Anda di halaman 1dari 54

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI

DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

RIA MARIANA MUSTAFA. STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET


ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. (Di bawah bimbingan AHMAD
SULAEMAN dan EDDY S. MUDJAJANTO).

Tujuan umum percobaan adalah mempelajari efektivitas bahan pengawet


alami dalam pengawetan tahu. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah
(1) mencari formula bahan pengawet alami bentuk kombinasi yang efektif dan (2)
mengetahui perbedaan perlakuan pengawet terhadap keawetan tahu pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan,
Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan
Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2005.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error untuk (1)
memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji
pala, jeruk nipis, garam dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian
utama, (2) menentukan bentuk bahan pengawet alami (segar atau kering), (3)
menentukan cara penambahan larutan perendam (hanya pada awal penyimpanan
atau setiap hari). Pada penelitian utama dilakukan bentuk kombinasi bahan
pengawet alami (garam, jeruk nipis, kunyit) dengan pengamatan mikrobiologi, pH
larutan perendam dan tahu, evaluasi mutu inderawi inderawi, dan pengamatan
visual kerusakan tahu.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Faktorial dengan dua suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang dan dingin. Data hasil
analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah menggunakan uji
ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan. Dunnet t-test untuk membandingkan perbedaan
pengawet dengan kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui
hubungan antara uji pH larutan perendam dengan pH tahu serta hubungan antara
penilaian inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi 13.0.
Hasil pengamatan penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa keempat jenis
pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, bawang putih) mempunyai efek
yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang
baik selama dua hari pada suhu ruang. Sedangkan perlakuan dengan
menggunakan bahan segar dan kering menunjukkan pengaruh yang tidak jauh
berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Perbedaan yang
nampak adalah warna permukaan tahu menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih
menyengat apabila menggunakan bahan segar.
Pada penambahan larutan perendam di awal penyimpanan saja juga tidak
memberikan pengaruh yang berbeda dengan yang diganti setiap hari, yaitu sama-
sama hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Pada penelitian utama
digunakan bentuk kombinasi antara garam (4%) + kunyit (3%), garam (4%) +
jeruk nipis (1.4%) ,dan garam (4%) + kunyit (3%) + jeruk nipis (1.4%).
Analisis ragam pada penyimpanan suhu ruang dan dingin menunjukkan bahwa
lama penyimpanan dan jenis pengawet berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap
total mikroba. Perlakuan garam+kunyit+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata
total mikroba terkecil dan pada penyimpanan suhu ruang. Sedangkan pada
penyimpanan suhu dingin, perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-
rata total mikroba terkecil. Berdasarkan hasil uji Dunnet, kedua perlakuan tersebut
yang memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil pada suhu ruang dan dingin
berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.01).
Hasil uji korelasi Pearson antara pH larutan perendam dengan pH tahu, tidak
berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.439, p=0.276) sedangkan pada
suhu dingin menunjukkan hubungan sangat nyata dan bersifat positif (r=0.728,
p=0.000). Analisis ragam terhadap pH larutan perendam selama penyimpanan
suhu dingin menunjukkan bahwa jenis pengawet dan lama penyimpanan berbeda
nyata (p<0.05) dengan pH larutan perendam tahu. Pada percobaan ini, perlakuan
garam+jeruk nipis merupakan pH larutan perendam yang paling asam pada
penyimpanan suhu dingin. Berdasarkan hasil uji Dunnet juga berbeda nyata
dengan perlakuan kontrol (p<0.05). Tetapi pada penyimpanan suhu ruang, hasil
analisis ragam menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan pengawet dan waktu
penyimpanan tidak berbeda terhadap pH tahu pada suhu ruang dan dingin. Tetapi
perlakuan pengawet garam+kunyit dan garam+jeruk nipis memiliki pengaruh
yang berbeda nyata (p<0.05) dengan pH tahu kontrol.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan terhadap tekstur tahu
tidak berhubungan dengan mutu tekstur tahu pada suhu ruang (r=0.076 dan
p=0.751) sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang
sangat nyata dan bersifat positif (r=0.294 dan p=0.025).
Hasil uji korelasi Pearson kesukaan aroma tahu terhadap mutu aroma khas
tahu, memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif pada suhu ruang
(r=0.595 dan p=0.006) serta suhu dingin (r=0.682 dan p=0.000). Hasil uji korelasi
Pearson kesukaan terhadap aroma tahu terhadap mutu aroma kunyit pada tahu,
tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.403 dan p=0.078).
Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang sangat nyata
dan bersifat negatif (r=-0.543 dan p=0.000). Hasil uji korelasi Pearson antara
kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma asam jeruk nipis, tidak berhubungan
pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.07 dan p=0.975) dan suhu dingin (r=-0.137
dan p=0.305). Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan
mutu aroma tahu yang rusak, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.105 dan p=0.660) dan pada suhu dingin memiliki hubungan yang nyata dan
bersifat negatif (r=-484 dan p=0.000).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan
mutu warna putih, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=0.001 dan
p=0.997) dan suhu dingin (r=0.246 dan p=0.160). Hasil uji korelasi Pearson
menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan mutu warna kuning tahu,
memiliki hubungan yang nyata dan bersifat negatif (r=-0.838 dan p=0.009) pada
penyimpanan suhu ruang dan pada suhu dingin (r=-0.184 dan p=0.389).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan sangat
nyata dan bersifat positif (r=0.727 dan p=0.000) antara kesukaan rasa dengan
mutu rasa asin tahu. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat nyata dan bersifat positif (r=0.489 dan p=0.000) antara kesukaan rasa
dengan rasa asam tahu.
STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI
DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Skripsi : STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET
ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU
Nama Mahasiswa : Ria Mariana Mustafa
NIM : A54101054

Menyetujui ,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Ir. Eddy S. Mudjajanto


NIP 131 803 658 NIP 131 760 849

Mengetahui ,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr


NIP 130 422 698

Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Desember 1983. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Arie Mustafa dan
Ibu Maria Ulfah.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD
Muhammadiyah V Jakarta. Tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN
29 Jakarta sampai tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan
sekolah di SMUI Al-Azhar 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2001 melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama
menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian periode 2002-2003, Badan Otonom HIMAGITA Bina Desa periode
2002-2004, dan Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian
(HIMAGITA) tahun 2003-2004. Pada tahun 2004, penulis menjadi asisten untuk
mata ajaran Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan serta Patiseri dan Konfeksioneri.
Tahun 2005 menjadi asisten mata kuliah Kimia Makanan, Program Studi Higiene
Makanan serta mata kuliah Pengemasan dan Penyimpanan Makanan, Program
Studi Manajemen Usaha Boga, Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah
berpartisipasi dalam ”Program Kreativitas Mahasiswa” tingkat IPB dalam bidang
Pengabdian Masyarakat tahun 2003-2004.
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman M.S. dan Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, saran, dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Budi Setiawan M.S. sebagai
dosen penguji, atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.
2. Ayah, Ibu dan Lydia atas doa tulus, curahan kasih sayang, pengorbanan yang tak
terkira demi kebahagiaan penulis.
3. Dewi Wulandari Ariesta, M. Aries, dan Nadhira, atas kritik dan sarannya sebagai
pembahas selama seminar.
4. Pak Mashudi dan Pak Asep Rusyana atas semua bimbingannya, nasehat, kritik, saran
dan candanya yang selalu menghiasi selama penulis menjalani penelitian.
5. Keluarga Ibu Badri, atas segala doa, semangat, dan bantuan atas penyediaan bahan
baku tahu yang diperlukan dalam penelitian ini.
6. My Angels, Lies, Tienot, Kartini, Endah, Yanthi, Desnelli, Ocha, , Tina, Linda, Mas
Rindra, Indria, Nofa, V-jay, dan Dina atas semua karunia keindahan persahabatan yang
kalian berikan.
7. Rohiman Acah, atas semua semangat dan hari-hari indah yang selalu dihadirkan untuk
penulis.
8. Mba Fitrah dan Mba Nisa atas semua semangat, kritik, saran dan bantuannya kepada
penulis selama penelitian.
9. Tim KKP Baranangsiang, Bu Sanyoto, Ika, Endah, Tina, Ocha, dan Aldoko atas semua
doa dan bantuannya yang tidak terkira.
10. Anak-anak lab, Ade, Unie, Eka, Ina, Hani, Nana sari, Nana Yani, Yuni, Adi, Wawan
atas semua bantuan dan kenangan yang indah selama di Lab.
11. Anton dan M. Iqbal atas semua bantuannya yang tak terkira terutama slide seminar
yang menakjubkan.
12. All Gamasakers 37, 38, dan 39 atas semua semangat dan doanya.
Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat berguna bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2006
Ria Mariana Mustafa
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL...................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. iii
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tahu................................................................................................ 3
Kerusakan dan Pengawetan Tahu................................................... 5
Bahan Pengawet Alami................................................................... 6
Kunyit............................................................................................. 7
Garam.............................................................................................. 9
Jeruk Nipis...................................................................................... 10
Kayu Manis..................................................................................... 10
Biji Pala........................................................................................... 11
Bawang Putih.................................................................................. 12

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... 13
Metode Penelitian........................................................................... 13
Evaluasi Mutu Tahu........................................................................ 17
Rancangan Percobaan..................................................................... 19
Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 20

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian Pendahuluan.................................................................. 21
Penelitian Utama............................................................................ 23
Mutu Mikrobiologi Tahu.................................................... 24
pH Larutan Perendam dan pH Tahu................................... 26
Evaluasi Mutu Inderawi.................................................... 30
Pengamatan Visual Kerusakan........................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 44
LAMPIRAN............................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi zat gizi tahu per 100 g………………………………………. 3
2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam
amino yang dianjurkan FAO/WHO…………………………………… 4
3 Syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
01-3142-1992…………………………………………………………… 4
4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g
bahan yang dapat dimakan……………………………………………... 8
5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan
perendam tahu…………………………………………………………... 17
6 Skor rata-rata mutu inderawi tahu selama penyimpanan pada suhu
ruang dan dingin……………………………………………………….. 32
7 Persentase skor rata-rata pengamatan inderawi deteksi kerusakan tahu
selama penyimpanan pada suhu ruang dan dingin………………........... 41

i
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet……. 25

2 Perubahan pH larutan perendam selama penyimpanan tahu pada


suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan
pengawet………………………………………………………….. 27

3 Perubahan pH tahu selama penyimpanan tahu pada suhu ruang


dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet…………… 29

4 Perubahan skor kesukaan tekstur selama penyimpanan tahu pada


suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan
pengawet………………………………………………………….. 30

5 Perubahan skor kesukaan aroma selama penyimpanan tahu pada


suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan
pengawet………………………………………………………….. 35

6 Perubahan skor kesukaan warna selama penyimpanan tahu pada


suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan
pengawet………………………………………….......................... 36

7 Perubahan skor kesukaan rasa selama penyimpanan tahu pada


suhu dingin dengan penambahan perlakuan pengawet…………… 38

8 Perubahan skor penerimaan umum selama penyimpanan tahu


pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan
pengawet………………………………………….......................... 39

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Lembar penilaian organoleptik…………………………………………….. 47
2 Hasil pengamatan visual trial and error......................................................... 50
3 Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu ruang................................. 54
4 Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu dingin................................ 54
5 Rekapitulasi hasil uji total mikroba tahu selama penyimpanan...................... 56
6 Rekapitulasi data analisis nilai pH tahu dan larutan perendam…………….. 57
7 Hasil uji ragam Total Plate Count (TPC) tahu pada penyimpanan suhu
ruang………………………………………………………………………... 58
8 Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu
ruang.............................................................................................................. 58
9 Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu ruang…………………....
58
10 Hasil uji ragam skor mutu tekstur tahu pada penyimpanan suhu
ruang…………………………………………………………………........... 58
11 Hasil uji ragam skor mutu aroma khas tahu pada penyimpanan suhu
ruang............................................................................................................... 58
12 Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu
suhu ruang………………………………………………………................... 58
13 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu
ruang………………………………………………………………………... 59

14 Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu
ruang…………………………………………………………………........... 59
15 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap tekstur tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………………………………... 59
16 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap warna tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………………………………... 59

16a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna
tahu pada penyimpanan suhu ruang………………………………………… 59

17 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap aroma tahu pada penyimpanan
suhu ruang………………………………………………….......................... 59
18 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan
suhu ruang…………………………………………....................................... 60

19 Hasil uji ragam Total Plate Count (TPC) tahu pada penyimpanan suhu
dingin…………………………………………………………...................... 60

iii
20 Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu 60
dingin…………………………………………………..................................
21 Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu dingin……………...…… 60
21a Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pengawet terhadap pH tahu pada
penyimpanan suhu dingin…………………………………………………... 60

22 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu
dingin………………………………………….............................................. 60
23 Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu
suhu dingin…………………………………………...................................... 61
24 Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu
dingin…………….......................................................................................... 61
25 Hasil uji ragam skor mutu rasa asin tahu pada penyimpanan suhu
dingin.............................................................................................................. 61

26 Hasil uji ragam skor mutu rasa asam tahu pada penyimpanan suhu
dingin.............................................................................................................. 61

27 Hasil uji ragam skor kesukaan tekstur tahu pada penyimpanan suhu
dingin……………………………………………………………………….. 61
.
28 Hasil uji ragam skor kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu
dingin..………………………………………………………………............ 61
29 Hasil uji ragam skor kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu
dingin…..…………………………………………………………………... 62
29a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna
tahu pada penyimpanan suhu dingin……………………………………… 62
30 Hasil uji ragam skor kesukaan rasa tahu pada penyimpanan suhu
dingin...……………………………………………………………………... 62
30a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap rasa
tahu pada penyimpanan suhu dingin………………………………………... 62
31 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan
suhu dingin………………………………………………………………... 62
32 Hasil uji korelasi Pearson pH larutan perendam dengan pH tahu pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………………………….. 62

33 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu tekstur tahu dengan kesukaan tekstur
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin.............................................. 63
34 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma khas tahu dengan kesukaan
aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………... 63

iv
35 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma kunyit pada tahu dengan
kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63

36 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam jeruk nipis pada tahu
dengan kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan
dingin............................................................................................................. 63

37 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam tahu rusak dengan
kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63

38 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna putih tahu dengan kesukaan
warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………………... 63

39 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna kuning tahu dengan kesukaan
warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………............... 63

40 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asin tahu dengan kesukaan rasa
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………………………….. 64

41 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asam tahu dengan kesukaan rasa
tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………………………….. 64

42 Hasil uji korelasi Pearson skor penerimaan umum dengan mutu tekstur,
aroma khas tahu, aroma kunyit, aroma asam jeruk nipis, aroma tahu rusak,
warna putih dan kuning, rasa asam dan asin, kesukaan tekstur, aroma,
warna, rasa pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……………... 64

v
TINJAUAN PUSTAKA

Tahu
Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu atau
Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak,
lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan
memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang
dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1994).
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil
penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan
kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium,
misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko
(Sarwono & Saragih 2003).
Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang
sangat penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya (Tabel
1).
Tabel 1 Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g
Jumlah
Komposisi
Kacang Kedelai Kering Tahu
Energi (Kal) 331 68
Protein (g) 34.9 7.8
Lemak (g) 18.1 4.6
Karbohidrat (g) 34.8 1.6
Kalsium (mg) 227.0 124
Fosfor (mg) 595.0 63
Besi (mg) 8.0 0.8
Vitamin A (RE) 14 0
Vitamin C(mg) 0 0.006
Vitamin B (mg) 1.07 0
Air (g) 7.5 84.8
Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)

Mutu protein tahu lebih tinggi dari mutu protein kacang kedelai bila
ditinjau dari mutu gizinya (Murdiati 1985). Mutu protein tahu dapat dilihat dari
kandungan asam amino penyusunnya. Di antara semua produk olahan kedelai,
kandungan asam amino tahu adalah yang paling lengkap. Perbandingan skor asam
4

amino tahu dengan yang disarankan FAO/WHO dijabarkan pada Tabel 2


(Sarwono & Saragih 2003).
Tabel 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam
amino yang dianjurkan FAO/WHO
Anjuran FAO/WHO Komposisi Asam Amino
Jenis Asam Amino
(mg/g) Tahu (mg/g N)
Metionin & sistin 220 156
Threonin 250 178
Valin 310 264
Lisin 340 333
Leusin 440 448
Isoleusin 250 261
Fenilalanin & Tirosin 380 490
Triptofan 60 96
Total 2250 2226

Tahu yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain beraroma kunyit jika
berwarna kuning, teksturnya agak lunak, dan tidak beraroma asing atau tidak
normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu tahu yang baik
adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan tabel
tersebut menyiratkan bahwa tahu tidak boleh mengandung Escheria coli lebih dari
10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella walaupun kurang dari
satu sel. Syarat mutu tahu juga dibatasi dalam hal kandungan cemaran logam berat
yang mempunyai nilai maksimum yang berbeda satu sama lainnya.
Tabel 3 Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01- 3142-1992
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
Bau - Normal
Rasa - Normal
Warna - Putih normal atau kuning normal
Penampakan - Normal tidak berlendir dan berjamur
2 Abu % (b/b) Maks. 1.0
3 Protein % (b/b) Min. 9.0
4 Lemak % (b/b) Min 0.5
5 Serat kasar % (b/b) Maks 0.1
6 Bahan tambahan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan Permenkes
makanan No. 1168/Menkes/Per/IX/1999
7 Cemaran mikroba :
Escheria coli Angka Paling Maks. 10
Memungkinkan/Gram
(APM/g)
Salmonella /25 g Negatif
5

Kerusakan dan Pengawetan Tahu


Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan sehingga
dapat digolongkan ke dalam golongan high perishable food (Shurtleff & Aoyagi
1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan
bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum
15oC (Fardiaz 1983. Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air
menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba
sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono & Saragih 2003).
Kerusakan mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor, antara
lain (1) adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan
termodurik, (2) adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama
proses pembuatan sampai tahu siap untuk dikonsumsi, (3) suhu penyimpanan, dan
(4) adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu
(Shurtleff & Aoyagi 1979).
Komposisi suatu bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme
yang dapat tumbuh dengan baik pada bahan tersebut. Mikroorganisme penyebab
kerusakan pada bahan pangan berkadar air tinggi dengan pH netral terutama
berasal dari golongan bakteri (Shurtleff & Aoyagi 1979). Bakteri asam laktat yang
berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhrotopik gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri gram positif merupakan bakteri-bakteri yang
dominan terdapat di dalam tahu segar (Fardiaz 1983). Bakteri tersebut umumnya
bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya.
Pada saat metabolisme berlangsung, bakteri akan menggunakan protein, lemak,
karbohidrat, dan komponen zat gizi lainnya sebagai sumber karbon dan energi
untuk pertumbuhannya. Bakteri akan memecah protein menjadi polipeptida, asam
amino, dan amin kemudian beberapa spesies lainnya juga dapat memecah lemak
menjadi gliserol dan asam lemak.
Perubahan yang dapat terlihat dari luar apabila telah mengalami
kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu
berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan
tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaannya (Fardiaz, Dewanti,
Suliantari & Rahaju 1988). Sedangkan ciri-ciri tahu yang mengandung formalin
6

adalah tahu tidak rusak sampai tiga hari pada suhu ruang dan bertahan lebih dari
15 hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak
menyengat khas formalin (Mujadjanto 2005).
Menurut Winarno dan Rahayu (1994), perendaman tahu selama satu
malam dengan larutan formalin 0.1-0.15% mampu mengawetkan tahu sampai tiga
minggu dengan tekstur yang kempal dan apabila konsentrasi formalin
ditingkatkan menjadi 0.2%, tahu dapat tahan sampai satu bulan tetapi setelah
dicuci dan digoreng adanya formalin masih dapat dideteksi.
Walaupun formalin mempunyai kemampuan mengawetkan tahu sampai
beberapa minggu, penggunaannya dalam makanan dilarang. Di Indonesia,
penggunaan formalin dilarang seperti diatur dalam peraturan Permenkes
No.722/Menkes/1988 yang diperbaharui dengan Permenkes
No.1168/Per/IX/1999. Penggunaan formalin dilarang karena bahan kimia itu
dapat membahayakan kesehatan. Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat
karsinogenik (penyebab kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan sel fungsi
hati dan jaringan) (BPOM 1993). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengganti
formalin sebagai pengawet makanan.
Bahan Pengawet Alami
Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak
khasiat, terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif
aman dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan
proses dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-
kadang bersifat karsinogenik (Winarno & Rahayu 1994). Rempah-rempah
merupakan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba yang khas
sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan.
Asal kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa latin yaitu spices
aromatacea yang berarti buah-buahan bumi. Rempah-rempah terbagi menjadi
dua, yaitu dalam bentuk bubuk dan aslinya. Perbedaan rempah-rempah dan
bumbu adalah kalau rempah-rempah merupakan salah satu jenis bahan pengawet
alami yang telah melalui proses pengeringan terlebih dahulu sedangkan bumbu
merupakan bahan pengawet asli (segar) tanpa melalui proses pengeringan
(Purseglove et al. 1981).
7

Rempah-rempah merupakan bahan yang umum digunakan oleh


masyarakat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang
khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya (berpengaruh
positif terhadap kesehatan), dan memberi sifat ketahanan serta pengawetan
(Somaatmadja 1985). Rempah-rempah tertentu juga mempunyai aktivitas
menghambat pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri.
Aktivitas antimikroba ini diduga karena adanya senyawa kimia pada rempah-
rempah yang bersifat racun terhadap mikroba tertentu (Pruthi 1979).
Senyawa antimikroba ini sering ditambahkan ke dalam makanan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk dan perusak. Bahan tambahan yang
umum digunakan adalah asam organik dan garamnya. Penambahan senyawa
antimikroba dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh : (1)
rusaknya dinding sel sehingga terjadi lisis atau terhambatnya pembentukan
dinding sel pada sel yang tumbuh, (2) berubahnya permeabilitas membran
sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran nutrien dari dalam sel, (3) denaturasi
protein, dan (4) terhambatnya kerja enzim di dalam sel (Pelczar & Reid 1972).
Kunyit
Tanaman kunyit termasuk famili Zingiberaceae (suku temu-temuan),
genus Curcuma, dan spesies domestica. Tanaman ini pertama kali diperkenalkan
ke dunia ilmu pengetahuan dengan nama Curcuma longa, namun karena nama
tersebut sudah digunakan untuk jenis rempah-rempah yang lain, maka pada tahun
1918 Valenton memberi nama baru untuk kunyit, yaitu Curcuma domestica
(Purseglove et al. 1981).
Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain
minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati,
beberapa mineral dan sebagainya. Komponen utamanya adalah pati dengan
jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering (Purseglove et al. 1981).
Komposisi kimia rimpang kunyit kering dapat dilihat pada Tabel 3.
8

Tabel 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g bahan
yang dapat dimakan
Komposisi Jumlah
Air (g) 11.4
Kalori (Kal) 1480.0
Protein (g) 7.8
Lemak (g) 9.9
Karbohidrat (g) 42.9
Serat (g) 6.7
Abu (g) 6.0
Kalsium (mg) 182.0
Fosfor (mg) 268.0
Vitamin B (mg) 5.0
Vitamin C (mg) 26.0
Sumber : Farrell 1985
Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta
berbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan
berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur
yang keras tetapi rapuh (Purseglove et al. 1981).
Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan
pigmen kurkumin (C12H20O6) dan kandungan minyak volatilnya. Kandungan
pigmen kunyit (dinyatakan dengan kurkumin) dan minyak volatil dari berbagai
jenis kunyit yang diperdagangkan berkisar antara 0.5-6.0% dan 1.3-6.0%
(Pursgelove et al. 1981). Minyak ini mengandung alkohol, turmerol, dan
curcumin sedangkan bagian utama dari minyak ini adalah turmeron dan
aldehidroturmeron. Komponen organik lainnya adalah d-α-phelandren, d-
sabinen, zingiberen, cineol, dan borneol.
Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu
Lactobacillus fermentum, L. Bulgaricus, Bacillus cereus, B. Subtilis, dan B.
megaterium dan diduga kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat
bakterisidal, dan salah satu senyawa tersebut disebabkan oleh senyawa kurkumin
yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol
simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto 1983).
Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak
membran sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi
tekanan permukaan sel.
9

Garam
Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang
pertama dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam
makanan. Garam yang merupakan zat pengawet organik adalah bahan yang sangat
penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya di Indonesia.
Sejumlah kecil garam biasanya ditambahkan secara langsung atau melalui
perendaman terhadap beberapa macam makanan untuk memperbaiki rasa, flavor
dan menjaga mutu selama penyimpanan.
Garam yang digunakan adalah garam dapur yang sering disebut juga
“common salt”. Secara teoritis garam yang berasal dari penguapan air laut
mempunyai kadar natrium klorida di atas 97% akan tetapi dalam prakteknya kadar
natrium klorida di bawah 97% (Sutanti 1989). Sifat antimikroorganisme garam
akan menghambat secara selektif. Air ditarik dari dalam sel mikroba sehingga sel
menjadi kering, yang disebut proses osmosis. Mikroorganisme pembusuk atau
proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling terpengaruh walau
dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%) (Supardi 1999).
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas
dari pengaruh racunnya (Buckle, Edwards, Fleet & Wootton 1987). Penggunaan
garam juga tergantung dari jenis bahan pangan yang diawetkan walaupun dengan
semakin tingginya konsentrasi garam yang digunakan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan
dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik
(Supardi 1999). Selain itu, penggunaan garam sebagai bahan pengawet akan
mempengaruhi penerimaan rasa dari jenis pangan, terutama tahu yang mempunyai
rasa tawar dan rasa yang khas.
Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis)
membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di
samping itu, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan
yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat
mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah
pertumbuhannya (Supardi 1999).
10

Jeruk Nipis
Jeruk nipis adalah jenis buah yang telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat di Indonesia dalam proses persiapan makanan maupun pengobatan.
Air hasil perasan jeruk nipis banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam
kegunaan misalnya sebagai obat sakit tenggorokan, campuran minuman dan
makanan, serta banyak dipergunakan sebagai bumbu dapur. Penambahan jeruk
nipis bertujuan untuk menambah rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat
koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dan lainnya
(BPOM 2003).
Jeruk nipis mempunyai rasa lebih asam dari jenis jeruk lainnya. Jenis asam
utama yang dikandungnya adalah asam sitrat (Sutanti 1989). Meskipun demikian
perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang
dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak pernah cukup untuk
menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu, selalu
ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan pangan sejenis ini. Asam yang
terdapat pada buah jeruk terutama jeruk nipis dapat menurunkan pH suatu
makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan
penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan
mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan
mikroba yang khas dari hasil urainya. Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat
bervariasi bergantung kepada kondisi keasamannya (Supardi 1999).
Kayu Manis
Kayu manis berasal dari famili Lauraceae. Kayu manis yang digunakan
sebagai rempah-rempah berasal dari kulit pohon tanaman Cinnamonum
zeylanicum. Penggunaan utama kulit kayu manis baik dalam bentuk utuh maupun
bubuk adalah sebagai bumbu dalam masakan. Bubuk kayu manis banyak
digunakan dalam industri produk roti, pikel, pudding, minuman, dan kembang
gula (Somaatmadja 1985).
Kayu manis yang digunakan dalam berbagai makanan mempunyai sifat
mengawetkan makanan, karena mempunyai sifat bakterisidal dan penghambat
khamir. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat merangsang pertumbuhan
11

kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora aseksual. Konsentrasi 1.6%


dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian Fardiaz et al. (1988), yaitu A.
parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N. sitophila, Rhizopus sp., dan
Aspergillus sp. Kayu manis juga dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif
dari semua basili yang diuji.
Kayu manis mengandung 0.9-2.3% minyak esensial. sinamat aldehida
terkandung dalam kayu manis sebanyak 65-75%. Komponen-komponen kimia
lainnya yang terdapat dalam kayu manis antara lain benzaldehida, nonialdehida,
eugenol, metil n-amil keton, furfural, l-α pinen, α-felandren, p-sinen,
hidrosinamat aldehida, cuminaldehida, l-linalool, kriofilen, dan linalil isobutirat.
Biji Pala
Pohon pala (Myristica fragrans houtt) tergolong ke dalam famili
Myristiceae. Bagian pohon yang biasa digunakan sebagai rempah-rempah adalah
biji dan bunganya. Biji pala berwarna coklat keabu-abuan, berbentuk oval,
berbentuk bulat dan bulat lonjong dengan ukuran yang bervariasi. Biji pala
tergolong ke dalam ukuran besar jika ukuran panjangnya mencapai 30 mm dan
tebal 20 mm. Permukaan biji pala berkerut-kerut dan beralur. Biji pala ini relatif
keras sehingga sukar dipotong. Apabila permukaannya dipotong, akan
menunjukkan bagian endosperma yang berwarna coklat pucat, ditandai dengan
garis-garis coklat (perisperma). Minyak atsiri biji pala terdapat pada garis-garis
tersebut (Somaatmadja 1985).
Pala menimbulkan bau aromatik khas, menyebabkan rasa hangat, dan
sedikit rasa pahit. Sifat khas tersebut disebabkan oleh minyak volatil yang
dikandungnya. Biji pala digunakan antara lain dalam pembuatan roti, cookies,
apple pie, meat loaf, dan sup.
Menurut Frazier & Westhoff (1978), setiap jenis senyawa antimikroba
pada suatu rempah-rempah bersifat menghambat suatu jenis mikroba tertentu.
Sesuai dengan penelitian Susilawati (1987), bahwa konsentrasi 3.3% bubuk biji
pala dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif berbentuk batang dan
kokus, antara lain Bacillus pumilus, Micrococcus varians, Pseudomonas sp. dan
Leuconostoc sp.
12

Bawang Putih
Bawang putih merupakan umbi dari tanaman Allium sativum L., termasuk
dalam famili Amarylidaceae. Kegunaanya antara lain sebagai bumbu masakan
daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya. Bawang putih mengandung
minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari 60% dialil disulfit, 20% dialil
trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil dietil disulfit, dialil polysulfit,
allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning kecoklatan dan berbau pedas.
Bau bawang putih yang sebenarnya diperkirakan berasal dari dialil disulfit (Farrell
1985).
Senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih adalah allisin.
Senyawa tersebut mengandung sulfur organik dan dapat terdegradasi menjadi
tiosulfanat dan disulfida. Komponen disulfida yang spesifik mempunyai aktivitas
penghambatan terhadap proses pertunasan sel khamir (Fardiaz et al. 1988). Hasil
penelitian Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat
pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan,
Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan
Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Maret 2005 sampai Juli 2005.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah tahu putih yang diperoleh dari
Pabrik Tahu Pong, Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor. Kacang kedelai yang
digunakan adalah kacang kedelai putih. Bahan pengawet alami yang digunakan
adalah garam kasar, jeruk nipis, rimpang kunyit, kayu manis varietas Cassia
Indonesia B stick, bawang putih, dan biji pala dengan mutu Calibrated Nutmeg
(CN) baik dalam bentuk segar dan kering. Bahan lainnya yang digunakan untuk
pengamatan mikrobiologi adalah larutan pengencer NaCl 0.85%, akuades, media
Plate Count Agar (PCA), alkohol 96%, spiritus, dan kapas steril.
Peralatan yang digunakan adalah blender, pisau, plastik polyetilen, corong
pemisah, mesin sealer, otoklaf, juicer, penyaring, panci, kompor, kulkas, cawan
petri, pipet, mortar, stomacher, hot plate, erlenmeyer (100 ml, 500 ml, 1 l), tabung
reaksi, mortar, penggerus, bunsen, gegep, dan oven. Peralatan lainnya adalah pH
meter dan peralatan untuk pengamatan evaluasi mutu inderawi serta pada
pengamatan visual kerusakan tahu menggunakan piring dan sendok.
Metode Penelitian
Penelitian Pendahuluan
(A) Uji coba bahan dan metode
Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error yang bertujuan
untuk:
(1) Memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji
pala, dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian utama.
(2) Menentukan bentuk bahan pengawet (segar atau kering) yang akan digunakan.
14

(3) Menentukan cara penambahan larutan perendam (awal penyimpanan atau


setiap hari).
Semua perlakuan pengawet dibandingkan dengan kontrol. Tahu kontrol
yang digunakan adalah jenis tahu putih. Tidak ada perlakuan proses pengawetan
maupun penambahan bahan pengawet tambahan. Tahu kontrol yang digunakan
mengalami penyimpanan pada suhu ruang selama empat hari dan suhu dingin
selama 12 hari.
Larutan perendam tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami
dalam bentuk segar dibuat dengan cara sebagai berikut: dikupas bersih, dipotong
sekecil mungkin, dan dicampur dengan air matang sebanyak 100 ml kemudian
diblender. Sedangkan dalam bentuk kering, dicampur dengan air matang sebanyak
100 ml dan langsung diblender. Konsentrasi yang digunakan untuk kedua bentuk
bahan pengawet alami tersebut adalah untuk kunyit 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v);
kayu manis 0.2, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6% (w/v), biji pala 0.1, 0.3, 1.3, 2.3, 3.3% (w/v),
dan bawang putih 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v). Bentuk rempah kering yang
digunakan diperoleh di pasar dengan merk kupu-kupu dan tanpa penambahan
bahan pengawet tambahan. Ukuran yang digunakan berbeda antara setiap bubuk
rempah yang digunakan.
Kayu manis digunakan sebagai bahan pengawet alami karena mempunyai
sifat mengawetkan makanan. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat
merangsang pertumbuhan kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora
aseksual. Konsentrasi 1.6% dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian
Fardiaz et al. (1988), yaitu A. parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N.
sitophila, Rhizopus sp., dan Aspergillus sp.
Bahan lainnya yang digunakan adalah biji pala. Sesuai dengan penelitian
Susilawati (1987), konsentrasi 3.3% pada bubuk biji pala dapat menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif berbentuk batang dan kokus, antara lain
Bacillus pumilus, Micrococcus varians, Pseudomonas sp. dan Leuconostoc sp.
Bahan pengawet alami selanjutnya adalah bawang putih. Bawang putih
mengandung senyawa antimikroba yang mempunyai aktivitas penghambatan
terhadap proses pertunasan sel khamir (Fardiaz et al. 1988). Hasil penelitian
15

Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat pertumbuhan


Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.
Tahu segar yang diperoleh dari pabrik tahu dengan ukuran yang homogen,
yaitu 4x4x3 cm dan berat rata-rata 46.05 g, direndam dalam 100 ml larutan air
perendam yang berisi perlakuan tunggal bahan pengawet alami tersebut dalam
kantung plastik tahan panas (HDPE). Tahu yang telah dikemas selanjutnya
disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada suhu ruang, tahu yang disimpan
diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6,
8, 10, dan 12.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keempat jenis rempah-rempah
tersebut mempunyai daya awet yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu
mempertahankan mutu tahu yang baik selama dua hari pada suhu ruang.
Perlakuan dengan menggunakan bentuk segar dan kering serta perlakuan
mengganti larutan perendam setiap hari dengan yang tidak diganti juga
menunjukkan pengaruh yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan
tahu selama dua hari.
Hasil trial and error tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan
pengawet tunggal keempat jenis bahan alami tersebut kurang efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh konsentrasi bahan
pengawet yang terlalu kecil.
(B) Penentuan konsentrasi jeruk nipis
Konsentrasi jeruk nipis yang digunakan ditentukan dengan memakai uji
pH larutan perendam tahu sekitar 3.5-4 karena aktivitas optimum asam sitrat
(komponen aktif jeruk nipis) terjadi pada pH tersebut (Buckle et al. 1987). Hal ini
juga sesuai dengan percobaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa perlakuan
kunyit yang dicampur dengan jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan
hari sampai pH larutan perendam menjadi 3.5-4 (Pusbangtepa 1990).
Perlakuan yang digunakan dijaga kestabilannya dengan membuat pH
larutan menjadi 3.5 karena pH efektif yang akan menghambat metabolisme
bakteri perusak tahu antara 3.0-4.0 (Lund 2000). Berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan diketahui bahwa untuk mencapai pH tersebut konsentrasi jeruk nipis
yang digunakan sebesar 1.4% (v/v).
16

(C) Penentuan frekuensi pemberian jeruk nipis


Percobaan juga dilakukan untuk mencari frekuensi pemberian jeruk nipis
yang efektif sebagai bahan pengawet pada perlakuan garam dengan jeruk nipis
dan kombinasi antara garam, jeruk nipis, dan kunyit. Sampel dengan perlakuan
tersebut disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pengamatan visual dilakukan
terhadap perubahan fisik tahu selama penyimpanan tersebut. Pada percobaan
berikutnya pemberian jeruk nipis hanya dilakukan pada awal penyimpanan tahu.
Penambahan di awal ini mempunyai pengaruh yang lebih baik dibandingkan
apabila diberikan setiap hari jika dilihat secara visual baik warna, tekstur, aroma,
dan rasa tahu.
Penelitian Utama
Bahan pengawet alami yang terpilih pada penelitian lanjutan adalah
kunyit, jeruk nipis, dan garam. Kunyit dipilih sebagai bahan pengawet alami
karena bahan tersebut banyak terdapat dan lebih dikenal masyarakat sebagai
pewarna tahu menjadi kuning. Kunyit mengandung kurkumin, yang merupakan
senyawa fenolik yang dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang
menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau
terhambatnya pertumbuhannya (Marwati, Winarti, & Sumangat 1996).
Konsentrasi yang digunakan dinaikkan menjadi 3% dari penelitian terdahulu,
sesuai laporan sebelumnya yang menyatakan pada perlakuan kunyit 3% yang
dicampur jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan hari (Pusbangtepa
1990).
Pada percobaan dengan garam digunakan konsentrasi 4% karena pada
perendaman tahu dalam larutan garam dengan konsentrasi 4% untuk berbagai
jenis tahu yang dibuat dengan berbagai jenis bahan penggumpal memberikan nilai
rata-rata penerimaan tertinggi (Sutanti 1989) dan pada konsentrasi NaCl sebesar
2-5% yang dikombinasikan dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah
pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi 1999). Garam juga mempengaruhi
aktivitas air (aw) dari bahan sehingga mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle
et al. 1987).
17

Bahan pengawet seperti kunyit dan garam dikombinasikan dengan jeruk


nipis. Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan
penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan
mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan
mikroba yang khas dari hasil urainya (Supardi 1999).
Berdasarkan hasil-hasil percobaan sebelumnya maka pada percobaan
utama dilakukan penambahan pengawet alami dengan kombinasi dan konsentrasi
seperti dicantumkan pada Tabel 5. Penambahan kombinasi bahan pengawet
alaminya hanya di awal penyimpanan.
Tabel 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan perendam
tahu
Kode Jenis Formula Garam (%) Kunyit Segar (%) Sari Jeruk Nipis (%)
A 4 3 -
B 4 - 1.4
C 4 3 1.4

Tahu direndam dalam 100 ml larutan air perendam yang berisi perlakuan
kombinasi bahan pengawet alami di atas dalam kantung plastik tahan panas
(HDPE) kemudian dikemas dan disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada
suhu ruang, tahu yang disimpan diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin
diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Pengamatan dilakukan dengan
selang waktu dua hari bertujuan agar rata-rata perubahan yang terlihat lebih dapat
diamati secara jelas. Kriteria pengamatannya mencakup tekstur, rasa, aroma,
warna, dan adanya lendir pada tahu.
Evaluasi Mutu Tahu
(A) Penilaian mikrobiologi
Uji mikrobiologi yang dilakukan pada tahu yang disimpan adalah uji total
mikroba (Total Plate Count) yang dilakukan pada selang waktu dua hari masa
penyimpanan. Sampel tahu sebanyak 10 g ditambah dengan larutan pengencer
NaCl 0.85% sebanyak 90 ml, dihomogenkan dengan stomacher selama dua menit.
Sampel yang telah homogen disiapkan dan dilakukan pengenceran sampai 10-6.
Sampel yang telah diencerkan kemudian dipipet secara aseptik sebanyak 1 ml ke
dalam cawan petri steril dengan metode tuang, dimana PCA dituangkan pada
cawan petri dan diinkubasikan dalam posisi terbalik pada suhu 37oC selama dua
18

hari. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba yang terdapat secara
alamiah pada sampel (Jenie & Fardiaz 1989)
Cara penghitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut :
∑ Mikroba = rata-rata∑ koloni x 1 (FP = Faktor Pengenceran)
fp
(B) Penilaian pH
Sampel tahu sebanyak 10 gram dihaluskan dengan menggunakan mortar
kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat
diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter (Apriyantono,
Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1989).
© Evaluasi mutu inderawi
Pengamatan perubahan mutu inderawi tahu selama penyimpanan
dilakukan secara deskriptif, hedonik (kesukaan), dan pengamatan visual
kerusakan tahu. Penilaian secara deskriptif yang dilakukan meliputi karakteristik
tekstur, aroma khas tahu, aroma kunyit pada tahu, aroma asam jeruk nipis pada
tahu, aroma tahu rusak, warna putih dan kuning pada tahu, serta rasa asin dan
asam pada tahu. Skala penilaian deskriptif yang digunakan adalah 1 sampai 9.
Penilaian secara hedonik (kesukaan) meliputi karakteristik tekstur, aroma,
warna, rasa, dan penerimaan umum tahu. Skala yang digunakan juga dari 1
sampai 9, yaitu dari amat sangat tidak suka (1) sampai amat sangat suka (9). Uji
rasa hanya dilakukan pada penyimpanan suhu dingin.
Tahu yang digunakan untuk uji rasa sebelumnya di blanching selama lima
menit dengan tujuan untuk keamanan. Proses blanching tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan bahwa uji rasa merupakan suatu uji yang sensitif.
Pengamatan mutu inderawi dilakukan dua kali ulangan setiap selang waktu dua
hari masa penyimpanan dengan 15 orang panelis agak terlatih yang terdiri dari
mahasiswa/i Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada pengamatan visual kerusakan, karakteristik tanda-tanda kerusakan
tahu yang diamati antara lain tekstur tidak kompak, aroma asam tahu rusak, dan
adanya lendir. Pengamatan ini tidak menggunakan skala, hanya menggunakan
jenis pertanyaan tertutup pada kuisioner. Contoh format evaluasi inderawi
disajikan pada Lampiran 1.
19

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan utama adalah
Rancangan Faktorial (Sudjana 1995). Faktor yang digunakan ada dua, yaitu jenis
pengawet dan lama penyimpanan. Pada percobaan ini dilakukan dua
penyimpanan, yaitu suhu ruang dan suhu dingin, namun faktor suhu tidak
dimasukkan sebagai perlakuan. Model yang digunakan pada penyimpanan suhu
ruang adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk
Keterangan :
Yijkl = variabel yang diukur
µ = rata-rata umum
Ai = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i
Bj = pengaruh lama penyimpanan ke-j
ABij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j
εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan
ke-j, dan pada ulangan ke-k
i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4)
j = lama penyimpanan (1, 2, 3)
k =ulangan (1, 2)

Sedangkan model yang digunakan pada penyimpanan suhu dingin adalah:


Yijk = µ + Ci + Dj + CDij + εijk
Keterangan :
Yijkl = variabel yang diukur
µ = rata-rata umum
Ci = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i
Dj = pengaruh lama penyimpanan ke-j
CDij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j
εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan
ke-j, dan pada ulangan ke-k
i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4)
j = lama penyimpanan (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
k =ulangan (1, 2)
20

Pengolahan dan Analisis Data


Data hasil analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah
menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk mengetahui dan
membandingkan perbedaan pengawet setiap waktu serta antar pengawet setiap
waktu pengamatan. Dunnet t-tests digunakan untuk membandingkan semua
perlakuan dengan tahu kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk
mengetahui hubungan antara pH larutan perendam dengan pH tahu serta
hubungan antara evaluasi mutu inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi
13.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan, keempat jenis pengawet alami (kunyit, kayu
manis, bawang putih, dan biji pala) yang digunakan dalam bentuk tunggal
mempunyai efek yang tidak jauh berbeda antara setiap perlakuan, yaitu hanya
dapat mengawetkan tahu selama dua hari penyimpanan (pada suhu ruang)
(Lampiran 2).
Pada hari ke dua, semua tahu yang mengalami perlakuan mulai mengalami
tanda-tanda kerusakan, seperti adanya lendir, aroma sedikit asam, kekompakan
berkurang, dan larutan perendam yang sangat keruh serta terdapat residu
(semacam lendir) pada larutan perendamnya. Hal ini kemungkinan disebabkan
taraf konsentrasi yang digunakan belum cukup efektif untuk menghambat
pertumbuhan mikroba pada tahu yang berbeda dengan bahan makanan lainnya.
Taraf konsentrasi rempah-rempah pada penelitian sebelumnya hanya
dianalisis berdasarkan kadar zat aktif antimikroba rempah secara murni saja,
belum diaplikasikan ke dalam bahan makanan. Sementara diketahui bahwa efek
penghambatan atau perangsangan pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-
rempah bersifat khas.
Penggunaan pengawet alami dalam bentuk segar dan kering menunjukkan
hasil yang tidak jauh berbeda yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua
hari penyimpanan. Perbedaan yang nampak adalah warna permukaan tahu
menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih menyengat apabila menggunakan bahan
bumbu dibandingkan yang dalam bentuk bubuk. Hal ini dikarenakan bahwa
bumbu tidak mengalami proses pengeringan menggunakan panas, sehingga
minyak atsiri yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi (Pusbangtepa 1998).
Penambahan larutan perendam yang berisi pengawet alami diawal
penyimpanan saja tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan yang diganti
setiap hari, yaitu sama-sama hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari.
Larutan perendam yang diganti setiap harinya akan membuat aroma dan warna
tahu menjadi lebih berwarna tua dan menyengat serta warna larutan perendamnya
22

akan lebih berwarna gelap dibandingkan yang tidak diganti setiap harinya. Hal ini
mungkin disebabkan karena konsentrasi rempah yang digunakan belum efektif.
Percobaan pada penelitian pendahuluan selanjutnya adalah menggunakan
jeruk nipis sebagai tolak ukur untuk menentukan metode penambahan pengawet
yang diberikan selama penyimpanan. Rata-rata semua perlakuan hanya dapat
mengawetkan tahu selama dua hari. Penambahan jeruk nipis setiap harinya
mempengaruhi rasa dan aroma tahu menjadi asam khas jeruk nipis sedangkan
yang ditambahkan hanya pada awal penyimpanan tidak mempengaruhi rasa dan
aroma tahu. Perlakuan penyimpanan suhu ruang, pada hari keempat sudah
menunjukkan tanda kerusakan tahu (Lampiran 3).
Tanda awal penyimpangan yang terjadi pada penyimpanan suhu ruang
adalah adanya aroma asam tahu rusak dan kekompakan tahu yang berkurang.
Sedangkan tahu kontrol dapat mempunyai mutu yang baik sampai hari ke dua.
Pada perlakuan penambahan jeruk nipis yang diganti setiap hari penyimpanan
memberikan tekstur tahu yang lebih kompak dibandingkan yang diberikan hanya
pada awal penyimpanan tetapi aroma dan rasa tahu menjadi lebih asam.
Penerimaan panelis terhadap tahu akan berkurang jika aroma dan rasa tahu akan
menjadi asam karena tahu mempunyai aroma dan rasa yang khas (tawar).
Pada penyimpanan suhu dingin, semua perlakuan penambahan pengawet,
kecuali kontrol umumnya masih mempunyai mutu yang baik pada hari ke 12 jika
dilihat dari sifat fisik (Lampiran 4). Tahu yang mengalami penyimpanan suhu
dingin sampai hari ke 12, hanya menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu,
antara lain kekompakan semakin berkurang dan semakin kuatnya rasa asam jeruk
nipis. Sedangkan tahu kontrol pada penyimpanan hari ke empat sudah
menunjukkan penurunan mutu yang sama dengan tahu yang diberikan perlakuan
pengawet pada hari ke 12.
Data hasil pengamatan penampakan fisik tahu (Lampiran 3 dan 4) pada
penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa kombinasi pengawet garam+jeruk
nipis memberikan penampakan yang lebih baik selama penyimpanan pada suhu
ruang sampai hari ke empat dan suhu dingin sampai hari ke delapan. Penampakan
warnanya tetap cerah, tidak berlendir, dan rasa yang tawar khas tahu.
23

Tahu yang diberikan perlakuan pengawet garam+jeruk nipis+kunyit sudah


terdapat tanda-tanda kerusakan pada hari ke enam karena asam yang berasal dari
jeruk nipis sudah mulai terasa pada tahu yang diberi perlakuan tersebut.
Penyimpanan pada suhu dingin dapat digunakan untuk mengurangi laju
perubahan kimia/biokimia dan aktivitas mikroorganisme, sehingga mampu
mempertahankan keawetan produk pangan (BPOM 2003).
Penelitian Utama
Pada penelitian utama dilakukan pengawetan tahu dengan pengawet alami
dalam bentuk kombinasi dari bahan pengawet alami yang terpilih pada penelitian
sebelumnya. Penggunaan bentuk kombinasi yang digunakan adalah garam dan
kunyit, garam dan jeruk nipis, serta garam, kunyit, dan jeruk nipis. Bentuk
kombinasi tersebut menggunakan garam sebagai bahan pengawet yang tetap pada
ketiga perlakuan karena selain garam mempunyai sifat antimikroorganisme juga
akan mempengaruhi penerimaan rasa dari tahu yang mempunyai rasa yang khas
dan tawar. Sesuai penelitian Pusbangtepa (1990), tahu yang diberikan perlakuan
garam 5% sebagai pengawet mempunyai daya simpan sampai lima hari. Maka
dilakukan suatu bentuk kombinasi dengan kunyit dan jeruk nipis untuk
memperpanjang masa simpan tahu.
Perlakuan garam dan kunyit merupakan suatu kombinasi zat aktif anti
mikroorganisme NaCl dan kurkumin untuk mengawetkan tahu. Kombinasi
tersebut akan saling bersinergis, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat
menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi
rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba
aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Supardi 1999) dan dikombinasikan dengan
sifat antimikroorganisme kurkumin yang dapat mengubah permeabilitas membran
sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati
atau terhambat pertumbuhannya (Marwati et al. 1996). Fungsi lain dari kurkumin
adalah sebagai zat pewarna dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan
warna tahu.
Bentuk kombinasi lainnya, yaitu garam dan jeruk nipis. Penambahan asam
dengan NaCl merupakan suatu bentuk kombinasi zat aktif pengawet yang
diharapkan akan sinergis dalam mengawetkan tahu dan meningkatkan penerimaan
rasa pada tahu. Asam yang digunakan terdapat pada jeruk nipis yang dapat
24

menurunkan pH suatu makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri


pembusuk (Supardi 1999). Sedangkan kombinasi ketiga bahan pengawet tersebut,
diharapkan akan meningkatkan nilai antimikroorganisme pada masing-masing
bahan pengawet dan akan meningkatkan daya simpan pada tahu.
Mutu Mikrobiologi Tahu
Daya simpan suatu bahan pangan sangat erat kaitannya dengan keadaan
sanitasi pada waktu tahu tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan
kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pada awal penyimpanan,
total mikroba pada tahu yang digunakan berjumlah 4.75 x 106. Menurut Frazier &
Westhoff (1988), jumlah populasi mikroba pada saat terbentuknya lendir sebagai
tanda kerusakan pada suatu bahan pangan tertentu adalah 3.0 x 106 – 3.0 x 108.
Hal ini menunjukkan bahwa tahu yang diproduksi sudah menunjukkan mutu
mikrobiologi yang buruk. Faktor penyebabnya disebabkan oleh kondisi sanitasi
pada industri tahu yang buruk. Tetapi pada penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengamati efektivitas dari suatu bahan pengawet yang diujikan. Jadi walaupun
nilai total mikroba pada tahu di awal penyimpanan sudah melampui batas yang
diharapkan, perubahan nilai yang diujikan masih dapat dikorelasikan untuk
mengukur efektivitas dari suatu bahan pengawet yang diujikan pada tahu.
Pada percobaan ini, kedua kondisi penyimpanan sampai akhir pengamatan
(12 hari pada penyimpanan suhu dingin dan empat hari pada penyimpanan suhu
ruang) pertumbuhan mikroba juga masih mencapai tahap tumbuh, yaitu tumbuh
lebih lambat untuk tahu yang disimpan pada suhu dingin dan tumbuh lebih cepat
untuk tahu yang disimpan pada suhu ruang. Pertumbuhan lebih cepat terjadi
setelah penyimpanan hari ke dua (Gambar 1). Sedangkan sebagai perbandingan
adalah penelitian Sutanti (1989) pada hari ke 16 (penyimpanan suhu dingin) dan
hari ke tujuh (penyimpanan suhu ruang) tahap pertumbuhan mikroba pada tahu
juga dalam tahap tumbuh.

Analisis ragam pada suhu ruang menunjukkan bahwa lama penyimpanan


dan jenis pengawet berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap total mikroba tahu
(Lampiran 7). Penyimpanan empat hari pada suhu ruang menunjukkan bahwa
total mikroba tahu terus meningkat pada setiap hari pengamatan. Hal ini
25

berhubungan dengan tersedianya zat gizi pada tahu yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan bagi mikroba.
Suhu Ruang Suhu Dingin

9,00 9,00

T o ta l M ik r o b a ( L o g 1 0 C F U /g
T o ta l M ik ro b a ( L o g 1 0 C F U /g

8,00 8,00

7,00 7,00

6,00 6,00
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu ruang
dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.

Pada penyimpanan suhu ruang ini, perlakuan garam+kunyit+jeruk nipis


menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil dibandingkan perlakuan lainnya
dan menurut hasil uji Dunnet, perlakuan tersebut berbeda sangat nyata dengan
kontrol (p<0.01). Hal ini disebabkan karena terdapat kombinasi zat aktif yang
terdapat pada kunyit dan jeruk nipis yang diperkuat dengan sifat
antimikroorganisme garam. Garam akan mengurangi tekanan osmotik pada sel
dengan cara menarik air dari dalam sel mikroba sehingga sel menjadi kering, yang
disebut proses osmosis dan akan menghambat metabolisme bakteri perusak
(Supardi 1999).

Pada penyimpanan suhu ruang, nilai total mikroba tahu kontrol pada
penyimpanan hari ke empat sudah mencapai 8.37 log 10 CFU/g, perlakuan
garam+kunyit mencapai 8.27 log 10 CFU/g, perlakuan garam+jeruk nipis
mencapai 7.87 log 10 CFU/g, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai
26

7.43 log 10 CFU/g. Grafik perbedaan antara setiap perlakuan dapat terlihat pada
Gambar 1.

Tanda kerusakan pada tahu ditandai dengan adanya lendir dan aroma asam
tahu rusak. Bakteri yang merusaknya adalah bakteri asam laktat yang berbentuk
Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhotropik gram negatif berbentuk
batang, dan bakteri gram positif yang dominan terdapat di dalam tahu segar
(Fardiaz 1983). Penyimpanan tahu pada suhu ruang menyebabkan mikroba cepat
tumbuh. Hal ini dikarenakan suhu optimum bakteri gram positif yang
menyebabkan kerusakan pada tahu adalah 30-37˚C (Lund 2000). Pada suhu
optimum tersebut, bakteri memperbanyak diri dengan cepat (Fardiaz 1992).

Pada penyimpanan suhu dingin, nilai total mikroba tahu kontrol pada
penyimpanan hari ke 12 sudah mencapai 8.22 log 10 CFU/ g, perlakuan
garam+kunyit mencapai 8.11 log 10 CFU/g, perlakuan garam+jeruk nipis
mencapai 7.91 log 10 CFU/ g, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai
8.09 log 10 CFU/g. Perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total
mikroba terkecil bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan menurut uji
Dunnet, perlakuan tersebut berbeda sangat nyata dengan kontrol (p<0.01).

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan dan jenis pengawet


berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap total mikroba pada suhu dingin (Lampiran
19). Total mikroba tahu juga terus meningkat walaupun lambat. Hal ini
disebabkan perubahan total mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan dapat
dihambat, namun tidak akan mati (Ray 2003).

pH larutan perendam dan pH tahu

Perubahan pH larutan perendam pada ketiga perlakuan menunjukkan


peningkatan yang lambat pada kedua suhu penyimpanan. Keasaman atau pH
larutan perendam pada penyimpanan suhu ruang hari ke empat pada larutan tahu
kontrol mencapai 5.93, perlakuan garam+kunyit mencapai 5.74, perlakuan
garam+jeruk nipis mencapai 5.99, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit
mencapai 5.22. Pada penyimpanan suhu dingin, pH tahu kontrol pada hari ke 12
mencapai 6.01, perlakuan garam+kunyit mencapai 6.32, perlakuan garam+jeruk
nipis mencapai 6.05, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai 6.13.
27

Penurunan pH larutan perendam yang tajam pada penyimpanan hari ke


dua kemungkinan disebabkan karena pada interaksi pertama penyimpanan awal,
reaksi pengawet garam, asam, dan kandungan bahan penggumpal pada tahu
(kalsium sulfat) bereaksi menjadi inaktivator enzim dan bersifat asam. Penyebab
lainnya karena mikroba perusak masih berada pada tahap adaptasi. Tetapi setelah
penyimpanan hari ke dua, mikroba sudah mulai mengalami proses pertumbuhan
awal (Fardiaz 1989).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa pH larutan perendam tidak
mempunyai hubungan dengan pH tahu pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.439,
p=0.276) sedangkan pada suhu dingin mempunyai hubungan yang sangat nyata
dan bersifat positif (r=0.728, p=0.000) (Lampiran 32). Perbedaan hasil kedua
penyimpanan tersebut berbeda karena terdapat penurunan yang sangat tajam pada
penyimpanan hari ke dua sedangkan hari berikutnya mengalami peningkatan yang
tidak tajam (Gambar 2).
Suhu Ruang Suhu Dingin

9,00 9,00
p H L a r u ta n P e r e n d a m

p H L a r u ta n P e r e n d a m

7,00 7,00

5,00 5,00
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 2 Perubahan pH larutan perendam tahu selama penyimpanan suhu ruang


dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
28

Analisis ragam terhadap pH larutan perendam selama penyimpanan suhu


ruang dan dingin (Lampiran 8 dan 20) menunjukkan bahwa pengawet dan lama
penyimpanan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan pH larutan perendam tahu.
Perlakuan garam+jeruk nipis merupakan pH larutan perendam yang paling asam
pada penyimpanan suhu dingin (Gambar 2) dan menurut hasil uji Dunnet, paling
berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05). Pada hari ke dua selama
penyimpanan pada suhu ruang, terjadi kenaikan pH larutan perendam yang tidak
signifikan pada suhu dingin (Gambar 2). Sedangkan hasil analisis ragam pada
penyimpanan suhu ruang jenis pengawet dan lama penyimpanan tidak berbeda
nyata dengan pH larutan perendam.

Pada hasil percobaan Sutanti (1989), rata-rata pH tahu semakin meningkat.


Penyimpanan pada suhu ruang lebih cepat kenaikannya dibandingkan suhu dingin.
Pada kedua sistem penyimpanan, perlakuan jenis asam (asam asetat dan asam
sitrat) berpengaruh terhadap keawetan tahu.
Keasaman (pH) tahu kontrol selama penyimpanan hari ke empat pada suhu
ruang mencapai 5.47, perlakuan garam+kunyit mencapai 5.64, perlakuan
garam+jeruk nipis mencapai 5.75, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit
mencapai 5.78. Keasaman (pH) tahu kontrol pada penyimpanan suhu dingin hari
ke 12 mencapai 5.76, perlakuan garam+kunyit mencapai 5.85, perlakuan
garam+jeruk nipis mencapai 5.87, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit
mencapai 5.69.
Adams dan Moss (1995) menyatakan bahwa secara umum bakteri tumbuh
lebih cepat pada pH 6.0 - 8.0. Hal ini ada pengecualian, terutama pada bakteri
yang memproduksi asam sebagai hasil metabolis, contohnya Lactobacillus dan
bakteri asam laktat lainnya yang tumbuh optimum pada pH 5.0 – 6.0.
Analisis ragam menunjukkan jenis perlakuan pengawet dan lama
penyimpanan tidak berbeda terhadap pH tahu pada suhu ruang dan dingin
(Lampiran 9 dan 21). Tetapi perlakuan pengawet garam+kunyit dan garam+jeruk
nipis memiliki pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) dengan pH tahu kontrol
(Lampiran 21a).
29
Suhu Ruang Suhu Dingin

6,00 6,00

5,90 5,90

5,80 5,80
pH T ahu

pH T ahu
5,70 5,70

5,60 5,60

5,50 5,50

5,40 5,40
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12

Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 3 Perubahan pH tahu selama penyimpanan suhu ruang dan dingin dengan
penambahan perlakuan pengawet.

Terdapat kecenderungan dengan semakin lama penyimpanan maka pH


tahu semakin meningkat (Gambar 3). Kenaikan nilai pH ini mungkin disebabkan
oleh terbentuknya senyawa-senyawa hasil penguraian protein oleh mikroba yang
bersifat basa seperti amoniak atau NH3 (Pelczar & Reid 1972). Tetapi pada
penyimpanan hari ke dua, pH tahu naik sedangkan pH larutan perendam turun.
Hal ini disebabkan karena saat terbentuknya inaktivator enzim seiring dengan
tahap adaptasi oleh mikroba, zat tersebut tidak dapat secara langsung masuk ke
dalam tekstur pori-pori tahu yang kompak dan padat pada permukaannya
dibandingkan permukaan dalamnya yang berpori. Jadi reaksi dari pengawet yang
diberikan tidak langsung bekerja.
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan pH tahu pada
penyimpanan suhu ruang lebih cepat daripada tahu yang disimpan pada suhu
dingin, kecuali tahu kontrol. Hal ini disebabkan oleh penguraian protein menjadi
senyawa-senyawa basa pada suhu ruang lebih cepat dibandingkan suhu dingin
sehingga aktivitas mikroba semakin cepat berkembang.
30

Evaluasi Mutu Inderawi


Tekstur. Pengukuran mutu dan kesukaan terhadap tekstur tahu dilakukan
dengan mengamati tekstur bagian luar tahu dengan cara dipijit oleh tangan. Hasil
analisis ragam pada penyimpanan suhu dingin menunjukkan bahwa pengawet dan
lama penyimpanan berbeda nyata (p>0.05) terhadap mutu kekompakan tekstur
tahu, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang, pengawet dan lama penyimpanan
tidak berbeda terhadap mutu kekompakan tekstur tahu (Lampiran 10).
Selama masa penyimpanan suhu dingin tekstur tahu yang paling kompak
adalah tahu kontrol sedangkan tahu dengan perlakuan garam+jeruk nipis memiliki
kekompakan yang tidak jauh berbeda dengan tahu kontrol (p<0.05). Tetapi
menurut hasil uji Dunnet, semua perlakuan pengawet berbeda sangat nyata
(p<0.05) dengan kontrol.

Suhu Ruang Suhu Dingin

6,00 6,00
K e s u k a a n T e k s tu r

K e s u k a a n T e k s tu r

5,00 5,00

4,00 4,00

3,00 3,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 4 Perubahan skor kesukaan tekstur selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
31

Berdasarkan percobaan Sutanti (1989), kesukaan panelis terhadap tekstur


tahu yang diberikan perlakuan pengawet asam asetat dan asam sitrat serta
dikombinasikan dengan bahan penggumpal tahu untuk memperpanjang masa awet
tahu, nilai rata-ratanya paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya selama masa
penyimpanan. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan kesukaan tekstur
menggunakan pengawet alami pada percobaan ini.
Analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama penyimpanan tidak
berbeda terhadap kesukaan panelis terhadap tekstur tahu pada suhu ruang
(Lampiran 15). Sedangkan pada suhu dingin, berbeda nyata (p<0.05) terhadap
kesukaan tekstur tahu (Lampiran 27). Pada Gambar 4 terlihat bahwa pada
penyimpanan suhu ruang, perlakuan garam+jeruk nipis dan garam+jeruk
nipis+kunyit memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap kekompakan tekstur tahu
yang semakin meningkat selama waktu penyimpanan dan terdapat hubungan yang
berbeda nyata (p<0.05) dengan tahu kontrol. Dan menurut hasil uji Dunnet,
perlakuan pengawet garam+jeruk nipis berbeda nyata dengan perlakuan kontrol
(p<0.05).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan kesukaan terhadap tekstur tahu
tidak berhubungan dengan mutu tekstur tahu pada suhu ruang (r=0.076 dan
p=0.751) sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang
sangat nyata dan bersifat positif (r=0.294 dan p=0.025) (Lampiran 33). Hal ini
menunjukkan bahwa kesukaan terhadap kekompakan tekstur tahu meningkat
seiring dengan semakin kompaknya tekstur.
Aroma. Tahu mengeluarkan aroma sangat khas yang membedakannya
dengan produk pangan olahan kedelai lainnya. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa pengawet dan lama penyimpanan berbeda nyata (p<0.05) terhadap mutu
aroma khas tahu pada suhu dingin. Sebaliknya pada suhu ruang tidak berbeda
(Lampiran 11). Perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata tertinggi
terhadap aroma khas tahu selama masa penyimpanan suhu dingin (Tabel 6) dan
menurut hasil uji Dunnet, berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05).
32

Tabel 6 Skor rata-rata mutu inderawi tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dan
dingin
Aroma
Aro Aroma Aroma
Asam Wrn Rasa Rasa
Suhu Hari Tekstur ma Khas Tahu Wrn
Pgwt Jeruk Kng Asin Asam
Penyimpanan ke- (a) Khas Kunyit Rusak Pth (f)
Nipis (g) (h) (i)
(b) © (e)
(d)
Ruang Grm+Kyt 2 5.03 2.87 7.67 4.20 2.87 7.67
4 4.44 3.67 6.40 3.94 4.67 6.64
Grm+Jrk Nps 2 5.60 6.30 1.77 4.90 6.30 6.34
4 5.17 4.84 2.10 4.07 3.97 5.47
Grm+Jrk 2
Nps+Kyt 5.77 4.13 6.03 4.14 4.13 6.00
4 4.94 4.27 6.27 3.94 4.13 6.04
Kontrol 2 6.57 5.23 2.34 3.87 5.23 6.57
4 4.37 4.00 1.80 4.03 4.80 4.57
Dingin Grm+Kyt 2 5.04 5.04 5.80 3.93 2.63 6.47 5.10 3.03
4 5.83 4.37 6.87 3.87 3.07 6.64 5.80 4.07
6 4.50 4.67 6.47 4.84 3.60 6.77 6.07 4.30
8 3.70 3.40 5.64 4.67 4.30 6.24 5.14 4.37
10 4.90 4.47 6.03 4.27 4.37 6.30 5.20 3.90
12 5.04 4.53 6.30 4.87 4.60 6.87 5.10 3.40
Grm+Jrk Nps 2 5.77 5.77 1.47 4.44 2.47 5.20 5.40 3.30
4 5.87 5.27 2.07 4.17 3.54 5.57 6.74 3.50
6 5.93 5.27 2.50 4.17 3.80 6.44 6.00 4.07
8 5.10 4.47 1.80 4.90 4.00 5.64 5.73 4.30
10 5.44 4.47 1.97 4.20 5.00 6.07 5.44 3.80
12 6.00 4.10 1.74 4.17 4.74 6.47 5.24 3.63
Grm+Jrk 2
Nps+Kyt 5.63 4.20 6.60 3.84 2.37 6.63 5.20 2.90
4 6.07 3.84 6.70 3.67 2.77 6.60 5.17 3.93
6 4.50 4.14 6.27 4.60 4.33 5.87 5.57 4.37
8 4.77 4.30 6.30 4.24 3.60 6.44 5.54 4.14
10 5.40 4.27 6.20 4.10 4.70 6.37 5.37 4.14
12 5.27 4.10 6.53 4.87 4.27 6.53 4.70 4.40
Kontrol 2 6.93 5.64 1.53 4.20 3.00 5.27 2.60 2.44
4 6.20 5.60 1.70 4.10 3.20 5.10 1.87 2.10
6 5.90 3.60 2.47 3.77 5.57 5.30 2.27 3.50
8 6.60 5.57 1.43 4.13 3.50 6.44 1.67 2.90
10 6.54 4.77 1.60 4.37 3.10 6.07 1.83 2.57
Keterangan :
(a): 1=Amat sangat tidak kompak, 9= Amat sangat kompak
(b):1=Amat sangat tidak beraroma khas tahu, 9= Amat sangat beraroma khas tahu
(c):1=Amat sangat tidak beraroma khas kunyit, 9= Amat sangat beraroma khas kunyit
(d):1=Amat sangat tidak beraroma asam jeruk nipis, 9= Amat sangat beraroma asam
jeruk nipis
(e):1=Amat sangat tidak beraroma asam tahu rusak, 9= Amat sangat beraroma asam tahu
rusak
(f):1=Amat sangat berwarna putih keruh, 9= Amat sangat berwarna putih cerah
(g):1=Amat sangat berwarna kuning pucat, 9= Amat sangat berwarna kuning cerah
(h):1=Amat sangat tidakl berasaasin, 9= Amat sangat berasa asin
(i):1=Amat sangat tidak berasa asam, 9= Amat sangat berasa asam
33

Hasil uji korelasi Pearson kesukaan aroma tahu terhadap mutu aroma khas
tahu, memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif pada suhu ruang
(r=0.595 dan p=0.006) serta suhu dingin (r=0.682 dan p=0.000) (Lampiran 34).
Hal ini berarti bahwa kesukaan terhadap aroma khas tahu semakin tinggi dengan
semakin tingginya aroma khas tahu.
Kunyit digunakan sebagai pengawet tahu yang akan mempengaruhi warna
dan aroma tahu. Hasil analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama
penyimpanan tidak berbeda terhadap mutu aroma kunyit pada tahu baik pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin (Lampiran 13 dan 22). Pada suhu ruang,
perlakuan garam+kunyit menunjukkan skor rata-rata tertinggi (Tabel 6). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan garam+kunyit memperlihatkan warna yang paling
kuning diantara perlakuan pengawet lainnya. Pada penyimpanan suhu dingin,
perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mendapat skor rata-rata tertinggi.
Berdasarkan penelitian Tuasamu (2004), aroma tahu yang berasal dari
kunyit bubuk 0.8% memiliki nilai rata-rata yang cukup tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan kunyit bubuk yang merupakan proses
pengeringan dapat menyebabkan berkurangnya aroma dari kunyit tersebut.
Hasil uji korelasi Pearson kesukaan terhadap aroma tahu terhadap mutu
aroma kunyit pada tahu, tidak mempunyai hubungan pada penyimpanan suhu
ruang (r=-0.403 dan p=0.078). Pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan
yang sangat nyata dan bersifat negatif (r=-0.543 dan p=0.000) (Lampiran 35). Hal
ini berarti kesukaan terhadap aroma tahu semakin meningkat dengan rendahnya
aroma kunyit pada tahu.
Kunyit menimbulkan aroma yang khas. Perlakuan yang diberikan pada
konsentrasi kunyit yang terlalu tinggi akan menurunkan tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk tersebut. Proses pengawetan suatu bahan pangan yang
diberikan pengawet rempah-rempah, terutama kunyit akan mempengaruhi kerja
zat aktif antimikroba yang terdapat dalam rempah-rempah tersebut dalam kondisi
konsentrasi yang tidak terlalu rendah (Lund 2000). .
Jeruk nipis yang diberikan akan mempengaruhi penampakan fisik tahu
terutama aroma asam jeruk nipis. Hasil analisis ragam menunjukkan jenis
pengawet dan lama penyimpanan tidak berbeda terhadap aroma asam jeruk nipis
pada tahu dengan penyimpanan suhu ruang (Lampiran 12).
34

Pada penyimpanan suhu dingin akan menunjukkan pengaruh nyata


(p<0.05) terhadap mutu aroma asam jeruk nipis pada tahu (Lampiran 23). Aroma
khas yang dikeluarkan oleh setiap produk pangan akan berkurang karena terjadi
proses penghambatan pertumbuhan mikroba perusak (Lund 2000). Perlakuan
garam+jeruk nipis memiliki skor rata-rata yang tinggi pada penyimpanan suhu
dingin (Tabel 6). Tetapi menurut hasil uji Dunnet, tidak berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol (p>0.05). Jeruk nipis mempunyai aroma yang sangat khas
sehingga akan mempengaruhi penampakan aroma tahu yang bersifat khas tahu.
Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma
asam jeruk nipis, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.07 dan
p=0.975) dan suhu dingin (r=-0.137 dan p=0.305) (Lampiran 36). Aroma asam
jeruk nipis yang terlalu tajam akan mempengaruhi penerimaan panelis terhadap
tahu akan tetapi pada penyimpanan suhu dingin akan mengurangi aroma asam
jeruk nipis yang terlalu tajam pada tahu.
Salah satu tanda-tanda kerusakan pada tahu adalah aroma tahu busuk.
Hasil analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama penyimpanan berbeda
nyata (p<0.05) terhadap mutu aroma tahu rusak pada penyimpanan suhu ruang
dan dingin. Perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit menunjukkan nilai rata-rata yang
sama pada penyimpanan hari ke dua dan empat pada suhu ruang sedangkan pada
suhu dingin menunjukkan skor rata-rata terkecil dibandingkan perlakuan lainnya
(Tabel 6). Dan menurut hasil uji Dunnet, perlakuan tersebut berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol (p<0.05).
Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma
tahu yang rusak, tidak mempunyai hubungan pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.105 dan p=0.660) dan pada suhu dingin memiliki hubungan yang nyata dan
bersifat negatif (r=-484 dan p=0.000) (Lampiran 37). Hasil ini menunjukkan
bahwa pada penyimpanan suhu dingin, semakin rendah aroma tahu rusak maka
akan semakin tinggi kesukaan terhadap aroma tahu tetapi pada penyimpanan suhu
ruang akan terjadi sebaliknya.
Analisis ragam kesukaan aroma dengan pengawet dan lama penyimpanan
berbeda nyata (p<0.05) pada suhu ruang (Lampiran 17) dan suhu dingin
(Lampiran 28). Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan garam+jeruk nipis pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin memiliki skor rata-rata yang paling tinggi
35

dibandingkan dengan tahu kontrol dan perlakuan pengawet lainnya tetapi dengan
semakin lamanya waktu penyimpanan kesukaan pada aroma tahu dengan
perlakuan garam+jeruk nipis juga akan menurun. Dan menurut hasil uji Dunnet,
perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05).
Suhu Ruang
Suhu Dingin

6,00 6,00

5,00 5,00
K es uk aan A rom a

Kes uk aan Arom a


4,00 4,00

3,00 3,00

2,00 2,00
2 4 6 8 10 12
2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari)
Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 5 Perubahan skor kesukaan aroma selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.

Warna. Warna putih dan kuning tahu digunakan sebagai salah satu
parameter dalam evaluasi mutu inderawi. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa pengawet dan lama penyimpanan berbeda nyata (p>0.05) terhadap mutu
warna putih pada tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dan dingin.
Perlakuan garam+jeruk nipis pada suhu dingin memiliki nilai rata-rata tertinggi
pada penilaian tahu dengan warna paling putih dibandingkan dengan perlakuan
pengawet lainnya (Tabel 6).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu
dengan mutu warna putih, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.001 dan p=0.997) dan suhu dingin (r=0.246 dan p=0.160) (Lampiran 38). Hal
36

ini menunjukkan bahwa semakin cerahnya warna putih pada tahu maka akan
semakin tinggi kesukaan terhadap warna tahu.
Warna kuning pada tahu berasal dari pengawet kunyit yang dilarutkan
dengan air sebagai larutan perendam tahu. Tahu yang diwarnai dengan kunyit
akan terdapat sedikit gumpalan-gumpalan pada permukaannya dan semakin lama
waktu penyimpanan, warna kuning pada permukaannya semakin tidak merata.
Pewarna alami bila dibandingkan dengan pewarna buatan akan membutuhkan
konsentrasi yang lebih besar, agak lamban meresap, warnanya agak suram, dan
mudah larut dalam air (Anonim 1998).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengawet dan lama
penyimpanan tidak berbeda terhadap mutu warna kuning tahu pada penyimpanan
suhu ruang (Lampiran 14) sedangkan pada suhu dingin hasil analisis tersebut
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 24). Warna kuning
pada perlakuan pengawet garam+kunyit mendapat nilai rata-rata tertinggi (Tabel
6). Sedangkan menurut penelitian Tuasamu (2004), perlakuan pengawet kunyit
bubuk : tartrazin = 1:1 memiliki skor rata-rata tertinggi dibandingkan perlakuan
lainnya.
Suhu Ruang Suhu Dingin

7,00 7,00

6,00 6,00
Kes uk aan W arna
Kes uk aan W arna

5,00 5,00

4,00 4,00

3,00 3,00

2,00 2,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 6 Perubahan skor kesukaan warna selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
37

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu


dengan mutu warna kuning tahu, memiliki hubungan yang nyata dan bersifat
negatif (r=-0.838 dan p=0.009) pada penyimpanan suhu ruang dan pada suhu
dingin (r=-0.184 dan p=0.389) (Lampiran 39). Hal ini berarti semakin rendah
warna kuning tahu maka akan semakin meningkatnya kesukaan terhadap warna
tahu.
Hasil analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama penyimpanan
tidak berbeda terhadap kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu ruang
(Lampiran 16) dan dingin (Lampiran 29). Gambar 6 menggambarkan bahwa
grafik perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata yang paling tinggi
dibandingkan dengan tahu kontrol dan perlakuan pengawet lainnya pada
penyimpanan suhu ruang dan dingin
Rasa. Rasa merupakan uji organoleptik yang hanya diujikan pada
penyimpanan suhu dingin, yaitu rasa asin dan asam. Rasa asin pada tahu yang
diberi perlakuan berasal dari garam yang digunakan sebagai pengawet dan rasa
asam berasal dari jeruk nipis yang digunakan juga sebagai pengawet. Hasil
analisis ragam menunjukkan jenis pengawet dan lama penyimpanan tidak berbeda
terhadap mutu rasa asin pada penyimpanan suhu dingin (Lampiran 25).
Perlakuan pengawet yang mendapat skor rata-rata tertinggi yaitu
garam+jeruk nipis (Tabel 6). Perlakuan garam+jeruk nipis tersebut hanya terdiri
dari kombinasi garam dan jeruk nipis, dimana konsentrasi garam tetap lebih besar
daripada jeruk nipis sehingga rasa asin masih tetap mendominasi tahu dengan
perlakuan tersebut.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang sangat
nyata dan bersifat positif (r=0.727 dan p=0.000) (Lampiran 40) antara kesukaan
rasa dengan mutu rasa asin tahu pada penyimpanan suhu dingin. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin terasa asin pada tahu maka akan semakin
meningkatnya kesukaan rasa tahu.
Rasa asam berasal dari jeruk nipis yang digunakan sebagai pengawet.
Berdasarkan hasil analisis ragam jenis pengawet dan lama penyimpanan berbeda
nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa asam pada tahu selama penyimpanan suhu
dingin (Lampiran 26). Perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mendapat skor rata-
38

rata tertinggi (Tabel 6) dan menurut hasil uji Dunnet, berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol (p<0.05).
Rasa asam yang mendominasi perlakuan pengawet tersebut
menggambarkan bahwa pengawet jeruk nipis dengan konsentrasi paling kecil
dibandingkan pengawet lainnya mempengaruhi rasa tahu menjadi asam. Asam
sitrat pada jeruk nipis mempunyai kandungan yang besar dibandingkan jenis jeruk
lainnya (Koswara 1992).
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
nyata dan bersifat positif (r=0.489 dan p=0.000) (Lampiran 41) antara kesukaan
rasa dengan mutu rasa asam tahu pada penyimpanan suhu dingin. Hal ini berarti
semakin terasa rasa asam pada tahu maka akan semakin meningkatnya kesukaan
rasa tahu.

Suhu Dingin

6,00

5,00
Kesukaan Rasa

4,00

3,00

2,00
2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 7 Perubahan skor kesukaan rasa selama penyimpanan tahu pada suhu
dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.

Analisis ragam antara kesukaan rasa dengan pengawet dan lama


penyimpanan menunjukkan bahwa tidak berbeda terhadap kesukaan rasa pada
tahu (Lampiran 30). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan
garam+jeruk nipis mendapat skor rata-rata tertinggi (Lampiran 30a). Gambar 7
39

juga menggambarkan bahwa perlakuan garam+jeruk nipis mendapat nilai rata-rata


kesukaan rasa paling tinggi dibandingkan perlakuan pengawet lainnya dan tahu
kontrol tetapi pada penyimpanan hari ke 10 mengalami penurunan.
Penerimaan umum. Analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0.05) antara pengawet dan lama penyimpanan dengan penerimaan umum tahu
pada penyimpanan suhu ruang (Lampiran 18) dan suhu dingin (Lampiran 31).
Gambar 8 menggambarkan bahwa perlakuan garam+jeruk nipis memiliki skor
rata-rata tertinggi dibandingkan perlakuan pengawet lainnya dan menurut hasil uji
Dunnet berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05).
Pada penyimpanan suhu ruang terjadi penurunan skor rata-rata pada hari
ke empat tetapi pada perlakuan garam+kunyit memiliki kenaikan skor rata-rata
penerimaan umum dari hari penyimpanan ke dua sampai hari ke empat. Pada
penyimpanan suhu dingin terjadi penurunan skor rata-rata pada hari ke delapan
dan sepuluh kecuali tahu kontrol yang menurun drastis pada penyimpanan hari ke
enam.

Suhu Ruang Suhu Dingin

7,00 7,00

6,00 6,00
P e n e r im a a n U m u m
P e n e r im a a n U m u m

5,00 5,00

4,00 4,00

3,00 3,00

2,00 2,00
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Waktu Penyimpanan (Hari) Waktu Penyimpanan (Hari)

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit


Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 8 Perubahan skor penerimaan umum selama penyimpanan tahu pada suhu
ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.
40

Menurut hasil percobaan Sutanti (1989), kombinasi perlakuan antara


bahan penggumpal kalsium sulfat dengan asam asetat memberikan hasil yang
paling sering disukai. Penerimaan panelis terhadap tahu pada penyimpanan hari ke
16 pada suhu dingin dan hari ke lima pada suhu ruang berada pada skor netral
sampai agak suka. Perbedaan dengan percobaan ini, pengawet yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi adalah kombinasi garam dan jeruk nipis pada kedua kondisi
penyimpanan.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan penerimaan umum memiliki
hubungan yang sangat nyata (p<0.01) dan bersifat positif dengan mutu aroma
khas tahu pada penyimpanan suhu dingin (r=0.543 dan p=0.000) dan suhu ruang
(r=0.673 dan p=0.001), kesukaan terhadap tekstur pada penyimpanan suhu dingin
(r=0.451 dan p=0.000), kesukaan terhadap aroma pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.749 dan p=0.000) dan suhu dingin (r=0.695 dan p=0.000), kesukaan terhadap
warna pada penyimpanan suhu dingin (r=0.557 dan p=0.000), dan kesukaan
terhadap rasa pada penyimpanan suhu dingin (r=0.437 dan p=0.001).
Penerimaan umum panelis terhadap tahu juga berhubungan nyata {p<0.05)
dan bersifat positif terjadi pada mutu tekstur pada penyimpanan suhu ruang
(r=0.539 dan p=0.014), mutu warna putih tahu pada penyimpanan suhu ruang
(r= 0.684 dan p=0.014), dan kesukaan terhadap warna pada penyimpanan suhu
ruang (r=0.457 dan p=0.043) (Lampiran 42). Berdasarkan hasil korelasi Pearson
tersebut dapat diketahui bahwa faktor dominan yang menentukan penerimaan
umum terhadap tahu adalah kesukaan terhadap aroma.
Pengamatan Visual Kerusakan Tahu
Uji visual hanya mengidentifikasi tanda-tanda kerusakan tahu yang
terdapat pada penelitian pendahuluan, yaitu tekstur tidak kompak, aroma asam
tahu rusak, dan adanya lendir.
Tekstur Tidak Kompak. Tahu kontrol memiliki nilai persen rata-rata
terendah pada penyimpanan suhu dingin. Perlakuan pengawet yang memiliki
persen skor rata-rata terendah pada penyimpanan suhu ruang adalah perlakuan
garam+jeruk nipis+ kunyit dan pada suhu dingin adalah perlakuan garam+jeruk
nipis (Tabel 7).
41

Aroma Tahu Rusak. Pada penyimpanan suhu ruang, perlakuan


garam+jeruk nipis+kunyit memiliki persen skor rata-rata terendah (Tabel 7).
Persen skor rata-rata setiap perlakuan pengawet terdapat kenaikan dari masa
penyimpanan hari ke dua ke empat.
Tabel 7 Persentase skor rata-rata pengamatan visual kerusakan tahu selama
penyimpanan pada suhu ruang dan dingin
Tekstur
Suhu Aroma Adanya
Pgwt Hari ke- Tidak
Penyimpanan Asam (%) Lendir (%)
Kompak (%)
Ruang A 2 33.34 33.34 26.67
A 4 53.34 60 56.67
B 2 23.33 13.33 20
B 4 50 53.33 53.33
C 2 10 6.67 6.67
C 4 40 40 40
D 2 33.34 13.33 13.33
D 4 46.67 63.34 73.34
Dingin A 2 50 3.34 6.67
A 4 30 40 26.67
A 6 50 33.34 16.67
A 8 76.67 36.67 36.67
A 10 60 46.67 36.67
A 12 46.67 50 33.33
B 2 60 3.34 13.33
B 4 46.67 40.00 26.67
B 6 23.33 20 20
B 8 46.67 23.33 23.34
B 10 46.67 50 43.33
B 12 36.67 53.34 26.67
C 2 43.34 3.34 6.67
C 4 33.34 50 23.34
C 6 23.34 40 13.34
C 8 53.34 26.67 33.33
C 10 46.67 50 30
C 12 46.67 40 43.34
D 2 26.67 13.33 6.67
D 4 33.33 43.34 26.67
D 6 20 40 33.33
D 8 16.67 40 36.67
D 10 30 60 36.67
Keterangan :
A : Perlakuan garam+kunyit
B : Perlakuan garam+jeruk nipis
C : Perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit
D : Kontrol
42

Pada penyimpanan suhu dingin, perlakuan garam+jeruk nipis memiliki


persen skor rata-rata terendah (Tabel 7). Kenaikan drastis terjadi pada setiap
perlakuan pada penyimpanan suhu ruang hari ke empat dan pada penyimpanan
suhu dingin hari ke 10. Aroma busuk sebagai tanda kerusakan pada tahu
disebabkan mikroba sedang cepat berkembang karena degradasi protein oleh
mikroba (Sutanti 1989).
Lendir. Perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit memiliki persen skor rata-
rata terkecil pada penyimpanan suhu ruang dan dingin. Pada penyimpanan hari ke
delapan terjadi kenaikan persen nilai rata-rata pada penyimpanan suhu ruang
(Tabel 7). Lendir tersebut masih dapat dihilangkan dengan cara pencucian tetapi
akan mengakibatkan permukaan tahu semakin rapuh sehingga mempercepat tahu
menjadi hancur. Timbulnya lendir pada tahu kemungkinan disebabkan oleh
terjadinya kontaminasi dari golongan bakteri pembentuk lendir (slime forming
bacteria) yang umumnya bersifat aerobik. Bakteri yang termasuk ke dalam
golongan ini antara lain Pseudomonas, Lactobacillus, Streptococcus, dan
Koliform (Frazier & Westhoff 1978).
Beberapa perubahan yang teramati adalah peningkatan kekeruhan larutan
air perendam, bau khas tahu semakin berkurang, permukaan tahu semakin kasar
dan pucat, dan pada tahu kuning warnanya semakin tidak merata. Peningkatan
kekeruhan larutan perendam pada suhu ruang lebih cepat dibandingkan kekeruhan
larutan air perendam pada penyimpanan suhu dingin. Hasil pengamatan individu,
menyimpulkan bahwa gejala timbulnya lendir dan bau asam tahu rusak adalah
tanda-tanda awal untuk menentukan layak tidaknya tahu tersebut masih aman
untuk dikonsumsi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami
tunggal, yaitu kunyit, kayu manis, bawang putih, dan biji pala menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda nyata, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu
mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua hari masa
penyimpanan. Oleh karena itu, pada percobaan selanjutnya dicoba menggunakan
bahan pengawet alami lainnya dalam bentuk kombinasi, yaitu garam 4% + kunyit
3% ; garam 4% + jeruk nipis 1.4% ; garam 4% + kunyit 3% + jeruk nipis 1.4%.
Perlakuan penambahan bahan pengawet alami yang efektif pada
penyimpanan suhu dingin adalah perlakuan kombinasi antara garam dan jeruk
nipis. Perlakuan tersebut memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil, pH tahu
dan larutan perendam tahu yang semakin meningkat selama masa penyimpanan,
skor rata-rata tertinggi terhadap kesukaan aroma, warna, rasa, dan penerimaan
umum serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih delapan sampai 10 hari.
Pada penyimpanan suhu ruang, perlakuan kombinasi garam, jeruk nipis, dan
kunyit memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil, pH tahu dan larutan
perendam tahu yang juga semakin meningkat selama penyimpanan, skor rata-rata
tertinggi terhadap kesukaan tekstur, persen skor rata-rata terkecil pada uji visual
kerusakan tahu selama masa penyimpanan (tekstur tidak kompak, adanya lender,
adanya aroma asam tahu rusak) serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih
dua sampai empat hari.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, tahu sebaiknya selalu dikonsumsi dalam
waktu dua hari. Hal ini disebabkan karena :
- Penggunaan pengawet alami tersebut tidak cukup efektif mengawetkan
tahu untuk jangka waktu yang lama. Karena itu sebaiknya tahu dikonsumsi
dalam waktu tidak lebih dari dua hari, dikemas dengan baik, dan disimpan
dalam lemari es dengan atau tanpa pengawet alami.
- Perlu dilakukan penelitian mengenai cara perbaikan sanitasi dan higiene
serta cara pengemasan yang baik sebagai alternatif pengawetan tahu
dengan menggunakan pengawet alami maupun non alami.

Anda mungkin juga menyukai