KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan refreshing dengan judul “Tatalaksana Jalan Napas”. Refreshing ini
penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Stase
Anestesi di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya refreshing ini,
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Agus Jaya, Sp. An yang telah memberikan persetujuan dan bimbingannya. Semoga refreshing
ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penatalaksanaan jalan napas dibagi dalam dua kategori: basic dan advanced. Teknik
basic merupakan teknik non invasif dan tidak memerlukan alat. Termasuk diantaranya
maneuver kepala dan leher untuk mengoptimalkan ventilasi, abdominal thrusts, dan back
blows. Teknik advanced membutuhkan pelatihan medis khusus dan peralatan, seperti
pemasangan OPA dan NPA, intubasi tracheal, dan metode bedah (cricothyrotomy dan
tracheotomy).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saraf sensoris dari saluran napas atas berasal dari saraf kranial (gambar 3). Membran
mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh divisi ophthalmic (V1) saraf trigeminal
(saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh divisi maxila (V2) (saraf
sphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V)
3
untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum.
Saraf lingual (cabang dari saraf divisi mandibula [V3] saraf trigeminal) dan saraf
glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior
dan sepertiga bagian posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal
untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring,
tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan
napas dibawah epiglotis. Saraf laringeal superior yang merupakan cabang dari saraf vagus
dibagi menjadi saraf laringeus eksternal yang bersifat motoris dan saraf laringeus internal
yang bersifat sensoris untuk laring antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya
yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea.1
Fonasi merupakan kerja yang simultan dari beberapa otot laring. Kerusakan saraf
motoris yang mempersarafi laring, menyebabkan gangguan bicara.1
4
Pasokan darah untuk laring berasal dari cabang arteri tiroidea. Arteri krikoaritenoid
berasal dari arteri tiroidea superior itu sendiri, cabang pertama dari arteri carotid externa dan
menyilang pada membran cricotiroid bagian atas, yang memanjang dari kartilago krikoid ke
kartilago tiroid. Arteri tiroidea superior ditemukan sepanjang tepi lateral dari membran
krikotiroid. Ketika merencanakan krikotirotomi, anatomi dari arteri krikoid dan arteri tiroid
harus dipertimbangkan tetapi jarang berefek pada praktek klinis. Teknik paling baik adalah
untuk tetap pada garis tengah, antara kartilago krikoid dan tiroid.1
5
Tak terasa ada udara ekspirasi
Jika manuver tripel kurang berhasil maka dapat dipasang jalan napas mulut faring
lewat mulut (OPA , oropharyngeal airway).
a. NPA : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks
lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung
pipa diolesi dengan jelly.2 Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon,
airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa
diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-
faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa nasofaring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly
(gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara
memegang pangkal pipa nasofaring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan
6
perlahan sampai batas pangkal pipa. Pastikan jalan napas sudah bebas (lihat, dengar,
rasa).
7
3. Sungkup Muka
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan napas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran
sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan
pergerakan dada dan suara pernapasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi
jalan napas.1,2
8
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk
melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask
dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan
telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi sendi
atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak
yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan napas. Jari kelingking
ditempatkan dibawah sudut rahang dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang
paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.1,2
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang
adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk
memompa bag. Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari
face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit memasang face
mask rapat kemuka.1,2
9
4. Sungkup Laring
Sungkup Laring LMA (Laringeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk
sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang
pinggirnya dapat dikembang kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA
dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya
tetap paten.2
5. Pipa Trakea
10
Setelah laringoskop langsung dan insersi pipa orotrakheal, cuff (balon)
dikembangkan dan bantuan ventilasi mulai diberikan. Penempatan pipa yang benar
dilakukan dengan mendengar adanya suara napas yang sama di kedua sisi paru dan
tidak terdeteksinya borborigmi pada epigastrium, tetapi ini tidak selalu benar. Adanya
suara seperti berkumur pada epigastrium pada waktu inspirasi mengesankan suatu
intubasi esofageal dan memerlukan pemasangan ulang pipa. Adanya karbondioksida di
dalam udara ekshalasi merupakan indikasi bahwa airway telah diintubasi dengan baik,
tetapi bukan jaminan bahwa letak pipa tepat.6
Cara pemasangan:6
- Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
pasien muntah.
- Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut pasien dan menggeser lidah
kesebelah kiri
11
- Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.
- Amankan pipa dengan plester. Apabila pasien dipindahkan, letak pipa harus
dinilai ulang.
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk ke paru. Laringoskop ialah alat
yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaa kita dapat memasukan pipa
trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop.1,2
12
Kesulitan memasukan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang
dijumpai. Klasifikasi tampakan faring saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi 4 gradasi.1,2,3
Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang MRI.
Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade
tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak ada blade
yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan bentuk blade yang
beragam.2,4
Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringoskop baru yang telah dibuat, untuk
membantu dokter anestesi menjamin jalan napas pada pasien dengan jalan napas yang sulit-
Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.2
13
Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung dengan
ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan
lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak dokter anestesi percaya
bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki jalan napas sulit. Bagaimanapun
juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan jalan napas pasien, pengalaman
penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum digunakan pada saat penting
dan memergensi pada pasien dengan jalan napas sulit.2
Intubasi Trakea
Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea. Pamasangan TT
merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum. Intubasi bukan prosedur bebas
resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan anestesi umum memerlukan intubasi,
tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan napas. Secara umum, intubasi adalah
indikasi untuk pasien yang memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi
meliputi rongga perut atau kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya
digunakan untuk prosedur operasi pendek seperti pemeriksaan dibawah anestesi, perbaikan
hernia inguinal dan lain-lain.2,5
14
Tujuan intubasi trakea2
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran
pernapasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibular menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat (Mallapati 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
15
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Teknik Ekstubasi
Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan ketika pasien sedang teranestesi dalam atau
bangun. Pasien juga harus pulih sepenuhnya dari pengaruh obat pelemas otot pada saat
sebelum ekstubasi.2
Selain kapan TT dicabut, yakni ketika pasien teranestesi dalam atau sudah sadar,
faring pasien juga sebaiknya disuction terlebih dahulu sebelum ekstubasi untuk mengurangi
risiko aspirasi atau laringospasme.2
Komplikasi laringoskopi dan intubasi termasuk hipoksia, hiperkarbia, trauma gigi dan
jalan napas, posisi ETT yang salah, respons fisiologi, atau malfungsi ETT. Komplikasi-
komplikasi ini dapat terjadi selama laringoskopi atau intubasi, saat ETT dimasukkan, dan
setelah ekstubasi.2
16
BAB III
KESIMPULAN
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot
jalan napas atas,otot genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan
akan menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total. Keadaan ini harus
diketahui dan harus cepat dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya triplemanuver jalan
napas (rahang bawah didorong ke depan, mulut dibuka dan kepala ekstensi), pemasangan alat
jalan napas (pharyngeal airway), pemasangan sungkup laring dan pemasangan pipa
endotrakeal.
17
DAFTAR PUSTAKA
18