BAB I
PENDAHULUAN
Selulitis preseptal merupakan suatu inflamasi dan infeksi pada kelopak mata
(termasuk jaringan lunak periorbita), septum anterior orbital, yang dikategorikan
sebagai eritema dan edema akut pada kelopak mata.1
Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pada anak-anak, dengan
80% anak dibawah 10 tahun dan sebagian besarnya dibawah 5 tahun.2
Pasien dengan selulitis orbita dapat menunjukkan gejala bengkak pada
kelopak mata, nyeri pada mata, merah, hingga demam sehingga dibutuhkan terapi
yang adekuat dalam pengobatan ini karena ditakutkan terjadinya komplikasi berupa
meningitis.
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata yang terletak di
antara sudut bagian dalam kelopak mata dengan hidung. Dakriosistitis biasanya
disebabkan oleh karena adanya blockade pada saluran yang mengalirkan air mata
dari kantong air mata ke hidung. Duktus yang terhalang menjadi terinfeksi.
Dakriosistitis dapat berupa akut maupun kronik. Hal ini dapat dihubungkan dengan
suatu malformasi pada duktus lakrimalis, luka, infeksi pada mata, maupun
trauma.2,3
Dakriosistitis akut ditandai dengan gejala mendadak berupa nyeri dan
kemerahan pada daerah kantus medialis . adanya epifora merupakan karakteristik
pada peradangan kronik pada duktus lakrimalis.4
Bentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis
congenital, yang secara patofisiologi sangat erat kaitannya dengan embryogenesis
system eksresi lakrimal. Dakriosistitis sering timbul pada bayi yang disebabkan
karena duktus lakrimalis belum berkembang dengan baik. Pada orang dewasa,
infeksi dapat berasal dari luka atau peradangan pada hidung. Meskipun demikian,
pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Selulitis Preseptal
1. Definisi
Selulitis preseptal merupakan suatu inflamasi dan infeksi pada kelopak mata
(termasuk jaringan lunak periorbita), septum anterior orbital, yang dikategorikan
sebagai eritema dan edema akut pada kelopak mata.1
Infeksi ini sering terjadi dan tidak separah apabila dibandingkan dengan
selulitis orbita (yang dikenal sebagai selulitis postseptal). Hal ini bisa disebabkan
akibat penyebaran dari infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi mata luar, atau
trauma kelopak mata.1
Pada selulitis preseptal, jaringan lunak anterior hingga septum orbita terkena,
dan struktur posterior orbita hingga septum tidak terinfeksi namun bisa terinfeksi
akibat dari infeksi sekunder yang disebabkan abses subperiosteal dan abses orbita.
Pada kasus yang lebih parah, hal ini bisa menyebabkan thrombosis sinus
kavernosus atau meningitis. Pasien dengan edema periorbita, eritem, dan
peningkatan hiperemis local tanpa proptosis, oftalmoplegi, dan perburukan
penglihatan, dapat diperkirakan sebagai selulitis preseptal.1
2. Epidemiologi
` Berdasarkan National Center for Disease Statistics, pada tahun 1995,
terdapat 5000 pasien di Amerika Serikat memiliki diagnosis inflamasi pada kelopak
mata. Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pada anak-anak, dengan
80% anak dibawah 10 tahun dan sebagian besarnya dibawah 5 tahun.2
3. Etiologi
Selulitis preseptal dapat disebabkan oleh inokulasi yang diikuti oleh trauma
atau infeksi pada kulit, penyebaran dari infeksi pada sinus, saluran nafas bagian
atas, dan infeksi lainnya yang menyebar melalui darah. Termasuk gigitan serangga
atau kalazion yang diikuti infeksi pada kelopak mata.3
3
Konjungtivitis 74,1
Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas 34,7
Lesi fokal pada wajah atau dekat mata 25,2
Sinusitis 24,5
Infeksi gigi atau karies gigi 19,4
Trauma 10,8
Alergi 3,6
Hordeolum 3,6
Lain-lain 6,5
4
Selulitis preseptal
4. Diagnosis
Pasien dengan selulitis orbita dapat menunjukkan gejala bengkak pada
kelopak mata, nyeri pada mata, merah, hingga demam. Refleks pupil, ketajaman
visus, dan motilitas ocular tidak terganggu, namun nyeri pada saat pergerakan bola
mata. Infeksi fokal pada sinus juga menunjukkan gejala discharge pada hidung.
Khas pada anak-anak yang disebabkan oleh Haemophylus influenza
memiliki riwayat infeksi saluran nafas bagian atas dengan gejala berupa
demamtinggi, iritabilitas, dan koriza. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
leukositosis.
Pemeriksaan ultrasonografi orbita dapat membantu dalam mendiagnosis
peradangan orbita meskipun memerlukan pengamatan dan peralatan khusus. CT
5
5. Diagnosis Banding9
Ada beberapa diagnosis banding pada selulitis preseptal, sebagai berikut:
1. Rhabdoyosarcoma
2. Retinoblastoma
3. Orbital pseudotumor (inflamasi orbita idiopatik)
4. Perioculartinea
5. Selulitis orbita
6. Konjungtivitis
7. Dacryoadenitis
8. Hordeolum
6. Terapi
Anak dibawah 1 tahun harus follow up ke rumah sakit, kemungkinan akibat
dari infeksi saluran nafas bagian atas atau sinusitis. Pemberian terapi inisial
antibiotic epirik untuk menutupi flora disana. Pasien rawat jalan, diberikan
pemberian sefalosporin generasi pertama., amoksisilin, atau seftriakson. Jika
pengobatan selama 48-72 jam tidak ada respon, diberikan terapi secara intravena.
Untuk anak-anak, diberikan terapi intravena dan observasi. Untuk itu juga diberikan
sefalosporin generasi kedua atau ketiga, sefalosporin, atau penisilin. Jika kuman
penyebab anaerob disertai S. aureus, diberikan klindamisin ditambah sefalosporin.
Terapi harus diberikan selama 14 hari pada pengobatan oral. 10
6
7. Komplikasi
Meningitis merupakan komplikasi terpenting terutama pada anak-anak yang
terinfeksi selulitis preseptal akibat H. influenza, merupakan infeksi sekunder dari
bacteremia. 10
B. Dakriosistitis
1. Defenisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.2,3,4
2. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.4
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului
dengan infeksi jamur.5
3. Klasifikasi
b. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses
pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
c. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
8
4. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis 6,7:
a) Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,
atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b) Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c) Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d) Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
5. Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan
pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya
polip hidung.2,3,6
9
6. Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.9,10
a) Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar
air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang
bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).
b) Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi
bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi
yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam.
Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen
c) Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang
berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
10
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan
palpebra yang melekat satu dengan lainnya.10
7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.7
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik
yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan
John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2%
sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat
digunakan probing test dan anel test. 6,7,10
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.7
tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak
mengalami obstruksi.7,8
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test
II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna
hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test
II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5
tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi
pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada
kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik.
Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama
sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem
lakrimalnya sedang terganggu. 4,5
Gambar 7. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk
menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus
12
lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis
dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7
8. Diagnosis Banding
a. Dakrioadenitis
Radang akut kelenjar lakrimal merupakan keadaan langka yang paling
sering terlihat padda anak – anak sebagai komplikasi protitis, infeksi
virus Estein-Barr, campak atau influenza. Dakrioadenitis kronik
mungkun akibat limfostik jinak, limfoma, leukemia atau tuberculosis.
Keadaan ini sesekali dijumpai bilateral sebagai manifestasi sarkoidosis.
Bila menyertai pembengkakan kelenjar parotis disebut Syndrome
Miculicz. Nyeri hebat, pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah
terjadi diaspek temporal palpebra superior. Jika terdapat infeksi bakteri,
berikan antibiotic sistemik.4
b. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan
gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata
proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan
tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar.
Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil. 7
14
c. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum
eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum
internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam
tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau
radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama
ke daerah kulit kelopak. 9
9. Penatalaksanaan
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan
dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga
diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40
mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik
topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau
menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 10.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap
6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang
dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral
(acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah
sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8
jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis
kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi
dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan
cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada
DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal
dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata.
Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan
melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah
menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang
panjang atau laser.5,7
16
10. Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya
kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses
kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.6,9
18
11. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih
berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak
ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan
tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi
eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang
terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. 2,3
19
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Bidan
Alamat : Banjarbaru
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang keluhan mata sebelah kanan bengkak, nyeri merah dan keluar cairan
berisi campuran air mata dan kotoran mata. Pasien sebelumnya rutin kontrol ke poli
mata dengan keluhan serupa, namun saat ini keluhan tidak kunjung membaik dan
terasa nyeri. Tidak ada keluhan sakit kepala, mual muntah, ataupun penurunan
penglihatan.
• Pasien mengaku keluhan sudah dirasakan sejak kecil, keluhan mulai sering
dirasakan setelah mendapatkan trauma di mata kanan akibat dipukul oleh teman
saat usia 7 tahun.
STATUS OFTALMIKUS
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
20
DIAGNOSIS KERJA:
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Follow up 1
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Palpebra Edem (+), Hiperemis (+), ekskoriasi Edem (-), Hiperemis
(+) (-) ekskoriasi (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel
Papil (-) (-) Papil (-)
Aparat Lakrimal Pus (+) Dalam batas normal
Konjungtiva Fornics Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya
d = 3mm + /+
d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Terapi :
IVFD RL 20 tpm
Follow up 2
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Palpebra Edem (+), Hiperemis (+), ekskoriasi Edem (-), Hiperemis
(+) (-) ekskoriasi (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel
Papil (-) (-) Papil (-)
Aparat Lakrimal Pus (+) Dalam batas normal
Konjungtiva Fornics Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya
d = 3mm + /+
d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Terapi :
IVFD RL 20 tpm
Follow up 3
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Palpebra Edem (+), Hiperemis (+), ekskoriasi Edem (-), Hiperemis (-
(+) ) ekskoriasi (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel
Papil (-) (-) Papil (-)
Aparat Lakrimal Pus (+) Dalam batas normal
Konjungtiva Fornics Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya +
d = 3mm /+
d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Terapi :
IVFD RL 20 tpm
BAB IV
PEMBAHASAN
golongan Staphylococci, dan juga diberikan Ketorolac 3x1 sebagai antinyeri untuk
mengatasi nyeri yang dikeluhakn pada mata kanan pasien.
26
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan pasien atas nama Ny. PRD, 26 tahun. keluhan mata
sebelah kanan bengkak, nyeri merah dan keluar cairan berisi campuran air mata dan
kotoran mata. Pasien sebelumnya rutin kontrol ke poli mata dengan keluhan serupa,
namun saat ini keluhan tidak kunjung membaik dan terasa nyeri. Tidak ada keluhan
sakit kepala, mual muntah, ataupun penurunan penglihatan.
Adapun terapi yang diberikan sudah sesuai dengan literature yang ada.
Tetapi butuhnya evaluasi lanjutan seperti anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang tepat dan benar sehingga pasien tidak mengalami
perburukan keadaan.
27
DAFTAR PUSTAKA
4. Ambati BK, Ambati J, Azar N, et al, Periorbital and orbital cellulitis before
6. Babar TF, Zaman M, Khan MN, Khan MD, Risk Factor of Preseptal and
Orbital Cellulitis. J Coll Physicians Sur Pak. Jan 2009; 19 (1): pg: 39-42
7. 7. Sobol SE, Marchand J, Tewfik TL, Manoukian JJ, Schloss MD, Orbital
1005.
9. Finger Basak SA, Berk DR, Lueder GT, Bayliss SJ. Common features of
10. Carlisle RT, Fredrick GT. Preseptal and Orbital Cellulitis. Clinical Review