A06rmm PDF
A06rmm PDF
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Menyetujui ,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui ,
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Desember 1983. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Arie Mustafa dan
Ibu Maria Ulfah.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD
Muhammadiyah V Jakarta. Tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN
29 Jakarta sampai tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan
sekolah di SMUI Al-Azhar 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2001 melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama
menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian periode 2002-2003, Badan Otonom HIMAGITA Bina Desa periode
2002-2004, dan Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian
(HIMAGITA) tahun 2003-2004. Pada tahun 2004, penulis menjadi asisten untuk
mata ajaran Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan serta Patiseri dan Konfeksioneri.
Tahun 2005 menjadi asisten mata kuliah Kimia Makanan, Program Studi Higiene
Makanan serta mata kuliah Pengemasan dan Penyimpanan Makanan, Program
Studi Manajemen Usaha Boga, Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah
berpartisipasi dalam ”Program Kreativitas Mahasiswa” tingkat IPB dalam bidang
Pengabdian Masyarakat tahun 2003-2004.
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman M.S. dan Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, saran, dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Budi Setiawan M.S. sebagai
dosen penguji, atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.
2. Ayah, Ibu dan Lydia atas doa tulus, curahan kasih sayang, pengorbanan yang tak
terkira demi kebahagiaan penulis.
3. Dewi Wulandari Ariesta, M. Aries, dan Nadhira, atas kritik dan sarannya sebagai
pembahas selama seminar.
4. Pak Mashudi dan Pak Asep Rusyana atas semua bimbingannya, nasehat, kritik, saran
dan candanya yang selalu menghiasi selama penulis menjalani penelitian.
5. Keluarga Ibu Badri, atas segala doa, semangat, dan bantuan atas penyediaan bahan
baku tahu yang diperlukan dalam penelitian ini.
6. My Angels, Lies, Tienot, Kartini, Endah, Yanthi, Desnelli, Ocha, , Tina, Linda, Mas
Rindra, Indria, Nofa, V-jay, dan Dina atas semua karunia keindahan persahabatan yang
kalian berikan.
7. Rohiman Acah, atas semua semangat dan hari-hari indah yang selalu dihadirkan untuk
penulis.
8. Mba Fitrah dan Mba Nisa atas semua semangat, kritik, saran dan bantuannya kepada
penulis selama penelitian.
9. Tim KKP Baranangsiang, Bu Sanyoto, Ika, Endah, Tina, Ocha, dan Aldoko atas semua
doa dan bantuannya yang tidak terkira.
10. Anak-anak lab, Ade, Unie, Eka, Ina, Hani, Nana sari, Nana Yani, Yuni, Adi, Wawan
atas semua bantuan dan kenangan yang indah selama di Lab.
11. Anton dan M. Iqbal atas semua bantuannya yang tak terkira terutama slide seminar
yang menakjubkan.
12. All Gamasakers 37, 38, dan 39 atas semua semangat dan doanya.
Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat berguna bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2006
Ria Mariana Mustafa
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. iii
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tahu................................................................................................ 3
Kerusakan dan Pengawetan Tahu................................................... 5
Bahan Pengawet Alami................................................................... 6
Kunyit............................................................................................. 7
Garam.............................................................................................. 9
Jeruk Nipis...................................................................................... 10
Kayu Manis..................................................................................... 10
Biji Pala........................................................................................... 11
Bawang Putih.................................................................................. 12
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet……. 25
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lembar penilaian organoleptik…………………………………………….. 47
2 Hasil pengamatan visual trial and error......................................................... 50
3 Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu ruang................................. 54
4 Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu dingin................................ 54
5 Rekapitulasi hasil uji total mikroba tahu selama penyimpanan...................... 56
6 Rekapitulasi data analisis nilai pH tahu dan larutan perendam…………….. 57
7 Hasil uji ragam Total Plate Count (TPC) tahu pada penyimpanan suhu
ruang………………………………………………………………………... 58
8 Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu
ruang.............................................................................................................. 58
9 Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu ruang…………………....
58
10 Hasil uji ragam skor mutu tekstur tahu pada penyimpanan suhu
ruang…………………………………………………………………........... 58
11 Hasil uji ragam skor mutu aroma khas tahu pada penyimpanan suhu
ruang............................................................................................................... 58
12 Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu
suhu ruang………………………………………………………................... 58
13 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu
ruang………………………………………………………………………... 59
14 Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu
ruang…………………………………………………………………........... 59
15 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap tekstur tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………………………………... 59
16 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap warna tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………………………………... 59
16a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna
tahu pada penyimpanan suhu ruang………………………………………… 59
17 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap aroma tahu pada penyimpanan
suhu ruang………………………………………………….......................... 59
18 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………....................................... 60
19 Hasil uji ragam Total Plate Count (TPC) tahu pada penyimpanan suhu
dingin…………………………………………………………...................... 60
iii
20 Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu 60
dingin…………………………………………………..................................
21 Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu dingin……………...…… 60
21a Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pengawet terhadap pH tahu pada
penyimpanan suhu dingin…………………………………………………... 60
22 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu
dingin………………………………………….............................................. 60
23 Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu
suhu dingin…………………………………………...................................... 61
24 Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu
dingin…………….......................................................................................... 61
25 Hasil uji ragam skor mutu rasa asin tahu pada penyimpanan suhu
dingin.............................................................................................................. 61
26 Hasil uji ragam skor mutu rasa asam tahu pada penyimpanan suhu
dingin.............................................................................................................. 61
27 Hasil uji ragam skor kesukaan tekstur tahu pada penyimpanan suhu
dingin……………………………………………………………………….. 61
.
28 Hasil uji ragam skor kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu
dingin..………………………………………………………………............ 61
29 Hasil uji ragam skor kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu
dingin…..…………………………………………………………………... 62
29a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna
tahu pada penyimpanan suhu dingin……………………………………… 62
30 Hasil uji ragam skor kesukaan rasa tahu pada penyimpanan suhu
dingin...……………………………………………………………………... 62
30a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap rasa
tahu pada penyimpanan suhu dingin………………………………………... 62
31 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan
suhu dingin………………………………………………………………... 62
32 Hasil uji korelasi Pearson pH larutan perendam dengan pH tahu pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………………………….. 62
33 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu tekstur tahu dengan kesukaan tekstur
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin.............................................. 63
34 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma khas tahu dengan kesukaan
aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………... 63
iv
35 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma kunyit pada tahu dengan
kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63
36 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam jeruk nipis pada tahu
dengan kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan
dingin............................................................................................................. 63
37 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam tahu rusak dengan
kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63
38 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna putih tahu dengan kesukaan
warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………... 63
39 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna kuning tahu dengan kesukaan
warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………............... 63
40 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asin tahu dengan kesukaan rasa
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………………………….. 64
41 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asam tahu dengan kesukaan rasa
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………………………….. 64
42 Hasil uji korelasi Pearson skor penerimaan umum dengan mutu tekstur,
aroma khas tahu, aroma kunyit, aroma asam jeruk nipis, aroma tahu rusak,
warna putih dan kuning, rasa asam dan asin, kesukaan tekstur, aroma,
warna, rasa pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………... 64
v
TINJAUAN PUSTAKA
Tahu
Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu atau
Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak,
lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan
memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang
dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1994).
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil
penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan
kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium,
misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko
(Sarwono & Saragih 2003).
Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang
sangat penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya (Tabel
1).
Tabel 1 Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g
Jumlah
Komposisi
Kacang Kedelai Kering Tahu
Energi (Kal) 331 68
Protein (g) 34.9 7.8
Lemak (g) 18.1 4.6
Karbohidrat (g) 34.8 1.6
Kalsium (mg) 227.0 124
Fosfor (mg) 595.0 63
Besi (mg) 8.0 0.8
Vitamin A (RE) 14 0
Vitamin C(mg) 0 0.006
Vitamin B (mg) 1.07 0
Air (g) 7.5 84.8
Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)
Mutu protein tahu lebih tinggi dari mutu protein kacang kedelai bila
ditinjau dari mutu gizinya (Murdiati 1985). Mutu protein tahu dapat dilihat dari
kandungan asam amino penyusunnya. Di antara semua produk olahan kedelai,
kandungan asam amino tahu adalah yang paling lengkap. Perbandingan skor asam
4
Tahu yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain beraroma kunyit jika
berwarna kuning, teksturnya agak lunak, dan tidak beraroma asing atau tidak
normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu tahu yang baik
adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan tabel
tersebut menyiratkan bahwa tahu tidak boleh mengandung Escheria coli lebih dari
10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella walaupun kurang dari
satu sel. Syarat mutu tahu juga dibatasi dalam hal kandungan cemaran logam berat
yang mempunyai nilai maksimum yang berbeda satu sama lainnya.
Tabel 3 Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01- 3142-1992
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
Bau - Normal
Rasa - Normal
Warna - Putih normal atau kuning normal
Penampakan - Normal tidak berlendir dan berjamur
2 Abu % (b/b) Maks. 1.0
3 Protein % (b/b) Min. 9.0
4 Lemak % (b/b) Min 0.5
5 Serat kasar % (b/b) Maks 0.1
6 Bahan tambahan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan Permenkes
makanan No. 1168/Menkes/Per/IX/1999
7 Cemaran mikroba :
Escheria coli Angka Paling Maks. 10
Memungkinkan/Gram
(APM/g)
Salmonella /25 g Negatif
5
adalah tahu tidak rusak sampai tiga hari pada suhu ruang dan bertahan lebih dari
15 hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak
menyengat khas formalin (Mujadjanto 2005).
Menurut Winarno dan Rahayu (1994), perendaman tahu selama satu
malam dengan larutan formalin 0.1-0.15% mampu mengawetkan tahu sampai tiga
minggu dengan tekstur yang kempal dan apabila konsentrasi formalin
ditingkatkan menjadi 0.2%, tahu dapat tahan sampai satu bulan tetapi setelah
dicuci dan digoreng adanya formalin masih dapat dideteksi.
Walaupun formalin mempunyai kemampuan mengawetkan tahu sampai
beberapa minggu, penggunaannya dalam makanan dilarang. Di Indonesia,
penggunaan formalin dilarang seperti diatur dalam peraturan Permenkes
No.722/Menkes/1988 yang diperbaharui dengan Permenkes
No.1168/Per/IX/1999. Penggunaan formalin dilarang karena bahan kimia itu
dapat membahayakan kesehatan. Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat
karsinogenik (penyebab kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan sel fungsi
hati dan jaringan) (BPOM 1993). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengganti
formalin sebagai pengawet makanan.
Bahan Pengawet Alami
Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak
khasiat, terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif
aman dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan
proses dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-
kadang bersifat karsinogenik (Winarno & Rahayu 1994). Rempah-rempah
merupakan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba yang khas
sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan.
Asal kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa latin yaitu spices
aromatacea yang berarti buah-buahan bumi. Rempah-rempah terbagi menjadi
dua, yaitu dalam bentuk bubuk dan aslinya. Perbedaan rempah-rempah dan
bumbu adalah kalau rempah-rempah merupakan salah satu jenis bahan pengawet
alami yang telah melalui proses pengeringan terlebih dahulu sedangkan bumbu
merupakan bahan pengawet asli (segar) tanpa melalui proses pengeringan
(Purseglove et al. 1981).
7
Tabel 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g bahan
yang dapat dimakan
Komposisi Jumlah
Air (g) 11.4
Kalori (Kal) 1480.0
Protein (g) 7.8
Lemak (g) 9.9
Karbohidrat (g) 42.9
Serat (g) 6.7
Abu (g) 6.0
Kalsium (mg) 182.0
Fosfor (mg) 268.0
Vitamin B (mg) 5.0
Vitamin C (mg) 26.0
Sumber : Farrell 1985
Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta
berbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan
berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur
yang keras tetapi rapuh (Purseglove et al. 1981).
Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan
pigmen kurkumin (C12H20O6) dan kandungan minyak volatilnya. Kandungan
pigmen kunyit (dinyatakan dengan kurkumin) dan minyak volatil dari berbagai
jenis kunyit yang diperdagangkan berkisar antara 0.5-6.0% dan 1.3-6.0%
(Pursgelove et al. 1981). Minyak ini mengandung alkohol, turmerol, dan
curcumin sedangkan bagian utama dari minyak ini adalah turmeron dan
aldehidroturmeron. Komponen organik lainnya adalah d-α-phelandren, d-
sabinen, zingiberen, cineol, dan borneol.
Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu
Lactobacillus fermentum, L. Bulgaricus, Bacillus cereus, B. Subtilis, dan B.
megaterium dan diduga kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat
bakterisidal, dan salah satu senyawa tersebut disebabkan oleh senyawa kurkumin
yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol
simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto 1983).
Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak
membran sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi
tekanan permukaan sel.
9
Garam
Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang
pertama dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam
makanan. Garam yang merupakan zat pengawet organik adalah bahan yang sangat
penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya di Indonesia.
Sejumlah kecil garam biasanya ditambahkan secara langsung atau melalui
perendaman terhadap beberapa macam makanan untuk memperbaiki rasa, flavor
dan menjaga mutu selama penyimpanan.
Garam yang digunakan adalah garam dapur yang sering disebut juga
“common salt”. Secara teoritis garam yang berasal dari penguapan air laut
mempunyai kadar natrium klorida di atas 97% akan tetapi dalam prakteknya kadar
natrium klorida di bawah 97% (Sutanti 1989). Sifat antimikroorganisme garam
akan menghambat secara selektif. Air ditarik dari dalam sel mikroba sehingga sel
menjadi kering, yang disebut proses osmosis. Mikroorganisme pembusuk atau
proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling terpengaruh walau
dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%) (Supardi 1999).
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas
dari pengaruh racunnya (Buckle, Edwards, Fleet & Wootton 1987). Penggunaan
garam juga tergantung dari jenis bahan pangan yang diawetkan walaupun dengan
semakin tingginya konsentrasi garam yang digunakan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan
dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik
(Supardi 1999). Selain itu, penggunaan garam sebagai bahan pengawet akan
mempengaruhi penerimaan rasa dari jenis pangan, terutama tahu yang mempunyai
rasa tawar dan rasa yang khas.
Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis)
membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di
samping itu, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan
yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat
mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah
pertumbuhannya (Supardi 1999).
10
Jeruk Nipis
Jeruk nipis adalah jenis buah yang telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat di Indonesia dalam proses persiapan makanan maupun pengobatan.
Air hasil perasan jeruk nipis banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam
kegunaan misalnya sebagai obat sakit tenggorokan, campuran minuman dan
makanan, serta banyak dipergunakan sebagai bumbu dapur. Penambahan jeruk
nipis bertujuan untuk menambah rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat
koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dan lainnya
(BPOM 2003).
Jeruk nipis mempunyai rasa lebih asam dari jenis jeruk lainnya. Jenis asam
utama yang dikandungnya adalah asam sitrat (Sutanti 1989). Meskipun demikian
perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang
dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak pernah cukup untuk
menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu, selalu
ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan pangan sejenis ini. Asam yang
terdapat pada buah jeruk terutama jeruk nipis dapat menurunkan pH suatu
makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan
penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan
mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan
mikroba yang khas dari hasil urainya. Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat
bervariasi bergantung kepada kondisi keasamannya (Supardi 1999).
Kayu Manis
Kayu manis berasal dari famili Lauraceae. Kayu manis yang digunakan
sebagai rempah-rempah berasal dari kulit pohon tanaman Cinnamonum
zeylanicum. Penggunaan utama kulit kayu manis baik dalam bentuk utuh maupun
bubuk adalah sebagai bumbu dalam masakan. Bubuk kayu manis banyak
digunakan dalam industri produk roti, pikel, pudding, minuman, dan kembang
gula (Somaatmadja 1985).
Kayu manis yang digunakan dalam berbagai makanan mempunyai sifat
mengawetkan makanan, karena mempunyai sifat bakterisidal dan penghambat
khamir. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat merangsang pertumbuhan
11
Bawang Putih
Bawang putih merupakan umbi dari tanaman Allium sativum L., termasuk
dalam famili Amarylidaceae. Kegunaanya antara lain sebagai bumbu masakan
daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya. Bawang putih mengandung
minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari 60% dialil disulfit, 20% dialil
trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil dietil disulfit, dialil polysulfit,
allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning kecoklatan dan berbau pedas.
Bau bawang putih yang sebenarnya diperkirakan berasal dari dialil disulfit (Farrell
1985).
Senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih adalah allisin.
Senyawa tersebut mengandung sulfur organik dan dapat terdegradasi menjadi
tiosulfanat dan disulfida. Komponen disulfida yang spesifik mempunyai aktivitas
penghambatan terhadap proses pertunasan sel khamir (Fardiaz et al. 1988). Hasil
penelitian Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat
pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.
BAHAN DAN METODE
Tahu direndam dalam 100 ml larutan air perendam yang berisi perlakuan
kombinasi bahan pengawet alami di atas dalam kantung plastik tahan panas
(HDPE) kemudian dikemas dan disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada
suhu ruang, tahu yang disimpan diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin
diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Pengamatan dilakukan dengan
selang waktu dua hari bertujuan agar rata-rata perubahan yang terlihat lebih dapat
diamati secara jelas. Kriteria pengamatannya mencakup tekstur, rasa, aroma,
warna, dan adanya lendir pada tahu.
Evaluasi Mutu Tahu
(A) Penilaian mikrobiologi
Uji mikrobiologi yang dilakukan pada tahu yang disimpan adalah uji total
mikroba (Total Plate Count) yang dilakukan pada selang waktu dua hari masa
penyimpanan. Sampel tahu sebanyak 10 g ditambah dengan larutan pengencer
NaCl 0.85% sebanyak 90 ml, dihomogenkan dengan stomacher selama dua menit.
Sampel yang telah homogen disiapkan dan dilakukan pengenceran sampai 10-6.
Sampel yang telah diencerkan kemudian dipipet secara aseptik sebanyak 1 ml ke
dalam cawan petri steril dengan metode tuang, dimana PCA dituangkan pada
cawan petri dan diinkubasikan dalam posisi terbalik pada suhu 37oC selama dua
18
hari. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba yang terdapat secara
alamiah pada sampel (Jenie & Fardiaz 1989)
Cara penghitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut :
∑ Mikroba = rata-rata∑ koloni x 1 (FP = Faktor Pengenceran)
fp
(B) Penilaian pH
Sampel tahu sebanyak 10 gram dihaluskan dengan menggunakan mortar
kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat
diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter (Apriyantono,
Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1989).
© Evaluasi mutu inderawi
Pengamatan perubahan mutu inderawi tahu selama penyimpanan
dilakukan secara deskriptif, hedonik (kesukaan), dan pengamatan visual
kerusakan tahu. Penilaian secara deskriptif yang dilakukan meliputi karakteristik
tekstur, aroma khas tahu, aroma kunyit pada tahu, aroma asam jeruk nipis pada
tahu, aroma tahu rusak, warna putih dan kuning pada tahu, serta rasa asin dan
asam pada tahu. Skala penilaian deskriptif yang digunakan adalah 1 sampai 9.
Penilaian secara hedonik (kesukaan) meliputi karakteristik tekstur, aroma,
warna, rasa, dan penerimaan umum tahu. Skala yang digunakan juga dari 1
sampai 9, yaitu dari amat sangat tidak suka (1) sampai amat sangat suka (9). Uji
rasa hanya dilakukan pada penyimpanan suhu dingin.
Tahu yang digunakan untuk uji rasa sebelumnya di blanching selama lima
menit dengan tujuan untuk keamanan. Proses blanching tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan bahwa uji rasa merupakan suatu uji yang sensitif.
Pengamatan mutu inderawi dilakukan dua kali ulangan setiap selang waktu dua
hari masa penyimpanan dengan 15 orang panelis agak terlatih yang terdiri dari
mahasiswa/i Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada pengamatan visual kerusakan, karakteristik tanda-tanda kerusakan
tahu yang diamati antara lain tekstur tidak kompak, aroma asam tahu rusak, dan
adanya lendir. Pengamatan ini tidak menggunakan skala, hanya menggunakan
jenis pertanyaan tertutup pada kuisioner. Contoh format evaluasi inderawi
disajikan pada Lampiran 1.
19
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan utama adalah
Rancangan Faktorial (Sudjana 1995). Faktor yang digunakan ada dua, yaitu jenis
pengawet dan lama penyimpanan. Pada percobaan ini dilakukan dua
penyimpanan, yaitu suhu ruang dan suhu dingin, namun faktor suhu tidak
dimasukkan sebagai perlakuan. Model yang digunakan pada penyimpanan suhu
ruang adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk
Keterangan :
Yijkl = variabel yang diukur
µ = rata-rata umum
Ai = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i
Bj = pengaruh lama penyimpanan ke-j
ABij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j
εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan
ke-j, dan pada ulangan ke-k
i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4)
j = lama penyimpanan (1, 2, 3)
k =ulangan (1, 2)
Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan, keempat jenis pengawet alami (kunyit, kayu
manis, bawang putih, dan biji pala) yang digunakan dalam bentuk tunggal
mempunyai efek yang tidak jauh berbeda antara setiap perlakuan, yaitu hanya
dapat mengawetkan tahu selama dua hari penyimpanan (pada suhu ruang)
(Lampiran 2).
Pada hari ke dua, semua tahu yang mengalami perlakuan mulai mengalami
tanda-tanda kerusakan, seperti adanya lendir, aroma sedikit asam, kekompakan
berkurang, dan larutan perendam yang sangat keruh serta terdapat residu
(semacam lendir) pada larutan perendamnya. Hal ini kemungkinan disebabkan
taraf konsentrasi yang digunakan belum cukup efektif untuk menghambat
pertumbuhan mikroba pada tahu yang berbeda dengan bahan makanan lainnya.
Taraf konsentrasi rempah-rempah pada penelitian sebelumnya hanya
dianalisis berdasarkan kadar zat aktif antimikroba rempah secara murni saja,
belum diaplikasikan ke dalam bahan makanan. Sementara diketahui bahwa efek
penghambatan atau perangsangan pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-
rempah bersifat khas.
Penggunaan pengawet alami dalam bentuk segar dan kering menunjukkan
hasil yang tidak jauh berbeda yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua
hari penyimpanan. Perbedaan yang nampak adalah warna permukaan tahu
menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih menyengat apabila menggunakan bahan
bumbu dibandingkan yang dalam bentuk bubuk. Hal ini dikarenakan bahwa
bumbu tidak mengalami proses pengeringan menggunakan panas, sehingga
minyak atsiri yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi (Pusbangtepa 1998).
Penambahan larutan perendam yang berisi pengawet alami diawal
penyimpanan saja tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan yang diganti
setiap hari, yaitu sama-sama hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari.
Larutan perendam yang diganti setiap harinya akan membuat aroma dan warna
tahu menjadi lebih berwarna tua dan menyengat serta warna larutan perendamnya
22
akan lebih berwarna gelap dibandingkan yang tidak diganti setiap harinya. Hal ini
mungkin disebabkan karena konsentrasi rempah yang digunakan belum efektif.
Percobaan pada penelitian pendahuluan selanjutnya adalah menggunakan
jeruk nipis sebagai tolak ukur untuk menentukan metode penambahan pengawet
yang diberikan selama penyimpanan. Rata-rata semua perlakuan hanya dapat
mengawetkan tahu selama dua hari. Penambahan jeruk nipis setiap harinya
mempengaruhi rasa dan aroma tahu menjadi asam khas jeruk nipis sedangkan
yang ditambahkan hanya pada awal penyimpanan tidak mempengaruhi rasa dan
aroma tahu. Perlakuan penyimpanan suhu ruang, pada hari keempat sudah
menunjukkan tanda kerusakan tahu (Lampiran 3).
Tanda awal penyimpangan yang terjadi pada penyimpanan suhu ruang
adalah adanya aroma asam tahu rusak dan kekompakan tahu yang berkurang.
Sedangkan tahu kontrol dapat mempunyai mutu yang baik sampai hari ke dua.
Pada perlakuan penambahan jeruk nipis yang diganti setiap hari penyimpanan
memberikan tekstur tahu yang lebih kompak dibandingkan yang diberikan hanya
pada awal penyimpanan tetapi aroma dan rasa tahu menjadi lebih asam.
Penerimaan panelis terhadap tahu akan berkurang jika aroma dan rasa tahu akan
menjadi asam karena tahu mempunyai aroma dan rasa yang khas (tawar).
Pada penyimpanan suhu dingin, semua perlakuan penambahan pengawet,
kecuali kontrol umumnya masih mempunyai mutu yang baik pada hari ke 12 jika
dilihat dari sifat fisik (Lampiran 4). Tahu yang mengalami penyimpanan suhu
dingin sampai hari ke 12, hanya menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu,
antara lain kekompakan semakin berkurang dan semakin kuatnya rasa asam jeruk
nipis. Sedangkan tahu kontrol pada penyimpanan hari ke empat sudah
menunjukkan penurunan mutu yang sama dengan tahu yang diberikan perlakuan
pengawet pada hari ke 12.
Data hasil pengamatan penampakan fisik tahu (Lampiran 3 dan 4) pada
penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa kombinasi pengawet garam+jeruk
nipis memberikan penampakan yang lebih baik selama penyimpanan pada suhu
ruang sampai hari ke empat dan suhu dingin sampai hari ke delapan. Penampakan
warnanya tetap cerah, tidak berlendir, dan rasa yang tawar khas tahu.
23
berhubungan dengan tersedianya zat gizi pada tahu yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan bagi mikroba.
Suhu Ruang Suhu Dingin
9,00 9,00
T o ta l M ik r o b a ( L o g 1 0 C F U /g
T o ta l M ik ro b a ( L o g 1 0 C F U /g
8,00 8,00
7,00 7,00
6,00 6,00
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu ruang
dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
Pada penyimpanan suhu ruang, nilai total mikroba tahu kontrol pada
penyimpanan hari ke empat sudah mencapai 8.37 log 10 CFU/g, perlakuan
garam+kunyit mencapai 8.27 log 10 CFU/g, perlakuan garam+jeruk nipis
mencapai 7.87 log 10 CFU/g, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai
26
7.43 log 10 CFU/g. Grafik perbedaan antara setiap perlakuan dapat terlihat pada
Gambar 1.
Tanda kerusakan pada tahu ditandai dengan adanya lendir dan aroma asam
tahu rusak. Bakteri yang merusaknya adalah bakteri asam laktat yang berbentuk
Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhotropik gram negatif berbentuk
batang, dan bakteri gram positif yang dominan terdapat di dalam tahu segar
(Fardiaz 1983). Penyimpanan tahu pada suhu ruang menyebabkan mikroba cepat
tumbuh. Hal ini dikarenakan suhu optimum bakteri gram positif yang
menyebabkan kerusakan pada tahu adalah 30-37˚C (Lund 2000). Pada suhu
optimum tersebut, bakteri memperbanyak diri dengan cepat (Fardiaz 1992).
Pada penyimpanan suhu dingin, nilai total mikroba tahu kontrol pada
penyimpanan hari ke 12 sudah mencapai 8.22 log 10 CFU/ g, perlakuan
garam+kunyit mencapai 8.11 log 10 CFU/g, perlakuan garam+jeruk nipis
mencapai 7.91 log 10 CFU/ g, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai
8.09 log 10 CFU/g. Perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total
mikroba terkecil bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan menurut uji
Dunnet, perlakuan tersebut berbeda sangat nyata dengan kontrol (p<0.01).
9,00 9,00
p H L a r u ta n P e r e n d a m
p H L a r u ta n P e r e n d a m
7,00 7,00
5,00 5,00
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)
6,00 6,00
5,90 5,90
5,80 5,80
pH T ahu
pH T ahu
5,70 5,70
5,60 5,60
5,50 5,50
5,40 5,40
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12
Gambar 3 Perubahan pH tahu selama penyimpanan suhu ruang dan dingin dengan
penambahan perlakuan pengawet.
6,00 6,00
K e s u k a a n T e k s tu r
K e s u k a a n T e k s tu r
5,00 5,00
4,00 4,00
3,00 3,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 4 Perubahan skor kesukaan tekstur selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
31
Tabel 6 Skor rata-rata mutu inderawi tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dan
dingin
Aroma
Aro Aroma Aroma
Asam Wrn Rasa Rasa
Suhu Hari Tekstur ma Khas Tahu Wrn
Pgwt Jeruk Kng Asin Asam
Penyimpanan ke- (a) Khas Kunyit Rusak Pth (f)
Nipis (g) (h) (i)
(b) © (e)
(d)
Ruang Grm+Kyt 2 5.03 2.87 7.67 4.20 2.87 7.67
4 4.44 3.67 6.40 3.94 4.67 6.64
Grm+Jrk Nps 2 5.60 6.30 1.77 4.90 6.30 6.34
4 5.17 4.84 2.10 4.07 3.97 5.47
Grm+Jrk 2
Nps+Kyt 5.77 4.13 6.03 4.14 4.13 6.00
4 4.94 4.27 6.27 3.94 4.13 6.04
Kontrol 2 6.57 5.23 2.34 3.87 5.23 6.57
4 4.37 4.00 1.80 4.03 4.80 4.57
Dingin Grm+Kyt 2 5.04 5.04 5.80 3.93 2.63 6.47 5.10 3.03
4 5.83 4.37 6.87 3.87 3.07 6.64 5.80 4.07
6 4.50 4.67 6.47 4.84 3.60 6.77 6.07 4.30
8 3.70 3.40 5.64 4.67 4.30 6.24 5.14 4.37
10 4.90 4.47 6.03 4.27 4.37 6.30 5.20 3.90
12 5.04 4.53 6.30 4.87 4.60 6.87 5.10 3.40
Grm+Jrk Nps 2 5.77 5.77 1.47 4.44 2.47 5.20 5.40 3.30
4 5.87 5.27 2.07 4.17 3.54 5.57 6.74 3.50
6 5.93 5.27 2.50 4.17 3.80 6.44 6.00 4.07
8 5.10 4.47 1.80 4.90 4.00 5.64 5.73 4.30
10 5.44 4.47 1.97 4.20 5.00 6.07 5.44 3.80
12 6.00 4.10 1.74 4.17 4.74 6.47 5.24 3.63
Grm+Jrk 2
Nps+Kyt 5.63 4.20 6.60 3.84 2.37 6.63 5.20 2.90
4 6.07 3.84 6.70 3.67 2.77 6.60 5.17 3.93
6 4.50 4.14 6.27 4.60 4.33 5.87 5.57 4.37
8 4.77 4.30 6.30 4.24 3.60 6.44 5.54 4.14
10 5.40 4.27 6.20 4.10 4.70 6.37 5.37 4.14
12 5.27 4.10 6.53 4.87 4.27 6.53 4.70 4.40
Kontrol 2 6.93 5.64 1.53 4.20 3.00 5.27 2.60 2.44
4 6.20 5.60 1.70 4.10 3.20 5.10 1.87 2.10
6 5.90 3.60 2.47 3.77 5.57 5.30 2.27 3.50
8 6.60 5.57 1.43 4.13 3.50 6.44 1.67 2.90
10 6.54 4.77 1.60 4.37 3.10 6.07 1.83 2.57
Keterangan :
(a): 1=Amat sangat tidak kompak, 9= Amat sangat kompak
(b):1=Amat sangat tidak beraroma khas tahu, 9= Amat sangat beraroma khas tahu
(c):1=Amat sangat tidak beraroma khas kunyit, 9= Amat sangat beraroma khas kunyit
(d):1=Amat sangat tidak beraroma asam jeruk nipis, 9= Amat sangat beraroma asam
jeruk nipis
(e):1=Amat sangat tidak beraroma asam tahu rusak, 9= Amat sangat beraroma asam tahu
rusak
(f):1=Amat sangat berwarna putih keruh, 9= Amat sangat berwarna putih cerah
(g):1=Amat sangat berwarna kuning pucat, 9= Amat sangat berwarna kuning cerah
(h):1=Amat sangat tidakl berasaasin, 9= Amat sangat berasa asin
(i):1=Amat sangat tidak berasa asam, 9= Amat sangat berasa asam
33
Hasil uji korelasi Pearson kesukaan aroma tahu terhadap mutu aroma khas
tahu, memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif pada suhu ruang
(r=0.595 dan p=0.006) serta suhu dingin (r=0.682 dan p=0.000) (Lampiran 34).
Hal ini berarti bahwa kesukaan terhadap aroma khas tahu semakin tinggi dengan
semakin tingginya aroma khas tahu.
Kunyit digunakan sebagai pengawet tahu yang akan mempengaruhi warna
dan aroma tahu. Hasil analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama
penyimpanan tidak berbeda terhadap mutu aroma kunyit pada tahu baik pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin (Lampiran 13 dan 22). Pada suhu ruang,
perlakuan garam+kunyit menunjukkan skor rata-rata tertinggi (Tabel 6). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan garam+kunyit memperlihatkan warna yang paling
kuning diantara perlakuan pengawet lainnya. Pada penyimpanan suhu dingin,
perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mendapat skor rata-rata tertinggi.
Berdasarkan penelitian Tuasamu (2004), aroma tahu yang berasal dari
kunyit bubuk 0.8% memiliki nilai rata-rata yang cukup tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan kunyit bubuk yang merupakan proses
pengeringan dapat menyebabkan berkurangnya aroma dari kunyit tersebut.
Hasil uji korelasi Pearson kesukaan terhadap aroma tahu terhadap mutu
aroma kunyit pada tahu, tidak mempunyai hubungan pada penyimpanan suhu
ruang (r=-0.403 dan p=0.078). Pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan
yang sangat nyata dan bersifat negatif (r=-0.543 dan p=0.000) (Lampiran 35). Hal
ini berarti kesukaan terhadap aroma tahu semakin meningkat dengan rendahnya
aroma kunyit pada tahu.
Kunyit menimbulkan aroma yang khas. Perlakuan yang diberikan pada
konsentrasi kunyit yang terlalu tinggi akan menurunkan tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk tersebut. Proses pengawetan suatu bahan pangan yang
diberikan pengawet rempah-rempah, terutama kunyit akan mempengaruhi kerja
zat aktif antimikroba yang terdapat dalam rempah-rempah tersebut dalam kondisi
konsentrasi yang tidak terlalu rendah (Lund 2000). .
Jeruk nipis yang diberikan akan mempengaruhi penampakan fisik tahu
terutama aroma asam jeruk nipis. Hasil analisis ragam menunjukkan jenis
pengawet dan lama penyimpanan tidak berbeda terhadap aroma asam jeruk nipis
pada tahu dengan penyimpanan suhu ruang (Lampiran 12).
34
dibandingkan dengan tahu kontrol dan perlakuan pengawet lainnya tetapi dengan
semakin lamanya waktu penyimpanan kesukaan pada aroma tahu dengan
perlakuan garam+jeruk nipis juga akan menurun. Dan menurut hasil uji Dunnet,
perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05).
Suhu Ruang
Suhu Dingin
6,00 6,00
5,00 5,00
K es uk aan A rom a
3,00 3,00
2,00 2,00
2 4 6 8 10 12
2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari)
Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 5 Perubahan skor kesukaan aroma selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
Warna. Warna putih dan kuning tahu digunakan sebagai salah satu
parameter dalam evaluasi mutu inderawi. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa pengawet dan lama penyimpanan berbeda nyata (p>0.05) terhadap mutu
warna putih pada tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dan dingin.
Perlakuan garam+jeruk nipis pada suhu dingin memiliki nilai rata-rata tertinggi
pada penilaian tahu dengan warna paling putih dibandingkan dengan perlakuan
pengawet lainnya (Tabel 6).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu
dengan mutu warna putih, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.001 dan p=0.997) dan suhu dingin (r=0.246 dan p=0.160) (Lampiran 38). Hal
36
ini menunjukkan bahwa semakin cerahnya warna putih pada tahu maka akan
semakin tinggi kesukaan terhadap warna tahu.
Warna kuning pada tahu berasal dari pengawet kunyit yang dilarutkan
dengan air sebagai larutan perendam tahu. Tahu yang diwarnai dengan kunyit
akan terdapat sedikit gumpalan-gumpalan pada permukaannya dan semakin lama
waktu penyimpanan, warna kuning pada permukaannya semakin tidak merata.
Pewarna alami bila dibandingkan dengan pewarna buatan akan membutuhkan
konsentrasi yang lebih besar, agak lamban meresap, warnanya agak suram, dan
mudah larut dalam air (Anonim 1998).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengawet dan lama
penyimpanan tidak berbeda terhadap mutu warna kuning tahu pada penyimpanan
suhu ruang (Lampiran 14) sedangkan pada suhu dingin hasil analisis tersebut
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 24). Warna kuning
pada perlakuan pengawet garam+kunyit mendapat nilai rata-rata tertinggi (Tabel
6). Sedangkan menurut penelitian Tuasamu (2004), perlakuan pengawet kunyit
bubuk : tartrazin = 1:1 memiliki skor rata-rata tertinggi dibandingkan perlakuan
lainnya.
Suhu Ruang Suhu Dingin
7,00 7,00
6,00 6,00
Kes uk aan W arna
Kes uk aan W arna
5,00 5,00
4,00 4,00
3,00 3,00
2,00 2,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 6 Perubahan skor kesukaan warna selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
37
rata tertinggi (Tabel 6) dan menurut hasil uji Dunnet, berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol (p<0.05).
Rasa asam yang mendominasi perlakuan pengawet tersebut
menggambarkan bahwa pengawet jeruk nipis dengan konsentrasi paling kecil
dibandingkan pengawet lainnya mempengaruhi rasa tahu menjadi asam. Asam
sitrat pada jeruk nipis mempunyai kandungan yang besar dibandingkan jenis jeruk
lainnya (Koswara 1992).
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
nyata dan bersifat positif (r=0.489 dan p=0.000) (Lampiran 41) antara kesukaan
rasa dengan mutu rasa asam tahu pada penyimpanan suhu dingin. Hal ini berarti
semakin terasa rasa asam pada tahu maka akan semakin meningkatnya kesukaan
rasa tahu.
Suhu Dingin
6,00
5,00
Kesukaan Rasa
4,00
3,00
2,00
2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 7 Perubahan skor kesukaan rasa selama penyimpanan tahu pada suhu
dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
7,00 7,00
6,00 6,00
P e n e r im a a n U m u m
P e n e r im a a n U m u m
5,00 5,00
4,00 4,00
3,00 3,00
2,00 2,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 8 Perubahan skor penerimaan umum selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
40
Kesimpulan
Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami
tunggal, yaitu kunyit, kayu manis, bawang putih, dan biji pala menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda nyata, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu
mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua hari masa
penyimpanan. Oleh karena itu, pada percobaan selanjutnya dicoba menggunakan
bahan pengawet alami lainnya dalam bentuk kombinasi, yaitu garam 4% + kunyit
3% ; garam 4% + jeruk nipis 1.4% ; garam 4% + kunyit 3% + jeruk nipis 1.4%.
Perlakuan penambahan bahan pengawet alami yang efektif pada
penyimpanan suhu dingin adalah perlakuan kombinasi antara garam dan jeruk
nipis. Perlakuan tersebut memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil, pH tahu
dan larutan perendam tahu yang semakin meningkat selama masa penyimpanan,
skor rata-rata tertinggi terhadap kesukaan aroma, warna, rasa, dan penerimaan
umum serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih delapan sampai 10 hari.
Pada penyimpanan suhu ruang, perlakuan kombinasi garam, jeruk nipis, dan
kunyit memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil, pH tahu dan larutan
perendam tahu yang juga semakin meningkat selama penyimpanan, skor rata-rata
tertinggi terhadap kesukaan tekstur, persen skor rata-rata terkecil pada uji visual
kerusakan tahu selama masa penyimpanan (tekstur tidak kompak, adanya lender,
adanya aroma asam tahu rusak) serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih
dua sampai empat hari.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, tahu sebaiknya selalu dikonsumsi dalam
waktu dua hari. Hal ini disebabkan karena :
- Penggunaan pengawet alami tersebut tidak cukup efektif mengawetkan
tahu untuk jangka waktu yang lama. Karena itu sebaiknya tahu dikonsumsi
dalam waktu tidak lebih dari dua hari, dikemas dengan baik, dan disimpan
dalam lemari es dengan atau tanpa pengawet alami.
- Perlu dilakukan penelitian mengenai cara perbaikan sanitasi dan higiene
serta cara pengemasan yang baik sebagai alternatif pengawetan tahu
dengan menggunakan pengawet alami maupun non alami.