Anda di halaman 1dari 18

“TATALAKSANA JALAN NAPAS”

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan refreshing dengan judul “Tatalaksana Jalan Napas”. Refreshing ini
penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Stase
Anestesi di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penulis menyadari refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya refreshing ini,
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Agus Jaya, Sp. An yang telah memberikan persetujuan dan bimbingannya. Semoga refreshing
ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, Agustus 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penatalaksanaan jalan napas termasuk didalamnya beberapa maneuver dan prosedur


medis yang dilakukan untuk mencegah dan meringankan obstruksi saluran napas. Tindakan
ini dilakukan untuk menjamin pertukaran udara antara paru-paru pasien dengan atmosfir luar.
Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh lidah, benda asing, jaringan dari jalan napas itu
sendiri dan cairan tubuh seperti darah dan cairan lambung (aspirasi).

Pentingnya penatalaksanaan jalan napas tidak dapat dipandang mudah. Penatalaksaan


pasien dengan jalan napas yang normal adalan kunci penting dalam latihan penanganan
pasien. Penatalaksaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu
tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi
dapat mempengaruhi keadaan jalan napas untuk berjalan dengan baik. Pada pasien yang
memiliki anatomi jalan napas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan.

Penatalaksanaan jalan napas dibagi dalam dua kategori: basic dan advanced. Teknik
basic merupakan teknik non invasif dan tidak memerlukan alat. Termasuk diantaranya
maneuver kepala dan leher untuk mengoptimalkan ventilasi, abdominal thrusts, dan back
blows. Teknik advanced membutuhkan pelatihan medis khusus dan peralatan, seperti
pemasangan OPA dan NPA, intubasi tracheal, dan metode bedah (cricothyrotomy dan
tracheotomy).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Jalan Napas


Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan napas pada manusia yaitu hidung yang menuju
nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di
pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior
dalam faring (gambar 1). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah
ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari
laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup
glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah Faring berbentuk U dengan struktur
fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan
masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring,
nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal). suatu rangka kartilago yang diikat
oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago (gambar 2) : tiroid, krikoid, epiglotis,
dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme.1

Gambar 1 Anatomi jalan napas Gambar 2 Struktur kartilago pada laring

Saraf sensoris dari saluran napas atas berasal dari saraf kranial (gambar 3). Membran
mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh divisi ophthalmic (V1) saraf trigeminal
(saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh divisi maxila (V2) (saraf
sphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V)

3
untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum.
Saraf lingual (cabang dari saraf divisi mandibula [V3] saraf trigeminal) dan saraf
glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior
dan sepertiga bagian posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal
untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring,
tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan
napas dibawah epiglotis. Saraf laringeal superior yang merupakan cabang dari saraf vagus
dibagi menjadi saraf laringeus eksternal yang bersifat motoris dan saraf laringeus internal
yang bersifat sensoris untuk laring antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya
yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea.1

Gambar 3 Saraf sensorik pada jalan napas

Fonasi merupakan kerja yang simultan dari beberapa otot laring. Kerusakan saraf
motoris yang mempersarafi laring, menyebabkan gangguan bicara.1

4
Pasokan darah untuk laring berasal dari cabang arteri tiroidea. Arteri krikoaritenoid
berasal dari arteri tiroidea superior itu sendiri, cabang pertama dari arteri carotid externa dan
menyilang pada membran cricotiroid bagian atas, yang memanjang dari kartilago krikoid ke
kartilago tiroid. Arteri tiroidea superior ditemukan sepanjang tepi lateral dari membran
krikotiroid. Ketika merencanakan krikotirotomi, anatomi dari arteri krikoid dan arteri tiroid
harus dipertimbangkan tetapi jarang berefek pada praktek klinis. Teknik paling baik adalah
untuk tetap pada garis tengah, antara kartilago krikoid dan tiroid.1

Obstruksi Jalan Napas


Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot
jalan napas atas,otot genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan
akan menyebabkan obstruksi jalan napas bail parsial maupun total. Keadaan ini harus
diketahui dan harus cepat dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver triple jalan
napas (rahang bawah didorong ke depan, mulut dibuka dan kepala ekstensi), pemasangan alat
jalan napas (pharyngeal airway), pemasangan sungkup laring dan pemasangan pipa
endotrakeal. Obstruksi juga dapat disebabkan oleh spasme laring pada saat anestesia dan
mendapat rangsangan nyeri atau rangsang oleh sekret.2

Tanda-tanda obstruksi jalan napas:2

 Stridor (mendengkur, snoring)


 Napas cuping hidung (flaring of the nostrils)
 Retraksi trakea
 Retraksi torak

5
 Tak terasa ada udara ekspirasi

A. Tatalaksana Jalan Napas

Beberapa cara untuk penanganan sumbatan jalan napas


1. Triple Manuever Airway
Triple manuever airway terdiri dari :2
a. Jaw thrust
b. Chin lift
c. Head tilt
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
atau udara lancar masuk trakea lewat hidung atau mulut.2

2. Jalan Napas Faring

Jika manuver tripel kurang berhasil maka dapat dipasang jalan napas mulut faring
lewat mulut (OPA , oropharyngeal airway).

a. NPA : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks
lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung
pipa diolesi dengan jelly.2 Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon,
airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa
diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-
faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa nasofaring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly
(gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara
memegang pangkal pipa nasofaring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan

6
perlahan sampai batas pangkal pipa. Pastikan jalan napas sudah bebas (lihat, dengar,
rasa).

b. OPA : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya


dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah
kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. Opa
juga dipasang bersama pipa trakea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua
alat tersebut dari gigitan pasien.2 Indikasi : Airway orofaringeal digunakan untuk
membebaskan jalan napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah
(Kene, davis, 2007). Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan
dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai
ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah
ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian
dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan
sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang
keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa
orofaring. Periksa dan pastikan jalan napas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa
oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan
plester sampai ke pipi pasien.

7
3. Sungkup Muka

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan napas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran
sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan
pergerakan dada dan suara pernapasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi
jalan napas.1,2

8
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk
melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask
dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan
telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi sendi
atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak
yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan napas. Jari kelingking
ditempatkan dibawah sudut rahang dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang
paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.1,2

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang
adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk
memompa bag. Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari
face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit memasang face
mask rapat kemuka.1,2

9
4. Sungkup Laring

Sungkup Laring LMA (Laringeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk
sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang
pinggirnya dapat dikembang kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA
dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya
tetap paten.2

Dikenal 2 macam sungkup laring :2

1. Sungkup Laring Standar Dengan Satu Pipa Napas


2. Sungkup Laring Dengan Dua Pipa Yaitu Satu Pipa Napas Standar Dan Lainya Pipa
Tambahan Yang Ujung Distalnya Berhubungan Dengan Esofagus

5. Pipa Trakea

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari


katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff).
Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk
memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan
dengan klep. Dengan membuat trakea yang rapat, balon TT mengijinkan dilakukannya
ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak
berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera
karena tekanan dan post intubasi croup.2,3

10
Setelah laringoskop langsung dan insersi pipa orotrakheal, cuff (balon)
dikembangkan dan bantuan ventilasi mulai diberikan. Penempatan pipa yang benar
dilakukan dengan mendengar adanya suara napas yang sama di kedua sisi paru dan
tidak terdeteksinya borborigmi pada epigastrium, tetapi ini tidak selalu benar. Adanya
suara seperti berkumur pada epigastrium pada waktu inspirasi mengesankan suatu
intubasi esofageal dan memerlukan pemasangan ulang pipa. Adanya karbondioksida di
dalam udara ekshalasi merupakan indikasi bahwa airway telah diintubasi dengan baik,
tetapi bukan jaminan bahwa letak pipa tepat.6

Cara pemasangan:6

- Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
pasien muntah.

- Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak


bocor, kemudian kempiskan balon.

- Sambungkan daun laringoskop pada pemeganya, dan periksa terangnya


lampu.

- Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.


Leher pasien tidak boleh di-hiperekstensi atau di hiperfleksi selama prosedur
ini.

- Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

- Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut pasien dan menggeser lidah
kesebelah kiri

- Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara

- Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan


gigi atau jaringan-jaringan di mulut.

- Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan


mengembangkan balon secara berlebihan.

- Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan


bag-valve tube.

- Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.

11
- Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.

- Amankan pipa dengan plester. Apabila pasien dipindahkan, letak pipa harus
dinilai ulang.

- Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik


atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,
hentikan percobaan intubasinya, ventilasi pasien dengan alat bag-valve-mask,
dan coba lagi.

- Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti.

- Hubungkan alat kolorimetris CO₂ ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan


alat ventilasi. Penggunaan alat kolrimetrik merupakan suatu cara yang dapat
diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam
airway.

6. Laringoskopi & Intubasi

Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk ke paru. Laringoskop ialah alat
yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaa kita dapat memasukan pipa
trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop.1,2

a. Bilah, daun (blade) lurus (macintosh) untuk bayi, anak, dewasa


b. Bilah lengkung (Miller, magil) untuk anak besar dewasa

12
Kesulitan memasukan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang
dijumpai. Klasifikasi tampakan faring saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi 4 gradasi.1,2,3

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum molle


1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
Gradasi 3 dan 4 diperkirakan akan menyulitkan intubasi trakea

Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang MRI.
Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade
tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak ada blade
yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan bentuk blade yang
beragam.2,4

Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringoskop baru yang telah dibuat, untuk
membantu dokter anestesi menjamin jalan napas pada pasien dengan jalan napas yang sulit-
Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.2

13
Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung dengan
ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan
lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak dokter anestesi percaya
bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki jalan napas sulit. Bagaimanapun
juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan jalan napas pasien, pengalaman
penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum digunakan pada saat penting
dan memergensi pada pasien dengan jalan napas sulit.2

Intubasi Trakea

Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea. Pamasangan TT
merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum. Intubasi bukan prosedur bebas
resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan anestesi umum memerlukan intubasi,
tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan napas. Secara umum, intubasi adalah
indikasi untuk pasien yang memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi
meliputi rongga perut atau kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya
digunakan untuk prosedur operasi pendek seperti pemeriksaan dibawah anestesi, perbaikan
hernia inguinal dan lain-lain.2,5

14
Tujuan intubasi trakea2
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran
pernapasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibular menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat (Mallapati 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

15
6. Gerak vertebra servikal terbatas

Teknik Ekstubasi

Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan ketika pasien sedang teranestesi dalam atau
bangun. Pasien juga harus pulih sepenuhnya dari pengaruh obat pelemas otot pada saat
sebelum ekstubasi.2

Selain kapan TT dicabut, yakni ketika pasien teranestesi dalam atau sudah sadar,
faring pasien juga sebaiknya disuction terlebih dahulu sebelum ekstubasi untuk mengurangi
risiko aspirasi atau laringospasme.2

Komplikasi Laringoskopi dan Intubasi

Komplikasi laringoskopi dan intubasi termasuk hipoksia, hiperkarbia, trauma gigi dan
jalan napas, posisi ETT yang salah, respons fisiologi, atau malfungsi ETT. Komplikasi-
komplikasi ini dapat terjadi selama laringoskopi atau intubasi, saat ETT dimasukkan, dan
setelah ekstubasi.2

16
BAB III

KESIMPULAN

Penatalaksanaan jalan napas termasuk didalamnya beberapa maneuver dan prosedur


medis yang dilakukan untuk mencegah dan meringankan obstruksi saluran napas. Tindakan
ini dilakukan untuk menjamin pertukaran udara antara paru-paru pasien dengan atmosfir luar.

Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang, tonus otot
jalan napas atas,otot genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan
akan menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total. Keadaan ini harus
diketahui dan harus cepat dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya triplemanuver jalan
napas (rahang bawah didorong ke depan, mulut dibuka dan kepala ekstensi), pemasangan alat
jalan napas (pharyngeal airway), pemasangan sungkup laring dan pemasangan pipa
endotrakeal.

Tanda-tanda obstruksi jalan napas:2

 Stridor (mendengkur, snoring)


 Napas cuping hidung (flaring of the nostrils)
 Retraksi trakea
 Retraksi torak
 Tak terasa ada udara ekspirasi

17
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons Committee on Trauma, ATLS (Advanced Trauma


JLife Support) for Doctor. Edisi ke-8. Chicago : American College of Surgeons.2008
2. Bingham, Robert M.; Proctor, Lester T. (2008-08-01). "Airway management".
Pediatric Clinics of North America. 55 (4): 873–886, ix–x.
doi:10.1016/j.pcl.2008.04.004. ISSN 0031-3955. PMID 18675024.
3. Galvin I., Drummond G.B., Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in
the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 420-
8.
4. Latief S.A., Suryadi K.A., Dachlan M.R. 2009. Ilmu Dasar Anestesi Dalam Petunjuk
Praktis Anestesiologi Edisi ke 2. Jakarta: FKUI.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S., Murray M.J. 2013. Airway Management Dalam Clinical
Anesthesiology 5th ed. McGraw-Hill.
6. Roberts F, Kestin I. 2000. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed.
7. Stock M.C. 2006.Respiratory Function in Anesthesia dalam Barash P.G., Cullen B.F.,
Stoelting R.K., ed. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.
8. Tintinalli, Judith (2016). Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study
Guide. McGraw Hill. pp. 178–198. ISBN 978-0-07-180913-9

18

Anda mungkin juga menyukai