Anda di halaman 1dari 150

MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN

PENGELOLAAAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL


(STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Derajat Magister (S-2)

Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai

Oleh :
Welhelmus Nabunome
Nim : K4A005007

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2007

1
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL)

NAMA PENULIS : WELHELMUS NABUNOME


NIM : K4A005007

Tesis telah disetujui :


Tanggal : September 2007

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS) (Prof.Dr.Dra Hj. Indah Susilowati,M.Sc)

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS)

2
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL)

Dipersiapkan dan disusun oleh :


WELHELMUS NABUNOME
K4A005007

Tesis telah dipertahankan di depan Tim Penguji :


Tanggal : 27 Agustus 2007

Ketua Tim Penguji, Anggota Tim Penguji I,

(Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS) (Ir.Asriyanto, DFG,MS)

Sekretaris Tim Penguji, Anggota Tim Penguji II,

(Prof.Dr.Dra Hj. Indah Susilowati,M.Sc) (Ir.Bambang Argo Wibowo, M.Si)

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS)

3
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dalam bentuk tesis dengan judul :

”MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA

IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH’’,

beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.

Dalam penulisan tesis ini saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan

cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan

sebagaimana mestinya.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dijadikan pedoman bagi yang berkepentingan

dan saya siap menanggung segala resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya tulis

saya ini atau adanya klaim terhadap keaslian karya tesis saya.

Semarang, September 2007

Welhelmus Nabunome

4
ABSTRAK
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH
Welhelmus Nabunome1
Sutrisno Anggoro 2 dan Indah Susilowati 2.

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi hasil tangkapan dan upaya pada tingkat
tangkapan maksimum lestari (MSY), Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces
(OA). MSY, MEY dan OA merupakan indikator bioekonomi yang akan digunakan untuk
memformulasikan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan perikanan di Kota Tegal.
Penelitian ini khusus menggunakan jaring arad (mini trawl) sebagai pendekatan untuk
analisis stok sumberdaya ikan demersal. Alat analisis yang digunakan adalah model
bioekonomi Schaefer dan Fox (Anderson, 1986). Model Fox lebih sesuai untuk
mengestimasi stok ikan demersal di Kota Tegal. Selanjutnya analisis dalam penelitian ini
menggunakan model Fox.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan dan upaya pada tingkat
Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 5.530 ton/tahun dan 20.823 trip/tahun.
Sementara estimasi nilai Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces (OA) pada
tingkat 5.376 ton/tahun ; 16.258 trip/tahun.dan 3.469 ton/tahun ; 47.860 trip/tahun.
Profitabitas jaring arad sebesar RP. 81.913/trip. Analisis dengan model Fox menunjukan
bahwa sudah terjadi tangkapan lebih (overfishing) sejak tahun 1997 dengan tingkat
pemanfaatan sebesar 149,92 % .
Beberapa bentuk pengelolaan perikanan yang diajukan dalam penelitian ini
diantaranya adalah: pembatasan kuota penangkapan ikan pada tingkat MSY sebesar 296
Kg/Trip dan untuk MEY 331 Kg/Trip ; kebijakan terhadap lebar ukuran mata jaring ;
upaya konservasi ; kontrol terhadap musim/daerah penangkapan ikan (spawning ground
dan fishing ground) ; penggiliran dalam melakukan penangkapan ikan (fishing with
alternate day) ; pembatasan penerbitan izin penangkapan bagi kapal baru, ; Co-
management diantara stakeholders ; Penegakan hukum (enforcement) dan pengawasan
(surveilance) dan Fisheries Information System (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar
kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal.

Kata Kunci : Demersal, Bioekonomi, Fox, Perikanan, Pengelolaan, Tegal.

1
Mahasiswa Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang
2
Dosen Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang

5
ABSTRACT
A STUDI BIOECONOMICS MODEL AND ITS FISHERIES MANAGEMENT
FOR THE MUNICIPALITY of TEGAL,
CENTRAL JAVA
Welhelmus Nabunome2
Sutrisno anggoro3 and indah susilowati2

The research aimed to estimate the catch and effort in the level of Maximum
Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), and Open Access (OA),
respectively. All the those are considered as bionomic indicators and will be formulated
the fisheries management for Tegal Municipality. This study has special reference to the
arad-net (a kind of baby trawl) to proxy the stok of demersal fish.
The bionomic models of Schaefer and Fox (Anderson, 1986) were been invoked.
However, Fox model indicates the more suitable to estimate the demersal fish stok for
Tegal fisheries. There after, all analysis are based on the Fox model.
The result indicated that the catch and effort at MSY level are 5.530 ton/year and
20.823 trips/year, respectivey. While the catch and for Maximum Economic Yield (MEY)
and Open Access (OA) levels are 5.376 ton/year ; 16.258 trips/year and 47.860 trips/year
; 3.469 ton/year. The profitability of arad-net accounted for Rp. 81.913/trip. Fox model
concludes that Tegal fisheries is in overfishing condition since 1997 with averaged
ulilisation of 149,92%.
Ones of fisheries management schemes pruposed by this study among others are :
fishing of the catch limit of MSY (266 kg/trip) and for MEY (331 kg/trip) ; mesh-size ;
conservation effort ; closed season for spawning ground and fishing ground, fishing with
alternate-day ; licensing control ; Co-management among the stakeholders ; enforcement
and surveillance and Fisheries Information System (FIS).

Keywords : Demersal, Bioeconomic, Fox, Fisheries, Management, Tegal

2
Student, Magister of Coastal Resource Management, Diponegoro University, Semarang
3
Lecturer, Magister of Coastal Resource Management, Diponegoro University, Semarang

6
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan hikmat yang diberikan maka penulisan tesis dengan judul ”Model Analisis
Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empiris Di Kota
Tegal), Jawa Tengah’’, dapat diselesaikan. Model analisis bioekonomi digunakan untuk
mengestimasi aspek fisik (biologi), ekonomi dan sosial sehingga dapat
direkomendasikan strategi kebijakan yang tepat dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor dan Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Sutrisno Anggoro, MS sebagai Ketua Program Studi Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai dan Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini
3. Ibu Prof.Dr.Dra.Hj.Indah Susilowati, M.Sc salaku Pembimbing pendamping atas
bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini
4. Bapak Ir. Asriyanto, DFG, MS dan Ir. B. Argo Wibowo, M.Si sebagai dosen
penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini
5. Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M), Dirjen
Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Skim Penelitian Hibah Pasca Tahun III (2007)
yang memberikan bantuan dana kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam
penyusunan tesis ini
6. Bapak Drs. Daniel Banunaek (Bupati Timor Tengah Selatan) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Strata -2 di Universitas
Diponegoro Semarang
7. Walikota Tegal dan jajarannya atas izin yang diberikan kepada penulis sehingga
dapat melakukan penelitian di Kota Tegal

7
8. Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk boleh mengambil data, terutama bapak Joko Susilo, S.T atas
data statistik yang diberikan
9. Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kepala TPI Tegalsari, dan Kepala
TPI Muarareja atas kesempatan untuk boleh melakukan penelitian di kedua lokasi
tersebut
10. Bapak dan Mama Nabunome, Bapak dan Mama Ati serta istriku tercinta Evy dan
buah hatiku Tasya atas dukungannya selama penulis melanjutkan pendidikan di
Semarang
11. Temanku Dian Wijayanto, S.Pi, MM dan Alfred Kase, S.Pi, M.Si atas begitu
banyak masukan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melanjutkan
pendidikan dan penulisan tesis ini serta teman-teman MSDP angkatan 2005
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak
memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapakan masukan berupa
saran dan kritik demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan
masukan dalam pengembangan ilmu ekonomi sumberdaya perikanan untuk peningkatan
taraf hidup nelayan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan.

Semarang, Agustus 2007

Penulis

iv 8
DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................ iii
Daftar Tabel .................................................................................................. vii
Daftar Gambar ................................................................................................ viii
Daftar Lampiran............................................................................................... ix
Bab. I Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 9
Bab. II Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10
2.1 Model Bioekonomi Perikanan .................................................. 10
2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ........................................ 18
2.3 Sumberdaya Ikan Demersal ..................................................... 25
2.4 Alat Tangkap Ikan Demersal.................................................... 27
2.4.1 Jaring Arad ................................................................... 27
2.4.2 Jaring Cantrang............................................................. 28
2.4.3 Trammel net ................................................................. 29
2.5 Kebijakan dan Peraturan Pemerintah....................................... 31
2.6 Penelitian Terdahulu ................................................................ 34
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................... 42
2.8 Hipotesis .................................................................................. 44
Bab.III Metode Penelitian ........................................................................... 45
3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 45
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................ 45
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46
3.4 Teknik Analisis ........................................................................ 47
3.4.1 Model Bioekonomi Perikanan...................................... 48
3.4.2 Justifikasi Statistik......................................................... 50
3.4.3 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan................. 51
3.5 Definisi Variabel Operasional..................................................... 52
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 54
Bab IV. Hasil dan Pembahasan........................................................................ 55
4.1 Gambaran Umum Kota Tegal..................................................... 55
4.1.1 Letak Geografis............................................................... 55
4.1.2 Keadaan Penduduk.......................................................... 55
4.1.3 Pemanfaatan Lahan......................................................... 57
4.1.4 Keadaan Ekonomi........................................................... 58
4.1.5 Keadaan Pendidikan........................................................ 59
4.1.6 Potensi Perikanan Kota Tegal......................................... 61
4.2 Gambaran Lokasi Penelitian ....................................................... 66
4.2.1 Lokasi Penelitian............................................................. 66
4.2.2 Karakteristik Responden................................................. 68

9
4.3 Hasil dan Pembahasan ............................................................. 69
4.3.1 Analisis Bioekonomi Model Schaefer .............................. 69
4.3.1.1 Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dan
Effort Maximum Sustainable Yield (EMSY) Ikan Demersal di
Kota Tegal........................................................... 69
4.3.1.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum
Economic Yield (EMSY) ,Effort Open Acces (EOA) dan Catch
Open Acces (COA) Ikan Demersal di Kota Tegal
............................................................................. 73
4.3.2 Analisis Bioekonomi Model Fox ...................................... 77
4.3.2.1 Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Effort
Maximum Sustainable Yield (EMSY) Ikan Demersal di Kota
Tegal ................................................................... 77
4.3.2.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum
Economic Yield (EMSY) , Effort Open
Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan Demersal di
Kota Tegal........................................................... 80
4.3.3 Penentuan Model Bioekonomi yang Paling Sesuai (Best fit model) :
Model Schaefer dan Fox .................................................... 82
4.3.4 Analisa Profitabilitas Jaring Arad...................................... 84
4.3.5 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal di Kota Tegal
............................................................................................ 85
Bab V. Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 91
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 91
5.2 Saran .......................................................................................... 92
Daftar Pustaka ................................................................................................ 94

10
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Jawa Tengah Tahun 2000-2005. . 2
2. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Jawa Tengah Menurut Kabupaten
Tahun 2005 .................... ........................................................................... 3
............................................................................................... 18
3. Jenis Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2006 ......................................... 5
4. Ringkasan Penelitian Terdahulu ................................................................ 37
5. Persamaan Bioekonomi Model Schaefer dan Fox ..................................... 48
6. Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006............................... 56
7. Mata Pencaharian Penduduk Tiap Kelurahan di Wilayah Pesisir
Kota Tegal Tahun 2006 ............................................................................. 57
8. Pemanfaatan Lahan di Kota Tegal Tahun 2001 – 2006............................. 58
9. PDRB Kota Tegal Tahun 2002 – 2006 ...................................................... 59
10. Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Tegal Tahun 2006 ............................ 59
11. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Kelurahan di Pesisir
Kota Tegal Tahun 2006 .......................................................................... 60
12. Jumlah Kelurahan Pesisir dan Luas Tambak di Kota Tegal ..................... 61
13. Banyaknya Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut
TPI di KotaTegal Tahun 2001 -2006 ........................................................ 65
14. Nilai Kontribusi TPI Terhadap PAD Kota Tegal Tahun 2001-2006......... 66
15. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Muarareja Tahun 2000-2006 ..... 67
16. Profil Karakteristik Responden................................................................. 68
17. Hasil Tangkapan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006 .......... 73
18. Hasil Standarisasi Produksi dan Effort Ikan Demersal di Kota Tegal
Tahun 1995 – 2006 ................................................................................... 74
19. Perhitungang Nilai CPUE Model Fox ....................................................... 77
20. Hasil Analisis Bioekonomi Model Schaefer dan Fox................................ 82
21. Profitabilitas Jaring Arad Per Trip............................................................ 84

11
DAFTRA GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kota Tegal Tahun 2001-2006. .... 4
2. Kurva Pertumbuhan Logistik..................................................................... 12
3. Pengaruh Upaya Terhadap Hasil Tangkapan Ikan.................................... 13
4. Kurva Statis Schaefer................................................................................. 14
5. Hubungan antara Maximum Economic Yield (MEY), Maximum Sustaina-
ble Yield (MSY) dan Open Acces (OA) .................................................... 16
6. Gambar dan Operasional Jaring Arad........................................................ 28
7. Gambar dan Operasional Jaring Cantrang ................................................. 29
8. Gambar dan Operasional Jaring Trammel Net .......................................... 31
9. Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................................. 43
10. Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006............................... 56
11. Perkembangan Kapal Motor di Kota Tegal Tahun 2000-2006................. 62
12. Perkembangan Nelayan di Kota Tegal Tahun 2000-2006......................... 63
13. Perkembangan Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2000-2006 ................ 63
14. Pertumbuhan Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kota Tegal
Tahun 2001-2006...................... ................................................................ 64
15. Perkembangan Tambak di Kelurahan Muarareja Tahun 2001-2006........ 67
16. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal (Model Schaefer) ................... 70
17. Tingkat Pemanfaatan Sumberdya Ikan Demersal di Kota Tegal (Model
Schaefer)...................................... .............................................................. 71
74
18. Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dengan Effort (Model Schaefer) 72
19. Hubungan Biaya Penangkapan (TC), Total Penerimaan (TR) dan
Keuntungan (Profit) (Model Schaefer) ...................................................... 75
20. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal (Model Fox) ........................... 78
21. Tingkat Pemanfaatan Sumberdya Ikan Demersal di Kota Tegal (Model
Fox)...................................... ................................................................. 79
.................................................................
22. Hubungan Ln Catch Per Unit Effort ( Ln CPUE) dengan Effort (Model Fox)80
23. Hubungan Biaya Penangkapan (TC), Total Penerimaan (TR) dan
Keuntungan (Profit) (Model Fox).............................................................. 81
24. Status Sumberdaya Ikan di WPP I-IX di Indonesia................................... 86
25. Bagan Mekanisme Pengelolaan Sumberdaya Ikan .................................... 87

12
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Administrasi Kota Tegal dan Lokasi Penelitian ................................ 98


2. Analisa Regresi Model Schaefer................................................................ 99
3. Data Effort dan CPUE untuk Analisis Regresi Model Schaefer………… 100
4. Analisa Regresi Model Fox……………………………………………... 101
5. Data Effort dan ln CPUE untuk Analisis Regresi Model Fox…………… 102
6. Estimasi MEY Model Fox dengan Simulasi……………………………. 103
7. Daftar Pertanyaan (Kuisioner) Penangkapan Ikan Demersal di Perairan
Kota Tegal ................................................................................................ 104
8. Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Jaring Arad ...................................... 110
9. Biaya Penangkapan Per Trip Jaring Arad.................................................. 112
10. Hasil Tangkapan Jaring Arad..................................................................... 114
11. Harga Ikan Rata-Rata Tahunan.................................................................. 116
12. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006
Model Schaefer .......................................................................................... 117
13. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006
Model Fox ................................................................................................ 118
14. Jadual Penelitian ........................................................................................ 119
15. Konstruksi Jaring Arad .............................................................................. 120
16. Konstruksi Jaring Cantrang........................................................................ 121
17. Konstruksi Jaring Trammel Net................................................................. 122
18. Foto-Foto Penelitian................................................................................... 123

13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah daratatan

1,9 juta km2 , wilayah laut sekitar 5,8 juta km2, jumlah pulau 17.508 buah dengan panjang

garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km. Dengan kondisi

ini membuat Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar.

Sesuai hasil pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia oleh Badan Riset Kelautan dan

Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) tahun 2001 dalam Purwanto (2003) bahwa potensi lestari (MSY) untuk

sumberdaya ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkap yang

diperbolehkan 5,1 juta ton per tahun (80 % dari MSY), dengan potensi lestari ikan

demersal yakni 1.370.090 ton per tahun.

Jawa Tengah memilik garis pantai 791,76 km yang tediri dari panjang pantai utara

502,69 km dan pantai selatan 289,07 km. Potensi perikanan laut di Jawa Tengah sekitar

1.873.530 ton/tahun meliputi Laut Jawa sekitar 796.640 ton/tahun dan Samudera

Indonesia sekitar 1.076.890 ton/tahun (Profil Perikanan Tangkap Jawa Tengah, 2006).

Dari potensi tersebut sesuai hasil penelitian Triarso (2004) menyatakan bahwa potensi

ikan demersal di Jawa yaitu Samudera Indonesia sekitar 135.000 ton pertahun dengan

tingkat eksploitasi 84 % dan Laut Jawa potensinya 431.000 ton per tahun dengan tingkat

eksploitasi 56 % sedangkan potensi pelagis kecil di Jawa yaitu Samudera Indonesia

potensinya 430.000 ton per tahun dengan tingkat eksploitasi 41 % dan Laut Jawa

potensinya 340.000 ton per tahun dengan tingkat eksploitasi 130 %. Berdasarkan hasil

14
penelitian tersebut maka usaha perikanan tangkap khususnya ikan pelagis kecil sudah

mengalami overfishing khususnya Laut Jawa (130%) sedangkan ikan demersal masih

dapat dikembangkan baik di Samudera Indonesia (84 %) dan Laut Jawa (56%). Dari

potensi tersebut maka produksi dan nilai produksi perikanan tangkap dari tahun 2000-

2005 di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel.1 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Jawa Tengah


Tahun 2000 – 2005.
Tahun Produksi (Ton) Nilai Produksi (RpX1000)

2000 261.269,8 1.071.494.608


2001 274.809,1 1.035.984.852
2002 281.267 1.122.530.171
2003 236.235 773.621.116
2004 244.389,50 836.661.634
2005 190.937 780.525.819

Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, DKP Jawa Tengah 2006.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di Jawa Tengah

mencapai produksi tertinggi pada tahun 2002 yaitu 281.267 ton per tahun dan mengalami

penurunan produksi pada tahun 2005 dengan produksi 190.937 ton per tahun (turun 32,11

%). Nilai produksi tertinggi dicapai pada tahun 2002 yaitu Rp.1.122.530.171 dan nilai

produksi terendah pada tahun 2003 yaitu Rp.773.621.116. Data ini menunjukan bahwa

produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di Jawa Tengah mengalami fluktuasi yang

dipengaruhi oleh tingginya harga BBM dan kemungkinan penurunan sumberdaya

perikanan. Hal ini didukung juga dengan turun jumlah nelayan yang melakukan usaha

penangkapan ikan di Jawa Tengah yaitu pada tahun 2005 jumlah nelayan 168.133 orang

sedangkan tahun 2004 jumlah nelayan 174.418 orang sehingga mengalami penurunan

sekitar 3,6 % (Profil Perikanan Tangkap Jawa Tengah, 2006).

15
Kota Tegal merupakan salah satu Kota yang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah

dengan luas wilayah 39,68 km2 . Sesuai dengan Undang-undang No .32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, maka Kota Tegal diberikan kewenangan untuk mengelola

laut sejauh 4 mil. Panjang garis pantai Kota Tegal 10,5 km, sehingga Kota Tegal

memiliki luas laut yang dikelola sebesar 77,84 km2. Kegiatan perikanan di Kota Tegal

didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap dengan wilayah operasi meliputi perairan

pantai dan lepas pantai. Kota Tegal pada tahun 2005 memberikan kontribusi yang cukup

besar bagi Propinsi Jawa Tengah dalam produksi maupun nilai produksi yang dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Produksi dan Nilai Produksi Ikan laut Jawa Tengah Menurut Kabupaten
Tahun 2005
No Daerah Volume Produksi Nilai Produksi
Ton Prosentase Nilai (000) Prosentase
1 Kab. Brebes 4.376 2,27 % 14.135.530 1,72 %
2 Kab. Tegal 341,1 1,77 % 2.979.592 0,36 %
3 Kota Tegal 23.519 12,21 % 93.333.550 11,40 %
4 Kab. Pemalang 12.821 6,65 % 46.203.912 5,64 %
5 Kab.Pekalongan 1.751,7 0,90 % 6.813.940 0,83 %
6 Kota Pekalongan 47.695,2 24,76 % 211.256.452 25,81 %
7 Kab. Batang 12.048,9 6,25 % 36.293.122 4,43 %
8 Kab. Kendal 1.569,4 0,81 % 5.978.751 0,73 %
9 Kota Semarang 36,8 0,01 % 9.307.300 1,13 %
10 Kab. Demak 1.918,1 0,99 % 6.849060 0,83 %
11 Kab. Jepara 5.813,1 3,01 % 24.766.253 3,02 %
12 Kab. Pati 34.895,1 18,11 % 130.749.185 15,97 %
13 Kab. Rembang 37.228,9 19,33 % 139.176.786 17,00 %
14 Kab. Wonogiri 19,3 O,01 % 230.100 0,02 %
15 Kab. Purworejo 19 0,00 % 90.980 0,01 %
16 Kab. Kebumen 918 0,47 % 11.356.688 1,38 %
17 Kab. Cilacap 7.618 3,95 % 78.929.726 9,64 %
Jumlah 192.586,5 100 % 818.450.925 100 %
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, DKP Jawa Tengah 2006.

Dari tabel 2 terlihat bahwa produksi dan nilai produksi ikan dari Kota Tegal

memberikan kontibusi besar bagi Propinsi Jawa Tengah dengan produksi 23.519 ton

16
(12,21 %) dan nilai produksi Rp.93.333.550 (11,40 %) atau berada pada posisi ke-4 dari

seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

Produksi dan nilai produksi ikan laut di Kota Tegal juga mengalami fluktuasi yang

cukup besar seperti yang dialami oleh Propinsi Jawa Tengah. Produksi dan nilai produksi

ikan laut Kota Tegal dapat dilihat pada gambar 1 berikut :

120,000.00

100,000.00

80,000.00

60,000.00

40,000.00

20,000.00

0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

Gambar 1. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut


Produksi (ton) Nilai Kota Tegal
Produksi Tahun 2001–2006.
(Rp juta)
.

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa produksi ikan laut di Kota Tegal

berfluktuasi dengan produksi tertinggi pada tahun 2002 sebesar 31.741,089 ton dan

mengalami penurunan pada tahun 2005 sebesar 22.271,411 ton. Produksi ikan didaratkan

di 3 TPI yang ada di Kota Tegal yaitu TPI Pelabuhan, TPI Tegalsari dan TPI Muarareja.

Pemasaran ikan dilakukan di TPI dengan sistem lelang yang mengakibatkan harga

berfluktuasi tergantung dari produksi yang ada, sehingga harga sangat dipengaruhi oleh

jumlah produksi yang diperoleh nelayan. Selain itu yang mempengaruhi fluktuasi

produksi diduga karena tingginya harga BBM dan mulai berkurangnya potensi

sumberdaya ikan di Kota Tegal. Dengan tingginya harga BBM dan sumberdaya ikan

yang berkurang menyebabkan terjadi penurunan jumlah kapal yang melaut khususnya

kapal motor yaitu pada tahun 2001 jumlah kapal motor 930 unit sedangkan pada tahun

17
2005 menjadi 611 unit (turun 34,30 %), ini juga diikuti dengan turunnya jumlah nelayan

yang melaut yaitu pada tahun 2001 jumlah juragan dan pendega 34.042 orang dan pada

tahun 2005 turun menjadi 12.947 orang (turun 61, 96 %) (Dinas Kelautan dan Pertanian

Kota Tegal 2006).

Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di Kota Tegal untuk melakukan usaha

penangkapan ikan didominasi oleh jaring cantrang (33,14 %), jaring arad (32,65 %) &

purse seine (17,15 %). Untuk jenis alat tangkap yang digunakan di Kota Tegal Tahun

2006 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Jenis Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2006

No Jenis Alat Tangkap Jumlah


Unit Prosentase
1 Purse Seine 177 17.15 %
2 Gill Net Kapal Motor 23 2,22 %
3 Payang 9 0,87 %
4 Trammel Net 36 3,49 %
5 Jaring Arad 337 32,65 %
6 Cantrang 342 33,14 %
7 Pancing (Prawe) 35 3,39 %
8 Gill Net Perahu Motor Tempel 32 3,10 %
9 Pukat Pantai 8 0,78 %
10 Lain-lain 32 3,10 %
Jumlah 1.032 100 %
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, 2006

Pada tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa usaha perikanan tangkap di Kota Tegal

umumnya untuk menangkap ikan pelagis kecil dan demersal yang dilihat jenis alat

tangkap yang digunakan. Sesuai hasil penelitian Permana (2003) tentang potensi

sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal Tahun 2003 sebesar 2.556,644 ton/tahun

dengan tingkat eksploitasi 70 %, hal ini sesuai dengan penelitian dari Triarso (2004)

bahwa tingkat eksploitasi ikan demersal di Laut Jawa baru mencapai 56 %, dengan

demikian maka potensi sumberdaya ikan demersal masih layak untuk dikembangkan.

18
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk usaha penangkapan ikan demersal di Kota

Tegal didominasi oleh dua alat tangkap (arad dan cantrang), karena dua alat ini

mempunyai kesamaan dalam operasional penangkapan ikan maka alat tangkap yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah jaring arad. Selain itu juga karena umumnya alat

tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Tegal adalah jaring arad (32,65 %).

Untuk memperoleh keuntungan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya

ikan di Kota Tegal maka perlu dilakukan suatu usaha pendekatan yang memperhatikan

aspek biologis dan ekonomis, sehingga nelayan dalam melakukan aktifitasnya dapat

memperoleh keuntungan secara maksimal tetapi sumberdaya ikan tetap lestari. Untuk itu

maka digunakan pendekatan bioekonomi untuk mengestimasi aspek biologi, ekonomi dan

sosial dalam melakukan usaha penangkapan ikan. Pendekatan bioekonomi ini

menggunakan model. Model merupakan abstraksi atau simplikasi dari dunia nyata.

Dengan menggunakan model maka dapat memberikan solusi optimal dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Model yang digunakan adalah bioekonomi

untuk mengestimasi aspek potensi sumberdaya ikan (MSY, EMSY), mengestimasi aspek

ekonomi dalam usaha penangkapan ikan (MEY, EMEY) dan mengestimasi aspek sosial

(EOA, COA). Penelitian tentang pemanfaatan dan pengelolaan ikan demersal sudah

pernah dilakukan di Kota Tegal oleh Sumartini (2003) dan Permana (2003). Perbedaan

dengan kedua penelitian tersebut di atas terletak pada metode pendekatan yang

digunakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya ikan demersal dengan pendekatan bioekonomi.

19
1.2 Rumusan Masalah

Sumberdaya perikanan mempunyai karakteristik yang unik yaitu merupakan

sumberdaya milik umum (Common property).Akibatnya pemanfaatan sumberdaya ikan

bersifat open acces dimana dapat diakses bagi semua pengguna. Dengan karakteristiknya

yang unik maka dalam pemanfaatannya dapat mengalami overfishing sehingga potensi

sumberdaya ikan mengalami penurunan dan ikuti dengan penurunan produksi serta

pendapatan nelayan.

Nelayan di Kota Tegal umumnya melakukan usaha penangkapan ikan laut dengan

didominasi oleh usaha penangkapan ikan demersal yang dapat dilihat dari jenis alat

tangkap yang digunakan yaitu jaring cantrang 342 unit (33,14%) dan jaring arad 339 unit

(32,65 %). Selain itu usaha penangkapan ikan demersal yang dilakukan oleh nelayan

Kota Tegal berada pada radius 1-3 mil dengan jumlah alat tangkap dan perahu yang

banyak sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan sangat besar, disisi lain juga

permintaan akan ikan sebagai protein hewani yang tinggi sedangkan stok sumberdaya

ikan demersal yang sangat terbatas.

Kecenderungan (trend) produksi dan nilai produksi ikan di Kota Tegal semakin

menurun yaitu produksi tertinggi pada tahun 2002 (31.741,089 ton) dan produksi

terendah pada tahun 2005 (22.271,411 ton) dan nilai produksi tertinggi pada tahun

2002 ( Rp. 107.245.005.500) dan nilai produksi terendah pada tahun 2005 (Rp.

88.656.825.5000 ) (dapat dilihat gambar 1). Hal ini merupakan suatu permasalahan yang

perlu untuk dikaji baik dari segi fisik (biologi) maupun ekonomis. Untuk itu perlu

pendekatan bioekonomi untuk memasukan aspek ekonomi dengan kendala biologi dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan pendekatan ini maka faktor-faktor yang

20
selama ini tidak dimasukan (terabaikan) seperti aspek ekonomi dan sosial dimasukan

sehingga dalam pengelolaan yang akan dilakukan dapat memberikan gambaran secara

menyeluruh meliputi aspek Fisik (biologi), ekonomi dan Sosial. Sehingga pertanyaan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah sumberdaya ikan di Kota Tegal masih layak untuk dieksploitasi ?

2. Bagaimana upaya yang optimal dalam melakukan usaha penangkapan ikan?

3. Berapa produksi yang optimal dalam usaha penangkapan ikan?

4. Bagaimana profitabilitas usaha penangkapan ikan dengan jaring arad ?

5. Bagaimana kebijakan yang tepat dalam mengelola sumberdaya ikan demersal di Kota

Tegal?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengestimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sumberdaya ikan demersal di

Kota Tegal

2. Mengestimasi Efort Maximum Sustainable Yield (EMSY), Effort Maximum Economic

Yield (EMEY), Maximum Economic Yield (MEY), Efort Open Acces (EOA), Catch

Open Acces (COA) dalam usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal

3. Menganalisis profitabilitas usaha penangkapan ikan dengan jaring arad

4. Memformulasikan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya ikan

demersal di Kota Tegal

21
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain kepada :

1. Pemerintah Kota Tegal dalam merumuskan kebijakan untuk pengelolaan sumberdaya

ikan demersal yang memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan nelayan.

2. Nelayan/pemilik kapal dalam melakukan usaha dengan memperhatikan faktor fisik

(biologis) dan ekonomis untuk kelestarian sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal.

3. Civitas akademika diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu ekonomi

sumberdaya alam (bioekonomi) sebagai upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya

ikan demersal.

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Bioekonomi Perikanan

Model bioekomi perikanan pertama kali ditulis oleh Scott Gordon (1954) dalam

artikelnya menyatakan bahwa sumberdaya perikanan pada umumnya bersifat terbuka

(open acces) sehingga setiap orang dapat memanfaatkannya atau tidak seorangpun

memiliki hak khusus untuk memanfaatkan sumberdaya alam ataupun melarang orang lain

untuk ikut memanfaatkan (Common property). Pendekatan bioekonomi diperlukan dalam

pengelolaan sumberdaya karena selama ini permasalahan perikanan terfokus pada

maksimalisasi penangkapan dengan mengabaikan faktor produksi dan biaya yang

dipergunakan dalam usaha perikanan. Dengan permasalahan tersebut maka Gordon

melakukan analisis berdasarkan konsep produksi biologi yang kemudian dikembangkan

oleh Schaefer (1957), kemudian konsep dasar bioekonomi ini dikenal dengan teori

Gordon-Schaefer. Untuk memahami teori Gordon Schaefer maka perlu dikemukakan

konsep dasar biologi terlebih dulu.

Dimisalkan bahwa pada suatu daerah tertentu tidak ada penangkapan ikan, maka

laju netto biomasa ikan (dx/dt) adalah :

= F ( x ) ...............................................................................................................(1)
dx
dt

Dengan F (x) adalah laju biomassa yang merupakan fungsi dari ukuran biomassa. Jika

diasumsikan bahwa daerah tersebut terbatas, secara rasional dapat kita asumsikan bahwa

populasi tersebut tumbuh secara proporsional terhadap populasi awal, secara matematis

dapat ditulis :

23
dx
= rx ................................................................................................................(2)
dt

Dengan r dalam istilah biologi perikanan sering disebut intristic growt rate yaitu

pertumbuhan alamiah (natalitas dikurangi mortalitas) atau yang sering disebut laju

pertumbuhan tercepat yang dimiliki oleh suatu jenis ikan.

Dalam kondisi yang ideal, laju pertumbuahan ikan dapat terjadi secara eksponensial,

namun karena keterbatasan daya dukung lingkungan maka ada titik maksimum dimana

laju pertumbuhan akan mengalami penurunan atau berhenti. Pada titik maksimum ini

disebut carrying capacity. Dalam model kuadratik (logistik), maka fungsi logistik

tersebut secara matematis ditulis sebagai berikut :

dx ⎛ x⎞
= rx⎜1 − ⎟ = .................................................................................................(3)
dt ⎝ K⎠

Dengan r adalah laju pertumbuhan intristik (intistik growth rate) dan K adalah carrying

capacity. Dari persamaan (3) di atas terlihat bahwa dalam kondisi kesimbangan

(ekuilibrium) laju pertumbuhan sama dengan nol (dt/dx=0) maka populasi sama dengan

carrying capacity sedangkan pertumbuhan masimum akan terjadi pada setengah dari

carrying capacity. Pada kondisi ini disebut juga sebagai Maximum Sustainable Yield

(MSY) (Dapat dilihat pada gambar 2 berikut).

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Logistik

24
Bila pada suatu daerah tertentu dilakukan penangkapan ikan maka laju perubahan netto

biomassa ikan (dx/dt) ditentukan oleh kemampuan reproduksi alamiah dan jumlah ikan

yang ditangkap dari stok ikan tersebut. Secara matematis, laju perubahan netto biomassa

dapat dirumuskan sebagai berikut :

= F ( x ) − C .......................................................................................................(4)
dx
dt

Dengan F (x) adalah laju pertumbuhan alami dari stok ikan, x dan C adalah jumlah ikan

yang ditangkap pada waktu tertentu ( C = c(t) ) memiliki hubungan yang proposional

dengan upaya penangkapan (E). Bila E merupakan indeks dari sarana produksi termasuk

kapal dan alat tangkap, maka jumlah ikan yang ditangkap dalam kurun waktu tertentu (C)

dapat dihitung dengan persamaan :

C = q.Ex...............................................................................................................(5)

Dengan adanya aktivitas penangkapan ikan, persamaan (4) dapat dituliskan sebagai

berikut :

⎛ x⎞
= ∫ ( x ) − C = rx⎜1 − ⎟ − q.Ex .......................................................................(6)
dx
dt ⎝ K⎠

Persamaan (6) dapat diilustrasikan pada gambar 3. Gambar 3, menunjukan bahwa jika

kegiatan penangkapan tetap bertambah, ternyata tidak menghasilkan produksi yang lebih

besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat eksploitasi seperti ini tidak

efisien secara ekonomis, karena tingkat eksploitasi yang sama dilakukan dengan upaya

yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan pada saat melakukan

penangkapan ikan C3 lebih besar dibandingkan dengan biaya C1. Untuk itu perlu

dijelaskan dengan aspek ekonomi mengenai tingkat efisiensi dan optimasi penangkapan.

25
Gambar 3. Hubungan Tangkapan (Catch) dengan Upaya (Effort) (Seijo, et al,1998)

Sebelum menjelaskan aspek ekonomi perikanan, sebelumnya perlu dijelaskan penurunan

kurva tangkap lestari pada gambar 3. Dalam kondisi kesimbangan jangka panjang (long

run) maka persamaan (6) berubah menjadi :

⎛ x⎞
qEx = rx ⎜1 − ⎟ ...............................................................................................(7)
⎝ K⎠

sehingga kalau kita pecahkan persamaan diatas untuk x, akan diperoleh persamaan

sebagai berikut

⎛ qE ⎞
x = k ⎜1 − ⎟ .....................................................................................................(8)
⎝ r ⎠

kemudian dengan mensubsitusikan persamaam (8) ke dalam persamaan (5) maka akan

diperoleh fungsi tangkap lestari (sustainable yield) :

⎛ qE ⎞
C = qEk ⎜1 − ⎟ ..................................................................................................(9)
⎝ r ⎠

⎛ K⎞
C = (qk )E − ⎜ q 2 ⎟ E 2 ........................................................................................(10)
⎝ r ⎠

26
Persamaan diatas (9) merupakan persamaan kuadratik. C (catch) kuadratik terhadap

effort dan jika digambarkan menunjukan sebuah parabola yang menggambarkan fungsi

prouksi perikanan dalam jangka panjang, dimana yield tergantung dari tingkat fishing

effort dalam sebuah kesimbangan populasi yang disebut Sustainable Yield. Kurva

produksi lestari dapt digambarkan pada gambar berikut :

Gambar 4. Kurva Statis Schaefer (Clark et al, 1985)

K
Bila diasumsikan α = qK dan β = q 2 maka persamaan (10) dapat dituliskan :
r

C = αE – βE2 ......................................................................................................(11)

Titik MSY pada gambar 4 dapat diperoleh dengan menurunkan persamaan hasil

tangkapan lestari (11) terhadap upaya tangkap, sehingga :

EMSY = α/2β, CMSY = α2/4β.................................................................................(12)

Koefisien parameter lestari (α dan β) dapat diestimasi dengan regresi sederhana model

Shaefer berikut :

C
= α – βE..........................................................................................................(13)
E

Dari gambar 4. terlihat bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan ( Upaya = 0) produksi

juga nol. Ketika upaya terus dinaikan pada titik EMSY akan diperoleh produksi

27
maksimum. Produksi pada titik ini disebut Maximum Sustaianable Yield. Karena sifat

kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, maka peningkatan upaya yang terus

menerus melewati titik EMSY maka produksi akan turun kembali, bahkan mencapai nol

(pada titik upaya maximum EMSY). Berdasarkan nilai MSY yang diperoleh dari model

Schaefer maka Gordon menambahkan faktor ekonomi dengan memasukan harga dan

biaya.

Untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer menurut Fauzi (2004) digunakan

asumsi-asumsi untuk memudahkan pemahaman yaitu :

• Harga per satuan upaya output diasumsikan konstan atau kurva permintaan

diasumsikan elastis sempurna

• Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan

• Species sumberdaya ikan bersifat tunggal (single species)

• Struktur pasar bersifat kompetitif

• Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak termasuk faktor pasca panen

dan lain sebagainya).

Dengan menggunakan asumsi-asumsi diatas dan kurva Sustainable yield effort

maka dengan mengalikan harga tersebut dengan MSY (C) maka akan diperoleh kurva

penerimaan sebagai Total Revenue (TR) = p.C, sedangkan kurva biaya kita asumsikan

linear terhadap effort, sehingga fungsi biaya menjadi TC = c.E. Bila diasumsikan harga

ikan dan biaya dari upaya konstan, maka akan diperoleh keuntungan (rente) bersih suatu

industri perikanan, melalui persamaan berikut (Clark, 1980) :

П = pCt - cEt

= (pqxt – c)Et..........................................................................................12

28
Dalam kondisi akses terbuka, rente ekonomi sama dengan nol (П=0) atau

c
x= ...................................................................................................13
pq

jika digabungkan fungsi penerimaan dan biaya tersebut dalam suatu gambar, akan

diperoleh kurva seperti gambar 5 yang akan menguraikan inti dari model Gordon -

Schaefer mengenai keseimbangan ekonomi.

Gambar 4. Model Statis Bioekonomi Gordon-Schaefer (Schaefer,1957)

Gambar 5. Hubungan antara Maximum Economic Yield (MEY), Maximum


Sustainable Yield (MSY) dan Open Acces (OA)
Sumber : Susilowati, 2006.

Gambar 5, merupakan inti dari teori Gordon mengenai keseimbangan bioekonomi pada

kondisi open acces suatu perikanan akan berada pada titik kesimbangan pada tingkat

effort open acces (EOA) dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC).

Dimana pelaku perikanan hanya menerima rente ekonomi sumberdaya sama dengan nol.

Tingkat upaya pada pada posisi ini adalah tingkat upaya dalam kondisi keseimbangan

yang oleh Gordon disebut sebagai ”Bionomic equilibrium of open acces fishery” atau

keseimbangan bionomik dalam kondisi akses terbuka.

29
Pada setiap upaya lebih rendah dari EOA (sebelah kiri dari EOA) penerimaan total

lebih dari biaya total. Pada kondisi ini pelaku perikanan (nelayan) akan tertarik untuk

menangkap ikan karena akses yang tidak dibatasi dan bertambahnya pelaku masuk

(entry) ke industri perikanan. Bila dilihat dari pendapatan rata-rata maka penerimaan

marginal dan biaya marginal dari penurunan konsep penerimaan total dan biaya total

seperti pada gambar 5.

Setiap titik disebelah kiri EOA, penerimaan rata-rata setiap unit effort lebih besar

dari biaya rata-rata per unit. Rente yang diperoleh dari pengelolaan sumberdaya T1

untuk titik effort maximum economic yield (EMEY). Keadaan ini akan memungkinkan

terjadinya entry atau pelaku perikanan yang sudah ada untuk memaksimalkan manfaat

ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya pada titik-titik sebelah kanan EOA biaya rata-rata per

satuan upaya lebih besar dibandingkan penerimaan rata-rata per unit. Pada kondisi ini

akan menyebabkan nelayan keluar atau entry tidak ada.

Pada gambar 5, jelas bahwa tingkat EOA terjadi kesimbangan pada pengelolaan

perikanan, maka pada kondisi ini entry dan exit tidak terjadi. Jika pada gambar 5

keuntungan lestari (Sutainable profit) akan diperoleh secara maksimum pada tingkat

effort MEY, dimana dapat dilihat pada jarak horisontal terbesar antara penerimaan dan

biaya yang diperoleh (T1), dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan, tingkat upaya ini

sering disebut sebagai Maximum Economic Yield (MEY) produksi yang maksimum

secara ekonomi. Pada titik EOA tingkat upaya (effort) yang dibutuhkan jauh lebih besar

dari upaya MSY dan MEY untuk memperoleh keuntungan yang optimal dan lestari. EOA

memberikan tingkat upaya yang optimal secara sosial (Social Optimum). Dari sudut

pandang ilmu ekonomi, kesimbangan open acces menimbulkan terjadi alokasi yang tidak

30
tepat (misallocation) karena kelebihan faktor produksi (tenaga kerja dan modal) dalam

perikanan yang seharusnya bisa digunakan untuk ekonomi produktif lain. Inilah

sebenarnya inti prediksi Gordon bahwa perikanan open acces akan menyebabkan

terjadinya kondisi economic overfishing. Selain itu juga bahwa keseimbangan open acces

dicirikan dengan terlalu banyak input sehingga stok sumberdaya akan diekstraksi sampai

pada titik yang terendah sebaliknya pada tingkat MEY input tidak terlalu banyak tetapi

keseimbangan biomas pada tingkat yang lebih tinggi.

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang unik yaitu open acces sehingga

dalam pemanfaatannya mengalami overfishing. Sumberdaya laut tersebut meliputi

berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, moluska, rumput laut dan sebagainya.

Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya tersebut dilakukan eksploitasi dengan

penangkapan. Untuk daerah-daerah tertentu tingkat eksploitasinya telah melebihi dari

sumberdaya yang tersedia (overfishing). Oleh karena itu diperlukan suatu usaha

pengelolaan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan.

Dalam Undang-undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004, dijelaskan bahwa

pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan mencapai

kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus

menerus.

Menurut Gulland (1982), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi :

1. Tujuan yang bersifat fisik-biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam level

maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY).

31
2. Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari

pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari perikanan.

3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal,

misalnya maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik

kepentingan diantara nelayan dan anggota masyarakat lainnya.

Dwiponggo (1983) dalam Pranggono (2003) mengatakan, tujuan pengelolaan

sumberdaya perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain :

1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem

penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan.

2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berkelanjutan

3. Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nutfah) yang mempengaruhi ciri-ciri, sifat

dan bentuk kehidupan

4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industi yang

mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab.

Badrudin (1986) dalam Lembaga Penelitian UNDIP (2000) menyatakan bahwa

prinsip pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Pengendalian jumlah upaya penangkapan : tujuannya adalah mengatur jumlah alat

tangkap sampai pada jumlah tertenu

2. Pengendalian alat tangkap : tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya

ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu.

Berdasarkan prinsip tersebut maka Purnomo (2002), menyatakan bahwa

pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut :

32
1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan

proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi

2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan produksi

dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari

dapat terjamin

3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat

menimbulkan kerusakan-kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara

langsung maupun tidak langsung.

Bentuk-bentuk manajemen sumberdaya perikanan menurut Sutono (2003) dapat

ditempuh dengan beberapa pendekatan antara lain:

1. Pengaturan Musim Penangkapan

Pendekatam pengelolaan simberdaya perikanan dengan pengaturan musim

penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan

untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk memijah,

bertelur, telur menjadi larva, ikan muda dan baru kemudian menjadi ikan dewasa.

Bila salah satu siklus tersebut terpotong, misalnya karena penangkapan, maka

sumberdaya ikan tidak dapat melangsungkan daur hidupnya. Hal ini dapat

menyebabkan ancaman kepunahan sumberdaya ikan. Oleh karena itu diperlukan

suatu pengaturan musim penangkapan.

Untuk pengaturan musim penangkapan ikan perlu diketahui terlebih dahulu

sifat biologi dari sumberdaya ikan tersebut. Sifat biologi dimaksud meliputi siklus

hidup, lokasi dan waktu terdapatnya ikan, serta bagaimana reproduksi. Pengaturan

musim penangkapan dapat dilaksanakan secara efektif bila telah diketahui musim

33
ikan dan bukan musim ikan dari jenis sumberdaya ikan tersebut. Selain itu juga perlu

diketahui musim ikan dari jenis ikan yang lain, sehingga dapat menjadi alternatif

bagi nelayan dalam menangkap ikan. Kendala yang timbul pada pelaksanaan

kebijakan pengaturan musim penangkapan ikan adalah 1). Belum adanya kesadaran

nelayan tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya ikan yang ada, 2).

Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh aparat, 3). Hukum diberlakukan tidak

konsisten, 4). Terbatasnya sarana pengawasan.

2. Penutupan Daerah Penangkapan

Kebijakan penutupan dilakukan apabila pada daerah tersebut sudah mendekati

kepunahan. Penutupan daerah penangkapan dimaksudkan untuk memberikan

kesempatan pada sumberdaya ikan yang mendekati kepunahan unuk berkembang

biak sehinga populasinya dapat bertambah. Dalam penetuan suatu daerah

penangkapan untuk ditutup, maka perlu dilakukan penelitian tentang stok sumberdaya

ikan yang ada pada daerah tersebut meliputi dimana dan kapan terdapatnya ikan serta

karakteristik lokasi yang akan dilakukan penutupan untuk penangkapan.

Penutupan daerah penangkapan ikan juga dapat dilakukan terhadap daerah-

daerah yang merupakan habitat vital seperti daerah berpijah (spawning ground) dan

daerah asuhan/pembesaran (nursery ground). Penutupan daerah ini dimaksudkan agar

telur-telur ikan, larva dan ikan yang kecil dapat bertumbuh. Untuk mendukung

kebijakan penutupan daerah penangkapan ikan, diperlukan regulasi dan pengawasan

yang ketat oleh pihak terkait seperti dinas perikanan dan kelautan setempat

34
bekerjasama dengan Angkatan Laut, Polisi Air dan Udara (POLAIRUD) dan

Stakeholders (nelayan).

3. Selektifitas Alat Tangkap

Kebijakanan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan selektifitas

alat tangkap bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan stok ikan berdasarkan

struktur umur dan dan ukuran ikan. Dengan demikian ikan yang tertangkap telah

mencapai ukuran yang sesuai. Sementara ikan-ikan yang kecil tidak tertangkap

sehingga memberikan kesempatan untuk dapat bertumbuh.

Contoh penerapan pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan

selektifitas alat tangkap, adalah :

1). Penetuan ukuran minimum mata jaring (mezh size) pada alat tangkap gill net,

purse seine dan alat tarik seperti payang, pukat dan sebagainya.

2). Penetuan ukuran mata pancing pada long line

3). Penetuan lebar bukaan pada alat tangkap perangkap.

Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan selektifitas

alat tangkap, peran nelayan sangat penting. Hal ini disebabkan aparat sulit untuk

melakukan pengawasan karena banyaknya jenis alat tangkap (multigears) yang

beroperasi di Indonesia. Kendala lain dalam kebijakan ini yaitu diperlukan biaya yang

tinggi untuk modifikasi alat tangkap yang sudah ada dinelayan. Sehingga perlunya

peran masyarakat untuk memodifikasi alat sesuai dengan lokasinya dengan aturan

yang ada.

4. Pelarangan Alat Tangkap

35
Pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap

didasarkan pada adanya penggunaan bahan atau alat yang menyebabkan terjadinya

penurunan populasi ikan dan yang paling buruk yaitu punahnya ikan. Seperti

penangkapan ikan dengan menggunakan bom, potas, cyanida. Seringkali pelanggaran

terhadap peraturan penggunaan alat atau bahan berbahaya tidak ditindak sesuai aturan

yang ada sehingga nelayan tersebut tidak jera. Hal ini menyebabkan pelaksanaan

peraturan tersebut tidak efektif. Oleh karena itu efektifitas pengelolaan sumberdaya

perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini sangat tergantung dengan

penerapan aturan yang berlaku dan harus konsisten.

Dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan pelarangan alat

tangkap juga perlu adanya keterlibatan secara aktif dari nelayan dan masyarakat

pesisir sebagai pengawas. Pengawasan yang dilakukan oleh nelayan dan masyarakat

pesisir dapat membantu aparat dalam menindak oknum yang melakukan penangkapan

dengan alat yang membahayakan dan merusak ekosistem sumberdaya perikanan.

5. Kuota Penangkapan

Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan kuota penangkapan

adalah upaya pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap (Total Allowble Catch =

TAC). Kuota penangkapan diberikan oleh Pemerintah kepada perusahaan

penangkapan ikan yang melakukan penangkapan di Perairan Indonesia. Untuk

menjaga kelestarian sumberdaya ikan, maka nilai TAC harus dibawah Maximum

Sustainable Yield (MSY). Implementasi dari kuota dengan TAC adalah :

1. Penentuan TAC secara keseluruhan pada skala nasional atau suatu jenis ikan

diperairan tertentu, kemudian diumumkan kepada semua nelayan sampai usaha

36
penangkapan mencapai total TAC yang ditetapkan maka aktifitas penangkapan

terhadap jenis ikan tersebut dihentikan dengan kesepakatan bersama

2. Membagi TAC kepada semua nelayan dengan keberpihakan kepada nelayan

sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial

3. Membatasi atau mengurangi efisiensi penangkapan ikan sehingga TAC tidak

terlampaui.

6. Pengendalian Upaya Penangkapan

Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan pengendalian upaya

penangkapan didasarkan pada hasil tangkapan maksimum agar dapat menjamin

kelestarian sumberdaya ikan. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan membatasi

jumlah alat tangkap, jumlah armada maupun jumlah trip penangkapan.

Untuk menentukan batas upaya penangkapan perlu adanya data time series

yang akurat tentang jumlah hasil tangkapan dan jumlah upaya penangkapan di suatu

daerah penangkapan. Mekanisme pengendalian upaya penangkapan yang paling

efektif yaitu dengan membatasi izin usaha penangkapan ikan pada suatu daerah.

2.3 Sumberdaya Ikan Demersal

Sumberdaya ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat

dasar pantai. Ciri umum ikan demersal antara lain memiliki aktifitas rendah, gerak ruaya

tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan tidak terlalu besar sehingga penyebaran

relatif merata dibandingkan dengan ikan pelagis ( Aoyama 1973 dalam Badrudin et al

1992). Ruaya ikan demersal tidak didasarkan pada pengaruh suhu, salinitas atau makanan

tetapi untuk berpijah (Effendi,2002).

37
Disamping itu distribusi atau sebaran ikan demersal sangat dibatasi oleh

kedalaman perairan, karena tiap jenis ikan hanya bertoleransi terhadap kedalaman

tertentu sebagai akibat perbedaan tekanan air, karena semakin dalam suatu perairan akan

semakin besar tekanan yang diterima. Oleh karena itu pola penyebaran juga dipengaruhi

oleh dasar perairan yang berfungsi menentukan densitas organisme lain yang merupakan

makanan ikan dan menentukan tingkat kesuburan perairan karena alga dan bentos mampu

mendukung tingkat produktifitas primer tertentu terhadap perairan tersebut (Hutabarat,

2000). Dengan demikian maka produktivitas primer suatu perairan berkaitan erat dengan

baik buruknya ekosistem disekitarnya. Laevastu dan Hayes (1987), menambahkan bahwa

kebanyakan ikan demersal pada umumnya melewatkan siang hari di dasar perairan, akan

timbul dan menyebar di kolom air atau aktif bergerak pada waktu malam hari

(nocturnal).

Menurut kajian potensi dan penyebaran sumberdaya ikan diperairan Indonesia

tahun 1991, luas daerah penangkapan ikan di Jawa Tengah adalah seluas 72.000 km2 (

Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, 2002). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

No.995/Kpts/IK.210/9/1999 tentang potensi sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang

diperbolehkan terhadap sumberdaya ikan di wilayah perairan Indonesia

dikelompokan menjadi 6 kelompok

sumberdaya ikan yaitu :

1. Pelagis Besar

2. Pelagis Kecil

3. Demersal

4. Udang

5. Cumi-cumi

38
6. Ikan Karang

2.4 Alat Tangkap Ikan Demersal

Untuk penangkapan ikan demersal di Kota Tegal sebagian besar nelayan

meggunakan jaring arad, cantrang dan trammel net. Jaring ini bersifat aktif dan paling

efektif untuk menangkap ikan demersal.

2.4.1 Jaring Arad

Jaring arad adalah jenis alat tangkap dasar yang merupakan modifikasi dari

trawl. Konstruksi jaring arad terdiri dari bagian kantong, badan dan sayap. Ukuran

mata jaring bagian kantong lebih kecil dibandingkan dengan mata jaring badan dan

sayap. Pada bagian ujung kedua sayap dilengkapi papan pembuka (otter board) dan

tali penarik. Pengoperasiannya dilakukan dengan ditarik oleh perahu motor

membentuk luasan sapuan tertentu. Hasil tangakapan dari jaring ini adalah ikan dasar

(demersal) termasuk udang.

Syarat daerah pengangkapan dengan jaring arad yaitu perairan yang

mempunyai dasar lumpur atau lumpur berpasir, tidak terdapat karang, arus dan angin

serta gelombang tidak terlalu besar. Keuntungan menggunakan jaring arad adalah 1).

Pengoperasian lebih mudah, 2) Penanganan dan perawatan jaring relatif mudah.

Kelemahan jaring ini antara lain 1). Ikan yang tertangkap mati sehingga tidak bisa

untuk menangkap ikan/udang yang hidup, 2). Merupakan alat tangkap yang tidak

selektif artinya semua biota, kotoran dan sampah yang ada didasar perairan ikut

tangkap. Menurut BBPPI (1996) jaring arad merupakan jaring yang ditarik sepanjang

dasar perairan sehingga efektif untuk menangkap ikan dan udang. Bentuk dan cara

operasional jaring arad dapat dilihat pada gambar berikut :

39
Gambar 6. Bentuk dan Cara Pengopersian Jaring Arad.
Sumber : BBPPI Semarang (2000)

2.4.2 Jaring Cantrang

Menurut Brand (1986) alat tangkap cantrang merupakan alat tangkap ikan yang

dimasukan dalam kelompok pukat (danish seine) dan dioperasikan dengan perahu

maka disebut boat seine. Sedangkan Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa

cantrang tergolong dalam danish seine yang tediri dari bagian kantong (cod end),

badan (body), kaki/sayap (wing) dan mulut (mouth). Penggunaan jaring ini untuk

menangkap ikan demersal. Pengoperasiannya dilakukan dengan melingkarkan tali

slambar dan jaring pada dasar yang dituju. Konstruksi cantrang terdiri dari 1).

Kantong (cod end); bagian tempat berkumpulnya hasil tangkapan yang ujungnya

diikat sehingga hasil tangkapan tidak lolos, 2). Badan ; bagian terbesar dari jaring

yang terletak diantara kantong dan kaki jaring, 3). Kaki (sayap) ; terbentang dari

badan hingga slambar yang berguna sebagai penghalang ikan masuk ke dalam

kantong, 4). Mulut ; pada bagian atas jaring relatif sama panjang dengan bagian

bawah. Alat tangkap cantrang dioperasikan dengan kapal berukuran 8,5-11 m x 1,5-

40
2,5 x 1-1,5 dengan kekuatan mesin 18-27 PK. Daerah penangkapan cantrang tidak

jauh dari pantai, bentuk dasar perairan berlumpur atau berpasir dengan permukaan

rata. Bentuk dan cara operasional jaring cantrang sebagai berikut :

Gambar 7. Bentuk dan Cara Pengoperasian Jaring Cantrang.


Sumber : BBPPI Semarang (2000)

2.4.3 Trammel Net

Trammel net adalah jaring insang yang mempunyai tiga lapis yang berbeda

ukuran. Ukuran mata jaring pada lapisan dalam lebih kecil dari ukuran mata jaring

lapisan luar, sehingga sangat efektif untuk menangkap udang penaid yang berukuran

besar, selain itu juga ikan demersal tertangkap dengan cara terpuntal. Alat tangkap

ini merupakan alat tangkap dasar (bottom). Ikan dasar yang tertangkap dengan alat

tangkap ini adalah ikan tigawaja (Johnius sp), layur (Trihiurus sp), kerong-kerong

41
(Therapan sp), kerot-kerot (Pomadasys sp), petek (leiognayus sp) dan ikan lidah

(Cynoglossus sp).

Pengoperasian Alat tangkap trammel net dapat dilakukan dengan cara pasif,

semi aktif dan aktif. Pengoperasiannya adalah sebagai berikut :

2. Pengoperasian pasif adalah dengan membiarkan jaring hanyut mengikuti arus

air di dasar perairan

3. Pengoperasian semi aktif adalah dengan cara menarik jaring secara melingkar

disepanjang dasar perairan sehingga seluruh jaring melingkar mengikuti arah

gerak kapal

4. Pengoperasian secara aktif adalah dengan menarik jaring secara melingkar

menyapu dasar perairan, dimana ujung tinting pertama diturunkan tidak

bergerak dan berfungsi sebagai pusat lingkar gerak kapal yang bergerak

mengelilingi ujung tinting pertama.

Daerah penangkapan (fishing ground) darai alat tangkap ini adalah perairan

dengan kedalaman 3-21 meter, dengan dasar perairan lumpur, pasir atau campuran

lumpur dan pasir dengan topografi dasar perairan relatif datar. Bentuk dan cara

operasional jaring trammel net sebagai berikut :

42
Gambar 8. Bentuk dan Cara Pengoperasian Jaring Trammel Net.
Sumber : BBPPI Semarang (2000)

2.5 Kebijakan dan Peraturan Pemerintah

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang

sangat besar, tetapi potensi tersebut jika tidak dikelola secara baik maka sumberdaya

tersebut akan punah. Untuk mengatur tentang pemanfaatan, pemasaran dan pengelolaan

sumberdaya perikanan maka Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan dan peraturan

sejak tahun 1973 sampai tahun 2007. Ada 16 perundang-undangan perikanan nasional

yang berlaku di Indonesia. Perundang-undangan ini meliputi semua aspek dari sektor

perikanan mulai dari kegiatan penangkapan ikan, pengelolaan sampai dengan

pemasarannya. Perundang-undangan ini antara lain:

1) Keputusan Menteri Pertanian N0.561 tahun: 1973


Keputusan ini meminta eksplorasi sumber daya perikanan yang rasional
2) Keputusan Menteri Pertanian No.1 tahun: 1975
Keputusan ini menetapkan batasan usaha penangkapan dalam perikanan

3) Keputusan Menteri Pertanian No.607 tahun: 1976


Melalui keputusan ini di buat serangkaian zonasi di perairan pantai yang berurutan
dari pantai sampai dengan laut lepas yang juga membatasi pengoperasian berbagai
jenis alat tangkap
4) Keputusan Menteri Pertanian, No.608 tahun: 1976
Daerah pengoperasian kapal ikan yang dimiliki oleh perusahaan negara diatur
melalui peraturan ini
5) Keputusan Menteri Pertanian No.609 tahun:1976

43
Keputusan ini membatasi alat tangkap pukat (trawl) yang harus memiliki ijin
khusus untuk beroperasi di daerah tertentu
6) Keputusan Presiden No.39 tahun: 1980
Keputusan ini melarang penggunaan alat tangkap pukat trawl di wilayah
Perairan Indonesia
7) Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun: 1983
Keputusan ini menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
8) Undang-undang Republik lndonesia No.9 tahun: 1985
Keputusan ini merupakan penetapan aturan dan petunjuk operasional untuk
kegiatan perikanan di lndonesia
9) Keputusan Menteri Pertanian No.769 tahun: 1988
Keputusan ini menetapkan aturan untuk pengoperasin alat tangkap lampara dasar
10) Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990
Keputusan ini mengatur tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya

11) Keputusan Menteri Pertanian No. 392 tahun 1999


Keputusan ini mengatur tentang jalur tangkap diwilayah Indonesia yang
disesuikan dengan alat tangkap dan ukuran kapal

12) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.10 tahun 2003


Keputusan ini mengatur tentang izin usaha perikanan bagi setiap perusahaan baik
perusahaan Iindonesia maupun perusahaan Asing yang bergerak dibidang
penangkapan ikan di 9 WPP yang ada di Indonesia. Setiap perusahaan wajib
memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan Surat Izin
Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)

13) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.13 tahun 2004


Keputusan ini mengatur tentang nelayan andon, dimana nelayan ini wajib memiliki
surat izin penangkapan ikan di daerah dimana mereka melakukan penangkapan
ikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan usaha penangkapan ikan agar
tertib sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggungjawan
serta tidak menimbulkan konflik antar sesama nelayan (nelayan andon dan nelayan
lokal)
14) Undang-undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004
Keputusan ini mengatur tentang penetapan aturan dan petunjuk operasional
perikanan di Indonesia. Dalam keputusan ini juga sudah diatur mengenai
peradilan perikanan di Indonesia

15) Undang-undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007


Keputusan ini mengatur tentang perencanaan tata ruang

16) Undang-undang Republik Indonesia No. 27 tahun 2007


Keputusan ini mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.

44
Peraturan yang secara langsung berkaitan dengan penelitian ini adalah Undang-

undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam undang-undang ini juga mengatur

pengelolaan perikanan di Indonesia. Sesuai pasal 7 ayat 3 dijelaskan bahwa jumlah

tangkapan yang diperbolehkan disesuaikan dengan potensi dengan mempertimbangkan

rekomendasi dari Komisi Nasional yang mengkaji sumberdaya ikan. Selain itu juga

dalam undang-undang ini diatur jenis alat tangkap, jumlah dan ukuran alat penangkap

ikan serta daerah, jalur atau musim penangkapan ikan. Hal ini sesuai dengan Keputusan

Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 yang mengatur jalur-jalur penangkapan ikan.

Sesuai Kep Men tersebut bahwa jalur perikanan dibagi menjadi 3 yaitu jalur I, II dan III.

Jalur I dibagi menjadi 2 yaitu jalur Ia daerah tangkapan sampai 3 mil, jalur Ib perairan

diluar 3 mil sampai 6 mil, jalur II daerah tangkapannya diluar 6 mil sampai 12 mil, jalur

3 perairan diluar jalur II (12 mil) sampai dengan batas terluar ZEE. Dengan penetapan

jalur ini maka Propinsi memiliki kewenangan mengelola kekayaan laut sejauh 12 mil

sedangkan Kabupaten/Kota 1/3 dari kewenangan Propinsi (4 mil) sesuai amanat dalam

pasal 18 Undang-undang No.32 tahun 2004.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang bioekonomi dan pengelolaan terhadap sumberdaya ikan sudah

pernah dilakukan di Indonesia khususnya Laut Kalimantan dan Laut Jawa.

Mulyadi (2007) melakukan penelitian tentang Analisis Sumbedaya Ikan Demersal

di Perairan Perbatasan Kalimantan Timur. Data yang digunakanan terdiri dari data primer

dan data sekunder. Data primer berupa data operasional penangkapan dan data hasil

tangkap sedangkan data sekunder berupa data upaya (effort) dan data hasil (yield).

Metode analisis menggunakan metode surplus produksi Schaefer, metode luas sapuan

45
(swept area methods), deskriptif kualitatif, statistik (regresi). Dari hasil penelitian

diperoleh hasil sebagai berikut MSY = 9.656 ton/tahun dengan upaya optimum 1452 unit

sedangkan MSY dengan swept area methods = 16.032 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan

pada tahun 2004 tercatat 127 % melebihi potensi lestarinya. Ada 5 faktor penyebab

illegal fishing : a) potensi ikan yang lebih baik, b). kemampuan nelayan yang

terbatas, c). lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, d). kurangnya sarana dan

prasarana pengawasan, e). lemah koordinasi antar instansi terkait. Dengan kondisi

sumberdaya yang mulai terganggu kelestariannya maka direkomendasikan beberapa cara

pengelolaan yaitu a) membatasi jumlah/kuota hasil tangkapan terutama alat tangkap

trawl, b).membatasi trawl yang beroperasi baik jumlah maupun ukurannya, c)

pengelolaan bersama antar Kabupaten/Kota yang mengambil ikan di Perairan perbatasan

Kalimatan Timur.

Mulyani (2004) melakukan penelitian tentang Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri

Dengan Alat Tangkap Payang Jabur Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi di Perairan Tegal.

Variabel yang digunakan adalah pengusahanan (trip), produksi hasil tangkap,

pembiayaan dan pendapatan usaha penangkapan payang jabur. Metode yang digunakan

dengan pendekatan bio-ekonomi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa usaha

penangkapan ikan teri dengan payang jabur di perairan Tegal mengalami overfishing.

Untuk mengatasi overfishing direkomendasikan beberapa strategi yaitu penyuluhan

tentang overfishing perikanan teri, pengurangan jumlah trip, pengelolaan sumberdaya

berbasis masyarakat yang berkekuatan hukum.

Mahasin (2003) melakukan penelitian tentang Kajian Stok dan Bio-Ekonomi

Lobster Untuk Menunjang Pemanfaatan Berkelanjutan di Propinsi D.I. Yogjakarta.

46
Variabel yang digunakan adalah dinamika populasi (pertumbuhan dan mortalitas) dan

bio-ekonomi. Metode yang digunakan adalah Powell-Weterall, Beverton dan Holt (1957),

bio-ekonomi model Gordon- Schaefer. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa secara

biologi dan ekonomi di D.I Yogjakarta khususnya species P.peniculatus telah mangalami

overfishing. Untuk mangatasi direkomendasikan dengan membatasi jumlah armada

tangkap.

Sumartini (2003) melakukan penelitian tentang Penggunaan Jaring Arad Terhadap

Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Kota Tegal. Data yang digunakan adalah data

primer dan data sekunder. Data primer yaitu komposisi ikan demersal, tingkat

kematangan gonad, fekunditas. Data sekunder yaitu produksi ikan demersal, jumlah

armada, jumlah alat tangkap demersal dan jumlah nelayan. Dari hasil penelitian diketahui

8 jenis ikan demersal yang tertangkap jaring arad adalah petek, beloso, lidah, tigawaja,

sebelah, kuniran dan swanggi. Ikan yang tertangkap berukuran kecil dan rata-rata tingkat

kematangan gonad I.

Permana (2003) melakukan penelitian tentang Analisis Produksi Perikanan

Cantrang Di Kota Tegal. Data yang digunakan adalah jumlah tangkapan rata-rata, jenis-

jenis ikan yang tertangkap, biaya-biaya yang diperlukan pada usaha penangkapan, nilai

hasil tangkapan, lokasi penangkapan, ukuran kapal dan alat tangkap, jumlah trip operasi

penangkapan. Analisis data dengan menggunakan faktor produksi (model Cobb-

Douglas), faktor surplus produksi –Schaefer, NPV, Net B/C Ratio, dan IRR. Dari hasil

penelitian disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi produksi hasil tangkapan

yaitu kekuatan mesin penggerak kapal, jumlah ABK, jumlah hari operasi per trip. Nilai

potensi lestari Pantura Kota Tegal sebesar 2.556,669 ton/tahun dengan upaya optimum

47
4.282 trip/tahun dan CPUE optimum sebesar 597 kg/trip. Analisis finansial alat tangkap

cantrang di Kota Tegal masih layak dikembangkan dengan discount rate 18 %. Alat

tangkap cantrang tidak perlu ditambah karena trend penurunan semakin besar.

48
Tabel 4. Ringkasan Penelitian Terdahulu
N Penelitian/Tahun/Lokasi/Ju Metode Sampling
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
o dul dan Alat Analisis
1 Mulyadi, E (2007) • Metode survey • Jenis dan jumlah alat • MSY 9.565 ton/tahun dengan
Analisis Sumbedaya Ikan eksplorasi tangkap upaya optimum 1.452 unit alat
Demersal di Perairan • Metode surplus • Jumlah trip tangkap standar
Perbatasan Kalimantan Timur. produksi Schaefer • Produksi menurut • Metode swept area MSY 16.032
Tujuan penelitian : • Metode swept area jenis alat tangkap ton/tahun
a. Menganalisis potensi dan • Deskriptif kualitatif • Produksi per jenis • Tingkat pemanfaatan tahun
tingkat pemanfaatan • Statistik (regresi) ikan per jenis alat 2004 sebesar 127 %
sumberdaya ikan demersal tangkap • Tingkat kematangan gonad
b. Mengevaluasi perkembangan • Total produksi sangat buruk terhadap peluang
jumlah alat tangkap trawl dan kelestarian sumberdaya ikan
upaya optimum untuk demersal. Hal ini terlihat dengan
sumberdaya ikan demersal ukuran ikan yang tertangkap
c. Mengevaluasi pengaruh berukuran dibawa rata-rata
penggunaan jaring trawl dan panjang pada saat matang gonad
alat tangkap ikan demersal pertama yaitu 66,9 % s/d 88,1 %
lain terhadap hasil tangkapan • Ada 5 faktor penyebab illegal
ikan demersal di perairan fishing : a) potensi ikan yang
perbatasan Kalimatan Timur lebih baik, b). kemampuan
d. Menganalisis tingkat nelayan yang terbatas, c).
kematangan gonad pertama lemahnya pengawasan dan

49
beberapa jenia ikan demersal penegakan hukum, d).
ekonomis penting yang kurangnya sarana dan prasarana
tertangkap trawl sebagai pengawasan, e). lemah
indikasi tingkat selektifitas koordinasi antar instansi terkait
trawl • Untuk pengelolaan sumberdaya
e. Mengidentfikasi aspek-aspek ikan yang mulai terganggu
pendorong timbulnya illegal kelestariannya ada beberapa
fishing di perairan perbatasan cara : a). membatasi
Kalimatan Timur jumlah/kuota hasil tangkapan
alat tangkap trawl, b).
membatasi trawl yang
beropersai baik jumlah
maupunn ukurannya, c). perlu
pengelolaan secara bersama
antar Kabupaten/kota yang
melakukan penangkapan
diperairan perbatasan Kaimatan
Timur.

2 Mulyani, S. (2004) • Metode acak • Tingkat pengusahaan • Tingkat upaya penangkapan


Pengelolaaan Sumberdaya sederhana (trip) 23.634 trip
Ikan Teri Dengan Alat • Metode Surplus • Produksi hasil • tingkat upaya penangkapan
Tangkap Payang Jabur Produksi Scahefer tangkap optimum 19.576,77 trip

50
Melalui Pendekatan • Model Bioekonomi • Pembiayaan dan • MSY ikan teri 676.588,06
Bioekonomi di Perairan Tegal Gordon- Schafer pendapatan usaha kg/tahun
Tujuan penelitian : penangkapan payang • Secara ekonomi masih
a. Untuk mengkaji Hasil jabur mengalami keuntungan
tangkap lestari
b. Untuk mengkaji Hasil
Ekonomi Maksimum (MEY)
c. Peranan MEY dalam
pengelolaan Sumberdaya Teri
dengan alat tangkap payang
jabur

3 Mohamad Zaki Mahasin (2003) • Metode observasi dan • Aspek biologi : Kegiatan penangkapan lobster
Magister Manajemen wawancara pertumbuhan dan untuk jangka panjang tidak dapat
Sumberdaya Pantai • Metode powell- mortalitas memberikan keuntungan baik dari
Kajian Stok dan Bioekonomi Weterall & metode aspek b iologi dan ekonomi
Lobster (Panulirus sp) Untuk Beverton dan Holt • Aspek ekonomi : • Secara biologi dan ekonomi
Menunjang Pemanfaatan (1957) Maximum species P. Peniculatus telah
Berkelanjutan Di Propinsi D.I • Bioekonomi model Economic Yield mengalami over fishing
Yogjakarta Gordon-Schaefer (MEY) • Perlu membatasi jumlah armada
Tujuan penelitian : Maximum tangkap
a. Menganalisis komposisi Economic Rent
ukuran panjang karapas (MER)

51
(carapace lenght) melalui
pebgukuran tiap-tiap jenis
lobster yang tertangkap
b. Menganalisis parameter
pertumbuhan dan catch per
unit effort (cpue)
c. Mengetahui nilai MEY dan
MER
d. Mengidentifikasi status
perikanan lobster di
D.I.Jogjakarta

4 Sumartini, S. 2003 • Metode deskriptif • Panjang dan berat ikan Diketahui 8 jenis ikan demersal
Kajian Penggunaan Jaring analisis • Komposisi jenis-jenis yang dominan tertangkap jaring
Arad Terhadap Sumberdaya • Metode Holden dan ikan yang tertangkap arad : petek ((Leiognathidae),
Ikan Demersal Di Perairan Raitt (1974) • Tingkat kematangan beloso, lidah, tigawaja, sebelah,
Pantai Kota Tegal. gonad kuniran, kerapu, swanggi
Tujuan penelitian : • Fekunditas •Ikan-ikan yang tertangkap
a. Mengkaji komposisi ikan berukuran kecil dengan tingkat
demersal yang tertangkap kematangan gonad I
dengan alat arad • Tingkat fekunditas tertinggi pada
b. Mengkaji panjang dan berat ikan swanggi dan ikan petek yakni
ikan demersal yang 41.000 dan 33.838 butir

52
tertangkap dengan alat arad
c. Mengkaji tingkat kematangan
gonad dan fekunditas ikan
demersal yang tertangkap
dengan alat arad.

5 Permana, R.M, 2003 • Metode acak • Jumlah hasil tangkapan • Potensi lestari ikan demersal
Analisis Produksi Perikanan sederhana rata-rata Pantura Kota Tegal 2.556,664
Cantrang di Kota Tegal • Analisis fungsi • Jenis-jenis ikan yang ton/tahun
Tujuan Penelitian : produksi (Model tertangkap • F optimal 4.282 trip/tahun
a. Menganalisis faktor-faktor Cobb-Douglas) • Biaya-biaya pada usaha • Tingkat eksploitasi tahun 1997
produksi yang mempengaruhi • Metode Surplus penangkapan dengan (99 %), tahun 1998 (102 %), tahun
hasil tangkapan cantrang Produksi Schaefer cantrang 1999 (102 %) dan 2002 (70%)
b. Menganalisis kecenderungan • NPV, Net B/C ratio, • Nilai hasil tangkapan • Analisis finansial alat tangkap
(trend) produksi per unit IRR • Lokasi penangkapan cantang masih layak
upaya penangkapan (CPUE) • Ukuran kapal dan alat dikembangkan (discount rate 18%)
c. Menganalisis kelayakan tangkap • Jumlah cantrang tidak perlu
usaha perikanan cantrang ditambah karena trend penurunan
• Jumlah trip operasi
ditinjau dari aspek penangkapan semakin besar
finansialnya

53
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian
Dalam melakukan usaha penangkapan ikan setiap nelayan ingin memperoleh

hasil tangkapan yang banyak dan memperoleh keuntungan. Hal ini menyebabkan

terjadinya over exploited (tangkapan lebih) apabila input yang digunakan tidak dikelola

secara baik. Input yang tidak dikelola secara baik mengakibatkan sumberdaya ikan akan

berkurang, nelayan akan mengalami kerugian dan sumberdaya ikan mengalami

kepunahan.

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut data primer berupa

produksi per trip, upaya penangkapan per trip, biaya per trip, harga jual rata-rata ikan

dan data sekunder berupa data time series upaya (trip) dan Produksi selama 11 tahun

(1995-2006) dikumpulkan. Data-data tersebut diatas sudah terkumpul maka dilakukan

analisis dengan model bieokonomi untuk mengestimasi hasil tangkapan lestari

sumberdaya ikan demersal (MSY), EMSY, MEY, EMEY dan EOA, COA. Setelah dianalisis

maka akan diketahui apakah secara ekonomis usaha penangkapan ikan mengalami

keuntungan atau tidak dan potensi yang ada apakah under eksploited (rendah tingkat

pemanfaatannya), suistainable (lestari) dan over eksploited (tangkapan lebih). Selain itu

juga dilakukan analisis deskriptif kualitatif untuk membahas strategi pengelolaan

sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal. Dari hasil analisis di atas maka sumberdaya

ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan upaya pengelolaan dapat dilakukan untuk

keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya ikan demersal. Selanjutnya diberikan

rekomendasi kebijakan dalam manajemen sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal untuk

pemanfaatan dan pengelolaannya. Kerangka pikir penelitian digambarkan sebagai

berikut :

54
Sumberdaya Ikan Demersal di
Kota Tegal

Data Primer : Data Sekunder :


• Produksi per trip • Data Time Series Upaya
• Upaya per trip (1995 – 2006)
• Biaya per trip • Data Time Series
• Harga rata-rata ikan Produksi (1995 – 2006)

Analisis Bioekonomi
• Maximum Sustainable Yield (MSY)
• Effort Maximum Sustainable Yield
(EMSY)
Umpan Balik

• Maximum Economic Yield (MEY)


• Effort Maximum Economic Yield
(EMEY)
• Effort Open Access (EOA)
• Catch Open Access (COA)

Under Suistainable Over Exploited Analisis Deskriptif,


Exploited(UE) (Lestari) (OE) Kualitatif :
● Pengelolaan SDI

• Tingkat Pemanfaatan Optimal


Sumberdaya Ikan demersal
• Upaya pengelolaan SDI

REKOMENDASI KEBIJAKAN
MANAJEMEN PERIKANAN

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Analisis Penelitian

55
2.8 Hipotesis
Menurut hasil penelitian Permana (2003) menyatakan bahwa tingkat eksploitasi

ikan demersal di Kota Tegal pada tahun 2002 sebesar 70 % dan analisis alat tangkap

cantrang masih layak dikembangkan. Selanjutnya hasil penelitian Triarso (2004)

menunjukan bahwa tingkat eksploitasi ikan demersal di Laut Jawa baru mencapai 56 %.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga sumberdaya ikan demersal belum overfishing (MSY, EMSY).

2. Diduga secara ekonomis usaha penangkapan ikan demersal masih dapat

dikembangkan (EMEY, MEY).

56
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi empiris mengenai model analisis bioekonomi dan

pengelolaan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal.

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer diambil secara acak bersumber dari responden meliputi : produksi, biaya per

trip, harga ikan, musim dan daerah penangkapan. Pengumpulan data primer dilakukan

dengan wawancara secara terstruktur menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)

ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan nelayan. Pengumpulan data

sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Kecamatan, Kantor

Kelurahan dan BPS. Data yang dikumpulkan meliputi kondisi geografis dan adminstrasi

wilayah, keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasarana perikanan, data upaya

penangkapan ikan (trip) dan data Produksi ikan demersal selama 11 tahun terakhir

(1995-2006).

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan semua elemen dalam populasi dimana sampel diambil

sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi (Sekaran, 2003). Populasi dalam

penelitian ini meliputi nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan demersal di

Kota Tegal. Penentuan sampel menurut Sekaran (2003) dapat dilakukan sesuai dengan

taraf kepercayaan yang diinginkan oleh peneliti . Teknik pengambilan sampel dilakukan

secara multi Stage sampling.

Pengambilan multi stage sampling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

57
Tahap pertama : menentukan alat tangkap sampel. Alat tangkap yang diamati adalah alat

tangkap untuk menangkap ikan demersal yang digunakan oleh nelayan

Kota Tegal yaitu arad tangkap (arad, cantrang dan trammel net).

Tahap kedua : dari tiga jenis alat dilakukan standarisasi ke satuan baku dan yang

mempunyai nilai FPI (Fish Power Index) lebih besar atau sama dengan

satu dipakai sebagai alat tangkap standar.

Sesuai perhitungan FPI (lihat tabel 18) yang mempunyai nilai FPI sama dengan 1

adalah alat tangkap arad. Maka dalam penelitian ini sebagai alat tangkap standar

adalah arad. Nilai FPI tersebut diperoleh dari persamaan (Gulland, 1982) :

Catchr
CPUEr = ,r =1,2,3……P (alat tangkap yang distandarisasi)
Effort r

Catchs
CPUEs = , s=1,2,3…….Q (alat tangkap standar)
Effort s

CPUE r
FPIi = , i = jenis alat tangkap ; 1, 2, 3…..n
CPUE s
Tahap ketiga : dari hasil tahap kedua kemudian dipilih sampel 100 dengan metode

sampling secara terkuota.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini teknik yang digunakan adalah sebagai berikut :

1). Wawancara. Teknik ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian 2, 3 dan 4.

Teknik wawancara dilakukan terhadap responden dengan menggunakan media

kuisioner yang antara lain untuk mengetahui :

58
1. Rata-rata produksi hasil tangkapan per trip

2. Rata-rata biaya operasi penangkapan per trip

3. Rata-rata pendapatan per trip

4. Jumlah trip selama 1 tahun

5. Musim dan daerah penangkapan

6. Strategi kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Kota

Tegal.

2). Dokumentasi. Metode ini memudahkan dalam pelaksanaan artinya apabila ada

kekeliruan dalam pencatatan maka sumber datanya masih tetap atau tidak

berubah. Metode ini juga digunakan untuk mendokumentasikan keadaan lokasi

penelitian, deskripsi profil dan latar belakang studi.

3.4 Teknik Analisis

Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling mudah dan

sederhana untuk mengetahui MSY, EMSY , EMEY ,MEY dan EOA. Selain itu menurut

Clark 1985 dalam Purwanto 2006 bahwa pendekatan bioekonomi adalah pendekatan

yang memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan

faktor biologis yang menentukan produksi dan suplai.

3.4.1 Model Bioekonomi Perikanan

Menurut Goodman 1975 dalam Hal dan Day (1977) model adalah abstraksi dan

penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya sedangkan menurut Herlambang (2002)

59
model adalah ringkasan teori yang dinyatakan dalam formulasi matematika. Untuk

mencapai tujuan dalam penelitian ini maka digunakan model surplus produksi Schaefer

dan Fox sebagai basis biologi untuk menghitung bioekonomi perikanan. Penggunaan

model surplus produksi Schaefer telah digunakan oleh Gordon (1954) sebagai basis

biologi dalam perhitungannya, sehingga dikenal dengan model bioekonomi Gordon-

Shaefer. Untuk menghitung Bioekonomi model Fox digunakanan model Gomperts-Fox

(Thanh, 2006).

Menurut Purwanto (2003) untuk mengetahui model statis bioekonomi

penangkapan ikan dan penerapannya dalam menentukan optimasi pemanfaatan

sumberdaya perikanan dengan menggunakan surplus produksi dari Scahefer dengan

menghubungkan tingkat produksi ikan (Q) dengan upaya penangkapan (C) sebagai

berikut :

Q = q.e → q = B0 + B1E
= (B0 + B1E).E
= B0.E + B1E.E
= B0.E + B1.E2 .
Tabel 5. Persamaan Bioekonomi Model Schaefer dan Fox

Schaefer Fox

MSY B0
2 E. Exp(γ0+γ1.E)

4B1

E MSY B0 1
-
γ1
2B1

OA B0 x EOA – B1 x EOA2 c(ln c − ln p − γ 0 )


pγ 1

60
E OA 2 x EMEY ln c − ln p − γ 0
γ1

MEY B0
2
c2 c
− − e −1+ γ + w +
4.B1 4.B1. p 2 p
γ1

E MEY B0 c − 1.w *
− γ1
2.B1 2.B1. p

Keterangan :
ce1−γ
*we w =
p
Untuk perhitungan MEY model Fox digunakan metode grafis-simulasi karena

sulit mencari nilai w (lihat lampiran 6).

Untuk menghitung persamaan diatas maka diperlukan data-data berikut :


B0// γ0 = intercept
B1/γ1 = kemiringan garis trend
p = price
c = average cost
TR = total pendapatan
TC = total biaya penangkapan
E = tingkat upaya penangkapan

Sesuai dengan asumsi bahwa harga ikan per kilogram (p) dikonversikan dalam

rupiah dan biaya penangkapan per unit upaya (C) adalah konstan, maka total pendapatan

(TR) dan total biaya (TC) dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

TR = p.C
TC = c.E
Untuk menghitung Keuntungan usaha penangkapan ikan (profit) dengan persamaan
berikut :

61
Π = TR – TC

3.4.2 Justifikasi Statistik


Data sekunder berupa data produksi selama 11 tahun dikumpulkan dan ditabulasi

maka dapat dilakukan analisis untuk mengestimasi MSY dan EMSY dengan menggunakan

model surplus produksi Schaefer. Sedangkan data primer yang diambil yaitu produksi,

biaya per trip, harga jual ikan. Data-data primer yang terkumpul dianalisis dengan model

bioekonomi untuk mengestimasi MEY ,EMEY dan OA, EOA. Menurut Susilowati (2006),

jika upaya penangkapan ikan yang digunakan sebesar EMEY maka produksi akan

memberikan nilai ekonomi yang maksimal, jika upaya pada EMSY maka produksi akan

memberikan nilai fisik yang optimal sedangkan jika upaya pada EOA maka produksi akan

berada pada titik impas sehingga produsen akan mengurangi /atau meninggalkan usaha

penangkapan ikan. Menurut Anderson (1986) bahwa Maksimum Ekonomi Yield (MEY)

dapat dicapai apabila kurva penerimaan marginal memotong kurva biaya marginal,

sedangkan produksi open acces terjadi bila penerimaan total seimbang dengan biaya

total, sehingga laba upaya penangkapan sama dengan nol. Oleh karena itu untuk

memperoleh keuntungan secara fisik (biologi) dan ekonomis untuk kelestarian

sumberdaya ikan maka input dalam usaha perikanan yang ideal berada pada titik MEY.

3.4.3 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Untuk pengelolaan sumberdaya di wilayah laut bagi daerah diamanatkan melalui

Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 18 ayat 4, yaitu

kewenangan Propinsi 12 mil laut sedangkan Kabupatan/Kota 1/3 dari wilayah

kewenangan Propinsi. Secara rinci tentang pengelolaan perikanan secara berkelanjutan di

62
Indonesia dituangkan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal

6. Selain itu juga FAO secara global mengatur tentang pengelolaan perikanan dunia.

Menurut FAO (1997) bahwa pengelolaan adalah proses yang terintegrasi dalam

pengumpulan data dan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan

keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi (jika perlu dengan enforcement) dari

aturan-aturan main dibidang perikanan dalam konteks menjamin kelangsungan

produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan secara

berkelanjutan dan lestari, menurut Sutono (2003) dapat ditempuh dengan beberapa cara

antara lain :

1.Pengaturan musim tangkap

2.Pentutupan daerah penangkapan

3.Selektifitas alat tangkap

4.Pelarangan alat tangkap

5.Kuota penangkapan

6.Pengendalian upaya penangkapan

Widodo dan Suadi (2006) juga menyatakan bahwa pengelolaan perikanan dapat

dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :

1. Pengaturan ukuran mata jaring

2. Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan

3. Kontrol terhadap musim penangkapan ikan

4. Kontrol terhadap daerah penangkapan ikan

5. Pengaturan terhadap alat tangkap serta kelengkapannya

63
6. Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati

7.Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per

lokasi atau wilayah

8.Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan

sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah tertentu.

3.5 Definisi Variabel Operasional

Definisi operasional variabel dan pengukuran perlu dijelaskan untuk menghindari

adanya penafsiran yang berbeda terhadap variabel dan untuk menghindari kesamaan dan

tidak dimasukannya beberapa data dalam penelitian.

Konsep operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jaring arad adalah Jenis alat tangkap dasar yang merupakan modifikasi dari trawl.

Alat tangkap ini dioperasikan dengan ditarik sepanjang dasar perairan sehingga

efektif untuk menangkap ikan dan udang (BPPI,1996)

2. Jaring cantrang adalah alat tangkap ikan yang dimasukan dalam kelompok pukat

(danish seine) dan dioperasikan dengan perahu maka disebut boat seine (Brand,

1986).

3. Jaring trammel net adalah jaring insang yang mempunyai tiga lapis berbeda.

Pengoperasian dilakukan dengan cara pasif, semi aktif dan aktif dan ikan yang

tertangkap dengan cara terpuntal (BPPI, 1996)

4. Perahu/kapal adalah kapal dengan ukuran tertentu digunakan dalam operasi

penangkapan, baik dengan ataupun tanpa mesin sebagai penggerak (Laapo, 2003)

64
5. Trip penangkapan adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan operasi

penangkapan dan kembali untuk mendaratkan hasil tangkapan

6. Produksi atau out put adalah nilai ikan laut yang didaratkan dan satuan pengukuran

yang digunakan adalah Rupiah dan Kg (Zen, et al, 2002)

7. Bioekonomi adalah pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan

8. Economic Overfishing adalah Jika rasio biaya/harga terlalu besar atau jumlah input

yang dibutuhkan lebih besar dari pada jumlah input yang dibutuhkan untuk

berproduksi pada tingkat rente ekonomi yang maksimum (maximized economic rent)

( Fauzi,2005)

9. MSY adalah hasil tangkapan maksimum yang lestari

10. MEY adalah keuntungan yang maksimum dalam usaha penangkapan

11. EMSY adalah upaya penangkapan optimal pada kondisi lestari

12. EMEY adalah upaya penangkapan optimal pada saat keuntungan maksimum

13. OA adalah pemanfaatan sumberdaya ikan secara bebas, tidak ada larangan bagi

pengguna sumberdaya untuk ikut memanfaatkan dan meningkatkan jumlah kapal atau

upaya penangkapan (Purwanto, 2006)

14. EOA adalah upaya penangkapan pada saat akses terbuka

15. Pengelolaan sumberdaya adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan untuk

mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan

terus menerus (Undang-undang Perikanan No.31 Tahun 2004).

65
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan Pebruari - Agustus 2007,

dengan lokasi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muarareja Kota Tegal. Penentuan lokasi

tersebut didasarkan pada lokasi pendaratan ikan demersal yang dilakukan nelayan

setempat.

66
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Tegal


4.1.1 Letak Geografis
Kota Tegal terletak antara 109o8’ - 109o10’ Bujur Timur dan 6o50’ - 6o53’ Lintang

Selatan. Secara administarsi Kota Tegal dibagi dalam 4 Kecamatan yang terbagi dalam

27 Kelurahan. Dari Kelurahan yang ada terdapat 4 Kelurahan yang berbatasan dengan

pantai yaitu Kelurahan Tegalsari dan Kelurahan Muarareja (Kecamatan Tegal Barat),

Kelurahan Panggung dan Kelurahan Mintaragen (Kecamatan Tegal Timur) .

Batas wilayah Kota Tegal adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kabupaten Tegal

Sebelah Selatan : Kabupaten Tegal

Sebelah Barat : Kabupaten Brebes

Kota Tegal memiliki luas wilayah 39,68 km2 , dengan relief daerah berupa dataran

rendah dan pengairan sungai. Kota Tegal sebagai daerah pantai memiliki kemiringan

relief rata-rata yaitu 0 – 1% dengan ketinggian ± 3 meter dari permukaan laut, struktur

tanah yaitu tanah pasir dan tanah liat dengan temperatur berkisar 22,10oC-32,30o C dan

kelembaban mencapai 82 %.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Tegal berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2006

tercatat 243.728 jiwa terdiri dari 123. 008 jiwa penduduk laki-laki dan 122.720 jiwa

penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 100,23, dengan tingkat kepadatan

67
peduduk rata-rata Kota tegal tahun 2006 sebesar 6.193 jiwa/km2 dengan laju

pertumbuhan 0,16 %. Dengan jenis kelamin penduduk laki-laki sebanyak 123. 008 jiwa

dan perempuan 122.270 jiwa, hal ini menunjukan jumlah penduduk laki-laki lebih

banyak dari pada jumlah penduduk perempuan.

Berdasarkan tingkat mata pencahariannya, penduduk Kota Tegal pada tahun 2006 dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006.


No Mata Pencaharaian Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)
1 Petani Sendiri 22.209 24.08
2 Buruh Tani 3.739 4.05
3 Nelayan 6.457 7.00
4 Pengusaha 12.013 13.03
5 Buruh Industri 2.303 2.50
6 Buruh Bangunan 20.310 2.20
7 Pedagang 21.887 23.73
8 Pengangkutan 6.687 7.25
9 PNS/ABRI 9.223 10.00
10 Pensiunan 4.473 4.85
11 Lain-lain 11.930 1.29
Total 92215 100
BPS Kota Tegal, 2006

68
Lain-lain 1193
Pensiunan 4473
9223
MATA PENCAHARIAN

PNS/ABRI

Pengangkutan 6687
Pedagang 21887
Buruh Bangunan 2031
Buruh Industri 2303
Pengusaha 12013
Nelayan 6457
Buruh Tani 3739
Petani Sendiri 22209
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000

JUMLAH

Gambar 10. Mata Pencaharaian Penduduk Kota Tegal Tahun 2006.

Pada tabel dan gambar di atas terlihat bahwa jenis pekerjaan didominasi oleh petani

sendiri 22.209 jiwa (24,08%) dan pedagang 21.887 jiwa (23,73 %), sedangkan untuk

nelayan berada pada posisi ke-6 yaitu 6.457 jiwa (7 %).

Untuk mata pencaharian penduduk yang berdomisili di wilayah pesisir khususnya 4

Kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Tiap Kelurahan di Wilayah Pesisir Kota


Tegal, 2006 (Jiwa)

Kelurahan
No Mata Pencaharian Muarareja Tegalsari Mintaragen Panggung
1 Petani 177 - 3 243
2 Buruh Tani 11 - 46 287
3 Nelayan 1577 5321 2885 522
4 Pengusaha 67 54 426 85
5 Buruh Industri 846 369 2866 6290
6 Buruh Bangunan 72 112 1510 6406
7 Pedagang 336 159 1041 1015
8 Pengangkutan 30 215 312 868
9 PNS/ABRI 69 412 1897 2446

69
10 Pensiunan 11 369 327 875
11 Lain-lain 99 9216 1495 2313

Jumlah 3295 16227 12808 21350


Sumber : BPS Kota Tegal Tahun 2006
Dari tabel di atas menunjukan bahwa di Kelurahan Muarareja dan Tegalsari mayoritas

penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan (1577 & 5321 orang) , sedangkan

Kelurahan Mintaragen dan Panggung penduduknya bermata pencaharian buruh industri,

nelayan dan buruh bangunan.

4.1.3 Pemanfaatan Lahan

Kota Tegal merupakan salah Kota yang mempunyai luas lahan pada tahun 2001

sebesar 3.850 hektar dan pada tahun 2006 menjadi 3.995,09 hektar. Untuk pemanfaatan

lahan yang ada di Kota Tegal dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Pemanfaatan Lahan di Kota Tegal Tahun 2001 – 2006

No Pemanfaatan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006


Lahan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 Permukiman 1.615,49 1.521,45 1.516,66 1.524,74 1.674,67 1839,36 1.839,36
2 Sawah 1.070,80 1.081,73 1.081,26 1.093,36 1.068,4 903,72 903,72
3 Industri 14,05 14,05 14,05 14,05 14,05 14,05 14,05
4 Pariwisata 5 5 5 5 5 5 5
5 Pelabuhan Laut 56,26 56,26 56,26 56,26 56,26 56,26 56,26
6 Terminal 8,4 8,4 8,4 8,4 8,4 8,4 8,4
7 Tambak 780,86 839,15 848,18 909,58 923,15 923,15 923,15
8 Lain 300,3 323,96 320,2 328,9 175,5 259,20 259,20
Jumlah 3.850 3.850 3.850 3.933,81 3.925 3.995,09 3.995,09
Sumber : BPS Kota Tegal Tahun 2000-2006

Pada tabel di atas menunjukan bahwa yang mengalami penambahan pemanfaatan adalah

pertambakan. Daerah yang mengalami penambahan adalah Kelurahan Muarareja dan

Kelurahan Margadana. Luas total penambahan tambak dari tahun 2000 – 2006 sebesar

70
142,26 hektar atau sebesar 18,22 %. Selain itu pemukiman juga bertambah 223,87

hektar yang mengakibatkan luas sawah semakin berkurang 167,08 hektar.

4.1.4 Keadaan Ekonomi

Perekonomian merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat sehingga

sektor ini sangat vital. Untuk itu maka peningkatan sektor ini sangat penting. Untuk Kota

Tegal sektor ekonomi yang memegang peran penting bagi peningkatan taraf hidup

masyarakat dan PAD Kota Tegal adalah sektor perdagangan lalu sektor pertanian. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel PDRB Kota Tegal berikut :

Tabel 9. PDRB Kota Tegal Atas Harga Berlaku Tahun 2002-2006 (Ribuan
Rupiah)
Lapang Usaha 2002 2003 2004 2005 2006
Pertanian 154.104.252,87 140.046.61,44 142.201.649,1 149.693.777,06 152.566.678,66
Pertambangan - - - - -
Industri 230.650..546,60 260.189.138,22 292.361.270,7 320.385.027,46 348.926.848,02
Listrik, Gas & Air Minum 24.859.421,7 33.298.438,71 39.631.239,3 44.312.741,92 51.708.493,67
Bangunan & Konstruksi 75.539.440,07 87.537.272,78 99.083.939,3 138.865.944,05 164.404.795,50
Perdagangan, Hotel & 266.792.413,97 296.878.605,87 326.105.929,3 359.054.978,28 352.865.174,22
Restoran
Transportasi & 139.098.291,41 154.740.463,62 170.992.735,8 192.337.056,21 210.488.896,90
Komunikasi
Bank & Keuangan 93.515.030 105.953.686,06 124.019.941 151.427.723,64 172.032.735,64
Jasa-jasa 109.859.090,65 118.804.732,51 130.711.634,9 139.018.449,83 179.690.480,69
PDRB 1.094.418.487,44 1.978.448.669,20 1.325.108.339,2 139.018.449,83 1.632.684.103,35

Sumber : BPS Kota Tegal Tahun 2002 -2006

71
Dari tabel di atas menunjukan bahwa usaha yang dapat berkembang meningkatkan

perekonomian Kota Tegal adalah perdagangan, hotel dan restoran, industri, pertanian,

transportasi dan komunikasi.

4.1.5 Keadaan Pendidikan


Tingkat pendidikan penduduk Kota Tegal sangat bervariasi, untuk lebih jelas dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Tegal Tahun 2006


No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Prosentase
1 Perguruan Tinggi/Akademi 10.638 4,70 %
2 SLTA 37.285 16,48 %
3 SLTP 38.122 16,85 %
4 SD 79.122 34,99 %
5 Tidak Tamat SD 17.633 7.79 %
6 Belum Tamat SD 28.697 12,69 %
7 Tidak Sekolah 14.545 6,43 %

Jumlah 226.125 100 %


Sumber : BPS Kota Tegal, 2006

Berdasarkan tabel di atas maka penduduk Kota Tegal yang menyelesaikan pendidikan di

Perguruan Tinggi/Akademi sebesar 10.638 jiwa ( 4,70 %), sedangkan jumlah yang paling

besar adalah penduduk yang menamatkan pendidikan Sekolah dasar yaitu 79.122 jiwa (

34,99 %). Untuk tingkat pendidikan penduduk khususnya yang ada diwilayah peisisir

Kota Tegal dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Kelurahan di Pesisir Kota Tegal
Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Kelurahan
Muarareja Tegalsari Mintaragen Panggung
1 Perguruan 91 3012 415 978

72
Tinggi/Akademi
2 SLTA 252 4259 2279 3128
3 SLTP 233 3764 1065 3303
4 SD 3227 7439 5462 8495
5 Tidak Tamat SD 650 44 1804 3059
6 Belum Tamat SD 647 2301 2640 2440
7 Tidak Sekolah 120 2274 81 2379

Jumlah 5218 23132 13746 23782


Sumber : BPS Kota Tegal 2006

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk yang ada diwilayah

pesisir Kota Tegal, untuk Pendidikan Perguruan Tinggi/Akademi yang paling tinggi

adalah Kelurahan Tegalsari (3.012 Jiwa), diikuti Kelurahan Panggung (978 Jiwa). Secara

umum mayoritas penduduk yang ada di wilayah pesisir menamatkan pendidikan Sekolah

Dasar. Hal ini disebabkan karena kurangnya dana pendidikan dan juga setelah tamat SD

umumnya penduduk langsung bekerja sebagai nelayan, hal lain yang mendorong

penduduk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena persepsi

penduduk bahwa tingginya pendidikan yang ditempuh tidak menjamin memperoleh

pekerjaan yang layak.

4.1.6 Potensi Perikanan Kota Tegal


Kota Tegal merupakan salah satu daerah di Pantura Jawa Tengah yang memiliki

potensi perikanan yang cukup besar. Kota Tegal memiliki 2 Kecamatan dan 4 Kelurahan

yang berada di kawasan pesisir, dimana daerah ini memiliki potensi perikanan darat

(tambak) yang cukup besar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 12 berikut :

Tabel 12. Jumlah Kelurahan Pesisir dan Tambak (Ha)


NO Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah Luas Tambak

73
1 Tegal Barat Muararreja 773 761,75
Tegalsari 219 29,65
2 Tegal Timur Mintaragen 141 17,50
Panggung 223 46
Sumber : BPS Kota Tegal, 2006.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa di Kota Tegal memiliki lokasi tambak yang

dapat dikembangkan. Dari 4 Kelurahan yang ada, Kelurahan Muarareja memiliki luasan

tambak yang lebih besar (761,75 ha), diikuti Kelurahan Panggung (46 ha). Untuk

perikanan tangkap, Kota Tegal memiliki 3 TPI yang terletak di 2 Kelurahan yaitu TPI

Tegalsari dan TPI Pelabuhan di Kelurahan Tegalsari dan TPI Muarareja di Kelurahan

Muarareja. Dari ke-3 TPI tersebut umumnya tidak memenuhi syarat maka pada tahun

2003 dikembangkan TPI Tegalsari menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan

bantuan dana dari ADB. Pengembangan TPI ini dimaksudkan untuk bisa menampung

produksi dan jumlah kapal yang ada. Selain itu juga untuk menarik nelayan diluar Tegal

untuk mendaratkan hasil tangkapannya di Tegal. Kegiatan penangkapan ikan yang ada di

Kota Tegal umumnya menggunakan perahu motor dan kapal motor, dengan

menggunakan alat tangkap yang beragam yang didominasi oleh alat cantrang, arad dan

purse seine. Untuk perkembangan alat tangkap selama kurun waktu 6 tahun terakhir

(2000-2006) lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Perkembangan Armada Kapal Ikan Tahun 2000-2006

1000

800
74

600
Jumlah

400

200
Gambar 11. Perkembangan Kapal Motor di Kota Tegal Tahun 2000-2006

Dari grafik di atas menunjukan bahwa kapal motor yang digunakan nelayan tertinggi

pada tahun 2001 sebesar 930 unit, selanjutnya mengalami penurunan pada tahun 2002

sebesar 472 unit (turun 49%) , selanjutnya pada tahun 2003 semakin naik dan pada tahun

tahun berikutnya tidak mengalami perubahan yang berarti (relatif stabil). Untuk motor

tempel juga pada tahun 2000 berjumlah 549 unit, pada tahun 2001 mengalami penurunan

menjadi 96 unit (turun 82%), selanjutnya pada tahun 2003 jumlahnya naik menjadi 546

unit (naik 4,68 %).


15000

10000
Jumlah

5000

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

a. Juragan b. Pendega

Gambar 12. Perkembangan Nelayan di Kota Tegal Tahun 2000 -2006

Untuk nelayan di Kota Tegal dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok nelayan

juragan dan nelayan pendega. Selama kurun waktu 7 tahun terakhir (2000-2006), jumlah

75
nelayan pendega mengalami perkembangan dan terlihat cenderung mengalami fluktuasi

seperti pada grafik di atas. Dimana jumlah nelayan terendah pada tahun 2000 sebesar

8.772 orang dan terbanyak pada tahun 2004 dengan jumlah 13.827 orang (naik 57,62 %).

Gambar 13. Perkembangan Alat Tangkap di Kota Tegal Tahun 2000-2006


Untuk kegiatan penangkapan ikan di Kota Tegal selama kurun waktu 7 tahun

terakhir seperti pada grafik di atas, secara umum nelayan menggunakan alat tangkap

cantrang, arad dan purse seine. Perkembangan alat tangkap cenderung mengalami

kenaikan 7 %.

Produksi dan nilai produksi perikanan laut Kota Tegal untuk kurun waktu 7 tahun

terkahir (2001-2007) mengalami fluktuasi. Hal ini tersaji pada histogram berikut ini.

120,000,000

100,000,000

80,000,000

60,000,000

40,000,000
76
20,000,000

-
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Gambar 14. Pertumbuhan Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kota Tegal Tahun
2001-2006

Dari gambar di atas terlihat bahwa Kecenderungan (trend) produksi dan nilai produksi

mengalami penurunan yaitu produksi tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar

31.741.089 ton dan nilai produksi tertinggi juga pada tahun yang sama yakni

Rp.107.245.005.500, selanjutnya pada tahun berikutnya mengalami penurunan produksi

dengan produksi terendah pada tahun 2006 yaitu 20.577.787 ton sedangkan nilai produksi

terendah pada tahun 2005 sebesar Rp. 88.656.815.500.

Dari total produksi di atas diperoleh dari 3 TPI di Kota Tegal, untuk produksi

menurut TPI dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 13. Banyaknya Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut TPI di
Kota Tegal
Tahun Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Jumlah Produksi
Pelabuhan Prosentase Tegalsari Prosentase Muarareja Prosentase
(Kg)
Produksi (Kg) (%) Produksi (Kg) (%) Produksi (%)

77
(Kg)
2001 29.753.871 96,00 1.237.634 3,99 1.839 0,005 30.993.344
2002 30.461.082 95,96 1.282.989 4,04 918 0,002 31.741.087
2003 26.790.740 96,66 923.445 3,33 783 0,002 27.714.968
2004 24.776.131 91,36 2..340.648 8,63 536 0,001 27.117.315
2005 18.941.579 85,04 3.326.628 14,93 3.204 0,014 22.271.411
2006 18.732.788 91,05 1.840.869 8,94 130 0,00006 20.573.787

Tahun Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) Jumah Nilai ( Rp)
2001 93.800.110.500 98,99 919.447.000 0,97 36.610.000 0,03 94.756.167.000
2002 106.200.375.000 99,02 265.001.500 0,24 20.380.000 0,01 107.245.005.500
2003 90.994.168.000 98,99 911.278.000 0,99 15.650.000 0.01 91.921.096.000
2004 86.440.679.000 96,13 3.463.375.000 3,85 10.760.000 0,11 89.914.814.500
2005 81.678.468.000 92,12 6.913.837.500 7,79 64.510.000 0,72 88.656.815.500
2006 89.658.743.000 95,04 4.672.016.500 4,95 2.800.000 0,002 94.333.559.500

Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal Tahun 2007

Dari tabel di atas menunjukan bahwa produksi dan nilai produksi TPI di Kota Tegal
Tahun 2006 sebagai berikut TPI Pelabuhan memberikan kontribusi lebih besar dengan
prosentase : 91,05 % & 95,04 % dibandingkan dengan dua TPI lain yaitu TPI Tegalsari :
8,94 % & 4,95 % sedangkan TPI Muarareja memberikan kontribusi paling sedikit :
0,00006 % & 0,002% .
Perikanan laut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi PAD Kota Tegal.

Kontribusi PAD bagi Kota Tegal diperoleh dari hasil lelang ikan di 3 TPI yang ada di

Kota Tegal. Untuk menarik retribusi ini Pemeritah Kota Tegal membuat Perda yang

mengalami beberapa perubahan sebagai berikut :

- Perda No. 1 Tahun 1988 sebesar :1%

- Perda No. 3 Tahun 1999 sebesar : 0,4 %

- Perda No. 3. Tahun 2000 sebesar : 0,95 %

- Perda No. 10 tahun 2003 sebesar : 0,95 %

Sesuai perubahan Perda sejak tahun 1984 – 2003, maka Perda yang dipakai sebagai

dasar bagi penarikan retribusi di TPI Kota Tegal saat ini menggunakan Perda No. 10

78
Tahun 2003 dengan besaran 0,95 %. Kontribusi retribusi lelang ikan di TPI bagi PAD

Kota Tegal dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel. 14. Nilai Kontribusi TPI Terhadap PAD Kota Tegal


Tahun 2001-2006..
Tahun Nilai Produksi ( Rp) Kontribusi (Rp) Keterangan
2001 94.756.167.000 900.183.586 0,95 %
2002 107.254.005.500 1.018.827.552 0,95 %
2003 91.921.096.000 873.250.412 0,95 %
2004 89.914.814.500 854.190.738 0,95 %
2005 88.656.815.500 842.239.747 0,95 %
2006 94.333.559.500 896.168.810 0,95 %
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal Tahun 2007.

4.2 Gambaran Lokasi Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil sampel nelayan yang melakukan penangkapan ikan

demersal dengan jaring arad di TPI Muarareja Kelurahan Muarareja. Kelurahan

Muarareja memiliki luas wilayah 773 hektar. Batas wilayah Kelurahan Muarareja

sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kelurahan Tegalsari

Sebelah Selatan : Kelurahan Pesurungan Lor

Sebelah Barat : Kelurahan Brebes.

Penduduk Kelurahan Muarareja mayoritas bermata pencaharian nelayan yaitu sebesar

1.577 jiwa atau 47,86 % dari jumlah penduduk tahun 2006 (Monografi Kelurahan

Muarareja Tahun 2006). Untuk mata pencaharian penduduk Kelurahan Muarareja dapat

dilihat pada tabel berikut :

79
Tabel 15. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal
Barat Tahun 2000-2006
No Mata Tahun
Pencaharian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Petani Sendiri 187 187 175 177 177 177 177
2 Buruh Tani 17 5 5 5 11 11 11
3 Nelayan 1.994 1.979 1.990 1.574 1.574 1.574 1.577
4 Pengusaha 373 371 372 372 372 372 67
5 Buruh Industri 53 75 72 280 280 280 846
6 Buruh Bangunan 28 27 35 9 9 9 72
7 Pedagang 58 58 60 262 262 262 336
8 Pengakutan 12 13 17 13 13 13 30
9 PNS/ABRI 39 81 31 61 61 61 69
10 Pensiunan 97 17 17 11 11 11 11
11 Lain-Lain 97 16 16 16 18 18 99
Total 2.814 2.829 2.790 2.780 2.788 2.788 3.295
Sumber : Monografi Kelurahan Murareja tahun 2000-2006.

Selain memiliki potensi perikanan tangkap, Kelurahan Muarareja juga memiliki potensi

tambak yang cukup besar, untuk lebih jelas dapat dilihat pada histogram berikut.

780
761.75 761.75 761.75 761.75
760
740
720
Luas (ha)

700
680 665 665
660
640
620
600
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Gambar 15. Perkembangan Tambak di Kelurahan Muarareja Tahun 2001-2006
Tahun

80
Pada gambar di atas menunjukan bahwa pada tahun 2002 ke tahun 2003 ada penambahan

luas tambak, hal ini disebabkan karena pada tahun 2003 ada kesepakatan antara

Pemerintah Kota Tegal dengan Pemerintah Kabupaten Brebes mengenai pemekaran

wilayah sehingga terjadi penambahan luas wilayah administrasi Kelurahan Muarareja

sebesar 118 hektar, penambahan ini menyebabkan penambahan luas tambak 96,75 hektar

menjadi 761,75 hektar atau bertambah 6,6 %. Pemilihan lokasi ini karena umumnya

nelayan di daerah ini menggunakan jaring arad (346 unit) sehingga nelayan di TPI

Muarareja diambil sebagai sampel.

4.2.2 Karakteristik Responden

Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah nelayan yang melakukan usaha

penangkapan ikan demersal dengan menggunakan jaring arad berjumah 100 orang.

Untuk profil karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16. Profil Karakteristik Responden


No Deskripsi Frekuensi Prosentase
1 Lama Menjadi Nelayan (tahun)
- <5 - -
- 5 -10 - -
- > 10 100 100 %
2 Umur (tahun)
- < 30 12 12 %
- 31 – 40 37 37 %
- 41 – 50 43 43 %
- > 50 8 8%
3 Tingkat Pendidikan
- Tidak Tamat SD 73 73 %
- SD 17 17 %
- SMP 1 1%
- SMU - -

81
- PT/Akademi - -
4 Sumber Pendapatan Sebagai Nelayan
- Sumber Utama 84 84 %
- Lain 16 16 %
Sumber : Data Primer (Diolah), 2007.

Rata-rata responden menjadi nelayan lebih dari 10 tahun sebesar 100 %, 5. -10 tahun

sebesar 0 % dan kurang dari 5 tahun sebesar 0 % sehingga pekerjaan sebagai nelayan

sudah dilakukan sejak lama. Umumnya usia masyarakat bekerja sebagai nelayan antara

41 – 50 tahun sebesar 43 %, hal ini disebabkan karena umumnya nelayan di Muarareja

dengan usia dibawah 30 tahun bekerja ke luar negeri sebagai Anak Buah Kapal (ABK)

pada kapal ikan asing dengan negara tujuan seperti Jepang, Korea, Taiwan, Spanyol dan

Mauritius.

Tingkat pendidikan responden moyaritas tidak tamat SD 73 orang (73 %), tamat SD

17 orang (17 %) dan tamat SMP 1 orang (1 %). Tingkat pendidikan nelayan yang rendah

menyebabkan pengetahuan mereka terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya

ikan sangat minim sekali, akibatnya kerusakan sumberdaya ikan di daerah ini sangat

besar. Nelayan merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk yaitu 84 % tetapi

ada juga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan sedangkan pekerjaan

utama sebagai petambak bandeng dan penjualan BBM 16 %.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Analisis Bioekonomi Dengan Model Schaefer.


4.3.1.1 Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Effort Maximum Sustainable
Yield (EMSY) Ikan Demersal di Kota Tegal.

82
Analisis terhadap MSY dan EMSY menggunakan model surplus produksi untuk

mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal. Untuk

menganalisis hasil tangkapan lestari (MSY) di Kota Tegal menggunakan data time series

produksi dan effort selama 11 tahun (1995 – 2006). Dalam menganalisis MSY ikan

demersal menggunakan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Pertanian dan data

dari TPI. Ikan demersal di Perairan Kota Tegal umumnya ditangkap dengan

menggunakan 3 alat tangkap yang ada yaitu arad, cantrang dan trammel net. Untuk itu

maka yang dipakai sebagai alat tangkap standar adalah jaring arad. Sebelum menghitung

MSY, EMSY, MEY, EMEY, EOA dan COA maka perlu dilakukan standarisasi alat tangkap.

Data Produksi ikan demersal di Kota Tegal dari tahun 1995-2006 dapat dilihat pada tabel

17 dan hasil standarisasi alat tangkap dapat dilihat pada tabel 18.

Daerah operasi dari alat tangkap arad berada pada radius 1- 3 mil laut dari TPI. Hal

ini menunjukan bahwa daerah operasinya sangat terbatas, sehingga intensitas

penangkapannya tinggi yang mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya ikan

demersal sangat besar yang pada akhirnya terjadi tangkapan lebih (overfishing). Untuk

itu maka perlu adanya estimasi potensi yang tepat sebagai dasar kebijakan dalam

pemanfaatan dan upaya pengelolaan. Untuk hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) di

Kota Tegal tersaji pada gambar berikut :

12,000.00
MSY
10,000.00

8,000.00
Catch (Ton)

6,000.00

4,000.00

2,000.00

-
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000
Effort (Trip)
83
Gambar 16. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal

Hasil upaya (effort) maksimum lestari ikan demersal di perairan Kota Tegal yakni 23.842

trip per tahun dengan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) 9.764,18 ton per tahun,

artinya bahwa potensi tangkapan maksimum lestari yang diperbolehkan sebesar 409

kilogram per trip. Dari hasil dan gambar di atas menunjukan bahwa telah terjadi

overfishing sejak tahun 1997 dimana effort (trip) aktual sebesar 33.530 trip per tahun

melebihi effort MSY yang diperbolehkan yakni sebesar 23.842 trip per tahun. Pada tahun

yang sama produksi sebesar 6.451,20 ton per tahun dan diduga bahwa produksi tersebut

berada disebelah kanan titik MSY sehingga secara produksi juga sudah mengalami

overfishing. Untuk pemanfaatan potensi sumberdaya ikan demersal atas dasar prinsip

kehati-hatian maka Deptan (1999) menyatakan bahwa potensi ikan yang diperbolehkan

untuk ditangkap (Total Allowable Catch/TAC) sebesar 80 % dari potensi lestari (MSY).

1635,60
Tingkat pemanfaatan ikan demersal pada 2006 = x100% = 20,93% . Tingkat
7811,34

pemanfaatan sumberdaya ikan demersal mengalami fluktuasi dengan tingkat pemanfaatan

paling tinggi tahun 1997 yaitu 82,58 % dan paling rendah pada tahun 2006 yakni 20,93 %

(lihat lampiran 12). Perkembangan pemanfaatan ikan demersal selama kurun waktu

1995 – 2006 dapat dilihat pada gambar berikut :


90
80
70
% Pemanfaatan

60
50
40
30
20
10
0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

84
Gambar 17. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006

Dari gambar di atas menunjukan bahwa kecenderungan (trend) tingkat

pemanfaatan sumberdaya ikan demersal mengalami penurunan setiap tahun. Hal ini

mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan sudah mulai berkurang dan diduga sudah

terjadi overfishing. Menurut Suseno (2007) bahwa salah satu ciri overfishing adalah

grafik penangkapan dalam satuan waktu berfluktuasi atau tidak menentu dan penurunan

produksi secara nyata.

Jika dihubungkan antara Catch Per Unit Effort (CPUE) dan effort (trip) maka

semakin besar effort maka CPUE semakin berkurang, sehingga produksi semakin

berkurang, artinya bahwa Catch Per Unit Effort (CPUE) berbanding lurus dengan effort

dimana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah hasil tangkapan per unit

usaha (CPUE). Hubungan antara CPUE dan Effort dapat dilihat pada gambar berikut :

1.000

0.800
y = 0,8191-0.000017x
0.600
R2 = 0,379
0.400
CPUE

0.200

0.000
1
2500
5000
7500
10000
12500
15000
17500
20000
22500
25000
27500
30000
32500
35000
37500
40000
42500
45000
47500

-0.200

-0.400
Effort (Trip)

Gamba

r 18. Hubungan antara Catch Per Unit Effort (CPUE) dengan Effort

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Catch Per Unit Effort (CPUE) ikan demersal di

Kota Tegal tertinggi pada tahun 2000 sebesar 1,92 ton per trip dan terrendah pada tahun

85
2003 sebesar 0.06 ton per trip. Hubungan besarnya hasil tangkapan dengan upaya

penangkapan dengan model Schaefer sebagai berikut :

Y = B0 + B1 X

Y = 0.8191 – 0.000017 X

Sesuai persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan penangkapan

sebesar 1 satuan effort (trip) maka akan terjadi pengurangan CPUE ikan demersal sebesar

0.000017 satuan CPUE (Ton/Trip).

4.3.1.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum Economic Yield
(EMEY), Effort Open Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan Demersal
di Kota Tegal.

Analisis MEY digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh pada

saat produksi maksimal. Apabila penangkapan melebihi MEY maka keuntungan akan

semakin berkurang. Oleh karena itu maka pemanfaatan sumberdaya ikan demersal secara

berlebihan akan mengakibatkan hilangnya manfaat ekonomi. Untuk produksi dan effort

alat tangkap (arad, cantrang dan trammel net) lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17. Hasil Tangkapan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun


1995-2006
Arad Cantrang Trammel Net
Tahun Catch Effort CPUE Catch CPUE CPUE
(ton) (trip) (Ton/Trip) (ton) Effort (trip) (Ton/Trip) Catch (ton) Effort (trip) (Ton/Trip)

1995 290.70 1,244.00 0.2337 4,107.20 8,394.00 0.4893 32.40 5,192.00 0.0062

1996 990.00 1,362.00 0.7269 3,275.20 13,839.00 0.2367 10.20 2,977.00 0.0034

1997 417.70 2,171.00 0.1924 6,005.70 15,197.00 0.3952 27.80 1,163.00 0.0239

1998 403.30 1,386.00 0.2910 2,027.30 12,163.00 0.1667 38.30 1,622.00 0.0236

1999 727.70 1,404.00 0.5183 2,113.28 11,028.00 0.1916 49.30 6,960.00 0.0071

2000 4,803.30 2,498.00 1.9229 1,441.68 9,552.00 0.1509 60.00 6,512.00 0.0092

2001 261.40 382.00 0.6843 5,632.30 7,522.00 0.7488 4.60 379.00 0.0121

2002 36.00 540.00 0.0667 4,182.70 4,346.00 0.9624 - - -

2003 24.40 417.00 0.0585 2,507.60 5,468.00 0.4586 10.60 394.00 0.0269

2004 746.60 6,962.00 0.1072 3,187.90 7,533.00 0.4232 18.50 746.00 0.0248

2005 744.40 6,947.00 0.1072 3,083.00 9,598.00 0.3212 14.90 1,257.00 0.0119
2006 0.0943 6,404.00 54.00

86
174.60 1,851.00 1,407.00 0.2197 460.00 0.1174

Sumber : Data Sekunder (Diolah).

Dari data di atas akan distandarisasi ke satu satuan baku, dan sebagai alat tangkap standar

adalah jaring arad. Hasil standarisasi dari 3 alat tangkap tersebut tersaji pada tabel berikut

Tabel 18. Hasil Standarisasi Produksi dan Effort Ikan Demersal di Kota Tegal
Tahun 1995 – 2006
FPI Standarisasi
Tahun C Total (ton)
Arad Cantrang Trammel net Effort (trip) CPUE (Ton/Trip)
1995 1.00 2.09 0.03 4,430.30 18,958.70 0.23
1996 1.00 0.33 0.00 4,275.40 5,881.91 0.73
1997 1.00 2.05 0.12 6,451.20 33,530.18 0.19
1998 1.00 0.57 0.08 2,468.90 8,484.74 0.29
1999 1.00 0.37 0.01 2,890.28 5,576.41 0.52
2000 1.00 0.08 0.00 6,304.98 3,278.96 1.92
2001 1.00 1.09 0.02 5,898.30 8,619.55 0.68
2002 1.00 14.44 - 4,218.70 63,280.50 0.07
2003 1.00 7.84 0.46 2,542.60 43,453.45 0.06
2004 1.00 3.95 0.23 3,953.00 36,861.49 0.11
2005 1.00 3.00 0.11 3,842.30 35,857.68 0.11
2006 1.00 2.33 1.24 1,635.60 17,339.61 0.09

Untuk mendapatkan nilai B0 dan B1 diperoleh dari hasil analisa regresi linear model

Schaefer pada lampiran 2.

B0 = 0.8191
B1 = 0.000017
c = 499.442 (Rp/trip)
p = 6.890.241 (Rp/ton)

87
MSY MEY EOA
Catch 9.764,18 9.687,71 3.150,48
Effort 23.842 21.732 43.464
Revenue 67.277.526.814 66.750.644.061 21.707.546.085
Cost 11.907.538.550 10.853.773.043 21.707.546.085
Profit 55.369.988.265 55.896.871.018 -

Hasil analisis Maximum Eeconomic Yield (MEY) terhadap ikan demersal di Kota

Tegal menunjukan bahwa produksi optimum sebesar 9.687,71 ton per tahun dengan

Effort Maximum Eeconomic Yield (EMEY) 21.732 trip per tahun. Dari analisis ini

menunjukan bahwa secara ekonomi baik produksi dan effort sudah melebihi kapasitas

lestari, sehingga keuntungan semakin berkurang. Effort aktual tahun 2002 sebesar 63.280

trip per tahun, dimana effort pada tahun tersebut sudah berada pada sisi kanan titik EOA

sehingga secara ekonomi nelayan sudah mengalami kerugian.

Untuk total biaya yang dikeluarkan nelayan dan penerimaan yang diperoleh pada

tahun 2006 yakni harga rata-rata ikan demersal Rp. 6.890.241 /ton dan biaya rata-rata

yang dikeluarkan per trip sebesar Rp. 499.442 . Dengan demikian maka hasil analisis

MEY diperoleh total pendapatan (TR) sebesar Rp. 66,750,644,061 dan biaya

penangkapan sebesar (TC) sebesar Rp. 10.853.773.043, sehingga diperoleh keuntungan

(profit) sebesar Rp. 55.896.871.018.

Hubungan antara biaya penangkapan (TC), Penerimaan (TR) dan keuntungan

(Profit) dalam usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal dapat dilihat pada gambar

berikut :

80.000.000
MEY MSY
70.000.000
60.000.000
50.000.000
T R , T C , P ro fi t

40.000.000
OA
30.000.000
20.000.000 88
10.000.000
-
1

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

(10.000.000)
(20.000.000)
Keterangan : Grafik dibuat dengan software exel 2003.
Gambar. 19 Hubungan TC, TR dan Profit Ikan Demersal.
Pada gambar di atas menunjukan bahwa pendapatan (TR) yang diperoleh lebih

besar dibandingkan biaya penangkapan (TC) sehingga nelayan akan memperoleh

keuntungan yang besar sampai pada titik EMEY. Apabila usaha penangkapan masih tetap

dilanjutkan sampai EMSY maka secara fisik akan diperoleh produksi yang lebih besar

tetapi secara ekonomis keuntungan semakin berkurang. Usaha penangkapan apabila

dilanjutkan akan mencapai pada titik open acces (inpas). Effort Open Acces untuk

penangkapan ikan demersal di Kota Tegal sebesar 51.985 trip dengan produksi 3.768,16

ton. Hasil tersebut menunjukan bahwa effort yang semakin besar ternyata memberikan

hasil yang sedikit jika dibandingkan pada saat MEY. Pada saat Open Acces terdapat

kebebasan bagi nelayan untuk menangkap ikan, sehingga sumberdaya ikan diekstraksi

sampai pada titik yang terendah, menyebabkan usaha tidak didasarkan pada efisiensi

ekonomi (economic overfishing). Apabila usaha penangkapan masih tetap dilanjutkan

pada sebelah kanan titik Open Acces maka dapat menyebabkan kepunahan dari stok ikan.

Pada daerah sebelah kanan EOA biaya produksi lebih besar dari pendapatan

sehingga nelayan merugi. Pada titik ini umumnya orang tidak mau untuk berusaha

disektor penangkapan karena tidak diperoleh keuntungan sehingga secara ekonomi

disebut misallocation. Menurut Purwanto (2003) pada saat mencapai produksi maksimum

89
sebaiknya nelayan berhenti mengembangkan upaya pengkapan sehingga sumberdaya

akan lestari dan pemanfaatan sumberdaya secara biologis berada pada tingkat yang

optimum. Susilowati (2006) menambakan bahwa keuntungan yang maksimum berada

pada titik MEY dimana secara ekonomis dan fisik berada pada tingkat yang optimum.

4.3.2. Analisis Bioekonomi Dengan Model Fox.


4.3.2.1 Analisis MSY dan EMSY Ikan Demersal di Kota Tegal.

Untuk melakukan analisis MSY dan EMSY dengan model Fox maka data yang

distandarisasi harus dihitung, hal ini disebabkan karena model fox berbeda dengan model

Schaefer. Hasil perhitungan dengan model Fox tersaji pada tabel berikut :

Tabel 19. Perhitungan Nilai CPUE Model Fox.


FPI Standarisasi
Tahun C Total (ton)
Arad Cantrang Trammel net Effort (trip) CPUE (Ton/Trip) Ln CPUE

1995 1.00 2.09 0.03 4,430.30 18,958.70 0.23 -1.453795466

1996 1.00 0.33 0.00 4,275.40 5,881.91 0.73 -0.319004544

1997 1.00 2.05 0.12 6,451.20 33,530.18 0.19 -1.648179698

1998 1.00 0.57 0.08 2,468.90 8,484.74 0.29 -1.234496478

1999 1.00 0.37 0.01 2,890.28 5,576.41 0.52 -0.657191709

2000 1.00 0.08 0.00 6,304.98 3,278.96 1.92 0.653812770

2001 1.00 1.09 0.02 5,898.30 8,619.55 0.68 -0.379368807

2002 1.00 14.44 - 4,218.70 63,280.50 0.07 -2.708050201

2003 1.00 7.84 0.46 2,542.60 43,453.45 0.06 -2.838503089

2004 1.00 3.95 0.23 3,953.00 36,861.49 0.11 -2.232692502

2005 1.00 3.00 0.11 3,842.30 35,857.68 0.11 -2.233486666

2006 1.00 2.33 1.24 1,635.60 17,339.61 0.09 -2.360983669

Untuk mendapatkan nilai (γ0 dan γ1) diperoleh dari persamaan regresi linear model Fox

pada lampiran 4.

γ0 =- 0.325961089


γ =-0.0000480
p = 499.442 (Rp/trip)

90
c = 6.890.241 (Rp/ton)
MSY MEY EOA
Catch 5,530 5,376 3,469
Effort 20,823 16,258 47,860
Revenue 38,100,143,504 37,038,964,639 23,903,533,833
Cost 10,400,035,822 8,119,927,633 23,903,533,833
Profit 27,700,107,682 28,919,037,006 -

Dari hasil analisis di atas maka kurva MSY hasil tangkapan demersal di Kota Tegal

dapat digambarkan sebagai berikut :

6.000 MSY

5.000

4.000
Catch (Ton)

3.000

2.000

1.000

-
1
8000

32000

64000

88000
96000

11200

13600

16800

19200
16000
24000

40000
48000
56000

72000
80000

10400

12000
12800

14400
15200
16000

17600
18400

Effort (Trip)

Gambar 20. Kurva MSY Ikan Demersal di Kota Tegal.

Pada gambar di atas menunjukan bahwa hasil tangkapan maksimum (MSY) ikan

demersal dengan model Fox yaitu 5.530 ton per tahun dengan upaya optimal sebesar

20.823 trip per tahun atau potensi tangkapan lestari yang diperbolehkan sebesar 266 kg

per trip. Sesuai analisis tersebut menunjukan bahwa usaha penangkapan ikan demersal di

Kota Tegal sudah mengalami overfishing sejak tahun 1997 yaitu hasil tangkapan aktual

sebesar 6.451,20 ton per tahun melebihi hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) yakni

5.530 ton per tahun, effort aktual sebesar 33.530 trip per tahun melebihi effort MSY

91
yakni 20.823 trip per tahun.. Untuk tingkat pemanfaatan ikan demersal atas prinsip

kehati-hatian maka potensi ikan yang boleh ditangkap sebesar 80 % dari potensi lestari

1635,60
(MSY). Tingkat pemanfaatan ikan demersal tahun 2006 = x100% = 38,01% .
4302,88

Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sudah mengalami overfishing sejak

tahun 1997 dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 % (lihat lampiran 13). Untuk

perkembangan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal tersaji pada

grafik berikut :

160
140

120
% Pemanfaatan

100
80
60

40

20
0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

Gambar 21. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di Kota Tegal Tahun 1995-2006.

Gambar di atas menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan mengalami fluktuasi dengan

pemanfaatan tertinggi tahun 1997 yaitu 149,92 % dan terrendah tahun 2006 yakni 38,01

%. Meningkatnya pemanfaatan ikan pada tahun 1997 hal ini disebabkan karena pada

tahun tersebut belum terjadi krisis ekonomi sehingga harga bahan bakar minyak (BBM)

masih murah sehingga nelayan mampu untuk membeli BBM. Selanjutnya pada tahun

1998 tingkat pemanfaatan mengalami penurunan secara signifikan yaitu 57,37 %, hal ini

diduga akibat pengaruh krisis ekonomi sehingga nelayan tidak mampu membeli BBM

karena harga yang melambung tinggi. Tingginya harga BBM sangat berpengaruh

92
terhadap usaha penangkapan ikan karena dalam usaha ini BBM merupakan salah satu

komponen biaya yang sangat besar yaitu sekitar 75,41 % dibandingkan dengan

komponen biaya lain (lihat tabel 21). Selain itu juga fluktuasi tingkat pemanfaatan

merupakan salah satu indikator overfishing, dengan demikian perlu adanya penanganan

dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal seperti pembatasan jumlah upaya (trip)

dan jumlah perahu. Untuk hubungan antara Ln CPUE dan effort dengan pendekatan

model Fox tersaji pada gambar berikut :

0.0000000
1

1E+05
1E+05
1E+05
1E+05
1E+05
2E+05
2E+05
2E+05
2E+05
2E+05
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000

-2.0000000

-4.0000000
Ln CPUE

-6.0000000

-8.0000000

y =-0. 326-0.000048x
-10.0000000
R2 = 0,695
-12.0000000
Effort (Trip)

Gamba

r 22. Hubungan antara Ln CPUE dengan Effort.

Hubungan antara Ln CPUE dan effort bersifat linier dengan hubungan korelasinya

bersifat negatif. Berdasarkan persamaan y = 0.326-0.000048x, maka apabila effort

bertambah 1 satuan effort (trip), maka akan terjadi penurunan Ln CPUE sebesar 0,000048

satuan ln CPUE.

4.3.2.2 Analisis Maximum Economic Yield (MEY), Effort Maximum Economic Yield
(EMEY), Effort Open Acces (EOA) dan Catch Open Acces (COA) Ikan
Demersal di Kota Tegal.

Analisis MEY dan EMEY dengan menggunakan model Fox pada usaha

penangkapan ikan demersal di Kota Tegal menunjukan bahwa upaya optimal (EMEY)

93
sebesar 16.258 trip per tahun dengan hasil tangkapan maksimum sebesar 5.376 ton per

tahun. Total biaya yang dikeluarkan yaitu Rp.6.890.241/ton dan biaya rata-rata yang

dikeluarkan per trip sebersar Rp. 499.442, dengan demikian total pendapatan (TR)

sebesar Rp. 37.059.825.013 dengan biaya penangkapan (TC) sebesar Rp. 8.140.904.196,

sehingga diperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp. 28.918.920.817. Hubungan antara

biaya penangkapan (TC), Penerimaan (TC) dan keuntungan (Profit) dengan model Fox

tersaji pada grafik berikut :

50.000.000
MSY
40.000.000 MEY
TR, TC, Profit (Rp 000)

30.000.000 OA

20.000.000

10.000.000

-
3000

9000
12000
15000
18000

24000
27000
30000

39000
42000

51000
54000
57000
1

6000

21000

33000
36000

45000
48000

(10.000.000)
EMEY EMSY EOA
(20.000.000)
Effort (Trip)

TR TC Keuntungan

Keterangan : Grafik di buat dengan Software Exel 2003


Gambar 23. Hubungan TC, TR dan Profit Ikan Demersal.

Gambar 23 menunjukan bahwa pendapatan (TR) lebih besar dari biaya penangkapan

(TC) sehingga nelayan masih mengalami keuntungan. Upaya (effort) open acces pada

gambar di atas berada pada posisi 47.860 trip per tahun dengan produksi sebesar 3.469.19

ton per tahun. Pada gambar di atas menunjukan bahwa pada tahun 2002 upaya

penangkapan melebihi titik open acces yaitu 63.280 trip per tahun sehingga secara

ekonomi usaha dibidang penangkapan ikan demersal sudah mengalami kerugian atau

yang disebut economic overfishing.

94
Hipotesis yang diajukan sesuai penelitian terdahulu Permana (2003) dan Triarso

(2004) menunjukan bahwa pemanfaatan ikan demersal di Kota Tegal baru mencapai

70% sedangkan tingkat pemanfaatan ikan demersal di Laut Jawa sebesar 56 %. Hasil

analisis yang telah dilakukan menunjukan hasil yang berbeda yaitu tingkat pemanfaatan

ikan demersal di Kota Tegal sudah mengalami overfishing sejak tahun 1997 yaitu

sebesar 149,92 %, hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Suseno (2007) bahwa

tingkat pemanfaatan ikan demersal di WPP 3 sudah penuh (fully exploited) sehingga tidak

bisa dikembangkan lagi sedangkan menurut Purwanto (2003) menyatakan bahwa tingkat

pemanfatan ikan demersal sesuai TAC di WPP 3 sudah overfishing sebesar 113 %.

Overfisihing menurut Purwanto (2006) akan mengakibatkan turunnya : 1). produksi ikan,

2). produktivitas kapal, 3). profitabilitas usaha, 4). sumbangan perikanan terhadap

perekonomian. Selain itu juga karena kebesasan dalam melakukan usaha penangkapan

ikan maka akan terjadi persaingan dalam mengekstraksi sumberdaya ikan,

mengakibatkan nelayan berskala usaha kecil kalah bersaing dengan nelayan berskala

usaha besar, sehingga nelayan kecil tetap miskin.

4.3.3 Penentuan Model Bioekonomi yang Paling Sesuai (Best fit model): Model
Schaefer dan Fox.

Hasil analisis bioekonomi model Schaefer dan Fox dapat dilihat pada tabel 20

berikut ini :

Tabel 20. Hasil Analisis Bioekonomi Model Schaefer dan Fox


Schaefer Fox*
MSY MEY EOA MSY MEY EOA
Catch 9.764,18 9.678,71 3.150,48 5.530 5.376 3.469
Effort 23.842 21.732 43.464 20.823 16.258 47.860
Revenue 67.277.526.814 66.750.644.061 21.707.546.085 38.100.143.504 37.038.964.639 23.903.533.833
Cost 11.907.538.550 10.853.773.043 21.707.546.085 10.400.035.822 8.119.927.633 23.903.533.833
Profit 55.369.988.265 55.896.871.018 - 27.700.107.682 28.919.037.006 -
Keterangan :

95
* dipilih sebagai model bioekonomi dalam pengelolaan SDI demersal di Kota Tegal
karena hasil analisisnya konsisten (effort, produksi & tingkat pemanfaatan sudah
overfishing), nilai R2 (0,695) lebih tinggi dari model Schaefer (0,379), hasilnya analisis
sesuai dengan kondisi di lapangan.

Sesuai hasil pada tabel di atas menunjukan bahwa analisis dengan model

bioekonomi Schaefer pada tahun 1997 telah terjadi overfishing yang dilihat dari effort

aktual sebesar 33.530 trip/tahun lebih besar dari effort MSY yakni 23.842 trip/tahun,

sedangkan untuk produksi dalam tahun yang sama menunjukan hasil yang tidak

konsisten dengan effort dimana produksi aktual sebesar 6.451,20 ton/tahun yang berada

dibawah produksi MSY yaitu 9.764,18 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar

82,58 %.

Analisis dengan model Fox pada tahun yang sama menunjukan hasil yang konsisten

yaitu effort aktual 33.530 trip/tahun lebih besar dari effort MSY yakni 20.823 trip/tahun,

produksi aktual sebesar 6.451,20 ton/tahun lebih besar dari produksi MSY yaitu 5.530

ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 %. Temuan ini juga didukung

hasil analisis statistik, dimana R2 model Fox (R2 = 0,695) lebih besar dibanding R2 model

Schaefer (R2 = 0,379). Artinya, model Fox lebih akurat dalam menjelaskan fenomena

hubungan antara hasil tangkapan dan upaya (effort). Hasil analisis ini menunjukan bahwa

model bioekonomi dengan model Schaefer tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di

lapangan, sedangkan analisis dengan model Fox lebih relevan dengan kondisi yang

sebenarnya yaitu baik produksi, effort dan tingkat pemanfaatan sudah mengalami

overfishing dan sesuai juga dengan laporan Suseno (2007) bahwa tangkapan ikan

demersal di WPP 3 (Laut Jawa) sudah mengalami tagkapan penuh (fully exploited)

sehingga usaha penangkapan tidak bisa dikembangkan lagi (lihat gambar 24).

Sesuai dengaan analisis dan uraian di atas maka pada penelitian ini yang digunakan

sebagai dasar kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal

96
yaitu dengan bioekonomi model Fox karena hasil analisisnya lebih akurat dan sesuai

dengan kondisi di lapangan .

4.3.4 Analisa Profitabiltas Jaring Arad.

Usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal dengan menggunakan jaring

arad, menghasilkan rasio penerimaaan sebesar 1,16 %, dari segi keuntungan

(profitabilitas) menunjukan bahwa total penerimaan per trip sebesar Rp. 81.913. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 21 Profitabilitas Jaring Arad Per Trip


Rata-rata
No Keterangan (Rp) Prosentase
1 Penerimaan 581.355
2 Biaya Total 499.442 100 %
3 Biaya Tetap 78.474 15,71%
a. Biaya Penyusutan 77.899 15,60%
b. Biaya Perijinan 575 0,12%
4 Biaya Variabel 420,968 84,29%
a.Operasional 376.622 75,41%
b.Retribusi 17.441 3,49%
c.Perawatan 26.905 5,39%
5 Pendapatan Bersih 81.913
6 R/C Ratio 1,16
Sumber : Data Primer (Diolah), 2007

Dari tabel di atas menunjukan bahwa biaya variabel memberikan kontribusi

terbesar untuk biaya pengeluaran 84,29 % terutama dari biaya operasional sebesar 75,41

% hal ini disebabkan karena harga bahan bakar (BBM) dan perbekalan yang sangat

tinggi. R/C ratio sebesar 1,16 yang berarti apabila biaya yang dikeluarkan 1 unit akan

menghasilkan penerimaan 1,16 unit atau marjin keuntungannya sebesar 16%.

4.3.5 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal di Kota Tegal.

Sumberdaya ikan demersal merupakan salah satu sumberdaya yang akan punah

apabila tidak dikelola secara baik. Sesuai hasil analisis dengan model Schaefer pada

97
tabel 18 di atas bahwa hasil tangkapan maximum lestari (MSY) ikan demersal di Kota

Tegal sebesar 9.764,18 ton/tahun dengan upaya (effort) optimum sebesar 23.842

trip/tahun. Dari hasil analisis tersebut menunjukan bahwa sejak tahun 1997 telah terjadi

overfishing yakni effort 33.530 trip lebih besar dari hasil effort tangkapan lestari (MSY)

yang diperbolehkan yaitu 23.842 trip/tahun. Hasil analisis dengan model Fox juga

menunjukan bahwa penangkapan ikan demersal di Kota Tegal pada tahun yang sama

sudah mengalami overfishing dengan produksi 6.451 ton per tahun melebihi produksi

lestari (MSY) yakni 5.530 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 %.

Hasil analisis ini sesuai dengan laporan Suseno (2007) bahwa untuk WPP 3 ikan

demersal sudah fully exploited (lihat gambar 24) Hal ini disebabkan kerena daerah

tangkapan nelayan yang sempit yaitu dalam radius sekitar 1-3 mil dengan armada yang

banyak dan effort yang lebih besar dan semakin berkembangnya teknologi penangkapan

ikan yang mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya ikan demersal begitu besar

sehingga terjadi overfishing. Menurut Suseno (2007) bahwa gejala overfishing sebagai

berikut : 1). Produktivitas hasil tangkapan menurun, 2). Terjadi ”booming”

species tertentu, 3). Penurunan ukuran ikan hasil tangkapan, 4). Grafik penangkapan

dalam satuan waktu berbentuk fluktuasi atau tidak menentu (erratic), 5). Penurunan

produksi secara nyata/signifikan. Purwanto (2003) menyatakan bahwa di WPP 3 (Laut

Jawa) ikan demersal telah mengalami tangkapan lebih (overfishing) sebesar 334.000,92

ton lebih besar JTB sebesar 300.000, 16 ton per tahun atau 113 %. Untuk Kondisi

sumberdaya ikan di WPP di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut :

B ig P e la g ic B ig p e la g ic B i g P e la g i c
S m a ll P e l a g i c B ig P e la g ic
S m a ll P e la g ic S m a ll P e l a g i c
D e m e rs a l S m a ll P e la g ic
D e m e rs a l D e m e rs a l
S h r im p /P e n a e id D e m e rs a l
S h r im p /P e n a e id S h r im p /P e n a e id
I
II
S h r im p /P e n a e id

V III

B ig P e la g ic ( t u n a ) V II

S m a ll P e la g i c
D e m e rs a l
IX
III
S h r im p / P e n a e i d V
IV
VI

B ig P e la g ic ( t u n a )
S m a ll P e la g i c
B i g P e la g i c
98
D e m e rsa l
S m a ll P e l a g i c B ig P e la g ic B ig P e la g ic B ig P e la g ic
S h r im p / P e n a e i d
D e m e rs a l S m a ll P e l a g ic S m a ll P e l a g ic S m a ll P e la g ic
N o te s :
S h r im p /P e n a e id D e m e rs a l D e m e rs a l D e m e rs a l
= U n c e rta in
S h r im p / P e n a e id S h r im p / P e n a e id S h r im p /P e n a e id
= O v e r F is h in g
= F u lly E x p lo it e d
= M o d e ra te
= N o t a v a ila b le
Gambar 24. Status Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (I – IX) di
Indonesia
Sumber :Komjiskan dalam Suseno, 2007.

Sesuai gambar dan hasil analisis di atas menunjukan bahwa sumberdaya ikan

demersal di Kota Tegal telah mengalami overfishing sesuai dengan hasil analisis baik

dengan model Schaefer dan Fox, tetapi hingga saat ini nelayan tetap melakukan usaha

penangkapan sehingga ikan demersal akan mengalami kepunahan apabila tidak adanya

upaya pengelolaan baik oleh Pemerintah, nelayan, LSM dan Stakeholder lain. Masih

tinggi aktifitas nelayan untuk menangkap ikan disebakan kerena tidak adanya

ketrampilan lain selain sebagai nelayan atau sekitar 84 % pekerjaan nelayan merupakan

satu-satunya mata pencaharian (lihat tabel 16). Tangkapan lebih (overfishing) juga

disebabkan dengan semakin kecilnya ukuran mata jaring yang digunakan dan

perkembangan alat tangkap yang semakin lebih canggih yaitu pemasangan gardan untuk

menarik alat tangkap, sehingga upaya produksi (trip) akan lebih banyak dibandingkan

dengan manual.

Purwanto (2003) mengatakan bahwa mekanisme pengelolaan perikanan dapat

dijelaskan seperti pada gambar berikut :

99
Gambar 25. Bagan Mekanisme Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Sumber : Purwanto, 2003.

Sesuai gambar di atas menurut Purwanto (2003) ada 3 hal penting dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan yaitu kebijakan pengendalian (controling) meliputi

pengalokasian dan penataan pemanfaatan sumberdaya ikan agar pemanfaatan tidak

melampaui daya dukung lingkungan, penyusunan peraturan dan perizinan. Kebijakan ini

perlu adanya pelaksanaan pemantauan (monitoring) untuk mengurangi faktor

ketidakpastian (uncertainty) mengenai dinamika sumberdaya ikan dan besaran stok ikan.

Data yang dipantau antara lain a). Jumlah dan hasil tangkapan, b). Jumlah dan

ukuran kapal, c). Jenis, ukuran dan jumlah alat tangkap yang digunakan pada masing-

masing daerah,. Selain itu juga perlu adanya pengawasan (surveillance), hal ini

dimaksudkan untuk menjamin dan mempertahankan ketaatan masyarakat terhadap

kebijaksanaan pengelolaan. Bila ditemukan adanya pemanfaatan yang menyimpang dari

kebijakan maka dilakukan upaya penegakan humum (law enforcememt). Pengelolaan

sesuai Code of Conduct for Responsible Fisheries dari FAO (1997) menyatakan bahwa

pengelolaan sumberdaya ikan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terbaik (the best

scientific evidence) Bukti-bukti ilmiah tersebut diarahkan dalam rangka penyusunan

kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan. FAO (1997) menyatakan bahwa perlu

adanya kebijakan konservasi dan kebijakan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan.

Konservasi dimaksudkan untuk menjamin kelestarian jangka panjang sumbedaya ikan.

100
Kebijakan konservasi mencakup perlindungan, pengawasan dan rehabilitas

sumberdaya ikan.

Bila kondisi kelestarian suatu sumberdaya terancam habitatnya rusak, maka

dimungkinkan upaya pelarangan pemanfaatan suatu sumberdaya guna perlindungan.

Menurut Widodo dan Suadi (2006) juga menyatakan bahwa pengelolaan

perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :

1. Pengaturan ukuran mata jaring

2. Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan

3. Kontrol terhadap musim penangkapan ikan

4. Kontrol terhadap daerah penangkapan ikan

5. Pengaturan terhadap alat tangkap serta kelengkapannya

6. Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati

7.Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per

lokasi atau wilayah

8. Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan

sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah tertentu.

Dalam pengelolaan sumberdaya ikan perlu keterpaduan antar sektor seperti

Pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM, Stakeholder (nelayan) dengan mempertimbangkan

aspek sosial-budaya, aspirasi masyarakat pengguna (stakeholder) serta lingkungan

meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Dahuri (2001) menambahkan bahwa

pengelolaan sumberdaya perikanan dapat ditempuh dengan pengelolaan berbasis

komunitas, dimana pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara

terpadu dengan memperhatikan aspek kebijakan ekonomi dan ekologi.

101
Sesuai uraian tersebut diatas maka untuk pengelolaan sumberdaya ikan demersal

di Kota Tegal menggunakan beberapa aspek pendekatan antara lain :

1. Aspek Biofisik

Pengaturan lebar ukuran mata jaring, adanya konservasi (penanaman bakau dan

terumbu karang buatan) untuk pemulihan habitat ikan, kontrol terhadap musim/daerah

penangkapan (spawning ground dan fishing ground), pengaturan kuota penangkapan

sebesar 269 ton per trip (model Fox) dengan pengawasan oleh nelayan sendiri,

penggiliran dalam melakukan penangkapan ikan (fishing with alternate-day). Adanya

pemantauan (monitoring), pengendalian (controling) dan pengawasan (surveilance) serta

penegakan hukum (enforcement) dengan sanksi yang cukup menjerakan bagi

pelanggarnya (deterrenced-sanction) dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan,

didukung dengan Fisheries Information System (FIS) sebagai dasar kebijakan

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal.

2. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi memegang peranan penting dalam kegiatan penangkapan ikan

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan keberlangsungan usaha dengan

memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan. Untuk memperoleh keuntungan yang

maksimal sesuai analisis dengan model Fox kuota penangkapan berada pada titik EMEY

sebesar 16.258 trip per tahun dengan produksi 5.376 ton per tahun.

3. Aspek Sosial

Untuk menghindari adanya konflik antar nelayan terutama nelayan arad dengan

nelayan badong (rajungan) di Kota Tegal maka perlu adanya peraturan baru yang

mengatur tentang pemanfaatan secara bersama dalam kegiatan penangkapan ikan seperti

co-management dan pengaturan kuota waktu penangkapan. Perlu dikaji lagi keberadaan

102
jaring arad karena jaring ini merupakan modifikasi trawl sehingga apabila tidak diatur

maka dapat mengakibatkan terjadinya degradasi sumberdaya ikan demersal dan

keberadaan jaring ini bertentangan dengan Keputusan Presiden No.39 tahun 1980 yang

melarang penggunaan pukat trawl di wilayah Perairan Indonesia. Selain itu daerah

tangkapan jaring arad sebenarnya dilarang karena berada pada jalur penangkapan Ia (0-3

mil), dimana pada daerah ini tidak boleh menggunakan alat tangkap yang dimodifikasi

sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 yang mengatur jalur-jalur

penangkapan ikan.

103
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Model bioekonomi yang lebih tepat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan

demersal di Kota Tegal adalah model Fox dibandingkan model Schaefer.

2. Berdasarkan hasil analisis boekonomi dengan model Fox, maka diperoleh hasil

tangkapan maksimum lestari (MSY) ikan demersal di Kota Tegal sebesar 5.530

ton/tahun dan Effort Maximum Sustainable Yied (EMSY) yakni 20.823 trip/tahun,

Maximum Economic Yield (MEY) ikan demersal sebesar 5.376 ton/tahun dan

Effort Maximum Economic Yield (EMEY) 16.258 trip/tahun, Hasil Effort Open Acces

(EOA) sebesar 47.860 trip/tahun dan produksi sebesar 3.469 ton/tahun.

3. Tingkat keuntungan (profit) dengan model Fox pada saat MSY sebesar Rp.

27.700.107.682, MEY sebesar Rp. 28.919.037.006 dan EOA Sebesar Rp. 0.-

4. Pemanfaatan hasil tangkapan ikan demesal di Kota Tegal dengan model Fox sudah

mengalami overfishing sejak tahun 1997 dengan effort aktual sebesar 33.530

trip/tahun lebih besar dari effort MSY 20.823 trip/tahun, produksi aktual sebesar

6.451,20 ton/tahun yang melebihi produksi MSY yakni 5.530 ton/tahun, dengan

tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 %.

5. Catch Per Unit Effort (CPUE) tertinggi pada tahun 2000 sebesar 1,92 ton/trip

sedangkan terendah tahun 2003 yakni 0,06 ton/trip.

6. Tingkat profitabilitas jaring arad sebesar Rp. 81.913 per trip.

104
7. Jaring arad yang dioperasikan sering menimbukan konflik antar nelayan di Kota

Tegal (nelayan arad vs nelayan badong).

5.2 Saran

Untuk pengelolaan dan pemanfaatan ikan demersal di Kota Tegal diperlukan

strategi dan kebijakan sebagai berikut :

1. Untuk pengelolaan perikanan maka produksi maksimum lestari (MSY) dengan kuota

penangkapan ikan sebesar 266 Kg/Trip untuk model Fox.

2. Untuk memperoleh keuntungan maksimum (MEY)) maka kuota penangkapan ikan

sebesar 331 Kg/Trip untuk model Fox.

3. Kebijakan terhadap lebar ukuran mata jaring, pengaturan kuota penangkapan antar

nelayan, konservasi (penanaman bakau, pembuatan terumbu karang buatan), kontrol

terhadap musim/daerah penangkapan (spawning ground dan fishing ground),

penggiliran dalam melakukan penangkapan ikan (fishing with alternate-day).

4. Pembatasan penerbitan izin penangkapan bagi kapal baru sehingga sumberdaya ikan

dapat pulih kembali.

5. Pengembangan kerjasama antara Pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi, Stakeholders

(nelayan) dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal.

6. Perlu adanya pengendalian (controling), pemantauan (monitoring) dan pengawasan

(surveilance) serta penegakan hukum (enforcement) dengan sanksi yang cukup

menjerakan bagi pelanggarnya (deterrenced-sanction) dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan.

105
7. Perlu adanya Fisheries Information System (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar

kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal.

8. Perlu dikaji ulang keberadaan jaring arad karena memberikan dampak yang besar

terhadap sumberdaya ikan dan sering menimbukan konflik antar nelayan selain itu

keberadaannya juga bertentangan dengan Keputusan Presiden No.39 tahun 1980

(Pelarangan trawl) dan Keputusan Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 (Jalur-jalur

penangkapan ikan).

106
DAFTAR PUSTAKA

Andeson.L.J., 1986. The Economic of fisheries Management. The Johns Hopkins


University Press, Baltimore and London.

Badrudin, I Nyoman Radiata dan Edi Mulyani Amin, 1999. Sebaran Spasial Biomassa
Ikan Pelagis di Selat Lombok. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol V No.1
BPPL Jakarta.

Badrudin dan Karyana, 1992. Indeks Kelimpahan Stok Sumberdaya Ikan Demersal di
Perairan Pantai Barat Kalimantan. BPPL Jakarta.

Bengen, D.G., 2000. Pedoman Pelatihan Pengelolaan Wilayah Terpadu. IPB Bogor.

BBPPI,1996. Alternatif Usaha Perikanan Ikan Jaring Pantai (Pukat Tarik/Arad bagi
Nelayan Skala Kecil). BPPI Semarang.

,2000. Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Ikan. BBPPI Semarang.

,2007. Katalog Alat Penangkapan Ikan Indonesia. BBPPI Semarang.

Badan Pusat Statistik, 2006. Tegal Dalam Angka 2006. BPS Kota Tegal.

,(2000-2006). Kota Tegal Dalam Angka. BPS, Kota Tegal

Brandt.A.V., Fish Catching Methods of the World. Fishing News (Books) Ltd. London.

Clark, C.W, 1980. Toward a Predictive Model for the Economic Regulationn of
Commercial Fisheries. Canadian Journal of Fiheries an Aquatic Science, 37 :
1111 – 1129, Canada.

Clark, C.W., R.M. Gordon and T.C.Anthony.1985. Fisheries, Dynamic and Uncertainty :
Progres in Natural Resources Economics. Clerendon Press, Oxford.

Dahuri, R., J.Rais., Ginting, S.P. Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.

Departemen Pertanian, 1999. Keputusan Menteri Pertanian No.995/Kpts/Ik.210/9/99


Tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan
(JTB) di Wilayah Perikanan Indonesia. Jakarta.

Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, 2006. Potensi Sumberdaya Perikanan Kota
Tegal. Dinas Kelautan dan Pertanian, Kota Tegal.

107
,2007. Potensi Sumberdaya Perikanan Kota Tegal. Dinas Kelautan
dan Pertanian, Kota Tegal.

Efendi, 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Jakarta.

FAO, 1997. FAO Technical Guedelines for Responsible Fisheries No.4. Fisheries
Management, FAO. Rome.

Fauzi, A.2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

,2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Fauzi.A., dan S. Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gordon, H. 1954. The Economic Teory of A Common Property Resources : The Fishery.
Journal Political Economic, 62 :124-132.

Gulland, J.A., 1982. Manual of Methods for Fish Sock Assesment Part I. Fish Population
Analysis, FAO Rome.

Herlambang. 2001. Ekonomi Makro : Teori Analisis dan Kebijakan. Gramedia, Jakarta.

Hutabarat, S.,2000. Produktifitas Perairan dan Plankton. Universitas Diponegoro,


Semarang.

Kelurahan Muarareja, (2000-2006). Monografi Kelurahan Muarareja. Muarareja.

Lembaga Penelitian UNDIP, 2000. Studi Pemberdayaan Potensi dan Rasionalisasi


Pemanfaatan Sumeberdaya Laut di Propinsi Jawa Tengah. BAPPEDA Propinsi
Jawa Tengah, Semarang.

Laapo, A., 2004. Model Ekonomi sumberdaya Perikanan Tangkap Yang Berkelanjutan
Di Perairan Morowali. Sekolah Pasca sarjana, IPB Bogor.

Mahasin, M.Z. 2003. Kajian Stok dan Bioekonomi Lobster (Panulirus sp) Untuk
Menunjang Pemanfaatan Berkelanjutan Di Propinsi D.I Jogjakarta. Tesis.
Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.

Mulyani, S. 2004. Pengelolaaan Sumberdaya Ikan Teri Dengan Alat Tangkap Payang
Jabur Melalui Pendekatan Bioekonomi di Perairan Tegal. Tesis. Manajemen
Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.

108
Mulyadi, E., 2007. Analisis Sumbedaya Ikan Demersal di Perairan Perbatasan
Kalimantan Timur. Tesis. Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas
Diponegoro, Semarang.

Nikijuluw,V.P.H.,B.Edi.,B.Winarso dan C.Nurasa. 2000. Pemberdayaan Perikanan


Rakyat Berdasarkan Analisis Bio-Ekonomi Sumberdaya. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,
Bogor.

Sppare,P dan S.C. Venema., 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama
FAO dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Purnomo, H.,2002. Analisis Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
di Perairan Utara Jawa Tengah. Tesis. Manajemen Sumberdaya Pantai.
Universitas Diponegoro, Semarang.

Purwanto, 2003. Makalah Pengelolaan Sumberdaya Ikan. Disajikan Pada Workshop


Pengkajian Sumberdaya Ikan, Jakarta 25 Maret 2003.

, 2006. Bioekonomi Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, 2002. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Tengah. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Semarang.

,2005. Statistik Perikanan Tangkap 2004 Dinas Kelautan dan Perikanan


Jawa Tengah. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Semarang.

Seijo,J.C., O.Defeo and S.Salas. 1998. Fisheries Bioeconomic : Theory, Modelling and
Management. FAO Fisheries Tecnical Paper, Rome.

Sekaran. U. 2003. Metode Penelitian Untuk Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.

Subani dan Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. BPPL
Jakarta.

Sutono. DHS, 1989. Analisis Manajemen Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri dengan
Panjang Jabur di Perairan Pantai Jawa Tengah. Tesis. Manajemen Sumberdaya
Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.

Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir


Tropis. P.T. Gramedia, Jakarta.

Suseno, 2007. Presentasi Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan, di


Semarang, 31 Mei 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktur Jendral
Perikanan Tangkap, Direktur Sumberdaya ikan, Jakarta.

109
Susilowati, I. 1998. Economic of Regulatory Compliance in The Fisheries of Indonesia,
Malaysia and Philipines. Disertasi. UPM Malaysia.

,2006. Keselarasan Dalam Pemanfaatan Dan Pengelolaan Sumberdaya


Perikanan Bagi Manusia Dan Lingkungan. Disampaikan pada Upacara Peresmian
Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ekonomi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, Semarang. BP. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sumartini, S. 2003. Kajian Penggunaan Jaring Arad Terhadap Sumberdaya Ikan


Demersal Di Perairan Pantai Kota Tegal. Tesis. Manajemen Sumberdaya Pantai.
Universitas Diponegoro, Semarang.

Triarso, I. 2004. Final Report : Study On Total Allowable Catch Determination. PT.
Garda Mandiri Tunggal, Semarang.

Thanh.,N.V.2006. Thesis Bioeconomic Analysis of The Shrimp Trawl Fisheries in The


Tonkin Gulf, Vietnam. Departement of Economic The Norwegian College of
Fisheries Science University of Tromso, Norway.

Setia Tunggal H., 2006. Undang-undang Perikanan No. 31 Tahun 2004. Harvarindo,
Jakarta.

Sinar Grafika. Undang-Undang Pemerintah Daerah Tahun 2004 (UU RI No. 34 Th


2004). Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.

Jasman, T.,2004. Perikanan Bundes (Danish Seine) dan Dampaknya Terhadap


Kelsetarian Stok Ikan Di Perairan Kota Tegal. Tesis. Manajemen Sumberdaya
Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.

Widodo., J dan Suadi, 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Zen et al., 2002. Tecnical Eficiency of Drif net and Payang Seine (Lampara) Fisheries in
West Sumatera, Indonesia. Jornal of Asian Fisheries Sicence. Vol 15. p.97-106.

110
Lampiran 1. Peta Administrasi Kota Tegal dan Lokasi Penelitian

111
Lampiran 2. Analisis Regresi Model Schaefer

Regression

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Ea . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: CPUE

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .616a .379 .317 .43757
a. Predictors: (Constant), E

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.168 1 1.168 6.100 .033a
Residual 1.915 10 .191
Total 3.083 11
a. Predictors: (Constant), E
b. Dependent Variable: CPUE

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .819 .206 3.973 .003
E -1.7E-005 .000 -.616 -2.470 .033
a. Dependent Variable: CPUE

112
Lampiran 3. Data Effort dan CPUE untuk Analisis Regresi Model Schaefer

Effort (trip) CPUE (Ton/Trip)


18958.70 0.23
5881.91 0.73
33530.18 0.19
8484.74 0.29
5576.41 0.52
3278.96 1.92
8619.55 0.68
63280.50 0.07
43453.45 0.06
36861.49 0.11
35857.68 0.11
17339.61 0.09

113
Lampiran 4 . Analisis Regresi Model Fox

Regression

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Ea . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: LnCPUE

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .834a .695 .665 .63275
a. Predictors: (Constant), E

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.129 1 9.129 22.801 .001a
Residual 4.004 10 .400
Total 13.133 11
a. Predictors: (Constant), E
b. Dependent Variable: LnCPUE

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -.326 .298 -1.093 .300
E -4.8E-005 .000 -.834 -4.775 .001
a. Dependent Variable: LnCPUE

114
Lampiran 5. Data Effort dan ln CPUE untuk Analisis Regresi Model Fox

Effort (trip) ln CPUE


18958.70 -1.45
5881.91 -0.32
33530.18 -1.65
8484.74 -1.23
5576.41 -0.66
3278.96 0.65
8619.55 -0.38
63280.50 -2.71
43453.45 -2.84
36861.49 -2.23
35857.68 -2.23
17339.61 -2.36

115
Lampiran 6. Estimasi MEY Model Fox dengan Simulasi

Rumus:
C = E. Exp(γ0+γ1.E)
TR = C.p
TC = E.c
Profit = TR-TC

γ0 -0.325961089
γ1 -0.000048
p 499,441.98
c 6,890,240.80
Simulasi Estimasi MEY
Effort (Trip) Catch (Ton) Total Revenue (Rp) Total Cost (Rp) Profit (Rp) Keterangan
1 1 4,973,366 499,442 4,473,924
1,000 688 4,740,401,531 499,441,975 4,240,959,556
5,000 2,839 19,559,622,210 2,497,209,876 17,062,412,334
10,000 4,466 30,768,733,349 4,994,419,752 25,774,313,597
15,000 5,268 36,301,121,070 7,491,629,628 28,809,491,442
16,000 5,356 36,905,627,418 7,991,071,604 28,914,555,814
16,250 5,375 37,034,964,583 8,115,932,097 28,919,032,486
16,251 5,375 37,035,465,057 8,116,431,539 28,919,033,518
16,252 5,375 37,035,965,398 8,116,930,981 28,919,034,416
16,253 5,375 37,036,465,605 8,117,430,423 28,919,035,182
16,254 5,375 37,036,965,679 8,117,929,865 28,919,035,813
16,255 5,375 37,037,465,619 8,118,429,307 28,919,036,312
16,256 5,375 37,037,965,426 8,118,928,749 28,919,036,677
16,257 5,375 37,038,465,099 8,119,428,191 28,919,036,908
16,258 5,376 37,038,964,639 8,119,927,633 28,919,037,006 Puncak
16,259 5,376 37,039,464,046 8,120,427,075 28,919,036,971
16,260 5,376 37,039,963,319 8,120,926,517 28,919,036,802
16,261 5,376 37,040,462,459 8,121,425,959 28,919,036,500
16,262 5,376 37,040,961,466 8,121,925,401 28,919,036,065
16,263 5,376 37,041,460,339 8,122,424,843 28,919,035,496
16,264 5,376 37,041,959,079 8,122,924,285 28,919,034,794
16,265 5,376 37,042,457,686 8,123,423,727 28,919,033,959
16,266 5,376 37,042,956,159 8,123,923,169 28,919,032,990
16,267 5,376 37,043,454,499 8,124,422,611 28,919,031,888
16,268 5,376 37,043,952,705 8,124,922,053 28,919,030,652
16,269 5,376 37,044,450,779 8,125,421,495 28,919,029,284
16,270 5,376 37,044,948,719 8,125,920,937 28,919,027,782
16,500 5,393 37,155,958,623 8,240,792,591 28,915,166,032
17,000 5,424 37,373,637,057 8,490,513,579 28,883,123,479
20,000 5,525 38,069,566,733 9,988,839,504 28,080,727,229
25,000 5,432 37,428,903,757 12,486,049,381 24,942,854,376
30,000 5,127 35,327,061,440 14,983,259,257 20,343,802,183
35,000 4,705 32,417,047,956 17,480,469,133 14,936,578,823
40,000 4,229 29,139,666,074 19,977,679,009 9,161,987,065

116
Lampiran 7. Daftar Pertanyaan Penangkapan Ikan Demersal Di Perairan Kota
Tegal*
I. Identitas Responden
1. Nama : ..................................................................................
2. Umur : ..................................................................................
3. Status : ..................................................................................
4. Pendidikan : ..................................................................................
• Formal : SD/SLTP/SMU/S1
• Non Formal : Kursus Penangkapan/Magang/.................................
5. Pekerjaan Utama : ..................................................................................
6. Pekerjaan Sampingan : ..............................................................................
7. Alamat : Jln...............................................................................................
Desa............................................................................................
Kecamatan.................................................................................
Kabupaten/Kota.........................................................................
II. Keadaan Usaha Penangkapan
A. Biaya Tetap (fixed cost)
1. Biaya Investasi
a. Jenis alat tangkap yang digunakan
Harga Umur
Jenis Alat Total
No Jumlah Ukuran Satuan Ekonomis
Tangkap (Rp)
(Rp) (Tahun)
1
2
3
4

*)
Susilowati (1998) dengan modifikasi.

117
2. Biaya sarana dan Prasarana
Umur
Harga Total
No Jenis sarana Jumlah Ukuran Ekonomis
Satuan (Rp)
(Tahun)
1 Alat Tangkap
(Lengkap)
2 Kapal
3 Mesin
4 Dayung
5 Box (Peti Es)
6 Lainnya

B. Biaya Pemeliharaan
Biaya Pemeliharaan
No Jenis Alat Frekuensi Pemeliharaan
(Rp)
1 Alat Tangkap
2 Kapal
3 Mesin
4 Lainnya

C. Biaya Administrasi Per Tahun


No Jenis Biaya Jumlah Biaya Keterangan
(Rp)
1 Ijin usaha/SIUP
2 Ijin layar
3 Ijin tambat labuh
4 Pajak kapal
5 Retribusi
6 Biaya TPI
7 Lain-lain

118
D. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
1. Biaya Operasional Per Trip
Harga Total
No Jenis Biaya Jumlah
(Rp) (Rp)
1 BBM :
• Solar
• Bensin
• Minyak
Tanah
2 • Oli
3 Es Batu
4 Air bersih
5 Konsumsi
Lain-lain

• Upah tenaga kerja : Rp....................../trip


E. Usaha Penangkapan Ikan
1. Dalam setahun berapa bulan tidak melaut ...................................................
2. Sebutkan musim dalam melaut (lingkari)
a. Musim puncak : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
b. Musim biasa :1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
c. Musim paceklik :1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. Waktu Pengoperasian

Musim
No Uraian
Puncak Biasa Paceklik
1 Lama trip/hari
2 Jumlah trip :
a. Jumlah trip/bln
b. Jumlah trip/ musim
3 Total trip/tahun

119
F. Hasil Tangkapan
Jumlah Hasil
Harga Jual Nilai Total Jenis Alat
No Jenis ikan Tangkapan
(Rp) (Rp) Tangkap
(Kg)
1 Musim
Puncak :
a. ...............
b. ...............
c. ...............
d. ................
e. ...............
f. Lainnya
2 Musim
biasa :
a. ..............
b. ..............
c. ...............
d. ...............
f. Lainnya

3 Musim
Paceklik :
a. ................
b. ................
c. ................
d. ................
e. ................
f Lainnya

120
G.Indikator lainnya
1. Jenis ikan demersal yang tertangkap dalam operasi penangkapan................
a. .................................................................................................................
b. .................................................................................................................
c. .................................................................................................................
d. .................................................................................................................
2. Hasil tangkapan yang diperoleh apakah semakin
menurun.....................................................................................................................
...................................................................................................................................
.................................................................................................
3. Apakah hasil tangkapan per unit upaya yang dipeoleh
meningkat/menurun...................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
4. Apakah ada batas geografis dalam penangkapan
ikan.............................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
5. Bila ada, bagaimana batas-batas tersebut ditentukan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
6. Sebutukan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal ?
a. .................................................................................................................
b. .................................................................................................................
c. .................................................................................................................
d. .................................................................................................................
e. .................................................................................................................

121
7. Bagaimana kecenderungan dari tiap alat tangkap
meningkat/menurun...................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
8. Apa tipe kapal/perahu untuk menangkap ikan demersal................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
9. Bagaimana kecenderungan dari perkembangan teknologi alat tangkap ikan
demersal.....................................................................................................................
....................................................................................................................................
.................................................................................................
10. Apakah kegiatan penangkapan ikan demersal dilakukan secara
musiman.....................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................................................................
11. Apakah kegiatan penangkapan ikan demersal dilakukan pada lokasi
tertentu.......................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.....................................................................................
12. Apakah pekerjaan nelayan merupakan sumber pendapatan utama
keluarga?.........................................................................................................
........................................................................................................................
13. Sudah berapa lama anda menjadi nelayan?.......................................(Tahun)

122
Lampiran 8. Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Jaring Arad
1 Tahun 1 Trip
No Nama Penerimaan Biaya Keuntungan Penerimaan Biaya Keuntungan
1 Roni 21,154,298 15,933,864 5,220,434 120,195 90,533 29,662
2 Swardi 40,953,158 34,474,634 6,478,524 240,901 202,792 38,109
3 Tarli 55,785,721 40,172,405 15,613,316 1,239,683 892,720 346,963
4 Carmun 36,394,394 31,695,698 4,698,695 206,786 180,089 26,697
5 Daib 24,821,928 18,295,325 6,526,604 134,173 98,894 35,279
6 Carmad 25,197,007 19,298,944 5,898,064 158,472 121,377 37,095
7 Conglin 28,034,457 19,031,900 9,002,557 161,118 109,379 51,739
8 Walyan 59,166,183 45,473,986 13,692,198 1,286,221 988,565 297,656
9 Washadi 18,616,325 11,429,823 7,186,501 132,974 81,642 51,332
10 Casono 30,791,651 22,083,416 8,708,235 181,127 129,902 51,225
11 Subur 18,463,080 12,069,726 6,393,354 119,117 77,869 41,247
12 Tarli 2 34,922,469 26,904,241 8,018,228 201,864 155,516 46,348
13 Carmudi 29,956,684 21,083,967 8,872,717 184,918 130,148 54,770
14 Main 24,497,339 16,973,753 7,523,585 148,469 102,871 45,597
15 Radis 24,618,963 17,897,902 6,721,061 123,095 89,490 33,605
16 Carmun 2 60,941,275 53,985,405 6,955,870 1,354,251 1,199,676 154,575
17 Sopari 32,119,187 26,660,242 5,458,944 200,745 166,627 34,118
18 Toyib 30,491,386 20,966,008 9,525,378 167,535 115,198 52,337
19 Darkian 65,402,707 58,671,748 6,730,959 1,257,744 1,128,303 129,442
20 Wadri 26,767,592 17,325,194 9,442,397 184,604 119,484 65,120
21 Carimun 57,220,707 50,828,121 6,392,585 1,362,398 1,210,193 152,204
22 Cahyono 39,426,892 31,157,473 8,269,418 187,747 148,369 39,378
23 Wasrah 31,317,447 23,346,990 7,970,457 198,212 147,766 50,446
24 Sanuri 22,216,295 12,162,822 10,053,472 153,216 83,882 69,334
25 Subari 58,158,381 55,037,618 3,120,763 1,186,906 1,123,217 63,689
26 Wasno 68,436,972 59,495,776 8,941,197 1,555,386 1,352,177 203,209
27 Darsono 68,944,720 61,897,008 7,047,712 1,498,798 1,345,587 153,211
28 Tanoto 62,180,022 54,911,214 7,268,808 1,195,770 1,055,985 139,785
29 Rasimat 25,747,003 18,501,927 7,245,076 176,349 126,726 49,624
30 Tarwad.T 54,251,983 46,109,643 8,142,340 1,466,270 1,246,207 220,063
31 Kasnadi 52,590,508 46,946,799 5,643,709 1,282,695 1,145,044 137,651
32 Tobari 58,743,447 50,021,970 8,721,477 1,129,682 961,961 167,721
33 Yono 70,943,887 65,036,650 5,907,237 1,917,402 1,757,747 159,655
34 Sarwono 34,942,365 23,180,404 11,761,960 198,536 131,707 66,829
35 Dasmadi 38,234,366 31,848,798 6,385,568 194,083 161,669 32,414
36 Wagio 21,626,868 14,627,139 6,999,729 166,361 112,516 53,844
37 Wirjo 19,352,186 11,514,699 7,837,487 142,295 84,667 57,629
38 Dahir 14,594,835 10,104,178 4,490,657 132,680 91,856 40,824
39 Ralin 18,233,233 12,959,330 5,273,903 140,256 99,687 40,568
40 Sukim 16,741,790 10,904,087 5,837,703 176,229 114,780 61,450
41 Kolil 34,844,071 28,323,455 6,520,616 197,978 160,929 37,049
42 Woro 26,253,725 20,052,945 6,200,780 164,086 125,331 38,755
43 Warto 41,258,966 30,218,502 11,040,463 171,199 125,388 45,811
44 Taryono 55,765,676 51,305,637 4,460,039 1,360,138 1,251,357 108,781
45 Ahmad 18,490,018 13,721,367 4,768,651 101,594 75,392 26,201
46 Wastam 23,951,502 16,055,128 7,896,374 140,067 93,890 46,178
47 Taronah 40,091,725 28,590,918 11,500,807 186,473 132,981 53,492
48 Daryono 61,284,930 58,950,215 2,334,716 1,532,123 1,473,755 58,368
49 Waidi 30,744,650 18,305,140 12,439,511 156,860 93,394 63,467
50 Kasir 61,776,923 55,933,974 5,842,949 1,506,754 1,364,243 142,511

123
Lampiran Penerimaan, Biaya dan Keuntungan (Lanjutan)
1 Tahun 1 Trip
No Nama Penerimaan Biaya Keuntungan Penerimaan Biaya Keuntungan
51 Rasian 59,173,825 51,191,881 7,981,944 1,643,717 1,421,997 221,721
52 Saripin 77,198,850 71,344,232 5,854,618 1,575,487 1,456,005 119,482
53 Suratno 77,734,741 71,871,376 5,863,366 1,494,899 1,382,142 112,757
54 Waita 62,128,596 58,133,525 3,995,072 1,380,635 1,291,856 88,779
55 Suratno 27,376,513 20,491,895 6,884,617 139,676 104,550 35,126
56 Rasid 25,280,531 17,600,749 7,679,782 126,403 88,004 38,399
57 Damun 22,069,223 14,423,210 7,646,013 112,598 73,588 39,010
58 Wanli 33,903,492 30,264,771 3,638,721 1,210,839 1,080,885 129,954
59 Sugianto 63,341,559 56,694,747 6,646,813 1,292,685 1,157,036 135,649
60 Wasjud 59,272,840 53,435,019 5,837,822 1,317,174 1,187,445 129,729
61 Darjan 33,298,992 23,606,636 9,692,355 166,495 118,033 48,462
62 Sopan 43,132,571 37,668,644 5,463,927 229,429 200,365 29,063
63 Warman 40,620,921 33,782,961 6,837,960 225,672 187,683 37,989
64 Wajud 60,344,226 54,163,327 6,180,899 1,160,466 1,041,602 118,863
65 Warja 59,311,337 54,876,507 4,434,830 1,210,435 1,119,929 90,507
66 Jono 77,465,564 70,999,967 6,465,597 1,489,722 1,365,384 124,338
67 Casmuri 54,733,128 53,465,161 1,267,968 1,216,292 1,188,115 28,177
68 Carmo 74,728,699 68,814,528 5,914,171 1,437,090 1,323,356 113,734
69 Tarman 43,821,474 37,091,811 6,729,663 225,884 191,195 34,689
70 Waidi 57,946,179 51,164,635 6,781,543 1,182,575 1,044,176 138,399
71 Wastari 63,677,227 59,202,317 4,474,910 1,224,562 1,138,506 86,056
72 Carto 82,130,971 77,930,596 4,200,376 1,785,456 1,694,143 91,313
73 Sardi 34,318,983 25,743,236 8,575,747 192,803 144,625 48,178
74 Raidi 34,857,529 30,058,059 4,799,470 316,887 273,255 43,632
75 Ruba 29,438,923 18,222,901 11,216,022 150,199 92,974 57,225
76 Triswanto 34,045,694 28,361,737 5,683,957 143,653 119,670 23,983
77 Cardian 26,369,566 17,664,420 8,705,145 183,122 122,670 60,452
78 Casono 2 78,631,917 74,764,624 3,867,293 1,604,733 1,525,809 78,924
79 Sahiri 37,919,088 21,631,239 16,287,849 191,511 109,249 82,262
80 Sadikin 32,383,330 20,810,667 11,572,663 175,045 112,490 62,555
81 Sunaryo 40,617,500 34,233,192 6,384,308 179,723 151,474 28,249
82 Sakrodin 35,216,868 28,184,006 7,032,862 201,239 161,051 40,188
83 Tarjo B.Tasir 24,034,641 15,188,039 8,846,601 144,787 91,494 53,293
84 Darmanto 33,937,197 25,708,383 8,228,815 223,271 169,134 54,137
85 Tarko 33,689,550 25,581,953 8,107,597 207,960 157,913 50,047
86 Suparna 28,452,671 22,419,747 6,032,924 172,440 135,877 36,563
87 Sutarno 29,292,560 18,923,443 10,369,117 183,079 118,272 64,807
88 Tarno 32,520,767 21,025,890 11,494,877 213,952 138,328 75,624
89 Caya 33,986,742 26,557,102 7,429,639 182,724 142,780 39,944
90 Wahadi 32,131,349 23,113,940 9,017,409 163,935 117,928 46,007
91 Ranoto 32,743,424 28,280,969 4,462,454 192,608 166,359 26,250
92 Ranyan 33,694,503 22,665,968 11,028,535 173,683 116,835 56,848
93 Rasjan 28,734,699 22,283,541 6,451,158 140,169 108,700 31,469
94 Duman 32,837,419 18,084,056 14,753,363 167,538 92,266 75,272
95 Darsono 2 32,637,360 24,117,787 8,519,572 176,418 130,366 46,052
96 Ranot 24,066,345 11,861,657 12,204,688 171,902 84,726 87,176
97 Daryono 2 46,978,641 24,117,776 22,860,865 958,748 492,200 466,548
98 Waryo 30,621,698 21,668,901 8,952,797 160,323 113,450 46,873
99 Carimun 2 56,293,902 49,811,484 6,482,418 1,373,022 1,214,914 158,108
100 Tarjuki 30,897,398 20,160,289 10,737,110 159,265 103,919 55,346
Jumlah 4,097,503,618.68 3,331,941,612.68 765,562,006.01 58,135,465.92 49,944,197.52 8,191,268
Rata-Rata 40,975,036.19 33,319,416.13 7,655,620.06 581,354.66 499,441.98 81,913

124
Lampiran 9. Biaya Penangkapan Per Trip Jaring Arad
No Nama Penyusutan Perijinan Operasional Retribusi Perawatan Total
1 Roni 20,644 284 59,600 3,606 6,399 90,533
2 Swardi 32,353 294 155,200 7,227 7,718 202,792
3 Tarli 176,852 1,111 636,000 37,190 41,567 892,720
4 Carmun 24,811 284 139,700 6,204 9,091 180,089
5 Daib 23,604 270 64,700 4,025 6,295 98,894
6 Carmad 25,367 314 83,800 4,754 7,142 121,377
7 Conglin 29,693 287 64,800 4,834 9,764 109,379
8 Walyan 150,000 1,087 758,000 38,587 40,891 988,565
9 Washadi 24,881 357 45,800 3,989 6,614 81,642
10 Casono 30,392 294 83,800 5,434 9,982 129,902
11 Subur 21,505 323 45,800 3,573 6,668 77,869
12 Tarli 2 28,131 289 111,800 6,056 9,240 155,516
13 Carmudi 28,807 309 83,800 5,548 11,685 130,148
14 Main 22,020 303 69,800 4,454 6,294 102,871
15 Radis 18,167 250 61,600 3,693 5,780 89,490
16 Carmun 2 112,593 1,111 1,000,000 40,628 45,344 1,199,676
17 Sopari 29,167 313 121,800 6,022 9,325 166,627
18 Toyib 26,740 275 73,800 5,026 9,357 115,198
19 Darkian 168,590 962 855,000 37,732 66,019 1,128,303
20 Wadri 32,184 345 69,800 5,538 11,617 119,484
21 Carimun 172,619 1,190 904,000 40,872 91,512 1,210,193
22 Cahyono 23,175 238 111,800 5,632 7,524 148,369
23 Wasrah 32,700 316 97,800 5,946 11,003 147,766
24 Sanuri 26,437 345 45,800 4,596 6,703 83,882
25 Subari 113,605 1,020 925,000 35,607 47,984 1,123,217
26 Wasno 218,561 1,136 1,001,000 46,662 84,818 1,352,177
27 Darsono 167,754 1,087 1,078,000 44,964 53,783 1,345,587
28 Tanoto 156,410 962 816,000 35,873 46,740 1,055,985
29 Rasimat 33,881 342 77,600 5,290 9,611 126,726
30 Tarwad.T 244,820 1,351 841,000 43,988 115,047 1,246,207
31 Kasnadi 139,837 1,220 923,000 38,481 42,506 1,145,044
32 Tobari 112,821 962 771,000 33,890 43,288 961,961
33 Yono 287,387 1,351 1,311,000 57,522 100,486 1,757,747
34 Sarwono 30,871 284 83,800 5,956 10,795 131,707
35 Dasmadi 23,587 254 121,800 5,822 10,206 161,669
36 Wagio 29,487 385 69,800 4,991 7,854 112,516
37 Wirjo 28,186 368 44,800 4,269 7,044 84,667
38 Dahir 34,848 455 45,800 3,980 6,773 91,856
39 Ralin 29,487 385 59,800 4,208 5,808 99,687
40 Sukim 40,351 526 59,800 5,287 8,816 114,780
41 Kolil 31,818 284 110,800 5,939 12,087 160,929
42 Woro 25,917 313 89,200 4,923 4,979 125,331
43 Warto 21,272 207 89,400 5,136 9,372 125,388
44 Taryono 170,569 1,220 978,000 40,804 60,764 1,251,357
45 Ahmad 18,315 275 46,500 3,048 7,255 75,392
46 Wastam 21,131 292 59,417 4,202 8,848 93,890
47 Taronah 25,426 233 92,600 5,594 9,128 132,981
48 Daryono 141,667 1,250 1,236,000 45,964 48,875 1,473,755
49 Waidi 18,776 255 62,200 4,706 7,457 93,394
50 Kasir 215,041 1,220 984,000 45,203 118,780 1,364,243

125
Lampiran Biaya Penangkapan Per Trip (Lanjutan)
No Nama Penyusutan Perijinan Operasional Retribusi Perawatan Total
51 Rasian 262,963 1,389 1,036,000 49,312 72,333 1,421,997
52 Saripin 177,891 1,020 1,151,400 47,265 78,429 1,456,005
53 Suratno 162,179 962 1,102,000 44,847 72,154 1,382,142
54 Waita 164,815 1,111 1,009,000 41,419 75,511 1,291,856
55 Suratno 21,429 255 73,800 4,190 4,877 104,550
56 Rasid 19,167 250 59,800 3,792 4,995 88,004
57 Damun 18,537 255 44,800 3,378 6,617 73,588
58 Wanli 180,952 1,786 779,000 36,325 82,821 1,080,885
59 Sugianto 169,388 1,020 911,000 38,781 36,847 1,157,036
60 Wasjud 167,407 1,111 936,000 39,515 43,411 1,187,445
61 Darjan 24,833 250 73,800 4,995 14,155 118,033
62 Sopan 26,418 266 150,000 6,883 16,798 200,365
63 Warman 27,407 278 142,000 6,770 11,228 187,683
64 Wajud 126,923 962 850,000 34,814 28,904 1,041,602
65 Warja 127,891 1,020 908,000 36,313 46,704 1,119,929
66 Jono 175,000 962 1,093,000 44,692 51,731 1,365,384
67 Casmuri 163,704 1,111 936,000 36,489 50,811 1,188,115
68 Carmo 183,974 962 1,027,000 43,113 68,308 1,323,356
69 Tarman 31,787 258 141,750 6,777 10,624 191,195
70 Waidi 167,347 1,020 799,750 35,477 40,582 1,044,176
71 Wastari 163,462 962 901,000 36,737 36,346 1,138,506
72 Carto 427,536 1,087 1,133,000 53,564 78,957 1,694,143
73 Sardi 27,903 281 98,000 5,784 12,657 144,625
74 Raidi 55,394 455 183,000 9,507 24,900 273,255
75 Ruba 18,435 255 61,400 4,506 8,378 92,974
76 Triswanto 18,762 211 87,600 4,310 8,787 119,670
77 Cardian 33,843 347 72,500 5,494 10,486 122,670
78 Casono 2 103,401 1,020 1,338,000 48,142 35,245 1,525,809
79 Sahiri 25,791 253 71,000 5,745 6,460 109,249
80 Sadikin 25,009 270 74,000 5,251 7,959 112,490
81 Sunaryo 24,071 221 108,000 5,392 13,791 151,474
82 Sakrodin 30,476 286 116,667 6,037 7,586 161,051
83 Tarjo B.Tasir 25,783 301 54,333 4,344 6,733 91,494
84 Darmanto 39,912 329 93,800 6,698 28,395 169,134
85 Tarko 31,893 309 92,800 6,239 26,673 157,913
86 Suparna 35,556 303 83,800 5,173 11,045 135,877
87 Sutarno 27,542 313 75,800 5,492 9,125 118,272
88 Tarno 33,860 329 83,800 6,419 13,921 138,328
89 Caya 22,581 269 106,667 5,482 7,782 142,780
90 Wahadi 24,660 255 80,167 4,918 7,929 117,928
91 Ranoto 31,843 294 113,167 5,778 15,276 166,359
92 Ranyan 29,536 258 67,767 5,210 14,064 116,835
93 Rasjan 20,976 244 75,600 4,205 7,676 108,700
94 Duman 20,986 255 59,600 5,026 6,398 92,266
95 Darsono 2 27,009 270 87,600 5,293 10,195 130,366
96 Ranot 25,690 357 45,500 5,157 8,021 84,726
97 Daryono 2 106,667 1,020 308,750 28,762 47,000 492,200
98 Waryo 26,946 262 73,750 4,810 7,682 113,450
99 Carimun 2 218,699 1,220 905,000 41,191 48,805 1,214,914
100 Tarjuki 22,405 258 64,750 4,778 11,728 103,919
Jumlah 7,789,897 57,526 37,662,233 1,744,064 2,690,477 49,944,198
Rata-rata 77,899 575 376,622 17,441 26,905 499,442

126
Lampiran 10. Hasil Tangkapan Jaring Arad
Hasil Tangkapan (Kg) per Tahun
No Nama Petek Beloso Kuniran Tiga Waja Sotong Cumi U Krosok U Jerbung Rajungan Kurisi Total
1 Roni 315 - - 270 390 395 416 278 278 0 2,341
2 Swardi 315 - - 405 775 715 395 794 715 0 4,114
3 Tarli 4,908 5,550 1,000 380 775 715 556 100 380 1,600 15,964
4 Carmun 315 - 0 342 570 762 630 429 768 0 3,816
5 Daib 450 0 0 395 470 550 380 285 400 0 2,930
6 Carmad 275 0 0 252 392 664 500 208 420 0 2,711
7 Conglin 306 0 0 288 732 420 600 348 318 0 3,012
8 Walyan 7,350 800 2,400 500 300 840 888 348 348 3,300 17,074
9 Washadi 274 - - 356 356 436 350 128 350 0 2,250
10 Casono 263 0 0 255 710 705 785 240 240 0 3,198
11 Subur 273 0 0 160 358 438 365 183 240 0 2,016
12 Tarli 2 361 0 0 240 480 800 875 270 630 0 3,656
13 Carmudi 315 0 0 160 640 560 720 160 720 0 3,275
14 Main 278 0 0 240 565 405 514 211 523 0 2,735
15 Radis 540 0 0 176 704 500 500 100 500 0 3,020
16 Carmun 2 8,940 2,910 3,390 780 1,040 760 360 120 400 3,480 22,180
17 Sopari 720 0 0 400 560 720 560 360 480 0 3,800
18 Toyib 740 0 0 410 502 740 712 276 260 0 3,640
19 Darkian 10,280 2,836 3,048 900 880 960 320 260 340 3,600 23,424
20 Wadri 370 - 0 290 580 510 530 275 435 0 2,990
21 Carimun 8,340 3,240 3,720 480 564 780 220 224 396 3,560 21,524
22 Cahyono 835 - 0 450 654 1,158 570 366 579 0 4,612
23 Wasrah 788 - 0 457 638 869 638 110 495 0 3,995
24 Sanuri 645 - 0 309 445 332 590 109 500 0 2,930
25 Subari 9,810 3,780 2,980 1,690 340 440 420 140 300 4,380 24,280
26 Wasno 11,340 2,340 4,320 568 453 388 597 207 400 6,540 27,153
27 Darsono 12,120 1,860 3,636 606 566 918 518 91 415 5,420 26,150
28 Tanoto 8,760 1,424 1,048 172 900 1,496 300 260 500 3,000 17,860
29 Rasimat 399 - - 404 419 530 484 293 429 - 2,958
30 Tarwad.T 9,000 2,400 2,490 596 452 738 348 346 361 2,520 19,250
31 Kasnadi 8,430 1,467 3,870 396 393 867 399 169 441 2,310 18,741
32 Tobari 8,760 2,760 3,360 576 488 636 452 348 380 3,360 21,120
33 Yono 9,690 2,430 4,110 711 798 976 505 390 638 3,276 23,524
34 Sarwono 571 - - 228 470 940 720 321 518 0 3,767
35 Dasmadi 509 - - 238 491 1,028 781 377 565 0 3,990
36 Wagio 370 - - 195 420 500 510 180 240 0 2,415
37 Wirjo 265 - - 180 290 340 532 191 290 0 2,089
38 Dahir 290 - - 155 230 260 350 130 290 0 1,705
39 Ralin 260 - - 370 265 370 365 185 340 0 2,155
40 Sukim 251 - - 187 275 370 374 208 134 0 1,799
41 Kolil 481 - - 558 555 790 721 356 481 0 3,944
42 Woro 560 - - 376 448 560 472 272 464 0 3,152
43 Warto 930 - - 709 764 976 792 256 792 0 5,219
44 Taryono 13,200 1,668 3,786 410 364 496 536 117 490 2,310 23,377
45 Ahmad 238 - - 357 366 321 312 238 312 0 2,144
46 Wastam 540 - - 459 555 318 326 230 726 0 3,153
47 Taronah 505 - - 367 711 817 711 496 696 0 4,301
48 Daryono 8,910 2,391 3,450 458 569 759 419 334 408 3,810 21,508
49 Waidi 444 - - 420 414 630 510 306 828 - 3,552
50 Kasir 10,470 2,118 4,110 481 425 770 280 495 460 2,724 22,333

127
Lampiran Hasil Tangkapan (Lanjutan)
Hasil Tangkapan (Kg) per Tahun
No Nama Petek Beloso Kuniran Tiga Waja Sotong Cumi U Krosok U Jerbung Rajungan Kurisi Total
51 Rasian 7,470 1,656 4,410 648 441 915 516 375 300 2,727 19,458
52 Saripin 18,900 3,270 4,740 638 649 789 547 387 400 2,007 32,327
53 Suratno 14,880 3,180 3,060 604 549 1,209 265 463 360 4,560 29,130
54 Waita 11,730 3,000 2,640 432 537 789 421 418 300 2,676 22,942
55 Suratno 460 - - 308 484 580 464 318 484 0 3,098
56 Rasid 454 - - 232 484 580 464 212 484 0 2,910
57 Damun 484 - - 348 196 484 444 222 484 0 2,662
58 Wanli 5,580 1,080 1,560 302 260 308 272 268 278 1,860 11,768
59 Sugianto 9,810 3,027 3,780 467 489 689 425 447 440 3,270 22,845
60 Wasjud 9,930 2,667 2,790 710 407 507 426 398 704 2,910 21,449
61 Darjan 418 - - 530 468 592 560 622 336 0 3,526
62 Sopan 385 - - 507 669 841 820 712 410 0 4,344
63 Warman 439 - - 525 600 776 688 736 392 0 4,156
64 Wajud 11,280 3,360 3,720 720 532 492 480 200 260 3,720 24,764
65 Warja 8,490 3,090 3,780 752 607 609 440 320 420 3,027 21,535
66 Jono 10,320 2,580 3,780 466 546 1,800 346 384 345 4,368 24,934
67 Casmuri 10,560 2,375 2,820 425 461 466 453 379 251 2,667 20,857
68 Carmo 15,120 3,072 2,472 750 520 560 680 500 340 4,560 28,574
69 Tarman 440 - - 512 761 859 745 633 656 0 4,606
70 Waidi 7,980 1,872 3,180 306 600 620 152 440 480 4,380 20,010
71 Wastari 8,160 2,160 4,368 466 464 484 520 540 360 4,440 21,961
72 Carto 13,140 2,780 3,078 1,303 904 906 642 698 560 3,180 27,191
73 Sardi 316 - - 412 720 816 419 323 812 - 3,817
74 Raidi 338 - - 500 776 872 424 414 496 0 3,820
75 Ruba 550 - - 550 646 752 424 222 510 0 3,654
76 Triswanto 432 - - 464 608 707 348 540 636 0 3,735
77 Cardian 483 - - 330 414 557 286 480 355 0 2,905
78 Casono 2 11,610 3,663 3,180 436 783 963 644 616 474 3,780 26,149
79 Sahiri 434 - - 438 570 858 639 534 516 0 3,989
80 Sadikin 374 - - 258 472 990 543 294 472 0 3,403
81 Sunaryo 424 - - 328 676 772 752 520 772 0 4,244
82 Sakrodin 352 - - 280 678 766 518 358 846 0 3,798
83 Tarjo B.Tasir 440 - - 213 440 632 330 234 454 0 2,743
84 Darmanto 368 - - 436 820 820 760 184 442 0 3,830
85 Tarko 341 - - 437 780 940 550 202 550 0 3,800
86 Suparna 376 - - 467 627 707 515 202 435 0 3,330
87 Sutarno 369 - - 196 708 558 558 316 442 0 3,149
88 Tarno 380 - - 297 699 787 556 325 462 0 3,507
89 Caya 411 - - 228 666 852 612 324 516 0 3,609
90 Wahadi 424 - - 222 584 676 636 348 540 0 3,430
91 Ranoto 387 - - 285 744 920 410 322 475 0 3,543
92 Ranyan 408 - - 224 649 745 841 265 448 0 3,580
93 Rasjan 445 - - 275 560 660 445 345 438 0 3,168
94 Duman 414 - - 222 580 676 676 388 484 0 3,440
95 Darsono 2 395 - - 202 698 783 526 354 491 0 3,448
96 Ranot 344 - 208 540 620 356 196 440 0 2,704
97 Daryono 2 4,980 1,980 2,825 445 529 609 467 207 418 2,580 15,040
98 Waryo 366 - - 312 648 740 464 262 624 0 3,417
99 Carimun 2 5,070 2,820 3,420 568 592 792 437 297 467 3,420 17,883
100 Tarjuki 339 - - 217 610 714 506 271 687 0 3,344
Jumlah 363,295 87,606 110,321 42,163 55,947 70,105 51,120 32,132 46,357 115,322 974,367
Rata-Rata 3,632.95 876.06 1,103.21 421.63 559.47 701.05 511.20 321.32 463.57 1,153.22 9,743.67

128
Lampiran 11. Harga Ikan Rata-Rata Tahunan

No Ikan Harga (Rp)


1 Petek 1,378
2 Beloso 2,807
3 Kuniran 1,696
4 Tiga Waja 2,365
5 Sotong 8,038
6 Cumi-Cumi 12,000
7 Udang Krosok 12,000
8 Udang Jerbung 18,000
9 Rajungan 8,000
10 Kurisi 2,832

129
Lampiran 12. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal
di Kota Tegal Tahun 1995-2006 (Model Schaefer)

Pemanfaatan
Tahun Produksi TAC (%)
1995 4430,30 7811,34 56,71
1996 4275,40 7811,34 54,73
1997 6451,20 7811,34 82,58
1998 2468,90 7811,34 31,60
1999 2890.28 7811,34 37,00
2000 6304.98 7811,34 80,71
2001 5898,30 7811,34 75,50
2002 4218,70 7811,34 54,00
2003 2542,60 7811,34 32,55
2004 3953 7811,34 50,60
2005 3842,30 7811,34 49,18
2006 1635,60 7811,34 20,93

130
Lampiran 13. Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal
di Kota Tegal Tahun 1995-2006 (Model Fox)

Pemanfaatan
Tahun Produksi TAC (%)
1995 4430,30 4302,88 102,96
1996 4275,40 4302,88 99,36
1997 6451,20 4302,88 149,92
1998 2468,90 4302,88 57,37
1999 2890.28 4302,88 67,17
2000 6304.98 4302,88 146,52
2001 5898,30 4302,88 137,07
2002 4218,70 4302,88 98,04
2003 2542,60 4302,88 59.09
2004 3953 4302,88 91,86
2005 3842,30 4302,88 89,29
2006 1635,60 4302,88 38,01

131
Lampiran 14. Jadual Penelitian

Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus


No KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pustaka √ √

2 Pembuatan Proposal √ √ √

3 Kolokium √
4 Revisi Proposal √ √ √
5 Survey Lapangan √ √ √
6 Penelitian √ √ √ √ √ √ √ √
7 Kompilasi Data √
8 Analisa Data √ √
9 Penyusunan Tesis √ √
10 Seminar √

11 Perbaikan Tesis √ √
12 Ujian √
13 Penggandaan √

132
Lampiran 15. Konstruksi Jaring Arad

Sumber : BBPPI Semarang, 2007

133
Lampiran 16. Konstruksi Jaring Cantrang

Sumber : BBPPI Semarang, 2007

134
Lampiran 17. Konstruksi Jaring Trammel Net

Sumber : BBPPI Semarang, 2007 .

135
LAMPIRAN 18

FOTO-FOTO PENELITIAN

136
Kondisi mangrove di wilayah pesisir Kelurahan Muarareja dan Tegalsari yang
rusak akibat dikonversi menjadi tambak bandeng

137
Abrasi di pantai Muarareja dan Tegalsari akibat konversi hutan mangrove menjadi
tambak bandeng.

138
TPI Muarareja

Lokasi pelelangan ikan demersal di Kota Tegal yaitu TPI Tegalsari Dan TPI
Muarareja

139
Kegiatan pelelangan ikan demersal di TPI Tegalsari

140
Armada perahu arad sedang berlabuh di Sungai Sibelis Kelurahan Muarareja dan
perahu cantrang di Pelabuhan Tegalsari Kelurahan Tegalsari

141
Beberapa Jenis ikan demersal yang tertangkap jaring arad yaitu Ikan Petek
(Leiognathus equulus) dan Tiga Waja (Johnius Sp)

142
Jenis Ikan Bawal Putih (Stromateus cineus) dan Kakap Merah ( Lutjanus
argemntimaculatus)

143
Jenis Ikan Kurisi (Nemipterus isolanthus)) dan Beloso (Acentrogobius sp)

144
Jenis Ikan Kuniran (Lutjanus vitta) dan Ikan Layur (Trichuridae sp)

145
Jenis Cumi-cumi (Loligo spp) dan Sotong (Sepia spp)

146
147
148
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Welhelmus Nabunome


Nim : K4A005007
Tempat, tanggal lahir : Tuafanu (TTS), 13 Juni 1975
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Jln. Ahmad Yani No.31 SoE – NTT
Orang Tua : - Bapak : Eduard Nabunome
: - Ibu : Dorkas Babys
Riwayat Pendidikan :
1. SD : SD Inpres Kiufatu Kab. TTS, lulus tahun 1988
2. SMP : SMP Negeri 1 Fatuleu Kab. Kupang, lulus tahun 1991
3. SPP : SPP-SUPM ”Blambangan” Banyuwangi lulus tahun 1994
4. Perguruan Tinggi :
- Sarjana Muda Perikanan (DIII) pada STIP Malang lulus tahun
1997
- Sarjana (S1) Jurusan Perikanan, Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Universitas Diponegoro Semarang
(Undip) lulus tahun 1999.
Pada bulan Agustus 2005, penulis melanjutkan Pendidikan Strata-2 di Program
Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang dengan
Konsentrasi (Minat) Manajemen Tata Ruang Pesisir dan Laut. Penulis melakukan
penelitian untuk menulis tesis dengan judul Model Analisis Bioekonomi dan Pengelolaan
Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empiris Di Kota Tegal), Jawa Tengah.
Penulis bekerja sebagai staf Dinas Kelautan dan Perikanan dilingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sejak tahun 2000. Pada
tahun 2003 penulis menikah dengan Evy Maria Ati,S.Si dan dikarunia seorang putri
Natasya Angela Tiago Nabunome.

149
150

Anda mungkin juga menyukai