Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Selama beberapa dekade terakhir, spiritualitas menjadi tema utama diskusi

dikalangan publik maupun profesional. Pada fajar abad baru, spiritualitas

diliput secara luas oleh media dan didiskusikan oleh banyak kalangan, baik

pekerja, politisi, dan pendidik (Messikomer De Creamer, 2002 dalam Young

dan Koopsen, 2005). Spiritualitas juga menarik perhatian para profesional

penyelenggara perawatan kesehatan, karena terbukti bahwa faktor spiritual

merupakan unsur penting dari kesehatan (Dossey, 2001 dalam Young dan

Koopsen, 2005).

Pasien dengan penyakit stroke dapat beresiko depresi dan isolasi sosial.

Hal ini dapat membuat sulit bagi pasien untuk mengatasi penyakit nya dan

meningkatkan beban keluarga, sementara ituperwat berurusan dengan penyakit

fisiknya dan terkadang perawat juga sering kurang membantu untuk kebutuhan

mental dan spiritual pasienYang NC dan Yeh SH (2012). Andri & Susanto

(2008), menunjukkan bahwa sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi

sehingga dapat menyebabkan gangguan motivasi dan fungsi-fungsi kognitif

yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat kualitas hidup seseorangan pasca

serangan stroke. Tingkat kualitas hidup pasien dapat menentukan seberapa

besar mereka menerima kondisi dengan keterbatasan fisik dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Kualitas hidup tersebut dapat mencerminkan tingkat

Universitas Sumatera Utara


2

spiritual seseorang karena semakin tinggi kualitas hidup seseorang semakin

tinggi pula tingkat spiritualnya. Orang yang memiliki tingkat kualitas hidup

yang tinggi cendurung mampu untuk merawat dirinya sendiri, berhubungan

dengan orang lain dan lingkungan serta mampu memaknai tujuan hidup agar

dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi .

Distres spiritual dapat berkembang apabila seseorang merasa sendiri dan

terisolasi dari orang lain sehingga timbul pertanyaan tentang nilai spiritual

mereka, tujuan hidup dan sumber makna hidup (Potter & Perry, 2005). Distres

spiritual yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat spiritual seseorang yang

berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat spiritual

seseorang, antara lain faktor perkembangan, faktor budaya, faktor agama,

faktor keluarga, faktor pengalaman hidup, faktor kritis dan perubahan, dan

faktor isu moral terkait terapi (Hawari, 2002).

Faktor spiritualitasmerupakan unsur penting dari kesehatan dan

kesejahteraan. Para penyelenggara perawatan kesehatan semakin sadar untuk

memusatkan perhatian pada hubungan antara spiritualitas dan kesehatan

(Young dan Koopsen, 2005). Spiritualitas merupakan kesadaran dalam diri

seseorang dan rasa terhubung dengan sesuatu yang lebih tinggi, alami, atau

kepada beberapa tujuan yang lebih besar dari diri sendiri (Mauk dan Schmidt,

dalam Potter Perry, 2010). Spiritualitas menawarkan pengertian keterhubungan

secara intrapersonal, dan transpersonal (Milner-Williams, dalam Potter Perry,

2010).

Universitas Sumatera Utara


3

Spiritual meliputi energi yang integratif yang “didalamnya mengatasi

seluruh aspek manusia dan merupakan sarana untuk mengalami hidup”

(Goddard, 2000 dalam Young dan Koopsen, 2005). Bagi banyak orang,

spiritualitas bersifat experiental, bukan intelektual. Spiritualitas dapat di

wujudkan dalam pengalaman dengan alam atau binatang, atau dalam relasi

dengan sesama, diri sendiri, atau tuhun (Macrea, 2001 dalam Young dan

Koopsen, 2005). Ada tiga manfaat spiritualitas yang dapat di petik dari

penderita sakit, yaitu harapan, kekuatan, dan dukungan emosional. Dampaknya

adalah orang yang menghayati spiritualitas dapat mengalami rasa puas dalam

hidup walau mereka menghadapi penyakit (Skokan dan Bader 2000 dalam

Young & Koopsen, 2005).

Menurut Hawari (2006) rasa terhubung dengan Tuhan salah satunya dapat

dilihat dari komitmen beragama. Komitmen agama berperan penting dalam

pencegahan penyakit, mengurangi penderitaan saat sakit serta mempercepat

penyembuhan selain terapi medis yang diberikan (Hawari, 2006). Survei yang

dilakukan Time dan CNN & USA Weekend melaporkan bahwa : ”lebih dari

70% pasien berkeyakinan bahwa keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

berdoa dan berzikir dapat membantu proses penyembuhan penyakit. Kemudian

setelah dilakukan survey dari 70% pasien tadi mengenai apakah perlu dokter

memberikan terapi psikoreligius, doa dan zikir pada intervensi yang akan

dilakukan lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa sebaiknya dokter

memberikan terapi psikoreligius, doa dan zikir”. Dari survei ini terungkap

Universitas Sumatera Utara


4

bahwa sebenarnya pasien membutuhkan terapi keagamaan selain terapi dengan

obat-obatan dan tindakan medis lainnya (Hawari, 2006).

Selain pengobatan medis spiritualitas menjadi satu-satunya dukungan dan

sumber kekuatan individu dalam menghadapi penyakit (Hover, 2002 dalam

Young & Koopsen, 2005). Hal itu selaras dengan yang dikemukakn American

Psychologists Association (1992 dalam Hawari, 2002) bahwa spiritualitas

dapat meningkatkan koping individu ketika sakit dan mempercepat proses

penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Maka dari itu sangat penting

memenuhi kebutuhan spiritualitas pada pasien. Pemenuhan kebutuhan

spiritualitas dapat dilakukan oleh perawat dan keluarga. Berdasarkan penelitian

Kariasa (2009)di ruang ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan didapatkan bahwa masih ada sebagian perawat yang tidak

melaksanakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas dengan baik. Sebanyak 20

orang perawat dari 30 (66,7%) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan

spiritualitas pasien hanya berkaitan hubungan dengan Tuhan dan 17 orang

perawat dari 30 (56,7%) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas

lebih baik diserahkan kepada rohaniawan rumah sakit.

Kariasa (2009) juga mendapatkan data bahwa keluarga menyatakan

pemenuhan kebutuhan spiritualitas berkaitan hubungan dengan Tuhan dan

praktik keagamaan. Salah seorang keluarga menyatakan pemenuhan kebutuhan

spiritualitas yang paling sering dilakukan oleh keluarga ketika menjenguk

pasien ke ruangan dengan berdoa. Selain itu, sebagian besar keluarga tidak

Universitas Sumatera Utara


5

dapat melaksanakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas dengan baik karena

jam kunjungan keluarga terbatas.

Hidayat (2009) mengatakan keluarga memiliki peran yang cukup strategis

dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan

emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal

ini sependapat dengan Hamid (2000) dimana keluarga memiliki peran dalam

membentuk spiritual individu karena merupakan tahap awal dari

perkembangan spiritualitas. Dari keluarga individu akan mendapatkan

pengalaman, pandangan hidup tentang spiritual dan belajar tentang Tuhan, diri

sendiri, serta kehidupan yang dijalaninya. Keluarga memiliki peran yang

sangat vital karena keluarga merupakan tempat pendidikan pertama yang

didapatkan seorang anak. Keluarga juga memiliki ikatan emosional yang kuat

dalam kehidupan sehari-hari karena selalu berinteraksi dengan individu

tersebut.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik meneliti bagaimana dukungan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien stroke. Sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Gambaran Dukungan Keluarga

dalam Memenuhi Kebutuhan Pasien Stroke”.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimana gambaran dukungan keluarga dalam

memenuhi kebutuhan spiritual pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik

Medan.

Universitas Sumatera Utara


6

3. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitan ini adalah bagaimana gambaran

dukungan keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien stroke di

RSUP Haji Adam Malik Medan.

4. Tujuan penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dukungan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien stroke.

5. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

5.1 Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi penting dan

pedoman bagi para perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan agar

memperhatikan perawatan spiritualitas pada pasien dan melibatkan

keluarga pasin..

5.2 Pendidikan keperawatan

Menambah pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya pemenuhan

kebutuhan spiritual dan dukungan keluarga pada pasien stroke.

5.3 Penelitian selanjutnya

Sebagai rujukan dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang sejenis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai