktuasi dengan produksi tertinggi pada tahun 2002 sebesar 31.741,089 ton dan
mengalami penurunan pada tahun 2005 sebesar 22.271,411 ton. Produksi ikan didaratkan
di 3 TPI yang ada di Kota Tegal yaitu TPI Pelabuhan, TPI Tegalsari dan TPI Muarareja.
Pemasaran ikan dilakukan di TPI dengan sistem lelang yang mengakibatkan harga
berfluktuasi tergantung dari produksi yang ada, sehingga harga sangat dipengaruhi oleh
jumlah produksi yang diperoleh nelayan. Selain itu yang mempengaruhi fluktuasi
produksi diduga karena tingginya harga BBM dan mulai berkurangnya potensi
sumberdaya ikan di Kota Tegal. Dengan tingginya harga BBM dan sumberdaya ikan
yang berkurang menyebabkan terjadi penurunan jumlah kapal yang melaut khususnya
kapal motor yaitu pada tahun 2001 jumlah kapal motor 930 unit sedangkan pada tahun
17
2005 menjadi 611 unit (turun 34,30 %), ini juga diikuti dengan turunnya jumlah nelayan
yang melaut yaitu pada tahun 2001 jumlah juragan dan pendega 34.042 orang dan pada
tahun 2005 turun menjadi 12.947 orang (turun 61, 96 %) (Dinas Kelautan dan Pertanian
Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di Kota Tegal untuk melakukan usaha
penangkapan ikan didominasi oleh jaring cantrang (33,14 %), jaring arad (32,65 %) &
purse seine (17,15 %). Untuk jenis alat tangkap yang digunakan di Kota Tegal Tahun
Pada tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa usaha perikanan tangkap di Kota Tegal
umumnya untuk menangkap ikan pelagis kecil dan demersal yang dilihat jenis alat
tangkap yang digunakan. Sesuai hasil penelitian Permana (2003) tentang potensi
sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal Tahun 2003 sebesar 2.556,644 ton/tahun
dengan tingkat eksploitasi 70 %, hal ini sesuai dengan penelitian dari Triarso (2004)
bahwa tingkat eksploitasi ikan demersal di Laut Jawa baru mencapai 56 %, dengan
demikian maka potensi sumberdaya ikan demersal masih layak untuk dikembangkan.
18
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk usaha penangkapan ikan demersal di Kota
Tegal didominasi oleh dua alat tangkap (arad dan cantrang), karena dua alat ini
mempunyai kesamaan dalam operasional penangkapan ikan maka alat tangkap yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah jaring arad. Selain itu juga karena umumnya alat
tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Tegal adalah jaring arad (32,65 %).
ikan di Kota Tegal maka perlu dilakukan suatu usaha pendekatan yang memperhatikan
aspek biologis dan ekonomis, sehingga nelayan dalam melakukan aktifitasnya dapat
memperoleh keuntungan secara maksimal tetapi sumberdaya ikan tetap lestari. Untuk itu
maka digunakan pendekatan bioekonomi untuk mengestimasi aspek biologi, ekonomi dan
menggunakan model. Model merupakan abstraksi atau simplikasi dari dunia nyata.
Dengan menggunakan model maka dapat memberikan solusi optimal dalam pemanfaatan
untuk mengestimasi aspek potensi sumberdaya ikan (MSY, EMSY), mengestimasi aspek
ekonomi dalam usaha penangkapan ikan (MEY, EMEY) dan mengestimasi aspek sosial
(EOA, COA). Penelitian tentang pemanfaatan dan pengelolaan ikan demersal sudah
pernah dilakukan di Kota Tegal oleh Sumartini (2003) dan Permana (2003). Perbedaan
dengan kedua penelitian tersebut di atas terletak pada metode pendekatan yang
digunakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan dan
19
1.2 Rumusan Masalah
bersifat open acces dimana dapat diakses bagi semua pengguna. Dengan karakteristiknya
yang unik maka dalam pemanfaatannya dapat mengalami overfishing sehingga potensi
sumberdaya ikan mengalami penurunan dan ikuti dengan penurunan produksi serta
pendapatan nelayan.
Nelayan di Kota Tegal umumnya melakukan usaha penangkapan ikan laut dengan
didominasi oleh usaha penangkapan ikan demersal yang dapat dilihat dari jenis alat
tangkap yang digunakan yaitu jaring cantrang 342 unit (33,14%) dan jaring arad 339 unit
(32,65 %). Selain itu usaha penangkapan ikan demersal yang dilakukan oleh nelayan
Kota Tegal berada pada radius 1-3 mil dengan jumlah alat tangkap dan perahu yang
banyak sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan sangat besar, disisi lain juga
permintaan akan ikan sebagai protein hewani yang tinggi sedangkan stok sumberdaya
Kecenderungan (trend) produksi dan nilai produksi ikan di Kota Tegal semakin
menurun yaitu produksi tertinggi pada tahun 2002 (31.741,089 ton) dan produksi
terendah pada tahun 2005 (22.271,411 ton) dan nilai produksi tertinggi pada tahun
2002 ( Rp. 107.245.005.500) dan nilai produksi terendah pada tahun 2005 (Rp.
88.656.825.5000 ) (dapat dilihat gambar 1). Hal ini merupakan suatu permasalahan yang
perlu untuk dikaji baik dari segi fisik (biologi) maupun ekonomis. Untuk itu perlu
pendekatan bioekonomi untuk memasukan aspek ekonomi dengan kendala biologi dalam
20
selama ini tidak dimasukan (terabaikan) seperti aspek ekonomi dan sosial dimasukan
sehingga dalam pengelolaan yang akan dilakukan dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh meliputi aspek Fisik (biologi), ekonomi dan Sosial. Sehingga pertanyaan
5. Bagaimana kebijakan yang tepat dalam mengelola sumberdaya ikan demersal di Kota
Tegal?
Kota Tegal
Yield (EMEY), Maximum Economic Yield (MEY), Efort Open Acces (EOA), Catch
Open Acces (COA) dalam usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal
21
1.4 Manfaat Penelitian
kesejahteraan nelayan.
(biologis) dan ekonomis untuk kelestarian sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal.
ikan demersal.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Model bioekomi perikanan pertama kali ditulis oleh Scott Gordon (1954) dalam
(open acces) sehingga setiap orang dapat memanfaatkannya atau tidak seorangpun
memiliki hak khusus untuk memanfaatkan sumberdaya alam ataupun melarang orang lain
oleh Schaefer (1957), kemudian konsep dasar bioekonomi ini dikenal dengan teori
Dimisalkan bahwa pada suatu daerah tertentu tidak ada penangkapan ikan, maka
= F ( x ) ...............................................................................................................(1)
dx
dt
Dengan F (x) adalah laju biomassa yang merupakan fungsi dari ukuran biomassa. Jika
diasumsikan bahwa daerah tersebut terbatas, secara rasional dapat kita asumsikan bahwa
populasi tersebut tumbuh secara proporsional terhadap populasi awal, secara matematis
dapat ditulis :
23
dx
= rx ................................................................................................................(2)
dt
Dengan r dalam istilah biologi perikanan sering disebut intristic growt rate yaitu
pertumbuhan alamiah (natalitas dikurangi mortalitas) atau yang sering disebut laju
Dalam kondisi yang ideal, laju pertumbuahan ikan dapat terjadi secara eksponensial,
namun karena keterbatasan daya dukung lingkungan maka ada titik maksimum dimana
laju pertumbuhan akan mengalami penurunan atau berhenti. Pada titik maksimum ini
disebut carrying capacity. Dalam model kuadratik (logistik), maka fungsi logistik
dx ⎛ x⎞
= rx⎜1 − ⎟ = .................................................................................................(3)
dt ⎝ K⎠
Dengan r adalah laju pertumbuhan intristik (intistik growth rate) dan K adalah carrying
capacity. Dari persamaan (3) di atas terlihat bahwa dalam kondisi kesimbangan
(ekuilibrium) laju pertumbuhan sama dengan nol (dt/dx=0) maka populasi sama dengan
carrying capacity sedangkan pertumbuhan masimum akan terjadi pada setengah dari
carrying capacity. Pada kondisi ini disebut juga sebagai Maximum Sustainable Yield
24
Bila pada suatu daerah tertentu dilakukan penangkapan ikan maka laju perubahan netto
biomassa ikan (dx/dt) ditentukan oleh kemampuan reproduksi alamiah dan jumlah ikan
yang ditangkap dari stok ikan tersebut. Secara matematis, laju perubahan netto biomassa
= F ( x ) − C .......................................................................................................(4)
dx
dt
Dengan F (x) adalah laju pertumbuhan alami dari stok ikan, x dan C adalah jumlah ikan
yang ditangkap pada waktu tertentu ( C = c(t) ) memiliki hubungan yang proposional
dengan upaya penangkapan (E). Bila E merupakan indeks dari sarana produksi termasuk
kapal dan alat tangkap, maka jumlah ikan yang ditangkap dalam kurun waktu tertentu (C)
C = q.Ex...............................................................................................................(5)
Dengan adanya aktivitas penangkapan ikan, persamaan (4) dapat dituliskan sebagai
berikut :
⎛ x⎞
= ∫ ( x ) − C = rx⎜1 − ⎟ − q.Ex .......................................................................(6)
dx
dt ⎝ K⎠
Persamaan (6) dapat diilustrasikan pada gambar 3. Gambar 3, menunjukan bahwa jika
kegiatan penangkapan tetap bertambah, ternyata tidak menghasilkan produksi yang lebih
besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat eksploitasi seperti ini tidak
efisien secara ekonomis, karena tingkat eksploitasi yang sama dilakukan dengan upaya
yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan pada saat melakukan
penangkapan ikan C3 lebih besar dibandingkan dengan biaya C1. Untuk itu perlu
dijelaskan dengan aspek ekonomi mengenai tingkat efisiensi dan optimasi penangkapan.
25
Gambar 3. Hubungan Tangkapan (Catch) dengan Upaya (Effort) (Seijo, et al,1998)
kurva tangkap lestari pada gambar 3. Dalam kondisi kesimbangan jangka panjang (long
⎛ x⎞
qEx = rx ⎜1 − ⎟ ...............................................................................................(7)
⎝ K⎠
sehingga kalau kita pecahkan persamaan diatas untuk x, akan diperoleh persamaan
sebagai berikut
⎛ qE ⎞
x = k ⎜1 − ⎟ .....................................................................................................(8)
⎝ r ⎠
kemudian dengan mensubsitusikan persamaam (8) ke dalam persamaan (5) maka akan
⎛ qE ⎞
C = qEk ⎜1 − ⎟ ..................................................................................................(9)
⎝ r ⎠
⎛ K⎞
C = (qk )E − ⎜ q 2 ⎟ E 2 ........................................................................................(10)
⎝ r ⎠
26
Persamaan diatas (9) merupakan persamaan kuadratik. C (catch) kuadratik terhadap
effort dan jika digambarkan menunjukan sebuah parabola yang menggambarkan fungsi
prouksi perikanan dalam jangka panjang, dimana yield tergantung dari tingkat fishing
effort dalam sebuah kesimbangan populasi yang disebut Sustainable Yield. Kurva
K
Bila diasumsikan α = qK dan β = q 2 maka persamaan (10) dapat dituliskan :
r
C = αE – βE2 ......................................................................................................(11)
Titik MSY pada gambar 4 dapat diperoleh dengan menurunkan persamaan hasil
Koefisien parameter lestari (α dan β) dapat diestimasi dengan regresi sederhana model
Shaefer berikut :
C
= α – βE..........................................................................................................(13)
E
Dari gambar 4. terlihat bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan ( Upaya = 0) produksi
juga nol. Ketika upaya terus dinaikan pada titik EMSY akan diperoleh produksi
27
maksimum. Produksi pada titik ini disebut Maximum Sustaianable Yield. Karena sifat
kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, maka peningkatan upaya yang terus
menerus melewati titik EMSY maka produksi akan turun kembali, bahkan mencapai nol
(pada titik upaya maximum EMSY). Berdasarkan nilai MSY yang diperoleh dari model
Schaefer maka Gordon menambahkan faktor ekonomi dengan memasukan harga dan
biaya.
• Harga per satuan upaya output diasumsikan konstan atau kurva permintaan
• Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak termasuk faktor pasca panen
maka dengan mengalikan harga tersebut dengan MSY (C) maka akan diperoleh kurva
penerimaan sebagai Total Revenue (TR) = p.C, sedangkan kurva biaya kita asumsikan
linear terhadap effort, sehingga fungsi biaya menjadi TC = c.E. Bila diasumsikan harga
ikan dan biaya dari upaya konstan, maka akan diperoleh keuntungan (rente) bersih suatu
П = pCt - cEt
= (pqxt – c)Et..........................................................................................12
28
Dalam kondisi akses terbuka, rente ekonomi sama dengan nol (П=0) atau
c
x= ...................................................................................................13
pq
jika digabungkan fungsi penerimaan dan biaya tersebut dalam suatu gambar, akan
diperoleh kurva seperti gambar 5 yang akan menguraikan inti dari model Gordon -
Gambar 5, merupakan inti dari teori Gordon mengenai keseimbangan bioekonomi pada
kondisi open acces suatu perikanan akan berada pada titik kesimbangan pada tingkat
effort open acces (EOA) dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC).
Dimana pelaku perikanan hanya menerima rente ekonomi sumberdaya sama dengan nol.
Tingkat upaya pada pada posisi ini adalah tingkat upaya dalam kondisi keseimbangan
yang oleh Gordon disebut sebagai ”Bionomic equilibrium of open acces fishery” atau
29
Pada setiap upaya lebih rendah dari EOA (sebelah kiri dari EOA) penerimaan total
lebih dari biaya total. Pada kondisi ini pelaku perikanan (nelayan) akan tertarik untuk
menangkap ikan karena akses yang tidak dibatasi dan bertambahnya pelaku masuk
(entry) ke industri perikanan. Bila dilihat dari pendapatan rata-rata maka penerimaan
marginal dan biaya marginal dari penurunan konsep penerimaan total dan biaya total
Setiap titik disebelah kiri EOA, penerimaan rata-rata setiap unit effort lebih besar
dari biaya rata-rata per unit. Rente yang diperoleh dari pengelolaan sumberdaya T1
untuk titik effort maximum economic yield (EMEY). Keadaan ini akan memungkinkan
terjadinya entry atau pelaku perikanan yang sudah ada untuk memaksimalkan manfaat
ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya pada titik-titik sebelah kanan EOA biaya rata-rata per
satuan upaya lebih besar dibandingkan penerimaan rata-rata per unit. Pada kondisi ini
Pada gambar 5, jelas bahwa tingkat EOA terjadi kesimbangan pada pengelolaan
perikanan, maka pada kondisi ini entry dan exit tidak terjadi. Jika pada gambar 5
keuntungan lestari (Sutainable profit) akan diperoleh secara maksimum pada tingkat
effort MEY, dimana dapat dilihat pada jarak horisontal terbesar antara penerimaan dan
biaya yang diperoleh (T1), dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan, tingkat upaya ini
sering disebut sebagai Maximum Economic Yield (MEY) produksi yang maksimum
secara ekonomi. Pada titik EOA tingkat upaya (effort) yang dibutuhkan jauh lebih besar
dari upaya MSY dan MEY untuk memperoleh keuntungan yang optimal dan lestari. EOA
memberikan tingkat upaya yang optimal secara sosial (Social Optimum). Dari sudut
pandang ilmu ekonomi, kesimbangan open acces menimbulkan terjadi alokasi yang tidak
30
tepat (misallocation) karena kelebihan faktor produksi (tenaga kerja dan modal) dalam
perikanan yang seharusnya bisa digunakan untuk ekonomi produktif lain. Inilah
sebenarnya inti prediksi Gordon bahwa perikanan open acces akan menyebabkan
terjadinya kondisi economic overfishing. Selain itu juga bahwa keseimbangan open acces
dicirikan dengan terlalu banyak input sehingga stok sumberdaya akan diekstraksi sampai
pada titik yang terendah sebaliknya pada tingkat MEY input tidak terlalu banyak tetapi
Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang unik yaitu open acces sehingga
berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, moluska, rumput laut dan sebagainya.
sumberdaya yang tersedia (overfishing). Oleh karena itu diperlukan suatu usaha
pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan mencapai
menerus.
1. Tujuan yang bersifat fisik-biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam level
31
2. Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari
pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari perikanan.
3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal,
2. Pengendalian alat tangkap : tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya
ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu.
32
1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan
dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari
dapat terjamin
untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk memijah,
bertelur, telur menjadi larva, ikan muda dan baru kemudian menjadi ikan dewasa.
Bila salah satu siklus tersebut terpotong, misalnya karena penangkapan, maka
sumberdaya ikan tidak dapat melangsungkan daur hidupnya. Hal ini dapat
sifat biologi dari sumberdaya ikan tersebut. Sifat biologi dimaksud meliputi siklus
hidup, lokasi dan waktu terdapatnya ikan, serta bagaimana reproduksi. Pengaturan
musim penangkapan dapat dilaksanakan secara efektif bila telah diketahui musim
33
ikan dan bukan musim ikan dari jenis sumberdaya ikan tersebut. Selain itu juga perlu
diketahui musim ikan dari jenis ikan yang lain, sehingga dapat menjadi alternatif
bagi nelayan dalam menangkap ikan. Kendala yang timbul pada pelaksanaan
kebijakan pengaturan musim penangkapan ikan adalah 1). Belum adanya kesadaran
nelayan tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya ikan yang ada, 2).
Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh aparat, 3). Hukum diberlakukan tidak
penangkapan untuk ditutup, maka perlu dilakukan penelitian tentang stok sumberdaya
ikan yang ada pada daerah tersebut meliputi dimana dan kapan terdapatnya ikan serta
daerah yang merupakan habitat vital seperti daerah berpijah (spawning ground) dan
telur-telur ikan, larva dan ikan yang kecil dapat bertumbuh. Untuk mendukung
yang ketat oleh pihak terkait seperti dinas perikanan dan kelautan setempat
34
bekerjasama dengan Angkatan Laut, Polisi Air dan Udara (POLAIRUD) dan
Stakeholders (nelayan).
alat tangkap bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan stok ikan berdasarkan
struktur umur dan dan ukuran ikan. Dengan demikian ikan yang tertangkap telah
mencapai ukuran yang sesuai. Sementara ikan-ikan yang kecil tidak tertangkap
1). Penetuan ukuran minimum mata jaring (mezh size) pada alat tangkap gill net,
purse seine dan alat tarik seperti payang, pukat dan sebagainya.
alat tangkap, peran nelayan sangat penting. Hal ini disebabkan aparat sulit untuk
beroperasi di Indonesia. Kendala lain dalam kebijakan ini yaitu diperlukan biaya yang
tinggi untuk modifikasi alat tangkap yang sudah ada dinelayan. Sehingga perlunya
peran masyarakat untuk memodifikasi alat sesuai dengan lokasinya dengan aturan
yang ada.
35
Pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap
didasarkan pada adanya penggunaan bahan atau alat yang menyebabkan terjadinya
penurunan populasi ikan dan yang paling buruk yaitu punahnya ikan. Seperti
terhadap peraturan penggunaan alat atau bahan berbahaya tidak ditindak sesuai aturan
yang ada sehingga nelayan tersebut tidak jera. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
peraturan tersebut tidak efektif. Oleh karena itu efektifitas pengelolaan sumberdaya
perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini sangat tergantung dengan
tangkap juga perlu adanya keterlibatan secara aktif dari nelayan dan masyarakat
pesisir sebagai pengawas. Pengawasan yang dilakukan oleh nelayan dan masyarakat
pesisir dapat membantu aparat dalam menindak oknum yang melakukan penangkapan
5. Kuota Penangkapan
adalah upaya pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap (Total Allowble Catch =
menjaga kelestarian sumberdaya ikan, maka nilai TAC harus dibawah Maximum
1. Penentuan TAC secara keseluruhan pada skala nasional atau suatu jenis ikan
36
penangkapan mencapai total TAC yang ditetapkan maka aktifitas penangkapan
terlampaui.
Untuk menentukan batas upaya penangkapan perlu adanya data time series
yang akurat tentang jumlah hasil tangkapan dan jumlah upaya penangkapan di suatu
efektif yaitu dengan membatasi izin usaha penangkapan ikan pada suatu daerah.
Sumberdaya ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat
dasar pantai. Ciri umum ikan demersal antara lain memiliki aktifitas rendah, gerak ruaya
tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan tidak terlalu besar sehingga penyebaran
relatif merata dibandingkan dengan ikan pelagis ( Aoyama 1973 dalam Badrudin et al
1992). Ruaya ikan demersal tidak didasarkan pada pengaruh suhu, salinitas atau makanan
37
Disamping itu distribusi atau sebaran ikan demersal sangat dibatasi oleh
kedalaman perairan, karena tiap jenis ikan hanya bertoleransi terhadap kedalaman
tertentu sebagai akibat perbedaan tekanan air, karena semakin dalam suatu perairan akan
semakin besar tekanan yang diterima. Oleh karena itu pola penyebaran juga dipengaruhi
oleh dasar perairan yang berfungsi menentukan densitas organisme lain yang merupakan
makanan ikan dan menentukan tingkat kesuburan perairan karena alga dan bentos mampu
2000). Dengan demikian maka produktivitas primer suatu perairan berkaitan erat dengan
baik buruknya ekosistem disekitarnya. Laevastu dan Hayes (1987), menambahkan bahwa
kebanyakan ikan demersal pada umumnya melewatkan siang hari di dasar perairan, akan
timbul dan menyebar di kolom air atau aktif bergerak pada waktu malam hari
(nocturnal).
tahun 1991, luas daerah penangkapan ikan di Jawa Tengah adalah seluas 72.000 km2 (
1. Pelagis Besar
2. Pelagis Kecil
3. Demersal
4. Udang
5. Cumi-cumi
38
6. Ikan Karang
meggunakan jaring arad, cantrang dan trammel net. Jaring ini bersifat aktif dan paling
Jaring arad adalah jenis alat tangkap dasar yang merupakan modifikasi dari
trawl. Konstruksi jaring arad terdiri dari bagian kantong, badan dan sayap. Ukuran
mata jaring bagian kantong lebih kecil dibandingkan dengan mata jaring badan dan
sayap. Pada bagian ujung kedua sayap dilengkapi papan pembuka (otter board) dan
membentuk luasan sapuan tertentu. Hasil tangakapan dari jaring ini adalah ikan dasar
mempunyai dasar lumpur atau lumpur berpasir, tidak terdapat karang, arus dan angin
serta gelombang tidak terlalu besar. Keuntungan menggunakan jaring arad adalah 1).
Kelemahan jaring ini antara lain 1). Ikan yang tertangkap mati sehingga tidak bisa
untuk menangkap ikan/udang yang hidup, 2). Merupakan alat tangkap yang tidak
selektif artinya semua biota, kotoran dan sampah yang ada didasar perairan ikut
tangkap. Menurut BBPPI (1996) jaring arad merupakan jaring yang ditarik sepanjang
dasar perairan sehingga efektif untuk menangkap ikan dan udang. Bentuk dan cara
39
Gambar 6. Bentuk dan Cara Pengopersian Jaring Arad.
Sumber : BBPPI Semarang (2000)
Menurut Brand (1986) alat tangkap cantrang merupakan alat tangkap ikan yang
dimasukan dalam kelompok pukat (danish seine) dan dioperasikan dengan perahu
maka disebut boat seine. Sedangkan Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa
cantrang tergolong dalam danish seine yang tediri dari bagian kantong (cod end),
badan (body), kaki/sayap (wing) dan mulut (mouth). Penggunaan jaring ini untuk
slambar dan jaring pada dasar yang dituju. Konstruksi cantrang terdiri dari 1).
Kantong (cod end); bagian tempat berkumpulnya hasil tangkapan yang ujungnya
diikat sehingga hasil tangkapan tidak lolos, 2). Badan ; bagian terbesar dari jaring
yang terletak diantara kantong dan kaki jaring, 3). Kaki (sayap) ; terbentang dari
badan hingga slambar yang berguna sebagai penghalang ikan masuk ke dalam
kantong, 4). Mulut ; pada bagian atas jaring relatif sama panjang dengan bagian
bawah. Alat tangkap cantrang dioperasikan dengan kapal berukuran 8,5-11 m x 1,5-
40
2,5 x 1-1,5 dengan kekuatan mesin 18-27 PK. Daerah penangkapan cantrang tidak
jauh dari pantai, bentuk dasar perairan berlumpur atau berpasir dengan permukaan
Trammel net adalah jaring insang yang mempunyai tiga lapis yang berbeda
ukuran. Ukuran mata jaring pada lapisan dalam lebih kecil dari ukuran mata jaring
lapisan luar, sehingga sangat efektif untuk menangkap udang penaid yang berukuran
besar, selain itu juga ikan demersal tertangkap dengan cara terpuntal. Alat tangkap
ini merupakan alat tangkap dasar (bottom). Ikan dasar yang tertangkap dengan alat
tangkap ini adalah ikan tigawaja (Johnius sp), layur (Trihiurus sp), kerong-kerong
41
(Therapan sp), kerot-kerot (Pomadasys sp), petek (leiognayus sp) dan ikan lidah
(Cynoglossus sp).
Pengoperasian Alat tangkap trammel net dapat dilakukan dengan cara pasif,
3. Pengoperasian semi aktif adalah dengan cara menarik jaring secara melingkar
gerak kapal
bergerak dan berfungsi sebagai pusat lingkar gerak kapal yang bergerak
Daerah penangkapan (fishing ground) darai alat tangkap ini adalah perairan
dengan kedalaman 3-21 meter, dengan dasar perairan lumpur, pasir atau campuran
lumpur dan pasir dengan topografi dasar perairan relatif datar. Bentuk dan cara
42
Gambar 8. Bentuk dan Cara Pengoperasian Jaring Trammel Net.
Sumber : BBPPI Semarang (2000)
sangat besar, tetapi potensi tersebut jika tidak dikelola secara baik maka sumberdaya
tersebut akan punah. Untuk mengatur tentang pemanfaatan, pemasaran dan pengelolaan
sejak tahun 1973 sampai tahun 2007. Ada 16 perundang-undangan perikanan nasional
yang berlaku di Indonesia. Perundang-undangan ini meliputi semua aspek dari sektor
43
Keputusan ini membatasi alat tangkap pukat (trawl) yang harus memiliki ijin
khusus untuk beroperasi di daerah tertentu
6) Keputusan Presiden No.39 tahun: 1980
Keputusan ini melarang penggunaan alat tangkap pukat trawl di wilayah
Perairan Indonesia
7) Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun: 1983
Keputusan ini menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
8) Undang-undang Republik lndonesia No.9 tahun: 1985
Keputusan ini merupakan penetapan aturan dan petunjuk operasional untuk
kegiatan perikanan di lndonesia
9) Keputusan Menteri Pertanian No.769 tahun: 1988
Keputusan ini menetapkan aturan untuk pengoperasin alat tangkap lampara dasar
10) Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990
Keputusan ini mengatur tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya
44
Peraturan yang secara langsung berkaitan dengan penelitian ini adalah Undang-
undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam undang-undang ini juga mengatur
rekomendasi dari Komisi Nasional yang mengkaji sumberdaya ikan. Selain itu juga
dalam undang-undang ini diatur jenis alat tangkap, jumlah dan ukuran alat penangkap
ikan serta daerah, jalur atau musim penangkapan ikan. Hal ini sesuai dengan Keputusan
Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 yang mengatur jalur-jalur penangkapan ikan.
Sesuai Kep Men tersebut bahwa jalur perikanan dibagi menjadi 3 yaitu jalur I, II dan III.
Jalur I dibagi menjadi 2 yaitu jalur Ia daerah tangkapan sampai 3 mil, jalur Ib perairan
diluar 3 mil sampai 6 mil, jalur II daerah tangkapannya diluar 6 mil sampai 12 mil, jalur
3 perairan diluar jalur II (12 mil) sampai dengan batas terluar ZEE. Dengan penetapan
jalur ini maka Propinsi memiliki kewenangan mengelola kekayaan laut sejauh 12 mil
sedangkan Kabupaten/Kota 1/3 dari kewenangan Propinsi (4 mil) sesuai amanat dalam
di Perairan Perbatasan Kalimantan Timur. Data yang digunakanan terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer berupa data operasional penangkapan dan data hasil
tangkap sedangkan data sekunder berupa data upaya (effort) dan data hasil (yield).
Metode analisis menggunakan metode surplus produksi Schaefer, metode luas sapuan
45
(swept area methods), deskriptif kualitatif, statistik (regresi). Dari hasil penelitian
diperoleh hasil sebagai berikut MSY = 9.656 ton/tahun dengan upaya optimum 1452 unit
sedangkan MSY dengan swept area methods = 16.032 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan
pada tahun 2004 tercatat 127 % melebihi potensi lestarinya. Ada 5 faktor penyebab
illegal fishing : a) potensi ikan yang lebih baik, b). kemampuan nelayan yang
terbatas, c). lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, d). kurangnya sarana dan
prasarana pengawasan, e). lemah koordinasi antar instansi terkait. Dengan kondisi
Kalimatan Timur.
Dengan Alat Tangkap Payang Jabur Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi di Perairan Tegal.
pembiayaan dan pendapatan usaha penangkapan payang jabur. Metode yang digunakan
dengan pendekatan bio-ekonomi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa usaha
penangkapan ikan teri dengan payang jabur di perairan Tegal mengalami overfishing.
46
Variabel yang digunakan adalah dinamika populasi (pertumbuhan dan mortalitas) dan
bio-ekonomi. Metode yang digunakan adalah Powell-Weterall, Beverton dan Holt (1957),
bio-ekonomi model Gordon- Schaefer. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa secara
biologi dan ekonomi di D.I Yogjakarta khususnya species P.peniculatus telah mangalami
tangkap.
Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Kota Tegal. Data yang digunakan adalah data
primer dan data sekunder. Data primer yaitu komposisi ikan demersal, tingkat
kematangan gonad, fekunditas. Data sekunder yaitu produksi ikan demersal, jumlah
armada, jumlah alat tangkap demersal dan jumlah nelayan. Dari hasil penelitian diketahui
8 jenis ikan demersal yang tertangkap jaring arad adalah petek, beloso, lidah, tigawaja,
sebelah, kuniran dan swanggi. Ikan yang tertangkap berukuran kecil dan rata-rata tingkat
kematangan gonad I.
Cantrang Di Kota Tegal. Data yang digunakan adalah jumlah tangkapan rata-rata, jenis-
jenis ikan yang tertangkap, biaya-biaya yang diperlukan pada usaha penangkapan, nilai
hasil tangkapan, lokasi penangkapan, ukuran kapal dan alat tangkap, jumlah trip operasi
Douglas), faktor surplus produksi –Schaefer, NPV, Net B/C Ratio, dan IRR. Dari hasil
penelitian disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi produksi hasil tangkapan
yaitu kekuatan mesin penggerak kapal, jumlah ABK, jumlah hari operasi per trip. Nilai
potensi lestari Pantura Kota Tegal sebesar 2.556,669 ton/tahun dengan upaya optimum
47
4.282 trip/tahun dan CPUE optimum sebesar 597 kg/trip. Analisis finansial alat tangkap
cantrang di Kota Tegal masih layak dikembangkan dengan discount rate 18 %. Alat
tangkap cantrang tidak perlu ditambah karena trend penurunan semakin besar.
48
Tabel 4. Ringkasan Penelitian Terdahulu
N Penelitian/Tahun/Lokasi/Ju Metode Sampling
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
o dul dan Alat Analisis
1 Mulyadi, E (2007) • Metode survey • Jenis dan jumlah alat • MSY 9.565 ton/tahun dengan
Analisis Sumbedaya Ikan eksplorasi tangkap upaya optimum 1.452 unit alat
Demersal di Perairan • Metode surplus • Jumlah trip tangkap standar
Perbatasan Kalimantan Timur. produksi Schaefer • Produksi menurut • Metode swept area MSY 16.032
Tujuan penelitian : • Metode swept area jenis alat tangkap ton/tahun
a. Menganalisis potensi dan • Deskriptif kualitatif • Produksi per jenis • Tingkat pemanfaatan tahun
tingkat pemanfaatan • Statistik (regresi) ikan per jenis alat 2004 sebesar 127 %
sumberdaya ikan demersal tangkap • Tingkat kematangan gonad
b. Mengevaluasi perkembangan • Total produksi sangat buruk terhadap peluang
jumlah alat tangkap trawl dan kelestarian sumberdaya ikan
upaya optimum untuk demersal. Hal ini terlihat dengan
sumberdaya ikan demersal ukuran ikan yang tertangkap
c. Mengevaluasi pengaruh berukuran dibawa rata-rata
penggunaan jaring trawl dan panjang pada saat matang gonad
alat tangkap ikan demersal pertama yaitu 66,9 % s/d 88,1 %
lain terhadap hasil tangkapan • Ada 5 faktor penyebab illegal
ikan demersal di perairan fishing : a) potensi ikan yang
perbatasan Kalimatan Timur lebih baik, b). kemampuan
d. Menganalisis tingkat nelayan yang terbatas, c).
kematangan gonad pertama lemahnya pengawasan dan
49
beberapa jenia ikan demersal penegakan hukum, d).
ekonomis penting yang kurangnya sarana dan prasarana
tertangkap trawl sebagai pengawasan, e). lemah
indikasi tingkat selektifitas koordinasi antar instansi terkait
trawl • Untuk pengelolaan sumberdaya
e. Mengidentfikasi aspek-aspek ikan yang mulai terganggu
pendorong timbulnya illegal kelestariannya ada beberapa
fishing di perairan perbatasan cara : a). membatasi
Kalimatan Timur jumlah/kuota hasil tangkapan
alat tangkap trawl, b).
membatasi trawl yang
beropersai baik jumlah
maupunn ukurannya, c). perlu
pengelolaan secara bersama
antar Kabupaten/kota yang
melakukan penangkapan
diperairan perbatasan Kaimatan
Timur.
50
Melalui Pendekatan • Model Bioekonomi • Pembiayaan dan • MSY ikan teri 676.588,06
Bioekonomi di Perairan Tegal Gordon- Schafer pendapatan usaha kg/tahun
Tujuan penelitian : penangkapan payang • Secara ekonomi masih
a. Untuk mengkaji Hasil jabur mengalami keuntungan
tangkap lestari
b. Untuk mengkaji Hasil
Ekonomi Maksimum (MEY)
c. Peranan MEY dalam
pengelolaan Sumberdaya Teri
dengan alat tangkap payang
jabur
3 Mohamad Zaki Mahasin (2003) • Metode observasi dan • Aspek biologi : Kegiatan penangkapan lobster
Magister Manajemen wawancara pertumbuhan dan untuk jangka panjang tidak dapat
Sumberdaya Pantai • Metode powell- mortalitas memberikan keuntungan baik dari
Kajian Stok dan Bioekonomi Weterall & metode aspek b iologi dan ekonomi
Lobster (Panulirus sp) Untuk Beverton dan Holt • Aspek ekonomi : • Secara biologi dan ekonomi
Menunjang Pemanfaatan (1957) Maximum species P. Peniculatus telah
Berkelanjutan Di Propinsi D.I • Bioekonomi model Economic Yield mengalami over fishing
Yogjakarta Gordon-Schaefer (MEY) • Perlu membatasi jumlah armada
Tujuan penelitian : Maximum tangkap
a. Menganalisis komposisi Economic Rent
ukuran panjang karapas (MER)
51
(carapace lenght) melalui
pebgukuran tiap-tiap jenis
lobster yang tertangkap
b. Menganalisis parameter
pertumbuhan dan catch per
unit effort (cpue)
c. Mengetahui nilai MEY dan
MER
d. Mengidentifikasi status
perikanan lobster di
D.I.Jogjakarta
4 Sumartini, S. 2003 • Metode deskriptif • Panjang dan berat ikan Diketahui 8 jenis ikan demersal
Kajian Penggunaan Jaring analisis • Komposisi jenis-jenis yang dominan tertangkap jaring
Arad Terhadap Sumberdaya • Metode Holden dan ikan yang tertangkap arad : petek ((Leiognathidae),
Ikan Demersal Di Perairan Raitt (1974) • Tingkat kematangan beloso, lidah, tigawaja, sebelah,
Pantai Kota Tegal. gonad kuniran, kerapu, swanggi
Tujuan penelitian : • Fekunditas •Ikan-ikan yang tertangkap
a. Mengkaji komposisi ikan berukuran kecil dengan tingkat
demersal yang tertangkap kematangan gonad I
dengan alat arad • Tingkat fekunditas tertinggi pada
b. Mengkaji panjang dan berat ikan swanggi dan ikan petek yakni
ikan demersal yang 41.000 dan 33.838 butir
52
tertangkap dengan alat arad
c. Mengkaji tingkat kematangan
gonad dan fekunditas ikan
demersal yang tertangkap
dengan alat arad.
5 Permana, R.M, 2003 • Metode acak • Jumlah hasil tangkapan • Potensi lestari ikan demersal
Analisis Produksi Perikanan sederhana rata-rata Pantura Kota Tegal 2.556,664
Cantrang di Kota Tegal • Analisis fungsi • Jenis-jenis ikan yang ton/tahun
Tujuan Penelitian : produksi (Model tertangkap • F optimal 4.282 trip/tahun
a. Menganalisis faktor-faktor Cobb-Douglas) • Biaya-biaya pada usaha • Tingkat eksploitasi tahun 1997
produksi yang mempengaruhi • Metode Surplus penangkapan dengan (99 %), tahun 1998 (102 %), tahun
hasil tangkapan cantrang Produksi Schaefer cantrang 1999 (102 %) dan 2002 (70%)
b. Menganalisis kecenderungan • NPV, Net B/C ratio, • Nilai hasil tangkapan • Analisis finansial alat tangkap
(trend) produksi per unit IRR • Lokasi penangkapan cantang masih layak
upaya penangkapan (CPUE) • Ukuran kapal dan alat dikembangkan (discount rate 18%)
c. Menganalisis kelayakan tangkap • Jumlah cantrang tidak perlu
usaha perikanan cantrang ditambah karena trend penurunan
• Jumlah trip operasi
ditinjau dari aspek penangkapan semakin besar
finansialnya
53
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian
Dalam melakukan usaha penangkapan ikan setiap nelayan ingin memperoleh
hasil tangkapan yang banyak dan memperoleh keuntungan. Hal ini menyebabkan
terjadinya over exploited (tangkapan lebih) apabila input yang digunakan tidak dikelola
secara baik. Input yang tidak dikelola secara baik mengakibatkan sumberdaya ikan akan
kepunahan.
Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut data primer berupa
produksi per trip, upaya penangkapan per trip, biaya per trip, harga jual rata-rata ikan
dan data sekunder berupa data time series upaya (trip) dan Produksi selama 11 tahun
sumberdaya ikan demersal (MSY), EMSY, MEY, EMEY dan EOA, COA. Setelah dianalisis
maka akan diketahui apakah secara ekonomis usaha penangkapan ikan mengalami
keuntungan atau tidak dan potensi yang ada apakah under eksploited (rendah tingkat
pemanfaatannya), suistainable (lestari) dan over eksploited (tangkapan lebih). Selain itu
sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal. Dari hasil analisis di atas maka sumberdaya
ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan upaya pengelolaan dapat dilakukan untuk
rekomendasi kebijakan dalam manajemen sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal untuk
berikut :
54
Sumberdaya Ikan Demersal di
Kota Tegal
Analisis Bioekonomi
• Maximum Sustainable Yield (MSY)
• Effort Maximum Sustainable Yield
(EMSY)
Umpan Balik
REKOMENDASI KEBIJAKAN
MANAJEMEN PERIKANAN
55
2.8 Hipotesis
Menurut hasil penelitian Permana (2003) menyatakan bahwa tingkat eksploitasi
ikan demersal di Kota Tegal pada tahun 2002 sebesar 70 % dan analisis alat tangkap
menunjukan bahwa tingkat eksploitasi ikan demersal di Laut Jawa baru mencapai 56 %.
56
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi empiris mengenai model analisis bioekonomi dan
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diambil secara acak bersumber dari responden meliputi : produksi, biaya per
trip, harga ikan, musim dan daerah penangkapan. Pengumpulan data primer dilakukan
sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Kecamatan, Kantor
Kelurahan dan BPS. Data yang dikumpulkan meliputi kondisi geografis dan adminstrasi
wilayah, keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasarana perikanan, data upaya
penangkapan ikan (trip) dan data Produksi ikan demersal selama 11 tahun terakhir
(1995-2006).
Populasi adalah kumpulan semua elemen dalam populasi dimana sampel diambil
sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi (Sekaran, 2003). Populasi dalam
penelitian ini meliputi nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan demersal di
Kota Tegal. Penentuan sampel menurut Sekaran (2003) dapat dilakukan sesuai dengan
taraf kepercayaan yang diinginkan oleh peneliti . Teknik pengambilan sampel dilakukan
57
Tahap pertama : menentukan alat tangkap sampel. Alat tangkap yang diamati adalah alat
Kota Tegal yaitu arad tangkap (arad, cantrang dan trammel net).
Tahap kedua : dari tiga jenis alat dilakukan standarisasi ke satuan baku dan yang
mempunyai nilai FPI (Fish Power Index) lebih besar atau sama dengan
Sesuai perhitungan FPI (lihat tabel 18) yang mempunyai nilai FPI sama dengan 1
adalah alat tangkap arad. Maka dalam penelitian ini sebagai alat tangkap standar
adalah arad. Nilai FPI tersebut diperoleh dari persamaan (Gulland, 1982) :
Catchr
CPUEr = ,r =1,2,3……P (alat tangkap yang distandarisasi)
Effort r
Catchs
CPUEs = , s=1,2,3…….Q (alat tangkap standar)
Effort s
CPUE r
FPIi = , i = jenis alat tangkap ; 1, 2, 3…..n
CPUE s
Tahap ketiga : dari hasil tahap kedua kemudian dipilih sampel 100 dengan metode
Dalam melakukan penelitian ini teknik yang digunakan adalah sebagai berikut :
1). Wawancara. Teknik ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian 2, 3 dan 4.
58
1. Rata-rata produksi hasil tangkapan per trip
Tegal.
2). Dokumentasi. Metode ini memudahkan dalam pelaksanaan artinya apabila ada
kekeliruan dalam pencatatan maka sumber datanya masih tetap atau tidak
Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling mudah dan
sederhana untuk mengetahui MSY, EMSY , EMEY ,MEY dan EOA. Selain itu menurut
Clark 1985 dalam Purwanto 2006 bahwa pendekatan bioekonomi adalah pendekatan
Menurut Goodman 1975 dalam Hal dan Day (1977) model adalah abstraksi dan
59
model adalah ringkasan teori yang dinyatakan dalam formulasi matematika. Untuk
mencapai tujuan dalam penelitian ini maka digunakan model surplus produksi Schaefer
dan Fox sebagai basis biologi untuk menghitung bioekonomi perikanan. Penggunaan
model surplus produksi Schaefer telah digunakan oleh Gordon (1954) sebagai basis
(Thanh, 2006).
menghubungkan tingkat produksi ikan (Q) dengan upaya penangkapan (C) sebagai
berikut :
Q = q.e → q = B0 + B1E
= (B0 + B1E).E
= B0.E + B1E.E
= B0.E + B1.E2 .
Tabel 5. Persamaan Bioekonomi Model Schaefer dan Fox
Schaefer Fox
MSY B0
2 E. Exp(γ0+γ1.E)
4B1
E MSY B0 1
-
γ1
2B1
60
E OA 2 x EMEY ln c − ln p − γ 0
γ1
MEY B0
2
c2 c
− − e −1+ γ + w +
4.B1 4.B1. p 2 p
γ1
E MEY B0 c − 1.w *
− γ1
2.B1 2.B1. p
Keterangan :
ce1−γ
*we w =
p
Untuk perhitungan MEY model Fox digunakan metode grafis-simulasi karena
Sesuai dengan asumsi bahwa harga ikan per kilogram (p) dikonversikan dalam
rupiah dan biaya penangkapan per unit upaya (C) adalah konstan, maka total pendapatan
(TR) dan total biaya (TC) dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
TR = p.C
TC = c.E
Untuk menghitung Keuntungan usaha penangkapan ikan (profit) dengan persamaan
berikut :
61
Π = TR – TC
maka dapat dilakukan analisis untuk mengestimasi MSY dan EMSY dengan menggunakan
model surplus produksi Schaefer. Sedangkan data primer yang diambil yaitu produksi,
biaya per trip, harga jual ikan. Data-data primer yang terkumpul dianalisis dengan model
bioekonomi untuk mengestimasi MEY ,EMEY dan OA, EOA. Menurut Susilowati (2006),
jika upaya penangkapan ikan yang digunakan sebesar EMEY maka produksi akan
memberikan nilai ekonomi yang maksimal, jika upaya pada EMSY maka produksi akan
memberikan nilai fisik yang optimal sedangkan jika upaya pada EOA maka produksi akan
berada pada titik impas sehingga produsen akan mengurangi /atau meninggalkan usaha
penangkapan ikan. Menurut Anderson (1986) bahwa Maksimum Ekonomi Yield (MEY)
dapat dicapai apabila kurva penerimaan marginal memotong kurva biaya marginal,
sedangkan produksi open acces terjadi bila penerimaan total seimbang dengan biaya
total, sehingga laba upaya penangkapan sama dengan nol. Oleh karena itu untuk
sumberdaya ikan maka input dalam usaha perikanan yang ideal berada pada titik MEY.
Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 18 ayat 4, yaitu
62
Indonesia dituangkan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal
6. Selain itu juga FAO secara global mengatur tentang pengelolaan perikanan dunia.
Menurut FAO (1997) bahwa pengelolaan adalah proses yang terintegrasi dalam
keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi (jika perlu dengan enforcement) dari
Berdasarkan uraian diatas maka dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan secara
berkelanjutan dan lestari, menurut Sutono (2003) dapat ditempuh dengan beberapa cara
antara lain :
5.Kuota penangkapan
Widodo dan Suadi (2006) juga menyatakan bahwa pengelolaan perikanan dapat
2. Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan
63
6. Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati
7.Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per
8.Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan
adanya penafsiran yang berbeda terhadap variabel dan untuk menghindari kesamaan dan
Konsep operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jaring arad adalah Jenis alat tangkap dasar yang merupakan modifikasi dari trawl.
Alat tangkap ini dioperasikan dengan ditarik sepanjang dasar perairan sehingga
2. Jaring cantrang adalah alat tangkap ikan yang dimasukan dalam kelompok pukat
(danish seine) dan dioperasikan dengan perahu maka disebut boat seine (Brand,
1986).
3. Jaring trammel net adalah jaring insang yang mempunyai tiga lapis berbeda.
Pengoperasian dilakukan dengan cara pasif, semi aktif dan aktif dan ikan yang
penangkapan, baik dengan ataupun tanpa mesin sebagai penggerak (Laapo, 2003)
64
5. Trip penangkapan adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan operasi
6. Produksi atau out put adalah nilai ikan laut yang didaratkan dan satuan pengukuran
8. Economic Overfishing adalah Jika rasio biaya/harga terlalu besar atau jumlah input
yang dibutuhkan lebih besar dari pada jumlah input yang dibutuhkan untuk
berproduksi pada tingkat rente ekonomi yang maksimum (maximized economic rent)
( Fauzi,2005)
12. EMEY adalah upaya penangkapan optimal pada saat keuntungan maksimum
13. OA adalah pemanfaatan sumberdaya ikan secara bebas, tidak ada larangan bagi
pengguna sumberdaya untuk ikut memanfaatkan dan meningkatkan jumlah kapal atau
15. Pengelolaan sumberdaya adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan untuk
65
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan Pebruari - Agustus 2007,
dengan lokasi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muarareja Kota Tegal. Penentuan lokasi
tersebut didasarkan pada lokasi pendaratan ikan demersal yang dilakukan nelayan
setempat.
66
BAB IV
Selatan. Secara administarsi Kota Tegal dibagi dalam 4 Kecamatan yang terbagi dalam
27 Kelurahan. Dari Kelurahan yang ada terdapat 4 Kelurahan yang berbatasan dengan
pantai yaitu Kelurahan Tegalsari dan Kelurahan Muarareja (Kecamatan Tegal Barat),
Kota Tegal memiliki luas wilayah 39,68 km2 , dengan relief daerah berupa dataran
rendah dan pengairan sungai. Kota Tegal sebagai daerah pantai memiliki kemiringan
relief rata-rata yaitu 0 – 1% dengan ketinggian ± 3 meter dari permukaan laut, struktur
tanah yaitu tanah pasir dan tanah liat dengan temperatur berkisar 22,10oC-32,30o C dan
kelembaban mencapai 82 %.
Jumlah penduduk Kota Tegal berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2006
tercatat 243.728 jiwa terdiri dari 123. 008 jiwa penduduk laki-laki dan 122.720 jiwa
penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 100,23, dengan tingkat kepadatan
67
peduduk rata-rata Kota tegal tahun 2006 sebesar 6.193 jiwa/km2 dengan laju
pertumbuhan 0,16 %. Dengan jenis kelamin penduduk laki-laki sebanyak 123. 008 jiwa
dan perempuan 122.270 jiwa, hal ini menunjukan jumlah penduduk laki-laki lebih
Berdasarkan tingkat mata pencahariannya, penduduk Kota Tegal pada tahun 2006 dapat
68
Lain-lain 1193
Pensiunan 4473
9223
MATA PENCAHARIAN
PNS/ABRI
Pengangkutan 6687
Pedagang 21887
Buruh Bangunan 2031
Buruh Industri 2303
Pengusaha 12013
Nelayan 6457
Buruh Tani 3739
Petani Sendiri 22209
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000
JUMLAH
Pada tabel dan gambar di atas terlihat bahwa jenis pekerjaan didominasi oleh petani
sendiri 22.209 jiwa (24,08%) dan pedagang 21.887 jiwa (23,73 %), sedangkan untuk
Kelurahan
No Mata Pencaharian Muarareja Tegalsari Mintaragen Panggung
1 Petani 177 - 3 243
2 Buruh Tani 11 - 46 287
3 Nelayan 1577 5321 2885 522
4 Pengusaha 67 54 426 85
5 Buruh Industri 846 369 2866 6290
6 Buruh Bangunan 72 112 1510 6406
7 Pedagang 336 159 1041 1015
8 Pengangkutan 30 215 312 868
9 PNS/ABRI 69 412 1897 2446
69
10 Pensiunan 11 369 327 875
11 Lain-lain 99 9216 1495 2313
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan (1577 & 5321 orang) , sedangkan
Kota Tegal merupakan salah Kota yang mempunyai luas lahan pada tahun 2001
sebesar 3.850 hektar dan pada tahun 2006 menjadi 3.995,09 hektar. Untuk pemanfaatan
lahan yang ada di Kota Tegal dapat dilihat pada tabel berikut :
Pada tabel di atas menunjukan bahwa yang mengalami penambahan pemanfaatan adalah
Kelurahan Margadana. Luas total penambahan tambak dari tahun 2000 – 2006 sebesar
70
142,26 hektar atau sebesar 18,22 %. Selain itu pemukiman juga bertambah 223,87
sektor ini sangat vital. Untuk itu maka peningkatan sektor ini sangat penting. Untuk Kota
Tegal sektor ekonomi yang memegang peran penting bagi peningkatan taraf hidup
masyarakat dan PAD Kota Tegal adalah sektor perdagangan lalu sektor pertanian. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel PDRB Kota Tegal berikut :
Tabel 9. PDRB Kota Tegal Atas Harga Berlaku Tahun 2002-2006 (Ribuan
Rupiah)
Lapang Usaha 2002 2003 2004 2005 2006
Pertanian 154.104.252,87 140.046.61,44 142.201.649,1 149.693.777,06 152.566.678,66
Pertambangan - - - - -
Industri 230.650..546,60 260.189.138,22 292.361.270,7 320.385.027,46 348.926.848,02
Listrik, Gas & Air Minum 24.859.421,7 33.298.438,71 39.631.239,3 44.312.741,92 51.708.493,67
Bangunan & Konstruksi 75.539.440,07 87.537.272,78 99.083.939,3 138.865.944,05 164.404.795,50
Perdagangan, Hotel & 266.792.413,97 296.878.605,87 326.105.929,3 359.054.978,28 352.865.174,22
Restoran
Transportasi & 139.098.291,41 154.740.463,62 170.992.735,8 192.337.056,21 210.488.896,90
Komunikasi
Bank & Keuangan 93.515.030 105.953.686,06 124.019.941 151.427.723,64 172.032.735,64
Jasa-jasa 109.859.090,65 118.804.732,51 130.711.634,9 139.018.449,83 179.690.480,69
PDRB 1.094.418.487,44 1.978.448.669,20 1.325.108.339,2 139.018.449,83 1.632.684.103,35
71
Dari tabel di atas menunjukan bahwa usaha yang dapat berkembang meningkatkan
perekonomian Kota Tegal adalah perdagangan, hotel dan restoran, industri, pertanian,
Berdasarkan tabel di atas maka penduduk Kota Tegal yang menyelesaikan pendidikan di
Perguruan Tinggi/Akademi sebesar 10.638 jiwa ( 4,70 %), sedangkan jumlah yang paling
besar adalah penduduk yang menamatkan pendidikan Sekolah dasar yaitu 79.122 jiwa (
34,99 %). Untuk tingkat pendidikan penduduk khususnya yang ada diwilayah peisisir
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Kelurahan di Pesisir Kota Tegal
Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Kelurahan
Muarareja Tegalsari Mintaragen Panggung
1 Perguruan 91 3012 415 978
72
Tinggi/Akademi
2 SLTA 252 4259 2279 3128
3 SLTP 233 3764 1065 3303
4 SD 3227 7439 5462 8495
5 Tidak Tamat SD 650 44 1804 3059
6 Belum Tamat SD 647 2301 2640 2440
7 Tidak Sekolah 120 2274 81 2379
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk yang ada diwilayah
pesisir Kota Tegal, untuk Pendidikan Perguruan Tinggi/Akademi yang paling tinggi
adalah Kelurahan Tegalsari (3.012 Jiwa), diikuti Kelurahan Panggung (978 Jiwa). Secara
umum mayoritas penduduk yang ada di wilayah pesisir menamatkan pendidikan Sekolah
Dasar. Hal ini disebabkan karena kurangnya dana pendidikan dan juga setelah tamat SD
umumnya penduduk langsung bekerja sebagai nelayan, hal lain yang mendorong
penduduk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena persepsi
potensi perikanan yang cukup besar. Kota Tegal memiliki 2 Kecamatan dan 4 Kelurahan
yang berada di kawasan pesisir, dimana daerah ini memiliki potensi perikanan darat
(tambak) yang cukup besar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 12 berikut :
73
1 Tegal Barat Muararreja 773 761,75
Tegalsari 219 29,65
2 Tegal Timur Mintaragen 141 17,50
Panggung 223 46
Sumber : BPS Kota Tegal, 2006.
Dari tabel di atas menunjukan bahwa di Kota Tegal memiliki lokasi tambak yang
dapat dikembangkan. Dari 4 Kelurahan yang ada, Kelurahan Muarareja memiliki luasan
tambak yang lebih besar (761,75 ha), diikuti Kelurahan Panggung (46 ha). Untuk
perikanan tangkap, Kota Tegal memiliki 3 TPI yang terletak di 2 Kelurahan yaitu TPI
Tegalsari dan TPI Pelabuhan di Kelurahan Tegalsari dan TPI Muarareja di Kelurahan
Muarareja. Dari ke-3 TPI tersebut umumnya tidak memenuhi syarat maka pada tahun
2003 dikembangkan TPI Tegalsari menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan
bantuan dana dari ADB. Pengembangan TPI ini dimaksudkan untuk bisa menampung
produksi dan jumlah kapal yang ada. Selain itu juga untuk menarik nelayan diluar Tegal
untuk mendaratkan hasil tangkapannya di Tegal. Kegiatan penangkapan ikan yang ada di
Kota Tegal umumnya menggunakan perahu motor dan kapal motor, dengan
menggunakan alat tangkap yang beragam yang didominasi oleh alat cantrang, arad dan
purse seine. Untuk perkembangan alat tangkap selama kurun waktu 6 tahun terakhir
1000
800
74
600
Jumlah
400
200
Gambar 11. Perkembangan Kapal Motor di Kota Tegal Tahun 2000-2006
Dari grafik di atas menunjukan bahwa kapal motor yang digunakan nelayan tertinggi
pada tahun 2001 sebesar 930 unit, selanjutnya mengalami penurunan pada tahun 2002
sebesar 472 unit (turun 49%) , selanjutnya pada tahun 2003 semakin naik dan pada tahun
tahun berikutnya tidak mengalami perubahan yang berarti (relatif stabil). Untuk motor
tempel juga pada tahun 2000 berjumlah 549 unit, pada tahun 2001 mengalami penurunan
menjadi 96 unit (turun 82%), selanjutnya pada tahun 2003 jumlahnya naik menjadi 546
10000
Jumlah
5000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
a. Juragan b. Pendega
Untuk nelayan di Kota Tegal dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok nelayan
juragan dan nelayan pendega. Selama kurun waktu 7 tahun terakhir (2000-2006), jumlah
75
nelayan pendega mengalami perkembangan dan terlihat cenderung mengalami fluktuasi
seperti pada grafik di atas. Dimana jumlah nelayan terendah pada tahun 2000 sebesar
8.772 orang dan terbanyak pada tahun 2004 dengan jumlah 13.827 orang (naik 57,62 %).
terakhir seperti pada grafik di atas, secara umum nelayan menggunakan alat tangkap
cantrang, arad dan purse seine. Perkembangan alat tangkap cenderung mengalami
kenaikan 7 %.
Produksi dan nilai produksi perikanan laut Kota Tegal untuk kurun waktu 7 tahun
terkahir (2001-2007) mengalami fluktuasi. Hal ini tersaji pada histogram berikut ini.
120,000,000
100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
76
20,000,000
-
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Gambar 14. Pertumbuhan Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kota Tegal Tahun
2001-2006
Dari gambar di atas terlihat bahwa Kecenderungan (trend) produksi dan nilai produksi
mengalami penurunan yaitu produksi tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar
31.741.089 ton dan nilai produksi tertinggi juga pada tahun yang sama yakni
dengan produksi terendah pada tahun 2006 yaitu 20.577.787 ton sedangkan nilai produksi
Dari total produksi di atas diperoleh dari 3 TPI di Kota Tegal, untuk produksi
Tabel 13. Banyaknya Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut TPI di
Kota Tegal
Tahun Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Jumlah Produksi
Pelabuhan Prosentase Tegalsari Prosentase Muarareja Prosentase
(Kg)
Produksi (Kg) (%) Produksi (Kg) (%) Produksi (%)
77
(Kg)
2001 29.753.871 96,00 1.237.634 3,99 1.839 0,005 30.993.344
2002 30.461.082 95,96 1.282.989 4,04 918 0,002 31.741.087
2003 26.790.740 96,66 923.445 3,33 783 0,002 27.714.968
2004 24.776.131 91,36 2..340.648 8,63 536 0,001 27.117.315
2005 18.941.579 85,04 3.326.628 14,93 3.204 0,014 22.271.411
2006 18.732.788 91,05 1.840.869 8,94 130 0,00006 20.573.787
Tahun Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) Jumah Nilai ( Rp)
2001 93.800.110.500 98,99 919.447.000 0,97 36.610.000 0,03 94.756.167.000
2002 106.200.375.000 99,02 265.001.500 0,24 20.380.000 0,01 107.245.005.500
2003 90.994.168.000 98,99 911.278.000 0,99 15.650.000 0.01 91.921.096.000
2004 86.440.679.000 96,13 3.463.375.000 3,85 10.760.000 0,11 89.914.814.500
2005 81.678.468.000 92,12 6.913.837.500 7,79 64.510.000 0,72 88.656.815.500
2006 89.658.743.000 95,04 4.672.016.500 4,95 2.800.000 0,002 94.333.559.500
Dari tabel di atas menunjukan bahwa produksi dan nilai produksi TPI di Kota Tegal
Tahun 2006 sebagai berikut TPI Pelabuhan memberikan kontribusi lebih besar dengan
prosentase : 91,05 % & 95,04 % dibandingkan dengan dua TPI lain yaitu TPI Tegalsari :
8,94 % & 4,95 % sedangkan TPI Muarareja memberikan kontribusi paling sedikit :
0,00006 % & 0,002% .
Perikanan laut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi PAD Kota Tegal.
Kontribusi PAD bagi Kota Tegal diperoleh dari hasil lelang ikan di 3 TPI yang ada di
Kota Tegal. Untuk menarik retribusi ini Pemeritah Kota Tegal membuat Perda yang
Sesuai perubahan Perda sejak tahun 1984 – 2003, maka Perda yang dipakai sebagai
dasar bagi penarikan retribusi di TPI Kota Tegal saat ini menggunakan Perda No. 10
78
Tahun 2003 dengan besaran 0,95 %. Kontribusi retribusi lelang ikan di TPI bagi PAD
Muarareja memiliki luas wilayah 773 hektar. Batas wilayah Kelurahan Muarareja
sebagai berikut :
1.577 jiwa atau 47,86 % dari jumlah penduduk tahun 2006 (Monografi Kelurahan
Muarareja Tahun 2006). Untuk mata pencaharian penduduk Kelurahan Muarareja dapat
79
Tabel 15. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal
Barat Tahun 2000-2006
No Mata Tahun
Pencaharian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Petani Sendiri 187 187 175 177 177 177 177
2 Buruh Tani 17 5 5 5 11 11 11
3 Nelayan 1.994 1.979 1.990 1.574 1.574 1.574 1.577
4 Pengusaha 373 371 372 372 372 372 67
5 Buruh Industri 53 75 72 280 280 280 846
6 Buruh Bangunan 28 27 35 9 9 9 72
7 Pedagang 58 58 60 262 262 262 336
8 Pengakutan 12 13 17 13 13 13 30
9 PNS/ABRI 39 81 31 61 61 61 69
10 Pensiunan 97 17 17 11 11 11 11
11 Lain-Lain 97 16 16 16 18 18 99
Total 2.814 2.829 2.790 2.780 2.788 2.788 3.295
Sumber : Monografi Kelurahan Murareja tahun 2000-2006.
Selain memiliki potensi perikanan tangkap, Kelurahan Muarareja juga memiliki potensi
tambak yang cukup besar, untuk lebih jelas dapat dilihat pada histogram berikut.
780
761.75 761.75 761.75 761.75
760
740
720
Luas (ha)
700
680 665 665
660
640
620
600
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Gambar 15. Perkembangan Tambak di Kelurahan Muarareja Tahun 2001-2006
Tahun
80
Pada gambar di atas menunjukan bahwa pada tahun 2002 ke tahun 2003 ada penambahan
luas tambak, hal ini disebabkan karena pada tahun 2003 ada kesepakatan antara
sebesar 118 hektar, penambahan ini menyebabkan penambahan luas tambak 96,75 hektar
menjadi 761,75 hektar atau bertambah 6,6 %. Pemilihan lokasi ini karena umumnya
nelayan di daerah ini menggunakan jaring arad (346 unit) sehingga nelayan di TPI
Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah nelayan yang melakukan usaha
penangkapan ikan demersal dengan menggunakan jaring arad berjumah 100 orang.
81
- PT/Akademi - -
4 Sumber Pendapatan Sebagai Nelayan
- Sumber Utama 84 84 %
- Lain 16 16 %
Sumber : Data Primer (Diolah), 2007.
Rata-rata responden menjadi nelayan lebih dari 10 tahun sebesar 100 %, 5. -10 tahun
sebesar 0 % dan kurang dari 5 tahun sebesar 0 % sehingga pekerjaan sebagai nelayan
sudah dilakukan sejak lama. Umumnya usia masyarakat bekerja sebagai nelayan antara
dengan usia dibawah 30 tahun bekerja ke luar negeri sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
pada kapal ikan asing dengan negara tujuan seperti Jepang, Korea, Taiwan, Spanyol dan
Mauritius.
Tingkat pendidikan responden moyaritas tidak tamat SD 73 orang (73 %), tamat SD
17 orang (17 %) dan tamat SMP 1 orang (1 %). Tingkat pendidikan nelayan yang rendah
ikan sangat minim sekali, akibatnya kerusakan sumberdaya ikan di daerah ini sangat
besar. Nelayan merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk yaitu 84 % tetapi
ada juga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan sedangkan pekerjaan
82
Analisis terhadap MSY dan EMSY menggunakan model surplus produksi untuk
menganalisis hasil tangkapan lestari (MSY) di Kota Tegal menggunakan data time series
produksi dan effort selama 11 tahun (1995 – 2006). Dalam menganalisis MSY ikan
demersal menggunakan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Pertanian dan data
dari TPI. Ikan demersal di Perairan Kota Tegal umumnya ditangkap dengan
menggunakan 3 alat tangkap yang ada yaitu arad, cantrang dan trammel net. Untuk itu
maka yang dipakai sebagai alat tangkap standar adalah jaring arad. Sebelum menghitung
MSY, EMSY, MEY, EMEY, EOA dan COA maka perlu dilakukan standarisasi alat tangkap.
Data Produksi ikan demersal di Kota Tegal dari tahun 1995-2006 dapat dilihat pada tabel
17 dan hasil standarisasi alat tangkap dapat dilihat pada tabel 18.
Daerah operasi dari alat tangkap arad berada pada radius 1- 3 mil laut dari TPI. Hal
demersal sangat besar yang pada akhirnya terjadi tangkapan lebih (overfishing). Untuk
itu maka perlu adanya estimasi potensi yang tepat sebagai dasar kebijakan dalam
pemanfaatan dan upaya pengelolaan. Untuk hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) di
12,000.00
MSY
10,000.00
8,000.00
Catch (Ton)
6,000.00
4,000.00
2,000.00
-
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000
Effort (Trip)
83
Gambar 16. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal
Hasil upaya (effort) maksimum lestari ikan demersal di perairan Kota Tegal yakni 23.842
trip per tahun dengan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) 9.764,18 ton per tahun,
artinya bahwa potensi tangkapan maksimum lestari yang diperbolehkan sebesar 409
kilogram per trip. Dari hasil dan gambar di atas menunjukan bahwa telah terjadi
overfishing sejak tahun 1997 dimana effort (trip) aktual sebesar 33.530 trip per tahun
melebihi effort MSY yang diperbolehkan yakni sebesar 23.842 trip per tahun. Pada tahun
yang sama produksi sebesar 6.451,20 ton per tahun dan diduga bahwa produksi tersebut
berada disebelah kanan titik MSY sehingga secara produksi juga sudah mengalami
overfishing. Untuk pemanfaatan potensi sumberdaya ikan demersal atas dasar prinsip
kehati-hatian maka Deptan (1999) menyatakan bahwa potensi ikan yang diperbolehkan
untuk ditangkap (Total Allowable Catch/TAC) sebesar 80 % dari potensi lestari (MSY).
1635,60
Tingkat pemanfaatan ikan demersal pada 2006 = x100% = 20,93% . Tingkat
7811,34
paling tinggi tahun 1997 yaitu 82,58 % dan paling rendah pada tahun 2006 yakni 20,93 %
(lihat lampiran 12). Perkembangan pemanfaatan ikan demersal selama kurun waktu
60
50
40
30
20
10
0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
84
Gambar 17. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal mengalami penurunan setiap tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan sudah mulai berkurang dan diduga sudah
terjadi overfishing. Menurut Suseno (2007) bahwa salah satu ciri overfishing adalah
grafik penangkapan dalam satuan waktu berfluktuasi atau tidak menentu dan penurunan
Jika dihubungkan antara Catch Per Unit Effort (CPUE) dan effort (trip) maka
semakin besar effort maka CPUE semakin berkurang, sehingga produksi semakin
berkurang, artinya bahwa Catch Per Unit Effort (CPUE) berbanding lurus dengan effort
dimana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah hasil tangkapan per unit
usaha (CPUE). Hubungan antara CPUE dan Effort dapat dilihat pada gambar berikut :
1.000
0.800
y = 0,8191-0.000017x
0.600
R2 = 0,379
0.400
CPUE
0.200
0.000
1
2500
5000
7500
10000
12500
15000
17500
20000
22500
25000
27500
30000
32500
35000
37500
40000
42500
45000
47500
-0.200
-0.400
Effort (Trip)
Gamba
r 18. Hubungan antara Catch Per Unit Effort (CPUE) dengan Effort
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Catch Per Unit Effort (CPUE) ikan demersal di
Kota Tegal tertinggi pada tahun 2000 sebesar 1,92 ton per trip dan terrendah pada tahun
85
2003 sebesar 0.06 ton per trip. Hubungan besarnya hasil tangkapan dengan upaya
Y = B0 + B1 X
Y = 0.8191 – 0.000017 X
Sesuai persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan penangkapan
sebesar 1 satuan effort (trip) maka akan terjadi pengurangan CPUE ikan demersal sebesar
4.3.1.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum Economic Yield
(EMEY), Effort Open Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan Demersal
di Kota Tegal.
Analisis MEY digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh pada
saat produksi maksimal. Apabila penangkapan melebihi MEY maka keuntungan akan
semakin berkurang. Oleh karena itu maka pemanfaatan sumberdaya ikan demersal secara
berlebihan akan mengakibatkan hilangnya manfaat ekonomi. Untuk produksi dan effort
alat tangkap (arad, cantrang dan trammel net) lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
1995 290.70 1,244.00 0.2337 4,107.20 8,394.00 0.4893 32.40 5,192.00 0.0062
1996 990.00 1,362.00 0.7269 3,275.20 13,839.00 0.2367 10.20 2,977.00 0.0034
1997 417.70 2,171.00 0.1924 6,005.70 15,197.00 0.3952 27.80 1,163.00 0.0239
1998 403.30 1,386.00 0.2910 2,027.30 12,163.00 0.1667 38.30 1,622.00 0.0236
1999 727.70 1,404.00 0.5183 2,113.28 11,028.00 0.1916 49.30 6,960.00 0.0071
2000 4,803.30 2,498.00 1.9229 1,441.68 9,552.00 0.1509 60.00 6,512.00 0.0092
2001 261.40 382.00 0.6843 5,632.30 7,522.00 0.7488 4.60 379.00 0.0121
2003 24.40 417.00 0.0585 2,507.60 5,468.00 0.4586 10.60 394.00 0.0269
2004 746.60 6,962.00 0.1072 3,187.90 7,533.00 0.4232 18.50 746.00 0.0248
2005 744.40 6,947.00 0.1072 3,083.00 9,598.00 0.3212 14.90 1,257.00 0.0119
2006 0.0943 6,404.00 54.00
86
174.60 1,851.00 1,407.00 0.2197 460.00 0.1174
Dari data di atas akan distandarisasi ke satu satuan baku, dan sebagai alat tangkap standar
adalah jaring arad. Hasil standarisasi dari 3 alat tangkap tersebut tersaji pada tabel berikut
Tabel 18. Hasil Standarisasi Produksi dan Effort Ikan Demersal di Kota Tegal
Tahun 1995 – 2006
FPI Standarisasi
Tahun C Total (ton)
Arad Cantrang Trammel net Effort (trip) CPUE (Ton/Trip)
1995 1.00 2.09 0.03 4,430.30 18,958.70 0.23
1996 1.00 0.33 0.00 4,275.40 5,881.91 0.73
1997 1.00 2.05 0.12 6,451.20 33,530.18 0.19
1998 1.00 0.57 0.08 2,468.90 8,484.74 0.29
1999 1.00 0.37 0.01 2,890.28 5,576.41 0.52
2000 1.00 0.08 0.00 6,304.98 3,278.96 1.92
2001 1.00 1.09 0.02 5,898.30 8,619.55 0.68
2002 1.00 14.44 - 4,218.70 63,280.50 0.07
2003 1.00 7.84 0.46 2,542.60 43,453.45 0.06
2004 1.00 3.95 0.23 3,953.00 36,861.49 0.11
2005 1.00 3.00 0.11 3,842.30 35,857.68 0.11
2006 1.00 2.33 1.24 1,635.60 17,339.61 0.09
Untuk mendapatkan nilai B0 dan B1 diperoleh dari hasil analisa regresi linear model
B0 = 0.8191
B1 = 0.000017
c = 499.442 (Rp/trip)
p = 6.890.241 (Rp/ton)
87
MSY MEY EOA
Catch 9.764,18 9.687,71 3.150,48
Effort 23.842 21.732 43.464
Revenue 67.277.526.814 66.750.644.061 21.707.546.085
Cost 11.907.538.550 10.853.773.043 21.707.546.085
Profit 55.369.988.265 55.896.871.018 -
Hasil analisis Maximum Eeconomic Yield (MEY) terhadap ikan demersal di Kota
Tegal menunjukan bahwa produksi optimum sebesar 9.687,71 ton per tahun dengan
Effort Maximum Eeconomic Yield (EMEY) 21.732 trip per tahun. Dari analisis ini
menunjukan bahwa secara ekonomi baik produksi dan effort sudah melebihi kapasitas
lestari, sehingga keuntungan semakin berkurang. Effort aktual tahun 2002 sebesar 63.280
trip per tahun, dimana effort pada tahun tersebut sudah berada pada sisi kanan titik EOA
Untuk total biaya yang dikeluarkan nelayan dan penerimaan yang diperoleh pada
tahun 2006 yakni harga rata-rata ikan demersal Rp. 6.890.241 /ton dan biaya rata-rata
yang dikeluarkan per trip sebesar Rp. 499.442 . Dengan demikian maka hasil analisis
MEY diperoleh total pendapatan (TR) sebesar Rp. 66,750,644,061 dan biaya
(Profit) dalam usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal dapat dilihat pada gambar
berikut :
80.000.000
MEY MSY
70.000.000
60.000.000
50.000.000
T R , T C , P ro fi t
40.000.000
OA
30.000.000
20.000.000 88
10.000.000
-
1
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
(10.000.000)
(20.000.000)
Keterangan : Grafik dibuat dengan software exel 2003.
Gambar. 19 Hubungan TC, TR dan Profit Ikan Demersal.
Pada gambar di atas menunjukan bahwa pendapatan (TR) yang diperoleh lebih
keuntungan yang besar sampai pada titik EMEY. Apabila usaha penangkapan masih tetap
dilanjutkan sampai EMSY maka secara fisik akan diperoleh produksi yang lebih besar
dilanjutkan akan mencapai pada titik open acces (inpas). Effort Open Acces untuk
penangkapan ikan demersal di Kota Tegal sebesar 51.985 trip dengan produksi 3.768,16
ton. Hasil tersebut menunjukan bahwa effort yang semakin besar ternyata memberikan
hasil yang sedikit jika dibandingkan pada saat MEY. Pada saat Open Acces terdapat
kebebasan bagi nelayan untuk menangkap ikan, sehingga sumberdaya ikan diekstraksi
sampai pada titik yang terendah, menyebabkan usaha tidak didasarkan pada efisiensi
pada sebelah kanan titik Open Acces maka dapat menyebabkan kepunahan dari stok ikan.
Pada daerah sebelah kanan EOA biaya produksi lebih besar dari pendapatan
sehingga nelayan merugi. Pada titik ini umumnya orang tidak mau untuk berusaha
disebut misallocation. Menurut Purwanto (2003) pada saat mencapai produksi maksimum
89
sebaiknya nelayan berhenti mengembangkan upaya pengkapan sehingga sumberdaya
akan lestari dan pemanfaatan sumberdaya secara biologis berada pada tingkat yang
pada titik MEY dimana secara ekonomis dan fisik berada pada tingkat yang optimum.
Untuk melakukan analisis MSY dan EMSY dengan model Fox maka data yang
distandarisasi harus dihitung, hal ini disebabkan karena model fox berbeda dengan model
Schaefer. Hasil perhitungan dengan model Fox tersaji pada tabel berikut :
Untuk mendapatkan nilai (γ0 dan γ1) diperoleh dari persamaan regresi linear model Fox
pada lampiran 4.
90
c = 6.890.241 (Rp/ton)
MSY MEY EOA
Catch 5,530 5,376 3,469
Effort 20,823 16,258 47,860
Revenue 38,100,143,504 37,038,964,639 23,903,533,833
Cost 10,400,035,822 8,119,927,633 23,903,533,833
Profit 27,700,107,682 28,919,037,006 -
Dari hasil analisis di atas maka kurva MSY hasil tangkapan demersal di Kota Tegal
6.000 MSY
5.000
4.000
Catch (Ton)
3.000
2.000
1.000
-
1
8000
32000
64000
88000
96000
11200
13600
16800
19200
16000
24000
40000
48000
56000
72000
80000
10400
12000
12800
14400
15200
16000
17600
18400
Effort (Trip)
Pada gambar di atas menunjukan bahwa hasil tangkapan maksimum (MSY) ikan
demersal dengan model Fox yaitu 5.530 ton per tahun dengan upaya optimal sebesar
20.823 trip per tahun atau potensi tangkapan lestari yang diperbolehkan sebesar 266 kg
per trip. Sesuai analisis tersebut menunjukan bahwa usaha penangkapan ikan demersal di
Kota Tegal sudah mengalami overfishing sejak tahun 1997 yaitu hasil tangkapan aktual
sebesar 6.451,20 ton per tahun melebihi hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) yakni
5.530 ton per tahun, effort aktual sebesar 33.530 trip per tahun melebihi effort MSY
91
yakni 20.823 trip per tahun.. Untuk tingkat pemanfaatan ikan demersal atas prinsip
kehati-hatian maka potensi ikan yang boleh ditangkap sebesar 80 % dari potensi lestari
1635,60
(MSY). Tingkat pemanfaatan ikan demersal tahun 2006 = x100% = 38,01% .
4302,88
tahun 1997 dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 % (lihat lampiran 13). Untuk
perkembangan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal tersaji pada
grafik berikut :
160
140
120
% Pemanfaatan
100
80
60
40
20
0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Gambar 21. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006.
pemanfaatan tertinggi tahun 1997 yaitu 149,92 % dan terrendah tahun 2006 yakni 38,01
%. Meningkatnya pemanfaatan ikan pada tahun 1997 hal ini disebabkan karena pada
tahun tersebut belum terjadi krisis ekonomi sehingga harga bahan bakar minyak (BBM)
masih murah sehingga nelayan mampu untuk membeli BBM. Selanjutnya pada tahun
1998 tingkat pemanfaatan mengalami penurunan secara signifikan yaitu 57,37 %, hal ini
diduga akibat pengaruh krisis ekonomi sehingga nelayan tidak mampu membeli BBM
karena harga yang melambung tinggi. Tingginya harga BBM sangat berpengaruh
92
terhadap usaha penangkapan ikan karena dalam usaha ini BBM merupakan salah satu
komponen biaya yang sangat besar yaitu sekitar 75,41 % dibandingkan dengan
komponen biaya lain (lihat tabel 21). Selain itu juga fluktuasi tingkat pemanfaatan
merupakan salah satu indikator overfishing, dengan demikian perlu adanya penanganan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal seperti pembatasan jumlah upaya (trip)
dan jumlah perahu. Untuk hubungan antara Ln CPUE dan effort dengan pendekatan
0.0000000
1
1E+05
1E+05
1E+05
1E+05
1E+05
2E+05
2E+05
2E+05
2E+05
2E+05
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
-2.0000000
-4.0000000
Ln CPUE
-6.0000000
-8.0000000
y =-0. 326-0.000048x
-10.0000000
R2 = 0,695
-12.0000000
Effort (Trip)
Gamba
Hubungan antara Ln CPUE dan effort bersifat linier dengan hubungan korelasinya
bertambah 1 satuan effort (trip), maka akan terjadi penurunan Ln CPUE sebesar 0,000048
satuan ln CPUE.
4.3.2.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum Economic Yield
(EMEY), Effort Open Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan
Demersal di Kota Tegal.
Analisis MEY dan EMEY dengan menggunakan model Fox pada usaha
penangkapan ikan demersal di Kota Tegal menunjukan bahwa upaya optimal (EMEY)
93
sebesar 16.258 trip per tahun dengan hasil tangkapan maksimum sebesar 5.376 ton per
tahun. Total biaya yang dikeluarkan yaitu Rp.6.890.241/ton dan biaya rata-rata yang
dikeluarkan per trip sebersar Rp. 499.442, dengan demikian total pendapatan (TR)
sebesar Rp. 37.059.825.013 dengan biaya penangkapan (TC) sebesar Rp. 8.140.904.196,
biaya penangkapan (TC), Penerimaan (TC) dan keuntungan (Profit) dengan model Fox
50.000.000
MSY
40.000.000 MEY
TR, TC, Profit (Rp 000)
30.000.000 OA
20.000.000
10.000.000
-
3000
9000
12000
15000
18000
24000
27000
30000
39000
42000
51000
54000
57000
1
6000
21000
33000
36000
45000
48000
(10.000.000)
EMEY EMSY EOA
(20.000.000)
Effort (Trip)
TR TC Keuntungan
Gambar 23 menunjukan bahwa pendapatan (TR) lebih besar dari biaya penangkapan
(TC) sehingga nelayan masih mengalami keuntungan. Upaya (effort) open acces pada
gambar di atas berada pada posisi 47.860 trip per tahun dengan produksi sebesar 3.469.19
ton per tahun. Pada gambar di atas menunjukan bahwa pada tahun 2002 upaya
penangkapan melebihi titik open acces yaitu 63.280 trip per tahun sehingga secara
ekonomi usaha dibidang penangkapan ikan demersal sudah mengalami kerugian atau
94
Hipotesis yang diajukan sesuai penelitian terdahulu Permana (2003) dan Triarso
(2004) menunjukan bahwa pemanfaatan ikan demersal di Kota Tegal baru mencapai
70% sedangkan tingkat pemanfaatan ikan demersal di Laut Jawa sebesar 56 %. Hasil
analisis yang telah dilakukan menunjukan hasil yang berbeda yaitu tingkat pemanfaatan
ikan demersal di Kota Tegal sudah mengalami overfishing sejak tahun 1997 yaitu
sebesar 149,92 %, hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Suseno (2007) bahwa
tingkat pemanfaatan ikan demersal di WPP 3 sudah penuh (fully exploited) sehingga tidak
bisa dikembangkan lagi sedangkan menurut Purwanto (2003) menyatakan bahwa tingkat
pemanfatan ikan demersal sesuai TAC di WPP 3 sudah overfishing sebesar 113 %.
Overfisihing menurut Purwanto (2006) akan mengakibatkan turunnya : 1). produksi ikan,
2). produktivitas kapal, 3). profitabilitas usaha, 4). sumbangan perikanan terhadap
perekonomian. Selain itu juga karena kebesasan dalam melakukan usaha penangkapan
mengakibatkan nelayan berskala usaha kecil kalah bersaing dengan nelayan berskala
4.3.3 Penentuan Model Bioekonomi yang Paling Sesuai (Best fit model): Model
Schaefer dan Fox.
Hasil analisis bioekonomi model Schaefer dan Fox dapat dilihat pada tabel 20
berikut ini :
95
* dipilih sebagai model bioekonomi dalam pengelolaan SDI demersal di Kota Tegal
karena hasil analisisnya konsisten (effort, produksi & tingkat pemanfaatan sudah
overfishing), nilai R2 (0,695) lebih tinggi dari model Schaefer (0,379), hasilnya analisis
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Sesuai hasil pada tabel di atas menunjukan bahwa analisis dengan model
bioekonomi Schaefer pada tahun 1997 telah terjadi overfishing yang dilihat dari effort
aktual sebesar 33.530 trip/tahun lebih besar dari effort MSY yakni 23.842 trip/tahun,
sedangkan untuk produksi dalam tahun yang sama menunjukan hasil yang tidak
konsisten dengan effort dimana produksi aktual sebesar 6.451,20 ton/tahun yang berada
dibawah produksi MSY yaitu 9.764,18 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar
82,58 %.
Analisis dengan model Fox pada tahun yang sama menunjukan hasil yang konsisten
yaitu effort aktual 33.530 trip/tahun lebih besar dari effort MSY yakni 20.823 trip/tahun,
produksi aktual sebesar 6.451,20 ton/tahun lebih besar dari produksi MSY yaitu 5.530
ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 %. Temuan ini juga didukung
hasil analisis statistik, dimana R2 model Fox (R2 = 0,695) lebih besar dibanding R2 model
Schaefer (R2 = 0,379). Artinya, model Fox lebih akurat dalam menjelaskan fenomena
hubungan antara hasil tangkapan dan upaya (effort). Hasil analisis ini menunjukan bahwa
model bioekonomi dengan model Schaefer tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di
lapangan, sedangkan analisis dengan model Fox lebih relevan dengan kondisi yang
sebenarnya yaitu baik produksi, effort dan tingkat pemanfaatan sudah mengalami
overfishing dan sesuai juga dengan laporan Suseno (2007) bahwa tangkapan ikan
demersal di WPP 3 (Laut Jawa) sudah mengalami tagkapan penuh (fully exploited)
sehingga usaha penangkapan tidak bisa dikembangkan lagi (lihat gambar 24).
Sesuai dengaan analisis dan uraian di atas maka pada penelitian ini yang digunakan
sebagai dasar kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal
96
yaitu dengan bioekonomi model Fox karena hasil analisisnya lebih akurat dan sesuai
(profitabilitas) menunjukan bahwa total penerimaan per trip sebesar Rp. 81.913. Untuk
terbesar untuk biaya pengeluaran 84,29 % terutama dari biaya operasional sebesar 75,41
% hal ini disebabkan karena harga bahan bakar (BBM) dan perbekalan yang sangat
tinggi. R/C ratio sebesar 1,16 yang berarti apabila biaya yang dikeluarkan 1 unit akan
Sumberdaya ikan demersal merupakan salah satu sumberdaya yang akan punah
apabila tidak dikelola secara baik. Sesuai hasil analisis dengan model Schaefer pada
97
tabel 18 di atas bahwa hasil tangkapan maximum lestari (MSY) ikan demersal di Kota
Tegal sebesar 9.764,18 ton/tahun dengan upaya (effort) optimum sebesar 23.842
trip/tahun. Dari hasil analisis tersebut menunjukan bahwa sejak tahun 1997 telah terjadi
overfishing yakni effort 33.530 trip lebih besar dari hasil effort tangkapan lestari (MSY)
yang diperbolehkan yaitu 23.842 trip/tahun. Hasil analisis dengan model Fox juga
menunjukan bahwa penangkapan ikan demersal di Kota Tegal pada tahun yang sama
sudah mengalami overfishing dengan produksi 6.451 ton per tahun melebihi produksi
lestari (MSY) yakni 5.530 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 %.
Hasil analisis ini sesuai dengan laporan Suseno (2007) bahwa untuk WPP 3 ikan
demersal sudah fully exploited (lihat gambar 24) Hal ini disebabkan kerena daerah
tangkapan nelayan yang sempit yaitu dalam radius sekitar 1-3 mil dengan armada yang
banyak dan effort yang lebih besar dan semakin berkembangnya teknologi penangkapan
ikan yang mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya ikan demersal begitu besar
sehingga terjadi overfishing. Menurut Suseno (2007) bahwa gejala overfishing sebagai
species tertentu, 3). Penurunan ukuran ikan hasil tangkapan, 4). Grafik penangkapan
dalam satuan waktu berbentuk fluktuasi atau tidak menentu (erratic), 5). Penurunan
Jawa) ikan demersal telah mengalami tangkapan lebih (overfishing) sebesar 334.000,92
ton lebih besar JTB sebesar 300.000, 16 ton per tahun atau 113 %. Untuk Kondisi
B ig P e la g ic B ig p e la g ic B i g P e la g i c
S m a ll P e l a g i c B ig P e la g ic
S m a ll P e la g ic S m a ll P e l a g i c
D e m e rs a l S m a ll P e la g ic
D e m e rs a l D e m e rs a l
S h r im p /P e n a e id D e m e rs a l
S h r im p /P e n a e id S h r im p /P e n a e id
I
II
S h r im p /P e n a e id
V III
B ig P e la g ic ( t u n a ) V II
S m a ll P e la g i c
D e m e rs a l
IX
III
S h r im p / P e n a e i d V
IV
VI
B ig P e la g ic ( t u n a )
S m a ll P e la g i c
B i g P e la g i c
98
D e m e rsa l
S m a ll P e l a g i c B ig P e la g ic B ig P e la g ic B ig P e la g ic
S h r im p / P e n a e i d
D e m e rs a l S m a ll P e l a g ic S m a ll P e l a g ic S m a ll P e la g ic
N o te s :
S h r im p /P e n a e id D e m e rs a l D e m e rs a l D e m e rs a l
= U n c e rta in
S h r im p / P e n a e id S h r im p / P e n a e id S h r im p /P e n a e id
= O v e r F is h in g
= F u lly E x p lo it e d
= M o d e ra te
= N o t a v a ila b le
Gambar 24. Status Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (I – IX) di
Indonesia
Sumber :Komjiskan dalam Suseno, 2007.
Sesuai gambar dan hasil analisis di atas menunjukan bahwa sumberdaya ikan
demersal di Kota Tegal telah mengalami overfishing sesuai dengan hasil analisis baik
dengan model Schaefer dan Fox, tetapi hingga saat ini nelayan tetap melakukan usaha
penangkapan sehingga ikan demersal akan mengalami kepunahan apabila tidak adanya
upaya pengelolaan baik oleh Pemerintah, nelayan, LSM dan Stakeholder lain. Masih
tinggi aktifitas nelayan untuk menangkap ikan disebakan kerena tidak adanya
ketrampilan lain selain sebagai nelayan atau sekitar 84 % pekerjaan nelayan merupakan
satu-satunya mata pencaharian (lihat tabel 16). Tangkapan lebih (overfishing) juga
disebabkan dengan semakin kecilnya ukuran mata jaring yang digunakan dan
perkembangan alat tangkap yang semakin lebih canggih yaitu pemasangan gardan untuk
menarik alat tangkap, sehingga upaya produksi (trip) akan lebih banyak dibandingkan
dengan manual.
99
Gambar 25. Bagan Mekanisme Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Sumber : Purwanto, 2003.
Sesuai gambar di atas menurut Purwanto (2003) ada 3 hal penting dalam
melampaui daya dukung lingkungan, penyusunan peraturan dan perizinan. Kebijakan ini
ketidakpastian (uncertainty) mengenai dinamika sumberdaya ikan dan besaran stok ikan.
Data yang dipantau antara lain a). Jumlah dan hasil tangkapan, b). Jumlah dan
ukuran kapal, c). Jenis, ukuran dan jumlah alat tangkap yang digunakan pada masing-
masing daerah,. Selain itu juga perlu adanya pengawasan (surveillance), hal ini
sesuai Code of Conduct for Responsible Fisheries dari FAO (1997) menyatakan bahwa
pengelolaan sumberdaya ikan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terbaik (the best
100
Kebijakan konservasi mencakup perlindungan, pengawasan dan rehabilitas
sumberdaya ikan.
2. Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan
7.Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per
8. Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan
komunitas, dimana pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara
101
Sesuai uraian tersebut diatas maka untuk pengelolaan sumberdaya ikan demersal
1. Aspek Biofisik
Pengaturan lebar ukuran mata jaring, adanya konservasi (penanaman bakau dan
terumbu karang buatan) untuk pemulihan habitat ikan, kontrol terhadap musim/daerah
sebesar 269 ton per trip (model Fox) dengan pengawasan oleh nelayan sendiri,
2. Aspek Ekonomi
maksimal sesuai analisis dengan model Fox kuota penangkapan berada pada titik EMEY
sebesar 16.258 trip per tahun dengan produksi 5.376 ton per tahun.
3. Aspek Sosial
Untuk menghindari adanya konflik antar nelayan terutama nelayan arad dengan
nelayan badong (rajungan) di Kota Tegal maka perlu adanya peraturan baru yang
mengatur tentang pemanfaatan secara bersama dalam kegiatan penangkapan ikan seperti
co-management dan pengaturan kuota waktu penangkapan. Perlu dikaji lagi keberadaan
102
jaring arad karena jaring ini merupakan modifikasi trawl sehingga apabila tidak diatur
keberadaan jaring ini bertentangan dengan Keputusan Presiden No.39 tahun 1980 yang
melarang penggunaan pukat trawl di wilayah Perairan Indonesia. Selain itu daerah
tangkapan jaring arad sebenarnya dilarang karena berada pada jalur penangkapan Ia (0-3
mil), dimana pada daerah ini tidak boleh menggunakan alat tangkap yang dimodifikasi
sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 yang mengatur jalur-jalur
penangkapan ikan.
103
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Model bioekonomi yang lebih tepat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan
2. Berdasarkan hasil analisis boekonomi dengan model Fox, maka diperoleh hasil
tangkapan maksimum lestari (MSY) ikan demersal di Kota Tegal sebesar 5.530
ton/tahun dan Effort Maximum Sustainable Yied (EMSY) yakni 20.823 trip/tahun,
Maximum Economic Yield (MEY) ikan demersal sebesar 5.376 ton/tahun dan
Effort Maximum Economic Yield (EMEY) 16.258 trip/tahun, Hasil Effort Open Acces
3. Tingkat keuntungan (profit) dengan model Fox pada saat MSY sebesar Rp.
27.700.107.682, MEY sebesar Rp. 28.919.037.006 dan EOA Sebesar Rp. 0.-
4. Pemanfaatan hasil tangkapan ikan demesal di Kota Tegal dengan model Fox sudah
mengalami overfishing sejak tahun 1997 dengan effort aktual sebesar 33.530
trip/tahun lebih besar dari effort MSY 20.823 trip/tahun, produksi aktual sebesar
6.451,20 ton/tahun yang melebihi produksi MSY yakni 5.530 ton/tahun, dengan
5. Catch Per Unit Effort (CPUE) tertinggi pada tahun 2000 sebesar 1,92 ton/trip
104
7. Jaring arad yang dioperasikan sering menimbukan konflik antar nelayan di Kota
5.2 Saran
1. Untuk pengelolaan perikanan maka produksi maksimum lestari (MSY) dengan kuota
3. Kebijakan terhadap lebar ukuran mata jaring, pengaturan kuota penangkapan antar
4. Pembatasan penerbitan izin penangkapan bagi kapal baru sehingga sumberdaya ikan
sumberdaya perikanan.
105
7. Perlu adanya Fisheries Information System (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar
8. Perlu dikaji ulang keberadaan jaring arad karena memberikan dampak yang besar
terhadap sumberdaya ikan dan sering menimbukan konflik antar nelayan selain itu
(Pelarangan trawl) dan Keputusan Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 (Jalur-jalur
penangkapan ikan).
106
DAFTAR PUSTAKA
Badrudin, I Nyoman Radiata dan Edi Mulyani Amin, 1999. Sebaran Spasial Biomassa
Ikan Pelagis di Selat Lombok. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol V No.1
BPPL Jakarta.
Badrudin dan Karyana, 1992. Indeks Kelimpahan Stok Sumberdaya Ikan Demersal di
Perairan Pantai Barat Kalimantan. BPPL Jakarta.
Bengen, D.G., 2000. Pedoman Pelatihan Pengelolaan Wilayah Terpadu. IPB Bogor.
BBPPI,1996. Alternatif Usaha Perikanan Ikan Jaring Pantai (Pukat Tarik/Arad bagi
Nelayan Skala Kecil). BPPI Semarang.
Badan Pusat Statistik, 2006. Tegal Dalam Angka 2006. BPS Kota Tegal.
Brandt.A.V., Fish Catching Methods of the World. Fishing News (Books) Ltd. London.
Clark, C.W, 1980. Toward a Predictive Model for the Economic Regulationn of
Commercial Fisheries. Canadian Journal of Fiheries an Aquatic Science, 37 :
1111 – 1129, Canada.
Clark, C.W., R.M. Gordon and T.C.Anthony.1985. Fisheries, Dynamic and Uncertainty :
Progres in Natural Resources Economics. Clerendon Press, Oxford.
Dahuri, R., J.Rais., Ginting, S.P. Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, 2006. Potensi Sumberdaya Perikanan Kota
Tegal. Dinas Kelautan dan Pertanian, Kota Tegal.
107
,2007. Potensi Sumberdaya Perikanan Kota Tegal. Dinas Kelautan
dan Pertanian, Kota Tegal.
FAO, 1997. FAO Technical Guedelines for Responsible Fisheries No.4. Fisheries
Management, FAO. Rome.
Fauzi, A.2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Gordon, H. 1954. The Economic Teory of A Common Property Resources : The Fishery.
Journal Political Economic, 62 :124-132.
Gulland, J.A., 1982. Manual of Methods for Fish Sock Assesment Part I. Fish Population
Analysis, FAO Rome.
Herlambang. 2001. Ekonomi Makro : Teori Analisis dan Kebijakan. Gramedia, Jakarta.
Laapo, A., 2004. Model Ekonomi sumberdaya Perikanan Tangkap Yang Berkelanjutan
Di Perairan Morowali. Sekolah Pasca sarjana, IPB Bogor.
Mahasin, M.Z. 2003. Kajian Stok dan Bioekonomi Lobster (Panulirus sp) Untuk
Menunjang Pemanfaatan Berkelanjutan Di Propinsi D.I Jogjakarta. Tesis.
Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.
Mulyani, S. 2004. Pengelolaaan Sumberdaya Ikan Teri Dengan Alat Tangkap Payang
Jabur Melalui Pendekatan Bioekonomi di Perairan Tegal. Tesis. Manajemen
Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.
108
Mulyadi, E., 2007. Analisis Sumbedaya Ikan Demersal di Perairan Perbatasan
Kalimantan Timur. Tesis. Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sppare,P dan S.C. Venema., 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama
FAO dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Purnomo, H.,2002. Analisis Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
di Perairan Utara Jawa Tengah. Tesis. Manajemen Sumberdaya Pantai.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, 2002. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Tengah. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Semarang.
Seijo,J.C., O.Defeo and S.Salas. 1998. Fisheries Bioeconomic : Theory, Modelling and
Management. FAO Fisheries Tecnical Paper, Rome.
Subani dan Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. BPPL
Jakarta.
Sutono. DHS, 1989. Analisis Manajemen Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri dengan
Panjang Jabur di Perairan Pantai Jawa Tengah. Tesis. Manajemen Sumberdaya
Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.
109
Susilowati, I. 1998. Economic of Regulatory Compliance in The Fisheries of Indonesia,
Malaysia and Philipines. Disertasi. UPM Malaysia.
Triarso, I. 2004. Final Report : Study On Total Allowable Catch Determination. PT.
Garda Mandiri Tunggal, Semarang.
Setia Tunggal H., 2006. Undang-undang Perikanan No. 31 Tahun 2004. Harvarindo,
Jakarta.
Widodo., J dan Suadi, 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Zen et al., 2002. Tecnical Eficiency of Drif net and Payang Seine (Lampara) Fisheries in
West Sumatera, Indonesia. Jornal of Asian Fisheries Sicence. Vol 15. p.97-106.
110
Lampiran 1. Peta Administrasi Kota Tegal dan Lokasi Penelitian
111
Lampiran 2. Analisis Regresi Model Schaefer
Regression
Variables Entered/Removedb
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Ea . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: CPUE
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.168 1 1.168 6.100 .033a
Residual 1.915 10 .191
Total 3.083 11
a. Predictors: (Constant), E
b. Dependent Variable: CPUE
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .819 .206 3.973 .003
E -1.7E-005 .000 -.616 -2.470 .033
a. Dependent Variable: CPUE
112
Lampiran 3. Data Effort dan CPUE untuk Analisis Regresi Model Schaefer
113
Lampiran 4 . Analisis Regresi Model Fox
Regression
Variables Entered/Removedb
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Ea . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: LnCPUE
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.129 1 9.129 22.801 .001a
Residual 4.004 10 .400
Total 13.133 11
a. Predictors: (Constant), E
b. Dependent Variable: LnCPUE
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -.326 .298 -1.093 .300
E -4.8E-005 .000 -.834 -4.775 .001
a. Dependent Variable: LnCPUE
114
Lampiran 5. Data Effort dan ln CPUE untuk Analisis Regresi Model Fox
115
Lampiran 6. Estimasi MEY Model Fox dengan Simulasi
Rumus:
C = E. Exp(γ0+γ1.E)
TR = C.p
TC = E.c
Profit = TR-TC
γ0 -0.325961089
γ1 -0.000048
p 499,441.98
c 6,890,240.80
Simulasi Estimasi MEY
Effort (Trip) Catch (Ton) Total Revenue (Rp) Total Cost (Rp) Profit (Rp) Keterangan
1 1 4,973,366 499,442 4,473,924
1,000 688 4,740,401,531 499,441,975 4,240,959,556
5,000 2,839 19,559,622,210 2,497,209,876 17,062,412,334
10,000 4,466 30,768,733,349 4,994,419,752 25,774,313,597
15,000 5,268 36,301,121,070 7,491,629,628 28,809,491,442
16,000 5,356 36,905,627,418 7,991,071,604 28,914,555,814
16,250 5,375 37,034,964,583 8,115,932,097 28,919,032,486
16,251 5,375 37,035,465,057 8,116,431,539 28,919,033,518
16,252 5,375 37,035,965,398 8,116,930,981 28,919,034,416
16,253 5,375 37,036,465,605 8,117,430,423 28,919,035,182
16,254 5,375 37,036,965,679 8,117,929,865 28,919,035,813
16,255 5,375 37,037,465,619 8,118,429,307 28,919,036,312
16,256 5,375 37,037,965,426 8,118,928,749 28,919,036,677
16,257 5,375 37,038,465,099 8,119,428,191 28,919,036,908
16,258 5,376 37,038,964,639 8,119,927,633 28,919,037,006 Puncak
16,259 5,376 37,039,464,046 8,120,427,075 28,919,036,971
16,260 5,376 37,039,963,319 8,120,926,517 28,919,036,802
16,261 5,376 37,040,462,459 8,121,425,959 28,919,036,500
16,262 5,376 37,040,961,466 8,121,925,401 28,919,036,065
16,263 5,376 37,041,460,339 8,122,424,843 28,919,035,496
16,264 5,376 37,041,959,079 8,122,924,285 28,919,034,794
16,265 5,376 37,042,457,686 8,123,423,727 28,919,033,959
16,266 5,376 37,042,956,159 8,123,923,169 28,919,032,990
16,267 5,376 37,043,454,499 8,124,422,611 28,919,031,888
16,268 5,376 37,043,952,705 8,124,922,053 28,919,030,652
16,269 5,376 37,044,450,779 8,125,421,495 28,919,029,284
16,270 5,376 37,044,948,719 8,125,920,937 28,919,027,782
16,500 5,393 37,155,958,623 8,240,792,591 28,915,166,032
17,000 5,424 37,373,637,057 8,490,513,579 28,883,123,479
20,000 5,525 38,069,566,733 9,988,839,504 28,080,727,229
25,000 5,432 37,428,903,757 12,486,049,381 24,942,854,376
30,000 5,127 35,327,061,440 14,983,259,257 20,343,802,183
35,000 4,705 32,417,047,956 17,480,469,133 14,936,578,823
40,000 4,229 29,139,666,074 19,977,679,009 9,161,987,065
116
Lampiran 7. Daftar Pertanyaan Penangkapan Ikan Demersal Di Perairan Kota
Tegal*
I. Identitas Responden
1. Nama : ..................................................................................
2. Umur : ..................................................................................
3. Status : ..................................................................................
4. Pendidikan : ..................................................................................
• Formal : SD/SLTP/SMU/S1
• Non Formal : Kursus Penangkapan/Magang/.................................
5. Pekerjaan Utama : ..................................................................................
6. Pekerjaan Sampingan : ..............................................................................
7. Alamat : Jln...............................................................................................
Desa............................................................................................
Kecamatan.................................................................................
Kabupaten/Kota.........................................................................
II. Keadaan Usaha Penangkapan
A. Biaya Tetap (fixed cost)
1. Biaya Investasi
a. Jenis alat tangkap yang digunakan
Harga Umur
Jenis Alat Total
No Jumlah Ukuran Satuan Ekonomis
Tangkap (Rp)
(Rp) (Tahun)
1
2
3
4
*)
Susilowati (1998) dengan modifikasi.
117
2. Biaya sarana dan Prasarana
Umur
Harga Total
No Jenis sarana Jumlah Ukuran Ekonomis
Satuan (Rp)
(Tahun)
1 Alat Tangkap
(Lengkap)
2 Kapal
3 Mesin
4 Dayung
5 Box (Peti Es)
6 Lainnya
B. Biaya Pemeliharaan
Biaya Pemeliharaan
No Jenis Alat Frekuensi Pemeliharaan
(Rp)
1 Alat Tangkap
2 Kapal
3 Mesin
4 Lainnya
118
D. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
1. Biaya Operasional Per Trip
Harga Total
No Jenis Biaya Jumlah
(Rp) (Rp)
1 BBM :
• Solar
• Bensin
• Minyak
Tanah
2 • Oli
3 Es Batu
4 Air bersih
5 Konsumsi
Lain-lain
Musim
No Uraian
Puncak Biasa Paceklik
1 Lama trip/hari
2 Jumlah trip :
a. Jumlah trip/bln
b. Jumlah trip/ musim
3 Total trip/tahun
119
F. Hasil Tangkapan
Jumlah Hasil
Harga Jual Nilai Total Jenis Alat
No Jenis ikan Tangkapan
(Rp) (Rp) Tangkap
(Kg)
1 Musim
Puncak :
a. ...............
b. ...............
c. ...............
d. ................
e. ...............
f. Lainnya
2 Musim
biasa :
a. ..............
b. ..............
c. ...............
d. ...............
f. Lainnya
3 Musim
Paceklik :
a. ................
b. ................
c. ................
d. ................
e. ................
f Lainnya
120
G.Indikator lainnya
1. Jenis ikan demersal yang tertangkap dalam operasi penangkapan................
a. .................................................................................................................
b. .................................................................................................................
c. .................................................................................................................
d. .................................................................................................................
2. Hasil tangkapan yang diperoleh apakah semakin
menurun.....................................................................................................................
...................................................................................................................................
.................................................................................................
3. Apakah hasil tangkapan per unit upaya yang dipeoleh
meningkat/menurun...................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
4. Apakah ada batas geografis dalam penangkapan
ikan.............................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
5. Bila ada, bagaimana batas-batas tersebut ditentukan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
6. Sebutukan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal ?
a. .................................................................................................................
b. .................................................................................................................
c. .................................................................................................................
d. .................................................................................................................
e. .................................................................................................................
121
7. Bagaimana kecenderungan dari tiap alat tangkap
meningkat/menurun...................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
8. Apa tipe kapal/perahu untuk menangkap ikan demersal................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
9. Bagaimana kecenderungan dari perkembangan teknologi alat tangkap ikan
demersal.....................................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
10. Apakah kegiatan penangkapan ikan demersal dilakukan secara
musiman.....................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
11. Apakah kegiatan penangkapan ikan demersal dilakukan pada lokasi
tertentu.......................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.....................................................................................
12. Apakah pekerjaan nelayan merupakan sumber pendapatan utama
keluarga?.........................................................................................................
........................................................................................................................
13. Sudah berapa lama anda menjadi nelayan?.......................................(Tahun)
122
Lampiran 8. Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Jaring Arad
1 Tahun 1 Trip
No Nama Penerimaan Biaya Keuntungan Penerimaan Biaya Keuntungan
1 Roni 21,154,298 15,933,864 5,220,434 120,195 90,533 29,662
2 Swardi 40,953,158 34,474,634 6,478,524 240,901 202,792 38,109
3 Tarli 55,785,721 40,172,405 15,613,316 1,239,683 892,720 346,963
4 Carmun 36,394,394 31,695,698 4,698,695 206,786 180,089 26,697
5 Daib 24,821,928 18,295,325 6,526,604 134,173 98,894 35,279
6 Carmad 25,197,007 19,298,944 5,898,064 158,472 121,377 37,095
7 Conglin 28,034,457 19,031,900 9,002,557 161,118 109,379 51,739
8 Walyan 59,166,183 45,473,986 13,692,198 1,286,221 988,565 297,656
9 Washadi 18,616,325 11,429,823 7,186,501 132,974 81,642 51,332
10 Casono 30,791,651 22,083,416 8,708,235 181,127 129,902 51,225
11 Subur 18,463,080 12,069,726 6,393,354 119,117 77,869 41,247
12 Tarli 2 34,922,469 26,904,241 8,018,228 201,864 155,516 46,348
13 Carmudi 29,956,684 21,083,967 8,872,717 184,918 130,148 54,770
14 Main 24,497,339 16,973,753 7,523,585 148,469 102,871 45,597
15 Radis 24,618,963 17,897,902 6,721,061 123,095 89,490 33,605
16 Carmun 2 60,941,275 53,985,405 6,955,870 1,354,251 1,199,676 154,575
17 Sopari 32,119,187 26,660,242 5,458,944 200,745 166,627 34,118
18 Toyib 30,491,386 20,966,008 9,525,378 167,535 115,198 52,337
19 Darkian 65,402,707 58,671,748 6,730,959 1,257,744 1,128,303 129,442
20 Wadri 26,767,592 17,325,194 9,442,397 184,604 119,484 65,120
21 Carimun 57,220,707 50,828,121 6,392,585 1,362,398 1,210,193 152,204
22 Cahyono 39,426,892 31,157,473 8,269,418 187,747 148,369 39,378
23 Wasrah 31,317,447 23,346,990 7,970,457 198,212 147,766 50,446
24 Sanuri 22,216,295 12,162,822 10,053,472 153,216 83,882 69,334
25 Subari 58,158,381 55,037,618 3,120,763 1,186,906 1,123,217 63,689
26 Wasno 68,436,972 59,495,776 8,941,197 1,555,386 1,352,177 203,209
27 Darsono 68,944,720 61,897,008 7,047,712 1,498,798 1,345,587 153,211
28 Tanoto 62,180,022 54,911,214 7,268,808 1,195,770 1,055,985 139,785
29 Rasimat 25,747,003 18,501,927 7,245,076 176,349 126,726 49,624
30 Tarwad.T 54,251,983 46,109,643 8,142,340 1,466,270 1,246,207 220,063
31 Kasnadi 52,590,508 46,946,799 5,643,709 1,282,695 1,145,044 137,651
32 Tobari 58,743,447 50,021,970 8,721,477 1,129,682 961,961 167,721
33 Yono 70,943,887 65,036,650 5,907,237 1,917,402 1,757,747 159,655
34 Sarwono 34,942,365 23,180,404 11,761,960 198,536 131,707 66,829
35 Dasmadi 38,234,366 31,848,798 6,385,568 194,083 161,669 32,414
36 Wagio 21,626,868 14,627,139 6,999,729 166,361 112,516 53,844
37 Wirjo 19,352,186 11,514,699 7,837,487 142,295 84,667 57,629
38 Dahir 14,594,835 10,104,178 4,490,657 132,680 91,856 40,824
39 Ralin 18,233,233 12,959,330 5,273,903 140,256 99,687 40,568
40 Sukim 16,741,790 10,904,087 5,837,703 176,229 114,780 61,450
41 Kolil 34,844,071 28,323,455 6,520,616 197,978 160,929 37,049
42 Woro 26,253,725 20,052,945 6,200,780 164,086 125,331 38,755
43 Warto 41,258,966 30,218,502 11,040,463 171,199 125,388 45,811
44 Taryono 55,765,676 51,305,637 4,460,039 1,360,138 1,251,357 108,781
45 Ahmad 18,490,018 13,721,367 4,768,651 101,594 75,392 26,201
46 Wastam 23,951,502 16,055,128 7,896,374 140,067 93,890 46,178
47 Taronah 40,091,725 28,590,918 11,500,807 186,473 132,981 53,492
48 Daryono 61,284,930 58,950,215 2,334,716 1,532,123 1,473,755 58,368
49 Waidi 30,744,650 18,305,140 12,439,511 156,860 93,394 63,467
50 Kasir 61,776,923 55,933,974 5,842,949 1,506,754 1,364,243 142,511
123
Lampiran Penerimaan, Biaya dan Keuntungan (Lanjutan)
1 Tahun 1 Trip
No Nama Penerimaan Biaya Keuntungan Penerimaan Biaya Keuntungan
51 Rasian 59,173,825 51,191,881 7,981,944 1,643,717 1,421,997 221,721
52 Saripin 77,198,850 71,344,232 5,854,618 1,575,487 1,456,005 119,482
53 Suratno 77,734,741 71,871,376 5,863,366 1,494,899 1,382,142 112,757
54 Waita 62,128,596 58,133,525 3,995,072 1,380,635 1,291,856 88,779
55 Suratno 27,376,513 20,491,895 6,884,617 139,676 104,550 35,126
56 Rasid 25,280,531 17,600,749 7,679,782 126,403 88,004 38,399
57 Damun 22,069,223 14,423,210 7,646,013 112,598 73,588 39,010
58 Wanli 33,903,492 30,264,771 3,638,721 1,210,839 1,080,885 129,954
59 Sugianto 63,341,559 56,694,747 6,646,813 1,292,685 1,157,036 135,649
60 Wasjud 59,272,840 53,435,019 5,837,822 1,317,174 1,187,445 129,729
61 Darjan 33,298,992 23,606,636 9,692,355 166,495 118,033 48,462
62 Sopan 43,132,571 37,668,644 5,463,927 229,429 200,365 29,063
63 Warman 40,620,921 33,782,961 6,837,960 225,672 187,683 37,989
64 Wajud 60,344,226 54,163,327 6,180,899 1,160,466 1,041,602 118,863
65 Warja 59,311,337 54,876,507 4,434,830 1,210,435 1,119,929 90,507
66 Jono 77,465,564 70,999,967 6,465,597 1,489,722 1,365,384 124,338
67 Casmuri 54,733,128 53,465,161 1,267,968 1,216,292 1,188,115 28,177
68 Carmo 74,728,699 68,814,528 5,914,171 1,437,090 1,323,356 113,734
69 Tarman 43,821,474 37,091,811 6,729,663 225,884 191,195 34,689
70 Waidi 57,946,179 51,164,635 6,781,543 1,182,575 1,044,176 138,399
71 Wastari 63,677,227 59,202,317 4,474,910 1,224,562 1,138,506 86,056
72 Carto 82,130,971 77,930,596 4,200,376 1,785,456 1,694,143 91,313
73 Sardi 34,318,983 25,743,236 8,575,747 192,803 144,625 48,178
74 Raidi 34,857,529 30,058,059 4,799,470 316,887 273,255 43,632
75 Ruba 29,438,923 18,222,901 11,216,022 150,199 92,974 57,225
76 Triswanto 34,045,694 28,361,737 5,683,957 143,653 119,670 23,983
77 Cardian 26,369,566 17,664,420 8,705,145 183,122 122,670 60,452
78 Casono 2 78,631,917 74,764,624 3,867,293 1,604,733 1,525,809 78,924
79 Sahiri 37,919,088 21,631,239 16,287,849 191,511 109,249 82,262
80 Sadikin 32,383,330 20,810,667 11,572,663 175,045 112,490 62,555
81 Sunaryo 40,617,500 34,233,192 6,384,308 179,723 151,474 28,249
82 Sakrodin 35,216,868 28,184,006 7,032,862 201,239 161,051 40,188
83 Tarjo B.Tasir 24,034,641 15,188,039 8,846,601 144,787 91,494 53,293
84 Darmanto 33,937,197 25,708,383 8,228,815 223,271 169,134 54,137
85 Tarko 33,689,550 25,581,953 8,107,597 207,960 157,913 50,047
86 Suparna 28,452,671 22,419,747 6,032,924 172,440 135,877 36,563
87 Sutarno 29,292,560 18,923,443 10,369,117 183,079 118,272 64,807
88 Tarno 32,520,767 21,025,890 11,494,877 213,952 138,328 75,624
89 Caya 33,986,742 26,557,102 7,429,639 182,724 142,780 39,944
90 Wahadi 32,131,349 23,113,940 9,017,409 163,935 117,928 46,007
91 Ranoto 32,743,424 28,280,969 4,462,454 192,608 166,359 26,250
92 Ranyan 33,694,503 22,665,968 11,028,535 173,683 116,835 56,848
93 Rasjan 28,734,699 22,283,541 6,451,158 140,169 108,700 31,469
94 Duman 32,837,419 18,084,056 14,753,363 167,538 92,266 75,272
95 Darsono 2 32,637,360 24,117,787 8,519,572 176,418 130,366 46,052
96 Ranot 24,066,345 11,861,657 12,204,688 171,902 84,726 87,176
97 Daryono 2 46,978,641 24,117,776 22,860,865 958,748 492,200 466,548
98 Waryo 30,621,698 21,668,901 8,952,797 160,323 113,450 46,873
99 Carimun 2 56,293,902 49,811,484 6,482,418 1,373,022 1,214,914 158,108
100 Tarjuki 30,897,398 20,160,289 10,737,110 159,265 103,919 55,346
Jumlah 4,097,503,618.68 3,331,941,612.68 765,562,006.01 58,135,465.92 49,944,197.52 8,191,268
Rata-Rata 40,975,036.19 33,319,416.13 7,655,620.06 581,354.66 499,441.98 81,913
124
Lampiran 9. Biaya Penangkapan Per Trip Jaring Arad
No Nama Penyusutan Perijinan Operasional Retribusi Perawatan Total
1 Roni 20,644 284 59,600 3,606 6,399 90,533
2 Swardi 32,353 294 155,200 7,227 7,718 202,792
3 Tarli 176,852 1,111 636,000 37,190 41,567 892,720
4 Carmun 24,811 284 139,700 6,204 9,091 180,089
5 Daib 23,604 270 64,700 4,025 6,295 98,894
6 Carmad 25,367 314 83,800 4,754 7,142 121,377
7 Conglin 29,693 287 64,800 4,834 9,764 109,379
8 Walyan 150,000 1,087 758,000 38,587 40,891 988,565
9 Washadi 24,881 357 45,800 3,989 6,614 81,642
10 Casono 30,392 294 83,800 5,434 9,982 129,902
11 Subur 21,505 323 45,800 3,573 6,668 77,869
12 Tarli 2 28,131 289 111,800 6,056 9,240 155,516
13 Carmudi 28,807 309 83,800 5,548 11,685 130,148
14 Main 22,020 303 69,800 4,454 6,294 102,871
15 Radis 18,167 250 61,600 3,693 5,780 89,490
16 Carmun 2 112,593 1,111 1,000,000 40,628 45,344 1,199,676
17 Sopari 29,167 313 121,800 6,022 9,325 166,627
18 Toyib 26,740 275 73,800 5,026 9,357 115,198
19 Darkian 168,590 962 855,000 37,732 66,019 1,128,303
20 Wadri 32,184 345 69,800 5,538 11,617 119,484
21 Carimun 172,619 1,190 904,000 40,872 91,512 1,210,193
22 Cahyono 23,175 238 111,800 5,632 7,524 148,369
23 Wasrah 32,700 316 97,800 5,946 11,003 147,766
24 Sanuri 26,437 345 45,800 4,596 6,703 83,882
25 Subari 113,605 1,020 925,000 35,607 47,984 1,123,217
26 Wasno 218,561 1,136 1,001,000 46,662 84,818 1,352,177
27 Darsono 167,754 1,087 1,078,000 44,964 53,783 1,345,587
28 Tanoto 156,410 962 816,000 35,873 46,740 1,055,985
29 Rasimat 33,881 342 77,600 5,290 9,611 126,726
30 Tarwad.T 244,820 1,351 841,000 43,988 115,047 1,246,207
31 Kasnadi 139,837 1,220 923,000 38,481 42,506 1,145,044
32 Tobari 112,821 962 771,000 33,890 43,288 961,961
33 Yono 287,387 1,351 1,311,000 57,522 100,486 1,757,747
34 Sarwono 30,871 284 83,800 5,956 10,795 131,707
35 Dasmadi 23,587 254 121,800 5,822 10,206 161,669
36 Wagio 29,487 385 69,800 4,991 7,854 112,516
37 Wirjo 28,186 368 44,800 4,269 7,044 84,667
38 Dahir 34,848 455 45,800 3,980 6,773 91,856
39 Ralin 29,487 385 59,800 4,208 5,808 99,687
40 Sukim 40,351 526 59,800 5,287 8,816 114,780
41 Kolil 31,818 284 110,800 5,939 12,087 160,929
42 Woro 25,917 313 89,200 4,923 4,979 125,331
43 Warto 21,272 207 89,400 5,136 9,372 125,388
44 Taryono 170,569 1,220 978,000 40,804 60,764 1,251,357
45 Ahmad 18,315 275 46,500 3,048 7,255 75,392
46 Wastam 21,131 292 59,417 4,202 8,848 93,890
47 Taronah 25,426 233 92,600 5,594 9,128 132,981
48 Daryono 141,667 1,250 1,236,000 45,964 48,875 1,473,755
49 Waidi 18,776 255 62,200 4,706 7,457 93,394
50 Kasir 215,041 1,220 984,000 45,203 118,780 1,364,243
125
Lampiran Biaya Penangkapan Per Trip (Lanjutan)
No Nama Penyusutan Perijinan Operasional Retribusi Perawatan Total
51 Rasian 262,963 1,389 1,036,000 49,312 72,333 1,421,997
52 Saripin 177,891 1,020 1,151,400 47,265 78,429 1,456,005
53 Suratno 162,179 962 1,102,000 44,847 72,154 1,382,142
54 Waita 164,815 1,111 1,009,000 41,419 75,511 1,291,856
55 Suratno 21,429 255 73,800 4,190 4,877 104,550
56 Rasid 19,167 250 59,800 3,792 4,995 88,004
57 Damun 18,537 255 44,800 3,378 6,617 73,588
58 Wanli 180,952 1,786 779,000 36,325 82,821 1,080,885
59 Sugianto 169,388 1,020 911,000 38,781 36,847 1,157,036
60 Wasjud 167,407 1,111 936,000 39,515 43,411 1,187,445
61 Darjan 24,833 250 73,800 4,995 14,155 118,033
62 Sopan 26,418 266 150,000 6,883 16,798 200,365
63 Warman 27,407 278 142,000 6,770 11,228 187,683
64 Wajud 126,923 962 850,000 34,814 28,904 1,041,602
65 Warja 127,891 1,020 908,000 36,313 46,704 1,119,929
66 Jono 175,000 962 1,093,000 44,692 51,731 1,365,384
67 Casmuri 163,704 1,111 936,000 36,489 50,811 1,188,115
68 Carmo 183,974 962 1,027,000 43,113 68,308 1,323,356
69 Tarman 31,787 258 141,750 6,777 10,624 191,195
70 Waidi 167,347 1,020 799,750 35,477 40,582 1,044,176
71 Wastari 163,462 962 901,000 36,737 36,346 1,138,506
72 Carto 427,536 1,087 1,133,000 53,564 78,957 1,694,143
73 Sardi 27,903 281 98,000 5,784 12,657 144,625
74 Raidi 55,394 455 183,000 9,507 24,900 273,255
75 Ruba 18,435 255 61,400 4,506 8,378 92,974
76 Triswanto 18,762 211 87,600 4,310 8,787 119,670
77 Cardian 33,843 347 72,500 5,494 10,486 122,670
78 Casono 2 103,401 1,020 1,338,000 48,142 35,245 1,525,809
79 Sahiri 25,791 253 71,000 5,745 6,460 109,249
80 Sadikin 25,009 270 74,000 5,251 7,959 112,490
81 Sunaryo 24,071 221 108,000 5,392 13,791 151,474
82 Sakrodin 30,476 286 116,667 6,037 7,586 161,051
83 Tarjo B.Tasir 25,783 301 54,333 4,344 6,733 91,494
84 Darmanto 39,912 329 93,800 6,698 28,395 169,134
85 Tarko 31,893 309 92,800 6,239 26,673 157,913
86 Suparna 35,556 303 83,800 5,173 11,045 135,877
87 Sutarno 27,542 313 75,800 5,492 9,125 118,272
88 Tarno 33,860 329 83,800 6,419 13,921 138,328
89 Caya 22,581 269 106,667 5,482 7,782 142,780
90 Wahadi 24,660 255 80,167 4,918 7,929 117,928
91 Ranoto 31,843 294 113,167 5,778 15,276 166,359
92 Ranyan 29,536 258 67,767 5,210 14,064 116,835
93 Rasjan 20,976 244 75,600 4,205 7,676 108,700
94 Duman 20,986 255 59,600 5,026 6,398 92,266
95 Darsono 2 27,009 270 87,600 5,293 10,195 130,366
96 Ranot 25,690 357 45,500 5,157 8,021 84,726
97 Daryono 2 106,667 1,020 308,750 28,762 47,000 492,200
98 Waryo 26,946 262 73,750 4,810 7,682 113,450
99 Carimun 2 218,699 1,220 905,000 41,191 48,805 1,214,914
100 Tarjuki 22,405 258 64,750 4,778 11,728 103,919
Jumlah 7,789,897 57,526 37,662,233 1,744,064 2,690,477 49,944,198
Rata-rata 77,899 575 376,622 17,441 26,905 499,442
126
Lampiran 10. Hasil Tangkapan Jaring Arad
Hasil Tangkapan (Kg) per Tahun
No Nama Petek Beloso Kuniran Tiga Waja Sotong Cumi U Krosok U Jerbung Rajungan Kurisi Total
1 Roni 315 - - 270 390 395 416 278 278 0 2,341
2 Swardi 315 - - 405 775 715 395 794 715 0 4,114
3 Tarli 4,908 5,550 1,000 380 775 715 556 100 380 1,600 15,964
4 Carmun 315 - 0 342 570 762 630 429 768 0 3,816
5 Daib 450 0 0 395 470 550 380 285 400 0 2,930
6 Carmad 275 0 0 252 392 664 500 208 420 0 2,711
7 Conglin 306 0 0 288 732 420 600 348 318 0 3,012
8 Walyan 7,350 800 2,400 500 300 840 888 348 348 3,300 17,074
9 Washadi 274 - - 356 356 436 350 128 350 0 2,250
10 Casono 263 0 0 255 710 705 785 240 240 0 3,198
11 Subur 273 0 0 160 358 438 365 183 240 0 2,016
12 Tarli 2 361 0 0 240 480 800 875 270 630 0 3,656
13 Carmudi 315 0 0 160 640 560 720 160 720 0 3,275
14 Main 278 0 0 240 565 405 514 211 523 0 2,735
15 Radis 540 0 0 176 704 500 500 100 500 0 3,020
16 Carmun 2 8,940 2,910 3,390 780 1,040 760 360 120 400 3,480 22,180
17 Sopari 720 0 0 400 560 720 560 360 480 0 3,800
18 Toyib 740 0 0 410 502 740 712 276 260 0 3,640
19 Darkian 10,280 2,836 3,048 900 880 960 320 260 340 3,600 23,424
20 Wadri 370 - 0 290 580 510 530 275 435 0 2,990
21 Carimun 8,340 3,240 3,720 480 564 780 220 224 396 3,560 21,524
22 Cahyono 835 - 0 450 654 1,158 570 366 579 0 4,612
23 Wasrah 788 - 0 457 638 869 638 110 495 0 3,995
24 Sanuri 645 - 0 309 445 332 590 109 500 0 2,930
25 Subari 9,810 3,780 2,980 1,690 340 440 420 140 300 4,380 24,280
26 Wasno 11,340 2,340 4,320 568 453 388 597 207 400 6,540 27,153
27 Darsono 12,120 1,860 3,636 606 566 918 518 91 415 5,420 26,150
28 Tanoto 8,760 1,424 1,048 172 900 1,496 300 260 500 3,000 17,860
29 Rasimat 399 - - 404 419 530 484 293 429 - 2,958
30 Tarwad.T 9,000 2,400 2,490 596 452 738 348 346 361 2,520 19,250
31 Kasnadi 8,430 1,467 3,870 396 393 867 399 169 441 2,310 18,741
32 Tobari 8,760 2,760 3,360 576 488 636 452 348 380 3,360 21,120
33 Yono 9,690 2,430 4,110 711 798 976 505 390 638 3,276 23,524
34 Sarwono 571 - - 228 470 940 720 321 518 0 3,767
35 Dasmadi 509 - - 238 491 1,028 781 377 565 0 3,990
36 Wagio 370 - - 195 420 500 510 180 240 0 2,415
37 Wirjo 265 - - 180 290 340 532 191 290 0 2,089
38 Dahir 290 - - 155 230 260 350 130 290 0 1,705
39 Ralin 260 - - 370 265 370 365 185 340 0 2,155
40 Sukim 251 - - 187 275 370 374 208 134 0 1,799
41 Kolil 481 - - 558 555 790 721 356 481 0 3,944
42 Woro 560 - - 376 448 560 472 272 464 0 3,152
43 Warto 930 - - 709 764 976 792 256 792 0 5,219
44 Taryono 13,200 1,668 3,786 410 364 496 536 117 490 2,310 23,377
45 Ahmad 238 - - 357 366 321 312 238 312 0 2,144
46 Wastam 540 - - 459 555 318 326 230 726 0 3,153
47 Taronah 505 - - 367 711 817 711 496 696 0 4,301
48 Daryono 8,910 2,391 3,450 458 569 759 419 334 408 3,810 21,508
49 Waidi 444 - - 420 414 630 510 306 828 - 3,552
50 Kasir 10,470 2,118 4,110 481 425 770 280 495 460 2,724 22,333
127
Lampiran Hasil Tangkapan (Lanjutan)
Hasil Tangkapan (Kg) per Tahun
No Nama Petek Beloso Kuniran Tiga Waja Sotong Cumi U Krosok U Jerbung Rajungan Kurisi Total
51 Rasian 7,470 1,656 4,410 648 441 915 516 375 300 2,727 19,458
52 Saripin 18,900 3,270 4,740 638 649 789 547 387 400 2,007 32,327
53 Suratno 14,880 3,180 3,060 604 549 1,209 265 463 360 4,560 29,130
54 Waita 11,730 3,000 2,640 432 537 789 421 418 300 2,676 22,942
55 Suratno 460 - - 308 484 580 464 318 484 0 3,098
56 Rasid 454 - - 232 484 580 464 212 484 0 2,910
57 Damun 484 - - 348 196 484 444 222 484 0 2,662
58 Wanli 5,580 1,080 1,560 302 260 308 272 268 278 1,860 11,768
59 Sugianto 9,810 3,027 3,780 467 489 689 425 447 440 3,270 22,845
60 Wasjud 9,930 2,667 2,790 710 407 507 426 398 704 2,910 21,449
61 Darjan 418 - - 530 468 592 560 622 336 0 3,526
62 Sopan 385 - - 507 669 841 820 712 410 0 4,344
63 Warman 439 - - 525 600 776 688 736 392 0 4,156
64 Wajud 11,280 3,360 3,720 720 532 492 480 200 260 3,720 24,764
65 Warja 8,490 3,090 3,780 752 607 609 440 320 420 3,027 21,535
66 Jono 10,320 2,580 3,780 466 546 1,800 346 384 345 4,368 24,934
67 Casmuri 10,560 2,375 2,820 425 461 466 453 379 251 2,667 20,857
68 Carmo 15,120 3,072 2,472 750 520 560 680 500 340 4,560 28,574
69 Tarman 440 - - 512 761 859 745 633 656 0 4,606
70 Waidi 7,980 1,872 3,180 306 600 620 152 440 480 4,380 20,010
71 Wastari 8,160 2,160 4,368 466 464 484 520 540 360 4,440 21,961
72 Carto 13,140 2,780 3,078 1,303 904 906 642 698 560 3,180 27,191
73 Sardi 316 - - 412 720 816 419 323 812 - 3,817
74 Raidi 338 - - 500 776 872 424 414 496 0 3,820
75 Ruba 550 - - 550 646 752 424 222 510 0 3,654
76 Triswanto 432 - - 464 608 707 348 540 636 0 3,735
77 Cardian 483 - - 330 414 557 286 480 355 0 2,905
78 Casono 2 11,610 3,663 3,180 436 783 963 644 616 474 3,780 26,149
79 Sahiri 434 - - 438 570 858 639 534 516 0 3,989
80 Sadikin 374 - - 258 472 990 543 294 472 0 3,403
81 Sunaryo 424 - - 328 676 772 752 520 772 0 4,244
82 Sakrodin 352 - - 280 678 766 518 358 846 0 3,798
83 Tarjo B.Tasir 440 - - 213 440 632 330 234 454 0 2,743
84 Darmanto 368 - - 436 820 820 760 184 442 0 3,830
85 Tarko 341 - - 437 780 940 550 202 550 0 3,800
86 Suparna 376 - - 467 627 707 515 202 435 0 3,330
87 Sutarno 369 - - 196 708 558 558 316 442 0 3,149
88 Tarno 380 - - 297 699 787 556 325 462 0 3,507
89 Caya 411 - - 228 666 852 612 324 516 0 3,609
90 Wahadi 424 - - 222 584 676 636 348 540 0 3,430
91 Ranoto 387 - - 285 744 920 410 322 475 0 3,543
92 Ranyan 408 - - 224 649 745 841 265 448 0 3,580
93 Rasjan 445 - - 275 560 660 445 345 438 0 3,168
94 Duman 414 - - 222 580 676 676 388 484 0 3,440
95 Darsono 2 395 - - 202 698 783 526 354 491 0 3,448
96 Ranot 344 - 208 540 620 356 196 440 0 2,704
97 Daryono 2 4,980 1,980 2,825 445 529 609 467 207 418 2,580 15,040
98 Waryo 366 - - 312 648 740 464 262 624 0 3,417
99 Carimun 2 5,070 2,820 3,420 568 592 792 437 297 467 3,420 17,883
100 Tarjuki 339 - - 217 610 714 506 271 687 0 3,344
Jumlah 363,295 87,606 110,321 42,163 55,947 70,105 51,120 32,132 46,357 115,322 974,367
Rata-Rata 3,632.95 876.06 1,103.21 421.63 559.47 701.05 511.20 321.32 463.57 1,153.22 9,743.67
128
Lampiran 11. Harga Ikan Rata-Rata Tahunan
129
Lampiran 12. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal
di Kota Tegal Tahun 1995-2006 (Model Schaefer)
Pemanfaatan
Tahun Produksi TAC (%)
1995 4430,30 7811,34 56,71
1996 4275,40 7811,34 54,73
1997 6451,20 7811,34 82,58
1998 2468,90 7811,34 31,60
1999 2890.28 7811,34 37,00
2000 6304.98 7811,34 80,71
2001 5898,30 7811,34 75,50
2002 4218,70 7811,34 54,00
2003 2542,60 7811,34 32,55
2004 3953 7811,34 50,60
2005 3842,30 7811,34 49,18
2006 1635,60 7811,34 20,93
130
Lampiran 13. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal
di Kota Tegal Tahun 1995-2006 (Model Fox)
Pemanfaatan
Tahun Produksi TAC (%)
1995 4430,30 4302,88 102,96
1996 4275,40 4302,88 99,36
1997 6451,20 4302,88 149,92
1998 2468,90 4302,88 57,37
1999 2890.28 4302,88 67,17
2000 6304.98 4302,88 146,52
2001 5898,30 4302,88 137,07
2002 4218,70 4302,88 98,04
2003 2542,60 4302,88 59.09
2004 3953 4302,88 91,86
2005 3842,30 4302,88 89,29
2006 1635,60 4302,88 38,01
131
Lampiran 14. Jadual Penelitian
2 Pembuatan Proposal √ √ √
3 Kolokium √
4 Revisi Proposal √ √ √
5 Survey Lapangan √ √ √
6 Penelitian √ √ √ √ √ √ √ √
7 Kompilasi Data √
8 Analisa Data √ √
9 Penyusunan Tesis √ √
10 Seminar √
11 Perbaikan Tesis √ √
12 Ujian √
13 Penggandaan √
132
Lampiran 15. Konstruksi Jaring Arad
133
Lampiran 16. Konstruksi Jaring Cantrang
134
Lampiran 17. Konstruksi Jaring Trammel Net
135
LAMPIRAN 18
FOTO-FOTO PENELITIAN
136
Kondisi mangrove di wilayah pesisir Kelurahan Muarareja dan Tegalsari yang
rusak akibat dikonversi menjadi tambak bandeng
137
Abrasi di pantai Muarareja dan Tegalsari akibat konversi hutan mangrove menjadi
tambak bandeng.
138
TPI Muarareja
Lokasi pelelangan ikan demersal di Kota Tegal yaitu TPI Tegalsari Dan TPI
Muarareja
139
Kegiatan pelelangan ikan demersal di TPI Tegalsari
140
Armada perahu arad sedang berlabuh di Sungai Sibelis Kelurahan Muarareja dan
perahu cantrang di Pelabuhan Tegalsari Kelurahan Tegalsari
141
Beberapa Jenis ikan demersal yang tertangkap jaring arad yaitu Ikan Petek
(Leiognathus equulus) dan Tiga Waja (Johnius Sp)
142
Jenis Ikan Bawal Putih (Stromateus cineus) dan Kakap Merah ( Lutjanus
argemntimaculatus)
143
Jenis Ikan Kurisi (Nemipterus isolanthus)) dan Beloso (Acentrogobius sp)
144
Jenis Ikan Kuniran (Lutjanus vitta) dan Ikan Layur (Trichuridae sp)
145
Jenis Cumi-cumi (Loligo spp) dan Sotong (Sepia spp)
146
147
148
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
149
150